Paparan Topik | Hari Bela Negara

Hari Bela Negara: Tantangan Menjaga Kedaulatan Negara

Hari Bela Negara diperingati setiap 19 Desember. Peringatan ini ditetapkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 18 Desember 2006. Hari tersebut dipilih bertepatan dengan peringatan pendirian Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Bukittinggi, Sumatera Barat pada 1948.

KOMPAS/DWI BAYU RADIUS

Sekitar 1.000 peserta Pelayaran Santri Bela Negara mengikuti upacara pelepasan di Jakarta, Sabtu (21/11/2015). Pelayaran dengan KRI Banda Aceh itu diikuti sekitar 1.000 santri pada 21-26 November 2015 dengan tujuan Surabaya, Jawa Timur dan kembali ke Jakarta. Mereka berasal dari 13 organisasi masyarakat Islam serta berstatus pelajar sekolah menengah atas, sekolah menengah kejuruan, dan mahasiswa.

Fakta Singkat

Tanggal Peringatan : 19 Desember

Dasar Peraturan : Keppres 28/2006

Dasar Sejarah : Deklarasi Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi

Ditetapkan oleh : Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, 2006

Tujuan : Pengingat dan pendorong semangat bela negara untuk keutuhan dan persatuan NKRI

UU terkait  :
UU 23/2019 Pengelolaan Sumber Daya Nasional Untuk Pertahanan Negara

Dasar penetapan Hari Bela Negara tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 2006. Sebagaimana tercatat dalam Keppres tersebut, peringatan ini diadakan dengan maksud untuk mendorong semangat kebangsaan dalam bela negara guna mempertahankan keutuhan persatuan bangsa dan kedaulatan negara.

UU No. 23 tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan memberikan kesempatan yang luas sekaligus mendorong warga negara untuk berpartisipasi dalam bela negara.

Dalam UU ini yang dimaksud bela negara adalah tekad, sikap, dan perilaku serta tindakan warga negara, baik secara perseorangan maupun kolektif dalam menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa dan negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa Indonesia dan negara dari berbagai ancaman.

KOMPAS/LASTI KURNIA

Upacara Kegiatan Pembentukan Kader Bela Negara Tingkat Nasional berlangsung di halaman kantor Badan Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Pertahanan, di Salemba, Jakarta, Kamis (22/10/2015). Pada hari yang sama upacara yang sama juga dilaksanakan serentak di 44 Kabupaten/Kota di Indonesia dalam rangka membentuk 4.500 Kader Pembina Bela Negara.

Sejarah Hari Bela Negara

Pada masa pendudukan Jepang, Bukittinggi dijadikan sebagai pusat pengendalian pemerintahan militernya untuk kawasan Sumatera, bahkan sampai ke Singapura dan Thailand. Kota ini menjadi tempat kedudukan komandan militer ke-25 Kempetai, di bawah pimpinan Mayor Jenderal Hirano Toyoji. Pada masa itu, kota ini berganti nama dari Stadsgemeente Fort de Kock menjadi Bukittinggi Si Yaku Sho yang daerahnya diperluas dengan memasukkan nagari-nagari sekitarnya seperti Sianok Anam Suku, Gadut, Kapau, Ampang Gadang, Batu Taba, dan Bukit Batabuah.

Setelah kemerdekaan Indonesia, berdasarkan Ketetapan Gubernur Provinsi Sumatera Nomor 391 tanggal 9 Juni 1947, Bukittinggi ditetapkan sebagai Ibu Kota Provinsi Sumatera dengan gubernurnya Mr. Teuku Muhammad Hasan. Pada masa mempertahankan kemerdekaan Indonesia, Kota Bukitinggi berperan sebagai kota perjuangan dan ditunjuk sebagai Ibu Kota Negara Indonesia setelah Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda atau dikenal dengan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang dibentuk pada 19 Desember 1948 di Bukittingi, Sumatera Barat oleh Syafruddin Prawiranegara.

Peristiwa ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Bela Negara, berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia tanggal 18 Desember 2006. Untuk mengenang sejarah perjuangan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI), pemerintah Republik Indonesia membangun Monumen Nasional Bela Negara di salah satu kawasan yang pernah menjadi basis PDRI dengan area seluas 40 hektare, tepatnya di Jorong Sungai Siriah, Nagari Koto Tinggi, Kecamatan Gunung Omeh, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.

