Paparan Topik | Bahan Pokok

Minyak Goreng: Sejarah, Jenis, Proses Pembuatan, Produksi, dan Ekspor

Melonjaknya harga minyak goreng di Indonesia menjadi ironi, sebab Indonesia merupakan penghasil minyak sawit terbesar di dunia. Kenaikan harga minyak goreng berdampak pada naiknya harga-harga bahan pokok lainnya.

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Minyak goreng kemasan satu liter tidak ditemui di salah satu pusat perbelanjaran di kawasan Pondok Aren, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (24/11/2021). Untuk menjaga ketersediaan minyak goreng bagi pelanggan, pusat perbelanjaan di tempat itu melakukan pembatasan pembelian. Setiap konsumen hanya diperbolehkan membeli tiga kemasan minyak goreng. Di tengah melonjaknya harga minyak goreng dalam beberapa pekan terakhir, kini minyak goreng kemasan juga dikabarkan mengalami kelangkaan di beberapa tempat penjualan.

Fakta Singkat

  • Indonesia salah satu negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia
  • Pemerintah sebelumnya telah menetapkan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan sederhana Rp11.000 per liter.
  • Kenaikan harga minyak goreng berpengaruh terhadap inflasi
  • Ekspor sawit Indonesia ke luar negeri: 27 juta ton per tahun
  • Produksi CPO Indonesia tiap tahun tak kurang dari 40 juta ton atau menyumbang 54 persen dari produksi minyak sawit dunia.
  • Perkebunan kelapa sawit terluas di Indonesia terdapat di Riau.
  • Luas perkebunan kelapa sawit di Sumatera tak kurang dari 8,1 juta hektare (54,5 persen) perkebunan kelapa sawit di Indonesia.

Sebelum mengalami lonjakan, minyak goreng kemasan sederhana biasanya dijual di harga Rp11.000 per liter. Kenaikan harga bahan pokok minyak goreng berdampak pada kenaikan harga-harga barang lainnya sehingga berkontribusi terhadap inflasi.

Pemerintah sebelumnya telah menetapkan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan sederhana Rp11.000 per liter. HET itu diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun 2020 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen yang mengacu pada harga CPO global yang waktu itu di kisaran 600 dollar AS per ton. Bulan Januari 2022, pemerintah berencana menaikkan harga HET menjadi Rp14.000 per liter untuk menyesuaikan dengan harga CPO dunia yang naik di kisaran 1.300 dollar AS.

Meski demikian, naiknya harga minyak goreng di Indonesia itu menjadi ironi tersendiri, sebab Indonesia merupakan penghasil minyak sawit terbesar di dunia. Minyak sawit itu merupakan bahan utama minyak goreng yang digunakan masyarakat Indonesia. Indonesia sendiri menjadi penghasil minyak sawit terbesar di dunia sejak 2006 yang sebelumnya dipegang Malaysia.

Luas perkebunan kelapa sawit Indonesia pada tahun 2020 tercatat 14,86 juta hektare, di mana perkebunan terluas terdapat di Riau seluas 2,85 juta hektare. Perkebunan kelapa sawit terluas berikutnya di Kalimantan Barat (2,04 juta hektare) dan Kalimantan Tengah (2,02 juta hektare).

Sementara produksi CPO Indonesia tiap tahun tak kurang dari 40 juta ton atau menyumbang 54 persen dari produksi minyak sawit dunia. Sentra produksi terbesar di Riau yang menghasilkan 9,5 juta ton CPO pada tahun 2019, kemudian di Kalimantan Tengah 7,6 juta ton, sementara Sumatera Utara dengan 5,6 juta ton, Kalimantan Barat 5,4 juta ton, dan Sumatera Selatan 4 juta ton.

Sebagian besar produksi itu dieskpor ke mancanegara dan sisanya dipasarkan di dalam negeri. Tiap tahun Indonesia mengekspor minyak sawit ke mancanegara sekitar 27 juta ton. Pada periode 2016–2020, tiga besar negara tujuan ekspor minyak sawit Indonesia menurut data BPS adalah India, China, dan Pakistan. India tiap tahun megimpor minyak sawit Indonesia tak kurang dari 5 juta ton, sementara China sedikitnya mengimpor 4 juta ton, dan Pakistan 2,5 juta ton.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Pekerja menata derigen yang telah diisi minyak goreng curah di sebuah agen penyalur di kawasan Tanah Abang, Jakarta, Senin (1/11/2021). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indeks Harga Konsumen (IHK) mengalami inflasi sebesar 0,12 persen secara bulanan pada Oktober 2021. Salah satu pemicu inflasi tersebut adalah naiknya harga minyak goreng.

