Paparan Topik

Media Sosial: Sejarah, Statistik, dan Dampak Penggunaannya

Pada 10 Juni lalu, masyarakat Indonesia merayakan Hari Media Sosial. Peringatan ini menjadi penting dalam konteks masifnya penetrasi media sosial dan ragam risiko buruk yang muncul dari penggunaanya.

KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Salah satu proses produksi konten untuk live TikTok yang dilakukan oleh Tim Medsos Harian Kompas di Jakarta, Rabu (5/4/2023). Dengan beragam konten yang ditawarkan, kanal media sosial terus berkembang untuk menjalin interaksi dan meraih audiens terutama generasi muda di era digital seperti saat ini.

Fakta Singkat

  • Pada 10 Juni, masyarakat Indonesia merayakan Hari Media Sosial untuk mendorong penyebaran narasi dan pesan positif dalam ruang media sosial.
  • Pelaksanaan Hari Media Sosial diperuntukkan bagi masyarakat luas, termasuk pelaku usaha. Bagi pelaku usaha, peringatan ini dapat digunakan untuk berterima kasih kepada pelanggan atau memberikan promo.
  • Hari Media Sosial telah diperingati sejak tahun 2015, diprakarsai oleh Handi Irawan Djuwadi yang identik dalam bidang pemasaran dan bisnis.
  • Kelahiran media sosial dapat ditilik sejak periode 1940-an dengan pengembangan masif super computer. Sementara wujud media sosial modern pertama pertama kali muncul pada 1997 melalui kelahiran Six Degree.
  • Hingga Januari 2023, jumlah pengguna media sosial di Indonesia mencapai 167 juta jiwa, atau setara dengan 60,4 persen populasi nasional.
  • Secara rata-rata, masyarakat Indonesia menggunakan media sosial selama 3 jam 18 menit atau terlama kesepuluh di dunia.
  • Salah dua contoh dari risiko yang dilahirkan oleh media sosial adalah relativitas kebenaran dan meningkatnya kultur konsumerisme.
  • Akibat media sosial, riset McKinsey Health Institute menemukan bahwa 27 persen Gen Z mengalami FOMO dan 25 persen merasa khawatir terhadap tampilan fisik dirinya yang tidak sesuai dengan media sosial.

Lembaga Terkait

“Mari berbagi pesan positif dan kebaikan melalui media sosial agar menjadi inspirasi untuk masyarakat.” Demikian kalimat persuasif tersebut tertulis dalam profil Instagram @HariMediaSosial. Secara luas, kalimat tersebut telah merepresentasikan makna dan cara untuk masyarakat Indonesia memperingati Hari Media Sosial.

Dalam agenda nasional tahunan, masyarakat Indonesia telah menandai 10 Juni sebagai tanggal spesifik yang secara khusus diperuntukkan bagi peringatan media sosial. Hari Sabtu (10/6/2023) merupakan peringatan Hari Media Sosial di Indonesia yang kesembilan kalinya.

Hari Media Sosial dirayakan bukan untuk mempromosikan media sosial itu sendiri, melainkan sebagai sarana pengingat akan pentingnya penggunaan media sosial secara bijak dan positif.

Salah satu contoh spesifik untuk memperingati Hari Media Sosial adalah dengan mengunggah kata mutiara di berbagai akun media sosial. Selain itu, masyarakat media sosial juga dapat menyampaikan kabar baik apapun. Dalam penyampaiannya, dapat diunggah cerita inspirasi, berita positif, hingga ajakan untuk membuat hidup menjadi lebih baik lagi.

Dorongan dan undangan untuk melakukan hal tersebut tidak hanya diperuntukkan bagi masyarakat luas, melainkan juga kepada para tokoh publik, artis, bahkan perusahaan dan pelaku usaha. Melalui tokoh publik dan artis ini, yang memiliki jumlah pengikut yang masif di media sosial, menjadi sarana memperluas dan melaksanakan kampanye positif Hari Media Sosial. Sementara bagi perusahaan dan pelaku usaha, Hari Media Sosial diharapkan untuk menjadi momen untuk berterima kasih kepada para pelanggannya.

