Paparan Topik | Lingkungan

Hari Laut Sedunia: Pentingnya Kepedulian pada Ekosistem Laut

Setiap tanggal 8 Juni, masyarakat internasional memperingati Hari Laut Sedunia. Peringatan ini menjadi penting di tengah kondisi laut dunia yang menurun akibat pencemaran.

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Cairan putih mengalir ke laut di utara Kota Jakarta, Minggu (7/10/2012). Pesisir pantai utara Jakarta mengalami kerusakan yang parah akibat pencemaran limbah industri dan reklamasi pantai yang tidak sesuai peruntukan. Selain merusak lingkungan, pencemaran juga menyusahkan nelayan karena banyak biota laut seperti ikan, kerang, dan terumbu karang mati.

Fakta Singkat

  • Hari Laut Sedunia diperingati setiap 8 Juni.
  • Konsep Hari Laut Sedunia pertama kali disampaikan pada 1992.
  • Delegasi Kanada kembali menyuarakan pentingnya Hari Laut Sedunia di KTT Bumi pada 2002.
  • Pada 2008, Hari Laut Sedunia akhirnya diakui secara resmi oleh PBB dan tanggal perayaan ditetapkan tiap 8 Juni.
  • Peringatan Hari Laut Sedunia dimaksudkan untuk menyuarakan dan mendorong eksositem laut yang lebih sehat.
  • Hari Laut Sedunia 2023 mengangkat tema “Planet Ocean: Tides are Changing”.
  • Kenaikan permukaan laut selama 2013-2021 mencapai 4,4 mm per tahun.
  • Great Pacific Garbage Patch adalah suatu pulau yang terbentuk seluruhnya dari sampah dan terletak di Samudera Pasifik. Luasnya mencapai 1,6 juta kilometer persegi.
  • Salah satu peran Indonesia dalam masalah pencemaran laut global adalah menjadi tuan rumah Konferensi Kelautan Dunia di Manado pada 2009.

Perairan Nias Utara menjadi salah satu saksi pencemaran laut. Sebanyak 3.595 ton aspal mentah tumpah dari lambung kapal yang bocor pada 11 Februari 2023. Dampaknya begitu luas, di mana aspal cair tersebut telah menyebar dari titik kebocoran hingga radius 100 km. Pada pertengahan Maret, cemaran aspal telah mencapai 21.000 hektare perairan Nias Utara dan mengotori 70 kilometer garis pantai.

Situasi menjadi kian buruk dengan lambannya usaha pembersihan dan pemulihan lingkungan perairan oleh pihak-pihak berwenang. Hingga Rabu (15/3), atau sudah lebih dari satu bulan kasus kebocoran aspal, pencemaran masih tersebar masif di perairan Nias Utara (Kompas, 16/3/2023, “Pembersihan Aspal Tumpah di Nias Utara Lambat”).

Realitas demikian menunjukkan masih rendahnya kepedulian terhadap keasrian ekosistem perairan. Manusia dengan kuasa dan habitatnya di daratan mengesampingkan kepeduliaan akan habitat lain yang tidak ditinggalinya. Hal ini tercermin dari jajak pendapat yang dilakukan oleh Litbang Kompas pada November 2022 terkait rendahnya pengelolaan sampah di lingkungan perairan.

Dari seluruh responden yang mencakup skala nasional, 51,8 persen responden di antaranya menyebutkan bahwa pengelolaan sampah di area pantai, pesisir, dan laut relatif terbilang buruk. Bahkan selain itu, sebanyak 13,2 persen responden menilai pengelolaan ekosistem perairan masuk kategori sangat buruk.

Menariknya, mayoritas responden yang memiliki penilaian demikian adalah golongan muda. Selain itu, 33,8 persen responden menilai bahwa pantai dan laut menjadi lingkungan hidup yang paling butuh diperjuangkan (Kompas, 30/11/2022, “Pengelolaan Sampah Laut Paling Butuh Perhatian”).