Sejarah

Kelapa sawit (Elaeis guineensis) yang ditanam di Indonesia merupakan tanaman asli dari Afrika Barat dan Afrika Tengah. Sejarah kelapa sawit yang masuk ke Indonesia pada tahun 1848, berawal dari empat biji kelapa sawit yang dibawa oleh Dr. D. T. Pryce, masing-masing dua benih dari Bourbon, Mauritius dan dua benih lainnya berasal dari Hortus Botanicus, Amsterdam, Belanda.

Empat biji kelapa sawit tersebut kemudian ditanam di Kebun Raya Bogor yang ketika itu dipimpin oleh Johanes Elyas Teysman dan berhasil tumbuh dengan subur. Di Kebon Raya Bogor, pohon kelapa sawit tersebut tumbuh tinggi dengan ketinggian 12 meter dan menjadi pohon kelapa sawit tertua di Asia Tenggara, Namun, pada 15 Oktober 1989, induk pohon kelapa sawit itu mati.

Pada tahun 1853 atau lima tahun setelah ditanam, pohon kelapa sawit di Kebun Raya Bogor menghasilkan buah. Biji-biji kelapa sawit itu kemudian disebar termasuk dibawa ke Sumatra pada tahun 1875 dan tumbuh subur di Deli, Sumatra Utara.

Perkebunan kelapa sawit kemudian dibuka untuk pertama kalinya pada tahun 1911 oleh perusahaan yang didirikan oleh Adrien Hallet asal Belgia dan K. Schadt berkebangsaan Jerman di Pantai Timur Sumatra (Deli) dan Sungai Liput, Aceh dengan luas 5.123 hektar. Awalnya mereka menanam 2.000 bibit sawit di Tanah Itam Ulu, Sumatera Utara. Tahun tersebut dianggap sebagai awal dari perkebunan sawit di Indonesia.

Kemudian pada 1919, luas lahan sawit meningkat menjadi seluas 6.920 hektare. Pada tahun 1924, luas area perkebunan kelapa sawit meningkat menjadi 18.801 hektare.

Pada tahun 1925, lahan kelapa sawit yang telah ditanami di Sumatra mencapai 31.600 hektare dan terus bertambah menjadi 75.000 hektare pada tahun 1936. Produksi kelapa sawit dari tahun 1919 ke tahun 1937 melonjak drastis dari 181 ton menjadi 190.627 ton minyak sawit mentah (crude palm oil, CPO).  Hingga tahun 1940 total area luas perkebunan kelapa sawit di Hindia Belanda telah mencapai 100.000 hektare yang dimiliki oleh 60 perusahaan.

Pada masa Orde Baru, sawit mulai dikembangkan sebagai perkebunan rakyat. Pemerintah Indonesia mempersiapkan konsep pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR) dengan luas area perkebunan kelapa sawit 257.000 hektare. Kemudian pada 1986, Program PIR-TRANS dimulai dan luas area perkebunan kelapa sawit bertambah menjadi 606.000 hektare.

Sejak 2006, Indonesia menjadi negara produsen terbesar, dengan luas areal perkebunan 6,6 juta hektare. Tiga tahun berselang luasnya bertambah menjadi 7,5 juta hektare setelah 30 tahun pengembangan pola PIR Trans. Setelah lebih dari satu abad diusahakan di Indonesia, luas perkebunan itu kini tercatat 14,86 juta hektare dengan sentra produksi di Sumatera dan Kalimantan.

KOMPAS/NIKSON SINAGA

Pekerja menimbang tandan buah segar kelapa sawit di Desa Kuala Air Hitam, Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, Kamis (14/2/2019). Harga TBS di tingkat petani naik menjadi Rp1.050, namun produksi turun 50 persen karena musim trek.

Jenis minyak goreng

Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar yang biasanya digunakan untuk menggoreng. Minyak goreng nabati terbuat tumbuhan, sementara minyak goreng hewani bersumber dari lemak hewan seperti babi dan sapi.

Contoh minyak goreng nabati adalah minyak sawit, minyak kelapa, minyak jagung, minyak kedelai, minyak zaitun dan tumbuhan lain-lain. Adapun minyak goreng dari hewan, terdiri dari tallow (minyak atau lemak sapi) dan lard (minyak atau lemak babi).