Hari Media Sosial biasa diperingati juga dengan melalui saluran-saluran media sosial. Pada 10 Juni, masyarakat akan didorong untuk pribadi yang bijak bermedia sosial lewat produksi narasi dan konten positif. Agenda nasional ini menjadi penting mengingat pengaruh media sosial yang telah lama menyebar di Indonesia, tingginya tingkat penggunaan media sosial di masyarakat, dan masifnya risiko negatif yang ditimbulkan dari penggunaan yang tidak bijak.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Pasangan suami istri Noorca M. Massardi (68) dan Rayni N. Massardi (65) membuat konten medsos saat menghabiskan sore berdua di sebuah pusat perbelanjaan di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (13/9/2022).

Sejarah Hari Media Sosial

Sebagaimana disampaikan sebelumnya, Hari Media Sosial dirayakan setiap tahunnya di Indonesia pada tanggal 10 Juni. Hari tersebut menjadi momen bagi masyarakat umum maupun pelaku usaha di Indonesia. Mengingat pada 2023 ini telah sembilan kali diadakan peringatan Hari Media Sosial, tercatat bahwa peringatannya yang pertama kali adalah pada 2015 silam.

Mengacu pada laman resminya, HariMediaSosial.com, kelahirannya pada 2015 tersebut berangkat dari gagasan akan perlunya peningkatan edukasi dan kesadaran masyarakat Indonesia dalam giat media sosial. Harapannya, Hari Media Sosial mampu menjadi katalis terhadap penggunaan media sosial sebagai ruang positif bagi khalayak luas.

Gagasan Hari Media Sosial pertama kali dicetuskan oleh pengusaha sekaligus pemilik Frontier Group yakni Handi Irawan Djuwadi. Jejak langkah Handi begitu lekat dalam bidang pemasaran dan bisnis. Pengusaha asal Solo, Jawa Tengah ini meniti karier sebagai pakar pemasaran dan kini dikenal sebagai salah satu content and knowledge based speaker terbaik. Melalui tangannya, Handi sukses memperoleh penghargaan Top Brand Award dan turut mempelopori Hari Pelanggan Nasional.

Dengan latar belakang tersebut, gagasan Handi akan Hari Media Sosial juga lekat dengan para pelaku usaha. Sebagaimana disampaikan sebelumnya, kepada kelompok pelaku usaha, Hari Media Sosial diharapkan menjadi momen berterima kasih kepada pelanggannya. Dalam upaya ini, para pelaku usaha disarankan untuk bisa memberikan penawaran menarik atau sekedar ajakan yang memotivasi pengikutnya di media sosial untuk selalu melakukan kegiatan yang bermanfaat bagi sesama. 

Tanggal Hari Media Sosial di Indonesia ini berbeda dengan peringatannya dalam skala global melalui World Social Media Day. Jatuh pada tanggal 30 Juni tiap tahunnya, World Social Media Day diinisiasi oleh perusahaan media digital Mashable pada 2010. Sedikit berbeda dengan tujuan Hari Media Sosial di Indonesia, World Social Media Day bertujuan untuk memperingati dampak-dampak positif yang telah dilahirkan oleh platform media sosial.

KOMPAS/WISNU WIDIANTORO

Warga membubuhkan cap tangan saat sosialisasi dan deklarasi Masyarakat Indonesia Anti Hoax di Hari Bebas Kendaraan Bermotor di Jakarta, Minggu (8/1/2017). Deklarasi yang juga dilakukan di lima kota lainnya di Indonesia itu bertujuan untuk membersihkan media sosial dari berita bohong alias Hoax.