Untuk itu, diperlukan gerakan berskala masif untuk menyuarakan pentingnya kepedulian akan ekosistem laut. Pada tataran tersebut, Hari Laut Sedunia atau dikenal secara internasional sebagai World Ocean Day hadir. Diakui langsung oleh lembaga PBB, Hari Laut Sedunia menjadi sebuah gerakan dan seruan internasional untuk peduli terhadap lingkungan perairan.

KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA 

Pantai tercemar sampah di sekitar Pelabuhan Kamal di Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, Selasa (8/6/2021). Tanggal 8 Juni diperingati sebagai Hari Laut Sedunia. Sebagai kawasan tangkapan ikan, Selat Madura tercemar oleh limbah yang sebagian besar didominasi limbah rumah tangga melalui sungai yang bermuara ke selat. Sejumlah penelitian menemukan kandungan mikroplastik pada air dan sedimen di selat tersebut.

Apa itu World Ocean Day?

Mengacu pada laman resminya (worldoceanday.org), Hari Laut Sedunia merupakan perayaan tahunan yang diperingati setiap tanggal 8 Juni. Dengan dikoordinasikan oleh The Ocean Foundation melalui kelompok The Ocean Project, Hari Laut Sedunia telah diresmikan PBB untuk dirayakan secara global. Oleh karenanya, dalam tataran demikian, Hari Laut Sedunia dirayakan dengan jaringan global, menyatukan ribuan organisasi dan jutaan individu setiap tahunnya.

Secara lebih detail, catatan terakhir Hari Laut Sedunia menunjukkan bahwa sebanyak 150 negara, melalui golongan pemuda dan pemimpin organisasi di dalamnya, terlibat dalam perayaan Hari Laut Sedunia. Dengan jaringan yang demikian masif, perayaan Hari Laut Sedunia memperoleh penyediaan sumber daya promosi, pelaksana, dan dukungan dana yang signifikan. Bahkan, Hari Laut Sedunia turut didukung oleh Dewan Penasihat Pemuda Hari Laut Sedunia/World Ocean Day Youth Advisory Council.

Dalam konteks topik pergerakan, selaras dengan namanya, Hari Laut Sedunia memperingati lingkungan laut secara luas. Melalui Hari Laut Sedunia, dilakukan penggalangan aksi terhadap eksositem kelautan.

Secara khusus, Hari Laut Sedunia juga merangkul orang-orang muda. Pentingnya kaum muda sebagai aktivis sekaligus golongan yang peduli dengan laut dibuktikkan dengan hasil jajak pendapat Kompas di atas. Dalam konteks Hari Laut Sedunia, kaum muda diajak menjadi mitra untuk turun ke langsung ke lapangan dan menyuarakan pentingnya kepeduliaan pada laut.

Selain itu, pelaksanaan Hari Laut Sedunia juga secara efektif melibatkan berbagai aktor lain. Selain golongan muda, juga diikutsertakan publik dan pembuat kebijakan. Semua hal tersebut dilakukan untuk menyatukan dunia dalam upaya melindungi dan memulihkan lautan bersama sehingga tercapai eksositem laut yang sehat dan menciptakan iklim yang stabil.

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA

Warga melintasi tumpukan sampah yang memenuhi kawasan pantai di Tambaklorok, Kota Semarang, Jawa Tengah, Kamis (24/4/2015). Hari Laut yang diperingati tanggal 8 Juni seharusnya menjadi momentum meenjaga kelestarian ekosistem laut termasuk kawasan pesisir.

Sejarah Singkat Hari Laut Sedunia

Dilansir melalui sumber laman resmi Hari Laut Sedunia dan Kompaspedia (23/6/2021, “Peringatan Hari Laut Sedunia”), upaya menghadirkan Hari Laut Sedunia dalam dinamika global telah dilakukan sejak tahun 1992. Bermula dari delegasi Kanada yang menyuarakan perlunya Hari Laut Sedunia pertama kali. Momen tersebut terjadi pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi atau Earth Summit pada 3–14 Juni, 1992 di Rio de Janeiro, Brazil.