Di Indonesia, minyak goreng yang paling sering digunakan adalah minyak goreng sawit. Kondisi ini disebabkan karena Indonesia merupakan negara penghasil sawit terbesar sehingga ideal dari segi harga dan ketersediaan. Minyak goreng jenis ini juga memiliki banyak keunggulan dibanding jenis-jenis minyak lain, antara lain, tidak mengandung asam lemak trans atau lemak terhidrogenasi, vitamin A, antioksidan tokoferol dan tocotrienol, vitamin E, beta karoten, serta antioksidan.

Selain minyak goreng sawit, yang biasa dipakai masyarakat yakni minyak goreng kelapa yang memiliki  fungsi yang sama dengan minyak goreng sawit, yaitu sebagai medium menggoreng makanan, penambah rasa gurih, serta meningkatkan nilai gizi dan kalori pada makanan yang digoreng. Minyak sawit merupakan minyak goreng yang paling banyak beredar di Indonesia mencapai lebih dari 95 persen dari total konsumsi minyak goreng nasional.

Proses pembuatan

Minyak sawit berawal dari buah kelapa sawit. Buah kelapa sawit dikenal dengan nama Tandan Buah Segar (TBS). TBS yang telah dipanen dikirimkan oleh truk pengangkut ke pabrik, kemudian dilakukan disterilisasi menggunakan uap. Proses ini dilakukan agar TBS dapat dilepas dari tandan, dan untuk mematikan enzim yang dapat menyebabkan kualitas dari TBS turun.

Setelah TBS terlepas dari tandannya, buah kelapa sawit diolah menjadi dua produk utama: Minyak Sawit Mentah (CPO) dan Minyak Inti Sawit (PKO), yang berasal dari biji keras di tengah.

CPO menjadi prioritas utama dalam proses minyak mentah. Untuk menghasilkan CPO, daging buah yang sudah terlepas dari tandan tadi kemudian ditekan atau di-press menggunakan alat khusus. Daging buah yang di-press itu kemudian akan mengeluarkan minyak.

Minyak yang dihasilkan dari proses ini kemudian disimpan pada kontainer untuk disaring kembali. Proses penyaringan disebut juga sebagai pemurnian. Tujuannya, untuk menghilangkan sisa kotoran dan kontaminan yang mungkin mengendap pada minyak sawit.

CPO yang sudah jernih akan dialirkan ke pabrik pengolahan untuk diproses menjadi berbagai produk turunan, seperti minyak goreng, krim dan margarin, oleokimia atau bahan baku pembuatan deterjen dan pelumas, biodiesel atau bahan bakar pengganti solar, hingga asam laurat yang digunakan sebagai bahan pembuat kosmetik dan sabun.

Untuk membuat minyak goreng sawit, CPO mengalami proses pemurnian lagi. Minyak dimasukkan ke dalam vacuum dryer yang untuk membuang kandungan air yang masih ada hingga volume minyak minimal atau di bawah ambang batas. Minyak yang telah melewati vacuum dryer, ini sudah dianggap sebagai minyak murni, dan dimasukkan ke dalam oil storage tank untuk kemudian dibawa ke bagian pengemasan. Pemurnian minyak juga umumnya dilakukan dua kali proses penyulingan sehingga dapat menghasilkan minyak goreng yang lebih jernih.

Sementara untuk proses pembuatan minyak kelapa ada dua cara, yakni secara tradisional, daging buah kelapa segar diparut dan diambil santannya, kemudian santan itu dipanaskan dengan api kecil dan diaduk-aduk hingga minyak kelapa muncul dari santan tersebut. Tujuan dari pemanasan adalah untuk menghilangkan kandungan air yang terdapat di dalam santan tersebut. Umumnya minyak yang dihasilkan dengan cara pemanasan ini berwarna kekuning kuningan.

Adapun proses pembuatan minyak kelapa skala industri dilakukan dengan memilih buah kelapa yang sudah dikupas dan dikeluarkan dagingnya. Daging buah kelapa atau kopra ini kemudian dikeringkan melalui serangkaian proses. Umumnya, pengeringan kopra dilakukan menggunakan dua cara, yaitu cara tradisional dengan memanfaatkan sinar matahari, atau cara industri dengan mesin pengering.

Selanjutnya, kopra yang sudah benar-benar kering dicacah sampe halus, kemudian dipres dan dipanaskan berulang kali menggunakan mesin khusus. Pemanasan ini dilakukan untuk mengendapkan getah dan berbagai senyawa logam atau kotoran yang masih terkandung pada kopra.