KOMPAS/ANSEL DA LOPEZ
Jenderal M. Jusuf bersama anggota Resimen Mahasiswa (Menwa) pada upacara penutupan Pemantapan Resimen Mahasiswa se-Kowilhan III dan IV di Manado (8/6/1980).

UU terkait bela negara

Undang Undang Dasar Tahun 1945:

  • Pasal 27 ayat (3) mengamanatkan bahwa “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”.
  • Pasal 30 ayat (1) mengamanatkan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara”

Undang Undang RI Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara Pasal 9 ayat (1) mengamanatkan bahwa “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara”. Selanjutnya pada ayat (2) Keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diselenggarakan melalui:

  • pendidikan kewarganegaraan
  • pelatihan dasar kemiliteran secara wajib
  • pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia secara sukarela atau secara wajib
  • pengabdian sesuai dengan profesi.

UU Nomor 23 tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Pasal 6 ayat 3 menyebutkan:
Hak Warga Negara dalam usaha Bela Negara berupa:

  • mendapatkan pendidikan kewarganegaraan yang dilaksanakan melalui Pembinaan Kesadaran Bela Negara
  • mendaftar sebagai calon anggota Tentara Nasional Indonesia
  • mendaftar sebagai calon anggota Komponen Cadangan.
KOMPAS/ICHWAN SUSANTO
Sebanyak 150 anggota Resimen Mahasiswa (Menwa) Macanra di Papua Barat, Senin (14/7/2008), untuk pertama kali dibentuk di Kodim Manokwari. Mereka merupakan hasil perekrutan sukarela mahasiswa dari tiga perguruan tinggi di Manokwari untuk membantu pemda atau universitas menegakkan disiplin. Selama liburan kuliah, mereka tinggal di Kodim untuk mendapatkan gemblengan dari Kodim.

Praktik Bela Negara dan Pelatihan Kader

Ketentuan tentang praktik bela negara pertama-tama diatur dalam Undang-undang Dasar Tahun 1945. Pasal 27 Ayat 3 di dalamnya menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Sementara Pasal 30 Ayat 1 menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak dna wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.

Ketentuan dalam UUD 1945 itu lalu dituangkan dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara. Terkait upaya bela negara, Pasal 9 Ayat 1 menyebutkan hak dan kewajiban setiap warga negara untuk ikut serta dalam upaya bela negara. Pasal 9 Ayat 2 selanjutnya menyebutkan keikutsertaan tersebut dilakukan melalui empat hal, pertama pendidikan kewarganegaraan, kedua pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, ketiga pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia secara sukarela atau wajib, dan keempat melalui pengabdian sesuai profesi masing-masing.

Selain keikutsertaan melalui empat hal di atas, Indonesia masih memiliki kegiatan pelatihan kader bela negara. Di dalam Kementerian Pertahanan terdapat Badan Pendidikan dan Pelatihan yang membawahi Pusat Pendidikan dan Pelatihan Bela Negara (Pusdiklat Bela Negara). Pusdiklat ini rutin melaksanakan pendidikan bela negara di 34 provinsi. Pendidikan dan pelatihan (diklat) dilakukan di tiga lingkungan, yakni lingkungan pendidikan (mulai dari tingkat taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi), lingkungan kerja, dan lingkungan pemukiman. Terdapat pula tiga golongan dalam diklat ini, yakni kader muda bela negara, pembina bela negara, dan pelatih inti. Pada tahun 2017, kader bela negara Indonesia mencapai sekitar 169,5 ribu orang, dengan pelatih inti bela negara sebanyak 182 orang.

Pada momen tertentu seperti peringatan Hari Sumpah Pemuda, Kementerian Pertahanan memberikan penghargaan dan pengangkatan sebagai kader bela negara kepada pemuda-pemudi Indonesia yang berprestasi dan mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional. Pada peringatan Hari Sumpah Pemuda tahun 2021, Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan, Mayor Jenderal TNI Dadang Hendrayudha memberikan penghargaan pin bela negara dan pengakuan sebagai kader bela negara kepada Mischka Aoki (12 tahun) dan Devon Kei Enzo (11 tahun). Keduanya tercatat telah meraih 36 medali dalam beragam olimpiade matematika dan sains tingkat internasional. Penghargaan serupa pernah diberikan kepada Agnez Mo dan Atta Halilintar yang diangkat menjadi duta bela negara.