Setelah KTT tersebut, koordinasi Hari Laut Sedunia mulai dipromosikan dan dikoordinasikan pada tahun 2002. Komisi Oseanografi Antar-Pemerintah atau Intergovernmental Oceanographic Commission (IOC) yang berada di bawah UNESCO mensponsori diwujudkannya Hari Laut Sedunia. Selain itu, The Ocean Project juga mulai melakukan koordinasi dan promosi global terhadap pelaksanaan Hari Laut Sedunia. Pada tahun yang sama, kedua lembaga tersebut pun menghidupkan Hari Laut Sedunia untuk pertama kalinya.

Setahun setelahnya, The Ocean Foundation meluncurkan laman resmi untuk Hari Laut Sedunia, yakni WorldOceanDay.org. Pada tahun tersebut, pelaksanaan Hari Laut Sedunia juga telah mencakup 25 acara dan mencakup 15 negara berbeda. Berbagai sektor juga telah dilibatkan dalam pelaksanaan Hari Laut Sedunia 2003, seperti organisasi akuarium, kebun binatang, dan kepemudaan.

Pada 5 Desember 2008, tonggak besar pelaksanaan Hari Laut Sedunia terjadi. PBB secara resmi mengakui Hari Laut Sedunia melalui Resolusi 63/111 dengan judul “Ocean and the law of the sea”. Pada poin nomor 171, PBB menetapkan tanggal 8 Juni sebagai Hari Laut Sedunia. Pengakuan ini sendiri terbilang cukup terlambat, di mana Hari Laut Sedunia baru mendapat pengakuan setelah enam tahun dari pelaksanaan pertamanya pada 2002. PBB sendiri melakukan penetapan ini setelah memperoleh dorongan dari berbagai organisasi dan petisi.

Pada 2016, sebagai wujud komitmen pelibatan kaum muda terhadap aktivisme perawatan laut, dibentuklah Dewan Penasihat Pemuda Hari Laut Sedunia. Melalui kehadiran dewan pemuda ini, upaya peringatan Hari Laut Sedunia diharapkan dapat semakin terbangun di antara kalangan muda dengan kian terhubung dalam visi yang sama.

Dewan Penasihat Pemuda Hari Laut Sedunia terdiri atas berbagai orang muda dari seluruh dunia. Pada kepengurusan periode 2022–2023, terdapat 26 anak muda dari 22 negara yang tergabung dalam dewan. Usia paling tua yang tergabung dalam Dewan Penasihat Pemuda Hari Laut Sedunia adalah 23 tahun. Sementara yang paling muda berusia 16 tahun.

Setahun sebelum penularan Covid-19 di seluruh dunia, tepatnya pada 2019, perayaan Hari Laut Sedunia berhasil memperoleh pencapaian luar biasa. Setidaknya 2000 bentuk perayaan dan acara terkait Hari Laut Sedunia dilaksanakan. Setelah pada 2003 mencakup 15 negara saja, Hari Laut Sedunia 2019 diperingati di lebih dari 140 negara. Sementara penggunaan tagar #TogetherWeCan sebagai salah satu cara promosi digital mencapai 87 juta interaksi di media sosial.

Pada 2020, kampanye Hari Laut Sedunia dilakukan dengan lebih terpusat pada dunia digital. Laman resmi yang lebih baru dibuat dengan logo yang juga baru. Selama bulan Juni saja, kampanye Hari Laut Sedunia dengan judul Campaign for Nature memperoleh 454 juta interaksi di media sosial. Dengan mengangkat tema “Innovation for a sustainable ocean”, untuk pertama kalinya juga Hari Laut Sedunia mengangkat target 30×30.