Proses selanjutnya adalah bleaching section. Tahapan ini dilalui untuk mengendapkan kembali kotoran yang tersisa dalam minyak dengan mesin bleacher. Proses ini dilakukan untuk menyerap berbagai kotoran atau residu yang masih terkandung pada minyak, sehingga minyak yang masih pekat akan berubah warna menjadi bening. Setelah itu, minyak kemudian akan melalui proses filtrasi untuk menghilangkan partikel halus yang masih tersisa.

Setelah melalui proses bleaching, minyak kelapa akan diproses kembali menggunakan deodorizer. Sebelum masuk mesin deodorizer, minyak dipanaskan dahulu menggunakan uap bersuhu tinggi. Setelah dipanaskan minyak mentah dialirkan ke alat deodorizer untuk menghilangkan bau tengik dan fatty acid yang masih terkandung dalam minyak tersebut. Minyak yang telah bersih, jernih, dan tidak berbau dikemas dan siap dipasarkan.

Produksi minyak sawit

Sebagai penghasil kelapa sawit terbesar di dunia, Indonesia mempunyai beberapa daerah atau kawasan yang sangat dikenal akan sentra produksi kelapa sawit. Perkebunan kelapa sawit banyak terdapat di wilayah Indonesia bagian barat terutama di Sumatera dan Kalimantan. Hingga tahun 2020, perkebunan kelapa sawit terluas berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) terdapat di Riau. Riau memiliki lahan perkebunan kelapa sawit seluas 2,85 juta hektare dengan produksi sebanyak 9,98 juta ton minyak sawit.

Perkebunan kelapa sawit terluas berikutnya secara berturut-turut terdapat di Kalimantan Barat (2,04 juta hektare) dan Kalimantan Tengah (2,02 juta hektare). Jika dilihat per pulau, luas perkebunan kelapa sawit di Sumatera tak kurang dari 8,1 juta hektare atau menguasai lebih dari separuh (54,5 persen) perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Sementara di Kalimantan, luas perkebunan kelapa sawit mencapai 6 juta hektare atau menguasai 40,6 persen dari total.

Berdasarkan data BPS, luas perkebunan kelapa sawit Indonesia pada tahun 2020 tercatat telah mencapai 14,86 juta hektare. Dalam satu dekade terakhir, jumlah ini meningkat 63 persen. Bertambahnya luasan perkebunan kelapa sawit tidak terlepas dari faktor meningkatnya harga minyak sawit di pasaran dunia yang mendorong pelaku usaha melakukan perluasan usaha perkebunannya.

Luas Lahan Sawit Indonesia yang dimiliki Asing

Asal Negara Nama Perusahaan Luas Lahan (ha) Lokasi
Malaysia PBB Group Berhad 283,221

Kalimantan Tengah

Sumatera Barat

Kumpulan Guthrie Berhad 220,204 Riau, Jambi, Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Aceh, Sulawesi Tengah
Kulim (Malaysia) Berhad 97,263 Sumatera Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Sumatera Selatan,
Golden Hope Plantations Berhad 96,000 Kalimantan Barat
Kuala Lumpur Kepong Berhad 91,170 Riau, Kalimantan, Belitung,
Tradewinds Plantations Berhad 38,000 Bangka, Sumatera Selatan
Selasih Permata Berhad 35,900 Bangka
United Plantations Berhad 29,600 Kalimantan Tengah
Boustead Plantations Berhad 22,578 Sumatera Barat, Sumatera Selatan
Inggris Anglo Eastern Plantations 37,502 Bengkulu, Sumatera Utara, Riau
MP Evans Group Plc 47,290 Bangka, Kalimantan Timur, Sumatera Utara, Bengkulu, Aceh
R.E.A Holdings 66,136 Kalimantan Timur
Belgia SA SIpef NV 65,993 Sumatera Utara, Bengkulu, Aceh, Sumatera Selatan
Luxemburg Socfinasia SA-Plantations Nord Sumatra Ltd 44,992 Sumatera Utara
Singapura Wilmar Holdings 198,285 Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Kalimantan Barat, Sumatera Utara, Riau,
Amerika Serikat Hindoli-Cargill Inc 10,000 Sumatera Selatan
Srilanka Carson Cumberbatch & Co Ltd 27,500 Kalimantan Tengah

Sumber: Prospek Perkebunan & Industri Minyak Sawit di Indonesia 2006-2020 edisi kedua, Business Information Focus, dirangkum Litbang Kompas/ERI

Menurut status pengusahaannya, sebagian besar perkebunan kelapa sawit diusahakan oleh perkebunan besar swasta sebesar 55,09 persen, sementara yang dikuasai oleh perkebunan rakyat sebesar 40,62 persen dan sisanya 4,29 persen dikuasai oleh perkebunan milik negara.