Dalam pidatonya di upacara peringatan Hari Bela Negara ke-67 di Monumen Nasional, Jakarta pada tahun 2015, Presiden Joko Widodo menyampaikan sambutan tertulis yang dibacakan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Dalam sambutan tersebut Presiden Jokowi menyampaikan: “Semangat bela negara dari seluruh rakyat menjadi salah satu penentu. Indonesia hari ini bisa berdiri tegak. Indonesia pada masa depan akan tetap bertahan jika rakyat menghidupi semangat bela negara itu sesuai tantangan zaman dan profesi masing-masing.”

KOMPAS/KARTONO RYADI

Resimen Mahasiswa (Menwa) pada HUT ABRI ke-45 di Parkir Timur Senayan, Jakarta, Jumat (5/10/1990).

Tantangan ke depan

Tantangan di masa yang akan datang adalah panggilan bagi setiap warga untuk ikut serta dalam bela negara. Setiap individu warga negara bergerak untuk bela negara sesuai dengan ladang pengabdiannya masing-masing.

Panggilan untuk bela negara bisa dilakukan oleh seorang guru, seorang bidan, tenaga kesehatan, petani, buruh, profesional, pegawai negeri sipil, pedagang, serta profesi lainnya.

Bela negara bisa dilakukan melalui pengabdian profesi di berbagai bidang kehidupan masing-masing. Seorang petani bekerja keras meningkatkan produksi adalah upaya bela negara untuk mewujudkan kedaulatan pangan. Seorang guru berjuang mendidik anak-anak di kawasan perbatasan adalah wujud nyata bela negara, mencerdaskan kehidupan bangsa.

Para prajurit TNI menjaga pulau-pulau terdepan, melakukan tugasnya karena semangat bela negara, mempertahankan kedaulatan wilayah negara kita. Para dokter, bidan, dan tenaga kesehatan memenuhi panggilan bela negara, dengan penuh semangat memberi pelayanan kesehatan sampai ke wilayah-wilayah terpencil.

Perang terhadap kejahatan narkotika, adalah tindakan nyata untuk menyelamatkan generasi muda penerus masa depan bangsa. Apa yang dilakukan oleh para guru, petani, dokter, prajurit TNI, dan profesi lainnya adalah wujud nyata kecintaan kepada Tanah Air. Menjadi tugas setiap warga negara untuk memastikan semangat bela negara menerus menyala dan bisa diwariskan kepada generasi yang akan datang. (LITBANG KOMPAS)

Referensi

Buku

Ricklefs, M.C. 2001. A History of Modern Indonesia since c.1200 (Third Edition). Hampshire: Palgrave.

Arsip Kompas
  • “Peran PDRI membela negara kesatuan,” Kompas, 1 Maret 2007, hlm. 34.
  • “Kisah yang hampir tidak diingat,” Kompas, 19 Desember 2010, hlm. 2.
  • “Syafrudin Prawiranegara layak diberi gelar pahlawan,” Kompas, 30 Mei 2011, hlm. 4.
  • “PDRI dan tonggak revolusi,” Kompas, 13 Desember 2014, hlm. 6.
  • “Bela negara disesuaikan dengan tantangan zaman,” Kompas, 21 Desember 2015, hlm. 8.
Internet

Dirjen Pothan Kemhan memimpin acara peringatan Hari Bela Negara ke-72,” Kementerian Pertahanan RI, 2020.

Kronologi Agresi Militer Belanda II,” Kompas.com, 28 Oktober 2021.

Perjanjian Renville: Latar belakang, isi, dan kerugian bagi Indonesia,” Kompas.com, 23 Januari 2020.

Kronologi Agresi Militer Belanda I,” Kompas.com, 27 Oktober 2021.

Peringatan Hari Bela Negara 2017,” Kementerian Komunikasi dan Informatika, 19 Desember 2017.

Sejarah bela negara,” Kementerian Pertahanan RI, 2017.

Statistik kader,” Kementerian Pertahanan RI, 2017.

Tugas pokok dan fungsi pusdiklat bela negara,” Kementerian Pertahanan RI, 2017.

Jadi kader bela negara, Mischka dan Devon ajak generasi muda berpola pikir positif,” Kompas.com, 29 Oktober 2021.

Dokumen Hukum

Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-undang Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara.

Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Hari Bela Negara.

Undang-undang Nomor 23 tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional Untuk Pertahanan Negara