Target tersebut merujuk pada arti harus tercapainya perlindungan terhadap 30 persen luasan planet Bumi, baik itu tanah, perairan, dan laut, pada tahun 2030. Target ini lantas dikenal secara populer sebagai 30×30. Sejak 2020 hingga 2023, 30×30 menjadi salah satu tonggak aktivisime Hari Laut Sedunia dengan dikenal sebagai Fokus Aksi Konservasi.

Pada Hari Laut Sedunia 2022, tercatat setidaknya lebih dari 15.000 acara dan kegiatan yang terselenggara. Dari jumlah tersebut, 40 persennya terorientasi pada keterlibatan kaum muda. Selain itu, lebih dari 10.000 lembaga dan organisasi (baik bisnis maupun lingkungan) terlibat. Media sosial Hari Laut Sedunia juga memperoleh 6,9 juta impresi.

KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA 

Wisatawan berenang bersama hiu paus di dekat salah satu bagan di Teluk Cendrawasih, Distrik Yaur, Kabupaten Nabire Minggu (25/4/2021). Hiu paus di kawasan Taman Nasioal Teluk Cendrawasih menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Dalam waktu tertentu hiu paus tersebut mencari makan di sekitar bagan dan wisatwan dapat melihatnya dari dekat.

Situasi Kelautan Masa Kini

Hadirnya Hari Laut Sedunia begitu relevan dan penting, terutama bila dihadapkan pada realita kondisi ekosistem laut saat ini. Manusia modern tengah dihadapkan pada kualitas laut yang kian merosot jauh. Berbagai faktor menjadi penyebab atas kemerosotan laut, seperti pencemaran limbah, pemanasan global, pembuangan sampah, penggunaan bom untuk menangkap ikan, kecelakaan di laut, dan penambangan lepas pantai.

Dari berbagai faktor kerusakan laut tersebut, dapat ditarik benang merah bahwa kerusakan disebabkan oleh aktivitas manusia. Dengan demikian, manusia merupakan penyebab utama atas degradasi kualitas laut dunia. Berbagai negara, secara khusus yang memiliki garis pantai, mengalami permasalahan ini, tidak terkecuali Indonesia sebagai negara maritim.

Berangkat dari kondisi iklim dan perairan laut yang begitu memprihatinkan, PBB menginisiasi pelaksanaan Konferensi Perubahan Iklim PBB atau COP 26 di Skotlandia. Pertemuan yang berlangsung pada 31 Oktober hingga 12 November 2021 ini dibuka dengan laporan-laporan miris mengenai situasi laut dunia oleh Organisasi Meteorologi Dunia/World Meteorological Organization (WMO)

Dipaparkan oleh WMO, suhu bumi dalam periode tahun 2015 hingga 2021 tengah berada di jalur yang begitu cepat menuju rekor terpanas dalam sejarah. Sejak 2013, permukaan laut global pun mengalami kenaikan yang kian cepat dan signifikan. Hingga 2021, kenaikan laut mengalami titik tertinggi. Penurunan kondisi ini juga disertai dengan kian berlanjutnya pemanasan dan pengasaman laut.

Dalam rentang tahun 1993 hingga 2002, rata-rata kenaikan muka air laut global mencapai 2,1 mm per tahun. Angka ini lantas meningkat lebih dari dua kali lipat pada rentang tahun 2013-2021, menjadi 4,4 mm per tahun. Hal tersebut terutama disebabkan oleh mencairnya es-es di kutub dan lelehan gletser dalam jumlah yang begitu masif.

“Laporan WMO State of the Global Climate 2021 ini diambil dari bukti ilmiah terbaru untuk menunjukkan bagaimana planet kita telah berubah di depan mata kita: dari kedalaman laut hingga puncak gunung, dari gletser yang mencair hingga peristiwa cuaca ekstrem yang tak henti-hentinya, ekosistem dan komunitas di seluruh dunia sedang hancur,” ucap Sekretaris Jenderal PBB António Guterres dalam sambutan COP 26 (Kompas.id, 2/11/2021, COP 26, “Harapan Terakhir untuk Menyelamatkan Kehidupan”).