Sejarah Singkat Media Sosial

Kelahiran media sosial erat dengan sejarah penemuan teknologi komputer, digitalisasi, dan jaringan internet sebagai unsur-unsur pendukungnya. Sejak tahun 1940-an, ilmuwan dan insinyur telah mulai mengembangkan teknologi super computer secara intensif. Melalui super computer ini, diharapkan manusia dapat lebih terhubung.

Pada tahun 1969, untuk pertama kalinya hadir prototipe internet dengan oleh perusahaan Advanced Research Projects Agency (ARPA). Bentuk dan teknologinya pada masa itu masih berupa sebuah jaringan komputer yang kemudian diberi nama ARPANET. Melalui ARPANET inilah lantas hadir cikal bakal terbentuknya jaringan internet modern yang membuka ruang kehadiran media sosial.

Pada 1978, lahir embrio media sosial melalui penemuan sistem papan buletin atau bulletin board system (BBS) oleh pencinta dunia komputer Ward Christensen dan Randy Suess. BBS memungkinkan penggunanya untuk berhubungan dengan orang lain melalui surat elektronik ataupun mengunggah dan mengunduh melalui perangkat lunak yang tersedia saat itu. Keterhubungan ini menjadi awal terciptanya komunitas virtual meski masih dalam lingkup terbatas dan konektivitas internet masih menggunakan saluran telepon yang terhubung dengan modem.

Dari embrio ini, media sosial kian menunjukkan wujudnya dengan kemunculan situs GeoCities pada 1995. GeoCities melayani web hosting yang digunakan untuk melayani penyewaan penyimpanan data situs web agar dapat diakses dari mana pun. Tidak hanya menjadi kemajuan terhadap media sosial, GeoCities juga merupakan tonggak awal kelahiran situs web lainnya. Pada tahun yang sama, juga muncul situs Classmates.com yang merupakan situs jejaring sosial terbatas pada lingkungan orang-orang tertentu saja.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Wahyu (kiri) karyawan Angsana Outdoor memperkenalkan produk yang ditawarkan melalui penjualan langsung dari media sosial dan lokapasar pada hari belanja online atau harbolnas 12.12 dari tempat produksi mereka di kawasan Sudimara Jaya, Ciledug, Kota Tangerang, Banten, Senin (12/12/2022). Harbolnas menjadi momentum para pelaku usaha termasuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk memperkenalkan produk sekaligus meningkatkan penjualan secara daring.

Pada 1997, kemajuan konektivitas tersebut diikuti dengan kelahiran situs Six Degree. Melalui Six Degree pengguna dimungkinkan untuk membuat profil, menambah teman, terhubung, dan mengirim pesan untuk pertama kalinya. Dengan kemampuan tersebut, Six Degree disebut sebagai sistem jejaring sosial pertama karena lebih mampu menawarkan kemampuan berjejaring sosial dibanding situs pendahulunya.

Kemajuan media sosial menjadi kian masif seiring kemunculan Google pada 1998 sebagai mesin pencari utama di internet dan tampilan indeks yang dimunculkan. Sejak titik ini, laju perkembangan jejaring sosial begitu evolutif dari tahun ke tahunnya. Masing-masing situs yang lahir menawarkan keunggulan, keunikan, dan segmentasi yang bervariasi.

Evolusi pesat dimulai pada 1999 dengan kemunculkan situs yang dapat digunakan untuk membuat blog pribadi, yakni blogger. Blogger memampukan penggunanya untuk membuat halaman situs sendiri sehingga sesama pengguna bisa saling berbagai informasi dan pendapat mengenai topik persoalan yang sedang hangat.

 

KOMPAS/PRIYOMBODO

Laman yang menawarkan jasa pengerjaan tugas kuliah di media sosial (13/10/2022). Iklan jasa pengerjaan tugas-tugas kampus banyak ditawarkan di media sosial secara terang-terangan.