Jika dirunut lebih jauh ke belakang, sampai dengan tahun 1968 luas areal kelapa sawit mencapai 119.600 hektare. Satu dekade berselang, luasan itu berkembang menjadi 250.116 hektar. Kemudian, sejak tahun 1979 hingga tahun 1997 laju pertambahan areal kelapa sawit mencapai rata-rata 150.000 hektar per tahun. Tahun 2003, total luas areal sawit di Indonesia telah jauh berkembang hingga lebih dari tiga juta hektar eatau bertambah 25 kali lipat dalam kurun 35 tahun.

Hal itu, tentu saja mempengaruhi tingkat produksi CPO Indonesia. Tahun 1979 hingga tahun 1991 laju pertambahan produksi rata-rata per tahun mencapai sekitar 230.000 ton. Kemudian pada periode tahun 1992 hingga 1997 meningkat hingga 420.000 ton per tahun. Pada masa itu, produksi CPO Indonesia mencapai lebih dari 5 juta ton per tahun.

Pada 2001, produksi CPO Indonesia diperkirakan 7,3 juta ton, meningkat dari 6,5 juta ton tahun 2000. Sekitar 5 juta ton dari produksi CPO Indonesia itu dilempar ke pasar ekspor, yakni ke India, Cina, dan Thailand. Dari total produksi nasional yang mencapai 8 juta ton CPO tersebut, Sumut memiliki kontribusi produksi lebih dari 4,5 juta ton CPO per tahun.

Pada 2010, produksi CPO Indonesia  mencapai 21,6 juta ton CPO dari lahan seluas 7,9 juta hektare. Setahun kemudian, luas perkebunan kelapa sawit seluas 8,9 juta hektare dan memproduksi 22,5 juta ton minyak kelapa sawit mentah (CPO). Produksi CPO sepanjang tahun 2012 mencapai 25,5 juta ton, dan produksi CPO naik ke level 27,3 juta ton pada 2013.

Pada tahun 2018, luas areal perkebunan kelapa sawit sebesar 14,33 juta hektare dengan produksi mencapai 42,9 juta ton. Tahun 2019, luas areal perkebunan kelapa sawit meningkat sebesar 1,88 persen menjadi 14,60 juta hektare dengan peningkatan produksi CPO sebesar 12,92 persen menjadi 48,42 juta ton.

Tahun 2020, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit mencatat produksi kelapa sawit mencapai 51,58 juta ton, lebih tinggi dari rata-rata tahunan sebesar 37,57 juta ton. Selain itu pada tahun 2019, produksi kelapa sawit juga masih menyisakan stok sebesar 4,6 juta ton, sehingga total produksi 2020 sebesar 56,22 juta ton.

KOMPAS/RIZA FATHONI

Pekerja memanen kelapa sawit di areal perkebunan PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS) di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, Kamis (29/4/2021). PT SSMS memproduksi minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) dengan kapasitas produksi sebesar total 2.500 ton per hari. Hilirisasi PT SSMS telah menghasilkan produk turunan dari CPO berupa olein (minyak goreng), stearin (bahan dasar kue dan kosmetik), RBDPO (refined, bleached, and deodorized palm oil) serta PFAD atau asam lemak sawit hasil destilasi. Produk turunannya telah menembus pasar eksor ke China Bangladesh, India, Pakistan.

Ekspor minyak sawit

Ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) Indonesia tahun 2010 mencapai 15,5 juta ton dan menyumbang devisa 14,1 miliar dollar Amerika Serikat atau sekitar Rp122,7 triliun. India, Eropa, dan China menjadi importir minyak sawit mentah (CPO) utama Indonesia. Setahun kemudian, Kementerian Pertanian mencatat, 19,3 juta ton CPO diekspor yang menghasilkan devisa 19 miliar dollar AS atau sekitar Rp171 triliun.

Dalam kurun 10 tahun kemudian, volume ekspor minyak sawit Indonesia cenderung terus meningkat. Ekspor minyak kelapa sawit Indonesia menjangkau lima benua, yaitu Asia, Afrika, Australia, Amerika, dan Eropa dengan pangsa utama di Asia.