Selain peningkatan ketinggian permukaan, laut dunia juga dihadapkan pada masalah sampah laut atau marine debris. Semakin maju peradaban manusia, justru semakin mudah menemukan sampah di lautan, ekosistem yang tidak ditinggali manusia namun menyimpan jutaan kehidupan di dalamnya.

Mengacu pada artikel dari perusahaan pengelolaan sampah Waste4Change, dari waktu ke waktu, jumlah sampah yang terakumulasi di laut terus bertambah. Tanpa adanya usaha signifikan menangani masuknya sampah, juga ditambah dengan aliran sampah ke laut dalam jumlah besar per harinya, penumpukan sampah laut hanya akan terus meninggi.

Dengan situasi demikian yang terus berlanjut, laut pada tahun 2050 diprediksi akan menyimpan lebih banyak sampah daripada ikan. Salah satu bukti nyata menuju kondisi 2050 tersebut adalah kehadiran Pulau Sampah atau yang terkenal dengan Great Pacific Garbage Patch di Samudera Pasifik. Great Pacific Garbage Patch ini terdiri atas kumpulan sampah laut yang terakumulasi di Samudera Pasifik Utara.

KOMPAS/ICHWAN SUSANTO

Perairan Morotai di Maluku Utara masih memiliki kesehatan ekosistem terumbu karang yang baik. Ini ditunjukkan dengan kehadiran ikan hiu sirip hitam (black tip) dalam penyelaman di beberapa titik selamnya. Seperti Kamis (13/9/2018) sekelompok ikan hiu sirip hitam menyambut penyelam di perairan Pulau Mitita, sekitar 40 menit dari Daruba (Ibukota Kabupaten Morotai).

Selain itu, pulau yang seluruhnya terbentuk dan terdiri atas sampah ini memiliki luasan yang begitu masif. Mengacu pada lembaga non-profit The Ocean Clean Up, luasan Great Pacific Garbage Patch mencapai setidaknya 1,6 juta kilometer persegi. Sebagai perbandingan, angka ini setara dengan tiga kali luas negara Prancis (551 ribu kilometer persegi) dan 12 kali luas Pulau Jawa (128 ribu kilomter persegi).

Terbentuknya Pulau Sampah ini disebabkan oleh pusaran arus laut dan angin dengan luas radius hingga 20 juta kilometer persegi. Oleh karena itu, berbagai sampah dari berbagai sumber lokasi dapat terbawa dan terakumulai pada satu titik tersebut. Meski begitu, lokasi Great Pacific Garbage Patch sangat jauh dari garis pantai negara manapun. Akibatnya, belum ada negara yang mengambil langkah bertanggung jawab untuk melakukan pembersihan.

Pada persoalan Great Pacific Garbage Patch, tampak bagaimana sampah plastik yang sulit terurai dan mendominasi kandungan pulau ini menjadi ancaman serius bagi kondisi laut global. Kandungan massa sampah plastik di Pulau Sampah tersebut saja mencapai estimasi 80.000 ton.

Dari waktu ke waktu, sampah plastik di laut pun akan terus bertambah. Hal ini lantas juga berdampak pada bahaya mikroplastik yang lantas akan mengancam keselamatan makhluk hidup, tidak hanya ikan yang tinggal di dalamnya namun juga manusia yang mengonsumsi ikan laut. Tidak hanya itu, sampah plastik yang sulit terurai di sampah laut akan bertahan begitu lama.

Masifnya kehadiran sampah plastik di laut tak lepas dari berbagai kegiatan manusia yang bergantung pada produksi plastik. Mengacu pada artikel akademik “Pencemaran Plastik di Laut” oleh Cordova, produksi global polimer organik sintetik atau biasa disebut “plastik” terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu.