Pada 2001, muncul ensiklopedia daring dan terbesar di dunia yang terus berkembang dan laris hingga saat ini, yakni Wikipedia. Berikutnya pada 2002, muncul Friendster sebagai situs yang laris digunakan sebagai ruang pencarian pasangan. Melalui keterhubungan di jaringan maya Friendster, anak muda sebagai pengguna terbesarnya akan menindaklanjuti dengan pertemuan fisik langsung. Friendster begitu fenomenal sehingga kehadirannya segera diikuti oleh ragam situs sosial interaktif lainnya.

Pada 2003, muncul media sosial LinkedIn yang secara spesifik menjadi ruang bertukar informasi pekerjaan. Pada tahun yang sama, lahir pula MySpace sebagai situs jejaring sosial yang begitu mudah digunakan. Hingga akhir 2005, Friendster dan MySpace berkembang menjadi situs jejaring sosial yang paling diminati.

KOMPAS/PRIYOMBODO 

Anak muda dari Citayam, Bonge dan Kurma yang viral di media sosial melalui Citayam Fashion Week dikerubuti para remaja di kawasan Dukuh Atas, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jumat (22/7/2022) sore. Bonge dan Kurma merupakan anak muda yang menjadi ikon dari Citayam Fashion Week.

Tahun 2004 identik dengan kelahiran Flickr dan Facebook. Sementara yang pertama disebutkan menjadi situs berjejaring yang memampukan para penggunanya mengunggah foto dan video, yang terakhir disebutkan lantas berkembang menjadi raksasa media sosial hingga saat ini. Facebook dibuat oleh Marx Zuckerberg di Cambridge, Massachusetts dan diperkenalkan pada dunia di tahun tersebut. Pada 2005, juga lahir raksasa media sosial YouTube sebagai wadah terbesar untuk membagikan konten video.

Sejak itu, berbagai media sosial populer terus bermunculan, termasuk Path, Twitter, hingga Instagram. Tidak hanya lahir, media-media sosial ini juga mengalami perkembangan kemampuan, jenis, karakter, hingga fungsionalitas. Kemampuannya menjadi kian canggih dengan alogoritma yang kompleks. Variasi media sosial pun kian beragam, mulai dari jejaring sosial, blog, juga layanan berbagi media (media sharing) (Kompas.id, 17/6/2020, “Media Sosial, Tak Sekadar Jaringan Pertemanan”).

KOMPAS/HARYO DAMARDONO

Suasana kerja di Gedung MPK 21 Facebook di Menlo Park, California, Rabu (12/6/2019). Pegawai Facebook bekerja di ruang yang terbuka tanpa sekat-sekat.

Fungsi media sosial berkembang, tidak hanya sebagai media interaksi penghubung antar individu layaknya fungsi perdananya pada 1978 lalu. Sebagai contoh, media sosial telah menjadi saluran pemasaran untuk menarik minat pasar tentang produk atau jasa yang ditawarkan. Dalam bidang akademik, media sosial juga menjadi objek analisis kontemporer yang mencerminkan cara pandang dan kecenderungan masyarakat.

Selain itu, melampaui fungsi bercakap biasa, media sosial juga telah menjadi ruang membangun citra diri. Para politisi menggunakan media sosial untuk mengampanyekan pemikiran, ide, profil dirinya, serta mempertontonkan kunjungan-kunjungan ke masyarakat. Orang muda menggunakan media sosial untuk menunjukkan capaian diri dan memamerkan gaya hidup.

Statistik Media Sosial di Indonesia

Hari Media Sosial begitu relevan untuk diselenggarakan di Indonesia. Media sosial telah menjadi komoditas digital yang paling laris digunakan dan menyebar luas di masyarakat Indonesia. Bagi mayoritas penduduk, terutama hampir seluruh penduduk perkotaan, media sosial bahkan telah menjadi bagian tak terelakkan dalam kehidupan. Dengan tingkat penetrasi yang tinggi, turut diperlukan pedoman dan pengingat akan penggunaannya secara bijak.