Pada tahun 2016–2020, tiga besar negara tujuan ekspor minyak sawit Indonesia menurut data BPS adalah India, China, dan Pakistan. India tiap tahun mengimpor minyak sawit Indonesia tak kurang dari 5 juta ton, sementara China sedikitnya 4 juta ton, dan Pakistan 2,5 juta ton.

Pangsa Sawit Indonesia Terhadap Dunia

Tahun Pangsa (persen)
2000 32
2005 41
2010 46
2015 49
2020 53

Sumber: Litbang Kompas/ERI, diolah dari BPS

Sementara pada 2020, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatat volume ekspor minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) mencapai 34 juta ton sepanjang 2020. Volune ekspor itu turun sekitar 9,06 persen dari tahun sebelumnya yang sebanyak 37,39 juta ton karena kondisi pandemi Covid-19 yang terjadi di seluruh dunia,

Penurunan terbesar terjadi pada China sebesar 1,96 juta ton atau anjlok 24 persen, Uni Eropa 712.700 ton atau 12 persen, Bangladesh 323.900 ton atau 23 persen, Timur Tengah 280.700 ton atau 11 persen, dan Afrika 249.200 ton atau 8 persen. Namun, pengiriman menuju Pakistan tetap mampu naik 275.700 ton atau tumbuh 12 persen. Begitu pula ekspor ke India yang naik 111.700 ton atau tumbuh 2 persen.

Meski dari sisi volume turun tapi secara nilai, kinerja ekspor CPO tahun lalu tumbuh positif sebesar 13,65 persen. Pada 2020 nilai ekspor CPO mencapai 22,9 miliar dollar AS atau setara Rp325 triliun, lebih tinggi dari 2019 yang sebesar 20,21 miliar dollar AS. Pencapaian itu berkontribusi paling besar atau sebanyak 83 persen terhadap kinerja ekspor nonmigas Indonesia yang mencapai 27,67 miliar dollar AS di 2020.

Nilai ekspor sawit Indonesia sepanjang Januari–Oktober 2021, menurut data Badan Pusat Statistik, mencapai 30,04 miliar dollar AS atau Rp426,56 triliun. Nilai ekspor sawit 10 bulan pada tahun 2021 itu lebih besar dibanding ekspor sawit sepanjang tahun 2020 yang 22,9 miliar dollar AS atau Rp325,89 triliun. Kenaikan harga minyak kelapa sawit mentah (CPO) dunia jadi pendorongnya. Harga jual rata-rata CPO sepanjang 2021 berada di atas 1.000 dollar AS per ton dan mencapai titik tertinggi, yakni 1.390 dollar AS per ton, pada Oktober 2021. (LITBANG KOMPAS)

Referensi

Buku

Mardiyah, Chamim dkk. 2012. Raja Limbung, Seabad Perjalanan Sawit di Indonesia. Yogyakarta: INSISTPress

–. 2011. Prospek Perkebunan & Industri Minyak Sawit di Indonesia 2012–2025. Bisinfocus Data Pratama.

–. 2011. Profil Komoditi Kelapa Sawit (CPO). Jakarta: Direktorat Bahan Pokok dan Barang Strategis Dirjen Perdagangan Dalam Negeri.

Badrun, M. 2010. Lintasan 30 Tahun Pengembangan Kelapa Sawit. Jakarta: Direktorat Jenderal Perkebunan.

Arsip Kompas
  • “Seabad Sawit: Kelapa Sawit Sumbang Devisa Rp122,7 Triliun”. Kompas, 29 Mar 2011 Halaman: 018
  • “Kelapa Sawit: Seabad Komersialisasi”. Kompas, 30 Mar 2011 Halaman: 017
  • “Kelapa Sawit: Merawat Emas Hijau”. Kompas, 15 Sep 2011 Halaman: 17
  • “Produktivitas Kelapa Sawit di Masa Moratorium”. Kompas, 30 Aug 2021 Halaman: D
  • “Ekspansi Kelapa Sawit Ke Indonesia Timur”. Kompas, 07 Sep 2021 Halaman: A
  • “Tekan Harga Pakai Dana Sawit”. Kompas, 15 Dec 2021 Halaman: 10
  • “Jangan Terlena dengan Bonanza Komoditas”. Kompas, 23 Dec 2021 Halaman: 10