Berangkat dari produksi sekitar 0,5 juta ton per tahun pada tahun 1950, lantas telah mencapai produksi 288 juta ton per tahun pada 2012. Dari jumlah tersebut, setidaknya 10 persen dari seluruh plastik yang diproduksi berujung menjadi sampah di lautan, baik itu melalui pembuangan yang disengaja maupun penanganan yang tidak tepat. Sementara setidaknya 80 persen dari seluruh sampah plastik di laut berasal dari daratan.

Di Indonesia, Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah Laut (TKN PSL) mencatat bahwa timbulan sampah laut pada tahun 2020 mencapai 36.800. Dari jumlah tersebut, setidaknya 20 persen timbulan sampah laut tidak terkelola. Selain itu, yang begitu mengkhawatirkan adalah timbulan sampah darat yang berpotensi mencemari laut. TKN PSL menemukan adanya 3,49 juta ton sampah darat yang tidak terkelola dan dibuang ke perairan.

Dari angka-angka tersebut, data jumlah sampah yang mencemari lautan bisa saja jauh lebih besar. Hal ini mengingat estimasi 2,5 juta ton sampah yang dibuang sembarangan. Artinya, ada kemungkinan potensi sampah yang membenani laut dapat mencapai enam juta ton. Jumlah ini setara dengan 8,3 persen dari porsi sampah darat yang dihasilkan (Kompas, 30/11/2022, “Pengelolaan Sampah Laut Paling Butuh Perhatian”).

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Kondisi bawah laut di titik selam zona pariwisata Pantai Yoro yang berbatasan dengan perairan kaombo di Desa Wali, Binongko, Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Rabu (27/9/2017). Perlindungan terumbu karang setempat dberlakukan untuk menjamin ketersediaan sumber protein bagi masyarakat.

Hari Laut Sedunia 2023

Menyambut Hari Laut Sedunia 2023 pada 8 Juni, telah direncanakan agar perhelatan kali ini akan menjadi perayaan tahunan laut yang paling berdampak. Untuk mencapai target tersebut, puluhan ribu kegiatan, perayaan, dan acara lainnya telah disiapkan. Acara Hari Laut Sedunia 2023 ini tidak hanya mencakup skala makro, tapi juga di tingkat sekolah, universitas, organisasi kepemudaan, sektor-sektor bisnis seperti akuarium, kebun binatang, museum, dan komunitas selam dan marina.

Secara kolektif, rencana perayaan dan aksi Hari Laut Sedunia 2023 akan melibatkan jutaan orang di lebih dari 150 negara berbeda. Sementara jangkauan media sosial ditargetkan mencapai jumlah miliaran. Dalam berbagai acara tersebut, kaum muda akan kembali menjadi pemeran penting dalam pelaksanaan Hari Laut Sedunia 2023. Keterlibatan dan kepemimpinan pemuda dinilai penting untuk membawa perubahan transformatif yang dibutuhkan, terutama lewat keterlibatan dalam isu-isu kebijakan demi kemajuan laut yang sehat.

Untuk Hari Laut Sedunia 2023, PBB menetapkan tema “Planet Ocean: Tides are Changing”. Melalui tema ini, terdapat pesan bahwa lautan sangatlah luas dengan mampu menutupi sebagian besar permukaan bumi. Manusia pun tak kunjung mampu menjelajahi seluruh permukaannya. Meski begitu, di balik luasnya lautan dan besarnya dampak yang diberikan pada manusia, lautan masih hanya menerima perhatian dan sumber daya yang sangat kecil sebagai imbalannya.

Selain itu, tides yang dapat diartikan sebagai gelombang arus juga merujuk pada usaha penciptaan gelombang antusiasme baru untuk melestarikan dan melindungi lautan dan seluruh planet. Dimana pun manusia tinggal, akan tetap ada ketergantungan pada lautan yang sehat. Dengan menjaga lautan, manusia akan turut menjaga iklim yang stabil di masa depan.