Mengacu pada laporan teraktual “Digital 2023: Indonesia” oleh We Are Social, jumlah pengguna internet maupun media sosial di Indonesia mencapai jumlah yang kian fantastis hingga Januari 2023. Jumlah pengguna internet secara keseluruhan mencapai 212,9 juta jiwa atau setara dengan 77 persen total populasi penduduk Indonesia. Rata-rata durasi penggunaan internet mencapai 7 jam 42 menit per hari.

Dalam bermedia sosial, jumlah pengguna aktif di Indonesia mencapai 167 juta orang. Angka ini setara dengan 60,4 persen dari populasi penduduk dalam negeri. Sementara untuk waktu yang dihabiskan masyarakat Indonesia dalam bermain media sosial mencapai 3 jam 18 menit setiap harinya. Dengan lama durasi tersebut, masyarakat Indonesia menempati peringkat 10 di dunia dalam durasi terlama bermedia sosial. Artinya, masyarakat media sosial dan internet telah menjadi mayoritas dalam membentuk suatu negara-bangsa.

Sumber: Kementerian Komunikasi dan Informatika

Tingginya penetrasi media sosial ikut menggeser sejumlah preferensi dan gaya hidup masyarakat. Ketergantungan menjadi semakin tinggi, di mana media sosial menjadi sarana yang kian dibutuhkan dalam berbagai lini kehidupan, salah satunya dalam mengakses informasi. Laporan “Status Literasi Digital di Indonesia 2022″ oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika dan Katadata Insight Center menyebutkan bahwa media sosial telah menjadi sumber utama informasi bagi 72 persen masyarakat Indonesia.

Data tersebut diperoleh dalam rentang waktu tiga tahun terakhir (2020–2022). Artinya, media sosial tidak hanya menjadi sarana komunikasi, melainkan juga informasi dan edukasi. Preferensi baru ini telah meninggalkan produk-produk pers, utamanya media cetak, yang dulu digunakan sebagai sumber informasi utama. Selain media sosial, masyarakat Indonesia juga menggunakan situs pemerintah dan berita daring sebagai sumber rujukan informasi menunjukkan kedekatan masyarakat Indonesia dengan internet secara luas.

KOMPAS/YUNIADHI AGUNG 

Foto cerita pekan: “Aku di Sarinah Maka Aku Ada” (14/5/2022).

Dampak Media Sosial

Pada satu sisi, media sosial menjadi kunci bagi hadirnya sarana komunikasi yang terbuka luas dan menghubungkan berbagai sudut negeri. Masyarakat dari berbagai suku bangsa dan negara yang berbeda maupun terhubung dan menjalin interaksi. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan media sosial sebagai akses komunikasi telah melampaui konsep batas negara-bangsa.

Selain itu, kehadiran media sosial telah membuktikkan dimampukannya penyediaan akses informasi secara terbuka, nyaris tanpa biaya, dan berkeadilan. Semua orang, hanya dengan bermodalkan akses internet, dapat memperoleh informasi dan pengetahuan akan suatu hal yang jauh bahkan lampau.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Peragaan busana di zebra cross di jalan Tanjung Karang di kawasan Dukuh Atas, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jumat (22/7/2022) sore. Kawasan yang populer di media sosial itu menjadi tempat berkumpul anak-anak muda yang datang dari berbagai daerah. Popularitas kawasan tersebut berawal dari peragaan busana anak-anak muda yang dinamai Sudirman, Citayam, Bojonggede, dan Depok atau SCBD.

Informasi dari Argentina akan batalnya kedatangan Lionel Messi pada awal Juni lalu dengan segera memperoleh komentar ramai oleh penduduk Indonesia.

Sebaliknya, kasus kebakaran besar di Plumpang juga menjadi trending topics internasional di media sosial Twitter. Bahkan, percakapan akan catatan kolonialisme Ratu Inggris Elizabeth II pada periode abad ke-20 juga dengan segera muncul dalam ruang media sosial dalam periode aktual kematiannya. Hal ini juga menunjukkan bahwa penyediaan informasi media sosial juga telah melampaui konsep waktu.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Suasana di jalan Tanjung Karang di kawasan Dukuh Atas, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jumat (22/7/2022) sore. Kawasan semakin ramai dikunjungi remaja dari berbagai daerah setelah viral di media sosial.

Relativitas Kebenaran

Kompaspedia (9/1/2023, “Demokrasi Pada Ruang Digital”) menuliskan bahwa dalam periode Agustus 2018 sampai dengan Maret 2020, Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) mendapati 5.156 kasus temuan hoaks yang berhasil dideteksi. Sejak Februari 2019, temuan isu hoaks bulanan tidak pernah lebih rendah dari 260 kasus.

Sementara pada rentang waktu Maret 2020 hingga awal 2022, tren hoaks justru semakin meningkat. Ditemukan setidaknya 4.390 hoaks – membuat akumulasi jumlah hoaks dan konten negatif dalam empat tahun (2018–2022) mencapai 9.546 temuan.

“Selain hoaks, kami menemukan konten-konten negatif seperti penipuan pinjaman online sampai aspek-aspek radikal,” jelas Direktur Pemberdayaan Informatika Kominfo, Bonifasius Wahyu Pudjianto dalam acara Hari Pers Nasional pada 2022 lalu. Bonifasius pun mengakui bahwa penyebaran konten negatif demikian menjadi tantangan utama dalam perkembangan sektor-sektor digital.

KOMPAS/NIKSON SINAGA

Pengunjung menikmati makanan vegan di Socrates Vegan di Medan, Sumatera Utara, Senin (18/7/2022). Restoran itu memadukan makanan vegan, buku, media sosial, dan literasi sebagai daya tarik.

Tingginya tingkat distribusi dan produksi hoaks tersebut secara pesat beredar di kanal media sosial. Facebook, Instagram, Twitter, dan lainnya, yang diharapkan sebagai sumber komunikasi dan informasi, justru mencederai etika moral dan kebenaran sebagai prinsip komunikasi itu sendiri.

Riset yang dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama Katadata Insight Center (KIC) pada Agustus–September 2022 lalu menemukan bahwa Facebook menjadi ruang terbesar sebagai kanal hoaks dan misinformasi.

Sebanyak 55,9 persen responden mengaku menemukan hoaks di ruang Facebook. Setelah Facebook, situs berita daring (16 persen) dan Whatsapp (13,9 persen) menjadi ruang penemuan hoaks terbanyak berikutnya.

Sumber: Kementerian Komunikasi dan Informatika

Lekatnya distribusi hoaks dalam media sosial Facebook juga diperkuat oleh laporan 2019 CIGI-Ipsos Global Survey on Internet and Security Trust. Ditemukan, 67 persen masyarakat dunia menyetujui bahwa Facebook merupakan ruang penyebaran berita bohong dan hoaks terbesar. Sementara di tingkat kedua, 65 persen responden menyebutkan bahwa penyebaran hoaks terbanyak terdapat di media sosial secara umum.

Pada konteks Indonesia, sebanyak 84 persen responden menyebut pernah menemukan kabar bohong di Facebook. Hanya 12 persen responden yang menyebutkan bahwa dirinya tidak pernah menerima atau melihat penyebaran hoaks di media sosial tersebut.

Atas persebaran berita dan cerita yang begitu terbuka, begitu juga dengan produksi informasi yang bisa dilakukan oleh siapapun, media sosial mereduksi kebenaran menjadi begitu relatif. Tidak ada lagi sumber-sumber arus utama yang mampu menjadi pegangan bagi manusia, bahkan masyarakat modern.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Pengunjung membaca buku koleksi Perpustakaan Nasional RI di Jakarta, Jumat (27/5/2022). Membaca buku dapat menjadi detoks gawai.