Hari Laut Sedunia 2023 juga akan kembali menyuarakan Fokus Aksi Konservasi Hari Laut Sedunia 2023 atau 30×30. Ini menjadi kali keempat peryaaan Hari Laut Sedunia mengangkat fokus 30×30. Hari Laut Sedunia 2023 akan menjadi kesempatan untuk menumbuhkan gerakan perlindungan terhadap 30 persen daratan, perairan, dan lautan pada tahun 2030.

Koordinator Hari Laut Sedunia 2030 akan mendorong para pemimpin nasional untuk menindaklanjuti komitmen 30×30 tersebut. Salah satu dorongan konkret adalah untuk tercapainya komitmen negara-negara melindungi 30 persen wilayah di bawah yurisdiksi mereka sendiri. Selain itu, juga akan didorong penetapan 30 persen perairan internasional dunia sebagai kawasan lindung pada tahun 2030.

Terkait hal ini, terdapat berita baik menjelang pelaksanaan Hari Laut Sedunia 2023. Berbagai pemerintah nasional telah membuat komitmen global untuk mewujudkan 30×30 pada COP 15 di bulan Desember 2022 lalu. Salah satu komitmen tersebut adalah untuk melindungi 30 persen wilayah dan lingkungan nasional masing-masing negara. Capaian ini tak lepas dari kian masifnya gerakan 30×30 dan keterlibatan aktor-aktor Hari Laut Sedunia.

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Peneliti P2O LIPI Mohammad Abrar membentangkan alat ukur atau meteran saat menelliti keberadaan terumbu karang di titik penyelaman NHR02 di sekitar Pulau Babua, Jailolo, Halmahera Barat, Kamis (27/7/2018).

Peran Kelautan Indonesia Terhadap Dunia

Sebagai negara maritim, Indonesia melalui berbagai organ nasional di dalamnya, secara aktif melakukan usaha-usaha konservasi kelautan. Hal tersebut dilakukan bahkan hingga skala global, dimana partisipasi dan suara Indonesia begitu didengar. Dalam konteks usaha ini, kerja sama internasional menjadi salah satu jalan untuk menyuarakan pentingnya kepedulian dan gerakan terhadap kondisi laut. Melalui diplomasi pula, dapat terbangun kolaborasi, komitmen antar negara, dan rekomendasi kebijakan.

Salah satu upaya yang telah dilakukan Indonesia adalah dengan menjadi tuan rumah bagi Konferensi Kelautan Dunia di Manado pada 11 hingga 15 Mei 2009. Momen internasional ini menjadi ruang bagi Indonesia untuk meningkatkan pemahaman tentang hubungan antara lautan dan perubahan iklim serta dampak perubahan iklim terhadap ekosistem laut dan masyarakat pesisir.

Indonesia juga memanfaatkan Konferensi Kelautan Dunia untuk mempromosikan pentingnya pembuatan kebijakan yang peka terhadap perubahan iklim dan peningkatan kapasitas adaptasi di semua level, terutama antar negara berkembang yang terdiri atas kepulauan-kepulauan kecil. Pembuatan kebijakan ini diharapkan menjadi arus utama baru untuk masa mendatang. Pelaksanaan konferensi sendiri disambut baik oleh PBB melalui Resolusi 63/111, dokumen yang sama dengan peresmian Hari Laut Sedunia.

Selain itu, mengacu pada Kompas.id (18/2/2020, Indonesia Mendorong Penguatan Pemantauan Sampah Laut Global), pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan juga aktif mendorong penguatan kerja sama internasional antar kelembagaan. Hal tersebut diwujudkan bersama dengan Forum Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik atau Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC).