Kultur Konsumerisme

Sikap hidup konsumtif yang berorientasi pada upaya konsumsi dan kepemilikan komoditas sebanyak mungkin lewat dorongan untuk terus mengeluarkan uang – mungkin telah muncul sejak menyebarnya ideologi kapitalisme pada abad ke-18. Meski begitu, dalam konteks penggunaan media sosial, masyarakat kontemporer dihadapkan oleh suatu entitas baru yang secara radikal mendorong dan memperluas praktik hidup konsumerisme tersebut.

Media sosial sebagai katalis konsumerisme adalah premis yang secara riil berkaitan. Melalui media sosial, muncul suatu pengkultusan baru terhadap sikap hidup duniawi – di mana mereka yang memiliki akumulasi konsumsi terbanyak dan termewah akan dianggap “ada” atau eksis. Manusia media sosial pun berlomba-lomba menghamburkan uang dan menunjukkan capaian konsumsi mereka. Rupanya, modal bermedia sosial dalam masyarakat kontemporer tidak sebatas akses internet, melainkan biaya untuk eksis.

Tekanan media sosial terhadap konsumerisme terwujud dalam temuan-temuan riset yang dirangkum oleh Kompas.id (12/6/2023, “Biaya Eksis di Media Sosial”). Survei yang dilakukan oleh Deloitte di 44 negara menunjukkan bahwa media sosial telah membuat 51 persen Gen Z dan 43 persen Milenial ingin membeli sesuatu yang sebenarnya mereka tak mampu beli. Kedua generasi tersebut merupakan kelompok usia yang paling dekat dengan paparan internet dan media sosial.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Uger Situmeang, karyawan di gerai pakaian Klementine di Mal Ambasador, Jakarta Selatan menawarkan produk pakaian melalui siaran langsung di media sosial, Rabu (13/7/2022). Penjualan melalui siaran langsung di media sosial yang telah dimulai sejak tahun 2018 ini mampu bertahan menghadapi kondisi yang tak menentu saat pandemi.

Selain itu, dalam sebuah studi oleh Allianz Life ditemukan hingga 61 persen Milenial yang mengaku bahwa dirinya tidak mampu dalam hidup karena apa yang dilihat di media sosial. Sebanyak 57 persen juga Milenial juga menyebutkan bahwa media sosial menyebabkan mereka menghabiskan uang karena takut kehilangan peluang untuk memperoleh suatu komoditas barang atau layanan.

Data-data tersebut diperkuat oleh temuan The Ascent bahwa apa yang ada di media sosial telah menjadi motivasi umum untuk membelanjakan lebih banyak uang. Sebagai dampaknya, riset Credit Karma menemukan 39 persen Milenial bahkan pernah berutang hanya demi mengikuti cara teman-temannya menikmati hidup.

Sebagai suatu “tren” kontemporer, gaya hidup konsumtif akibat media sosial sampai-sampai memperoleh perhatian pemerintah di berbagai negara. Sebagai contoh, pada 2017, otoritas Malaysia mengeluarkan peringatan akan masalah ketergantungan media sosial dan pengejaran citra semu.

Di negara tersebut, kelompok muda menghadapi risiko masalah kegagalan untuk membeli kebutuhan seperti rumah dan mobil seiring bertambahnya usia. Bahkan, Departemen Kepailitan Malaysia mencatatkan adanya peningkatan jumlah anak muda yang “bangkrut” akibat jebakan utang.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Pedagang pakaian muslim pria menawarkan dagangannya melalui siara langsung daring di media sosial dari salah satu gerai di pusat perbelanjaan Thamrin City, Jakarta Pusat, Sabtu (9/4/2022). Penjualan daring menjadi media alternatif berjualan baru bagi para pedagang di masa pandemi Covid-19.

Di Amerika Serikat, sebagai negara terdekat dengan perusahaan-perusahaan media sosial, muncul suatu fenomena menarik. Pesta pernikahan tidak hanya meninggalkan utang bagi pasangan yang menikah, melainkan juga bagi 62 persen tamu pernikahan. Temuan April 2023 yang dikutip oleh laman Fox News ini bahkan mengalami peningkatan dari survey sebelumnya yang mencapai angka 40 persen.