Dengan menggandeng APEC, Kementerian Kelautan dan Perikanan mengadakan program peningkatan kapasitas penanganan sampah laut lintas batas negara dengan tema “Peningkatan Kapasitas Pemantauan dan Pemodelan Sampah Laut Global, Mendukung Perlindungan Lingkungan Laut”.

Program yang dilaksanakan di Bali pada 18-20 Februari 2020 tersebut merupakan inisiatif Indonesia yang sebelumnya diusulkan dalam pertemuan APEC di Santiago, Chile, 2019. Sebagai peserta, turut hadir perwakilan negara anggota APEC, kalangan akademisi, dan peneliti.

Disampaikan oleh Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kementerian Kelautan dan Perikanan Sjarief Widjaja, program bersama ini dibutuhkan karena marine debris, secara khusus sampah plastik, telah menjadi persoalan bersama. Kehadiran sampah plastik yang tersebar di laut internasional dan samudera telah menjadi permasalahan lintas batas negara. Untuk itu, perlu adanya dorongan penguatan kerja sama kelembagaan dalam pemantauan sampah laut secara global.

Selain di kancah internasional, pemerintah Indonesia juga mengupayakan komitmen dalam pengendalian dan pengelolaan pencemaran laut dalam skala nasional. Salah satunya diwujudkan melalui Rencana Aksi Nasional Penanganan Sampah Laut yang disampaikan pada Desember 2019. Rencana aksi tersebut merupakan gerakan nasional yang terdiri atas lima strategi, antara lain:

  • Peningkatan kesadaran para pemangku kepentingan.
  • Pengelolaan sampah yang bersumber dari darat.
  • Penanggulangan sampah di pesisir dan laut.
  • Mekanisme pendanaan, penguatan kelembagaan, pengawasan dan penegakan hukum.
  • Penelitian dan pengembangan.

Hadirnya Rencana Aksi Nasional Penanganan Sampah Laut merupakan implementasi dari Peraturan Presiden (PP) Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut. Hadirnya produk kebijakan ini juga menjadi salah satu bentuk komitmen konkret nasional dalam pengendalian pencemaran laut. Salah satu poin dalam PP tersebut adalah penetapan target pengurangan limbah plastik hingga 70 persen pada 2025.

Selain itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan  melalui Balai Riset dan Observasi Laut tengah mengembangkan teknologi pemetaan dan pergerakan sampah laut. Alat yang dikembangkan untuk mendukung upaya ini adalah penginderaan jauh (remote sensing) dan satelit. (LITBANG KOMPAS)

Referensi

Jurnal
  • Cordova, M. R. (2017). Pencemaran Plastik Laut. Jurnal Oseana, Volume XLII, Nomor 3 Tahun 2017, 21-30.
Arsip Kompas

• Kompas. (2023, Maret 16). Pembersihan Aspal Tumpah di Nias Utara Lambat. Jakarta: Harian Kompas. Hlm 11.
• Kompas. (2022, November 30). Pengelolaan Sampah Laut Paling Butuh Perhatian . Jakarta: Harian Kompas. Hlm A.
• Kompaspedia. (2021, Juni 23). Peringatan Hari Laut Sedunia. Diambil kembali dari Kompaspedia: https://kompaspedia.kompas.id/baca/infografik/poster/peringatan-hari-laut-sedunia
• Kompas.id. (2020, Februari 18). Indonesia Mendorong Penguatan Pemantauan Sampah Laut Global . Diambil kembali dari Kompas.id: https://www.kompas.id/baca/nusantara/2020/02/18/indonesia-mendorong-penguatan-pemantauan-sampah-laut-global
• Kompas.id. (2021, November 2). COP 26, Harapan Terakhir untuk Menyelamatkan Kehidupan. Diambil kembali dari Kompas.id: https://www.kompas.id/baca/ilmu-pengetahuan-teknologi/2021/11/02/cop-26-harapan-terakhir-untuk-menyelamatkan-kehidupan

Internet