Media sosial telah mendorong masyarakat Amerika untuk tidak hanya hadir, melainkan juga memiliki peran di dalam pernikahan-pernikahan mewah. Lewat media sosial, muncul keinginan untuk bisa merasakan pernikahan mewah – bahkan lebih jauh, untuk kelak juga melangsungkan pernikahan mewah. Salah satu responden menyebutkan bahwa sebagai tamu sekaligus teman dekat pengantin, kebutuhan untuk hadir di pernikahan bisa memakan biaya sekitar 1.000 dollar AS.

KOMPAS/RIZA FATHONI

Pegawai menawarkan baju melalui siaran langsung (live streaming) via akun instagram di salah satu toko di ITC Kuningan, Jakarta, Sabtu (22/1/2022). Pandemi membuat pedagang harus kerkreasi memasarkan barang dagangan mereka, salah satunya dengan siaran langsung melalui akun sosial media. Startegi pemasaran ini terbukti dapat mempertahankan bisnis konveksi di tengah sepinya penjualan melalui gerai toko. Omzet toko dalam sebulan mencapai Rp 200 juta.

Di Indonesia, hal ini memperoleh perhatian dari lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi menghimbau agar masyarakat tidak membeli tiket konser dengan menggunakan uang pinjaman.

“Pinjaman itu lebih baik untuk produktif, untuk usaha. Kalau untuk konsumtif lebih baik dihindari,” katanya di Kementerian Keuangan, Jakarta pada 22 Mei 2023 lalu. Meminjam uang menjadi suatu jalan pintas alternatif ketika tekanan media sosial begitu besar untuk ikut dalam perhelatan konser yang populer dan menjadi trending topics.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Para pemburu tiket konser grup band Coldplay berburu tiket (ticket war) secara daring di warung internet (warnet) di kawasan Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (17/5/2023). Warnet gim daring menjadi pilihan pemburu tiket karena kecepatan internetnya yang kencang.

Momentum Hari Media Sosial

Demikian kuasa media sosial menunjukkan kemampuannya dalam memberikan tekanan sekaligus menutup realitas dunia nyata. Berbagai ragam kisah, data, dan fenomena menunjukkan begitu banyak manusia yang jatuh ke dalam perangkap ini. Ada banyak cara yang sangat meyakinkan di media sosial yang membuat orang percaya pada narasi digital, kampanye hitam, dan berbelanja lebih banyak hingga terjebak utang.

Media sosial, dengan segala standar keindahan, kesempurnaan, dan kemewahannya, kini menjadi parameter kehidupan baru. Dalam situasi tersebut, “kegagalan” mencapai standar dan propaganda media sosial akan menganggu stabilitas kesehatan mental penggunanya. Terdapat kecenderungan, mereka yang dekat dengan media sosial justru mengalami gangguan kesehatan mental.

Survei McKinsey Health Institute (2023) di 26 negara, termasuk Indonesia, menunjukkan bahwa media sosial memberikan kekhawatiran yang lebih besar pada Gen Z dibanding generasi lainnya. Sebanyak 27 persen Gen Z mengakui munculnya rasa fear of missing out (FOMO) dalam bermedia sosial. Selain itu, sebanyak 25 persen merasakan kekhawatiran terhadap tampilan fisik diri yang dirasa tidak ideal layaknya di media sosial.

Atas berbagai situasi tersebut, Hari Media Sosial menjadi sangat penting untuk diselenggarakan. Makna yang terkandung di dalamnya – bahwa media sosial haruslah menjadi ruang pengantar berita baik dan narasi positif – harus dapat tersampaikan kepada publik luas. Telah begitu besar risiko yang ditimbulkan oleh media sosial. Diperlukan usaha preventif maupun pengingat, sebagaimana salah satunya diwujukan melalui Hari Media Sosial, untuk menjaga keseimbangan manusia serta masyarakat di era digital. (LITBANG KOMPAS)

Referensi

Internet
Arsip Kompas