Paparan Topik | Bencana

Gunungapi di Indonesia: Profil, Segmentasi dan Erupsi

Indonesia merupakan negara terbanyak yang memiliki gunungapi aktif. Terdapat 127 gunungapi aktif di Indonesia atau setara 13 persen dari seluruh gunungapi aktif di seluruh dunia. Sebanyak 60 persen diantaranya merupakan gunungapi dengan potensi bahaya cukup besar bagi penduduk di sekitarnya.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Letusan Gunung Slamet terlihat dari Desa Pandansari, Paguyangan, Brebes, Jawa Tengah, Kamis (18/9/2014) dini hari. Letusan gunung itu menimbulkan hujan pasir di sejumlah wilayah di sisi selatan gunung tersebut. Gunung tersebut masih berstatus Siaga dan warga dilarang beraktivitas dalam radius 4 kilometer dari puncak Gunung Slamet.

Fakta Singkat

  • Terdapat 127 gunungapi aktif di Indonesia
  • Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah gunungapi aktif terbanyak di dunia
  • Tiga lempeng tektonik di Indonesia: lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik.
  • Pola penyebaran gunungapi Indonesia terbagi bagi lima segmen yaitu Segmen Busur Sumatera, Sunda, Banda, Sulawesi dan Talaud.

Dalam UU No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana disebutkan bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Wilayah Indonesia memiliki sejumlah kawasan rawan bencana yakni suatu kawasan jika dalam jangka waktu tertentu mempunyai kondisi dan karakter geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, dan geografis yang kurang mempunyai kemampuan untuk mencegah, meredam, dan mencapai kesiapan dalam menanggapi dampak buruk dari bahaya bencana.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merupakan badan yang bertugas untuk menyusun, menetapkan, dan menginformasikan peta dan kawasan rawan bencana.

Geomorfologi Indonesia

Indonesia memiliki wilayah paparan benua yang luas yakni Paparan Sunda dan Paparan Sahul, juga memiliki pegunungan lipatan tertinggi di daerah tropika dan bersalju abadi (Pegunungan Tengah Papua). Selain itu merupakan satu-satunya negara yang memiliki laut  antar pulau yang sangat dalam yaitu Laut Banda dengan kedalaman lebih dari 5.000 meter, serta laut antara dua busur kepulauan yang sangat dalam yaitu palung Weber dengan kedalaman lebih dari 7.000 meter.

Dua jalur gunungapi besar dunia juga bertemu di Nusantara dan beberapa jalur pegunungan lipatan dunia pun saling bertemu di Indonesia. Kondisi tersebut merupakan bagian hasil bentukan dari proses pertemuan tiga lempeng tektonik besar, yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik. Zona pertemuan antara lempeng Indo-Australia dengan lempeng Eurasia berada di lepas pantai barat Sumatera, selatan Jawa dan Nusatenggara, sedangkan dengan lempeng Pasifik berada di bagian utara pulau Papua dan Halmahera.

Aktivitas tektonik yang terjadi menyebabkan terbentuknya deretan gunungapi (volcanic arc) di sepanjang pulau Sumatera, Jawa-Bali-Nusa Tenggara, utara Sulawesi-Maluku, hingga Papua. Deret gunungapi tersebut merupakan bagian dari deret gunungapi sepanjang Asia-Pasifik yang sering disebut sebagai Ring of Fire atau deret sirkum pasifik.

Zona atau wilayah yang berada di antara pertemuan lempeng dan deret gunungapi dikenal dengan istilah busur depan (fore arc) yang juga merupakan zona aktif. Pada wilayah ini umumnya banyak terdapat patahan aktif yang memicu terjadinya gempabumi tektonik, misalnya wilayah bagian barat dari bukit barisan, pesisir selatan Jawa, dan pesisir pantai utara Papua.

Sedangkan zona atau wilayah yang berada di sisi sebaliknya dikenal sebagai busur belakang (back arc) yang patahan aktifnya realtif lebih sedikit, dan umumnya memilki morfologi endapan alluvial dan rawa, seperti wilayah pesisir timur Sumatera, pesisir Utara Jawa, dan pesisir selatan Papua.

Dampak lain dari aktivitas tektonik adalah terbentuknya patahan atau sesar. Beberapa patahan yang cukup besar antara lain adalah patahan Semangko di Sumatera, patahan Sorong di Papua dan Maluku, dan patahan Palukoro di Sulawesi. Patahan Semangko yang membentang di Pulau Sumatera dari utara ke selatan, dimulai dari Aceh hingga Teluk Semangka di Lampung dengan kedalaman hampir mencapai 2.000 km. Patahan inilah membentuk Pegunungan Bukit Barisan, suatu rangkaian dataran tinggi di sepanjang sisi barat pulau Sumatera.

Sedangkan patahan Sorong atau Sorong Fault merupakan sebuah patahan geser yang terbentuk akibat pertemuan antara lempeng Samudara Pasifik yang bergerak ke arah barat dengan lempeng Australia yang bergerak ke utara, akibatnya membentuk patahan-patahan berskala lebih kecil di sekitar pantai utara Papua yang memanjang dari Kabupaten Manokwari-Kabupaten Sorong.

KOMPAS/MOHAMMAD HILMI FAIQ

Burung-burung merpati berterbangan latar belakang Gunung SInabung yang erupsi di Desa Berastepu, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo, Sumut, Selasa (3/12/2013). Penjagaan jalan masuk ke desa-desa di kaki Gunung SInabung diperketat karena aktivitas Sinabung masih tinggi.

Profil Gunungapi

Gunungapi adalah lubang kepundan atau rekahan dalam kerak bumi tempat keluarnya cairan magma atau gas atau cairan lainnya ke permukaan bumi. Material yang dierupsikan ke permukaan bumi umumnya membentuk kerucut terpancung. Gunungapi yang berada di Indonesia menunjukkan tingkat letusan yang tinggi, dicirikan dengan material lepas yang dominan dibandingkan dengan seluruh material vulkanik yang keluar.

Gunungapi terdiri dari bentuk kerucut, kubah, kerucut sinder, maar, plateau. Kerucut dibentuk oleh endapan piroklastik atau lava atau keduanya, sedangkan kubah dibentuk oleh terobosan lava di kawah sehingga membentuk seperti kubah. Kerucut sinder, dibentuk oleh perlapisan material sinder atau skoria. Maar biasanya terbentuk pada lereng atau kaki gunungapi utama akibat letusan freatik atau freatomagmatik. Plateau merupakan dataran tinggi yang dibentuk oleh pelamparan leleran lava.

Struktur gunungapi, terdiri atas struktur kawah, kaldera, graben dan depresi vulkano-tektonik. Kawah adalah bentuk morfologi negatif atau depresi akibat kegiatan suatu gunungapi, bentuknya relatif bundar. Sementara kaldera mempunyai bentuk morfologi seperti kawah dengan garis tengah lebih dari 2 km.

Kaldera terdiri atas kaldera letusan, kaldera runtuhan, kaldera resurgent dan kaldera erosi. Kaldera letusan terjadi akibat letusan besar yang melontarkan sebagian besar tubuhnya. Kaldera runtuhan terjadi karena runtuhnya sebagian tubuh gunungapi akibat pengeluaran material yang sangat banyak dari dapur magma. Kaldera resurgent terjadi akibat runtuhnya sebagian tubuh gunungapi diikuti dengan runtuhnya blok bagian tengah. Kaldera erosi terjadi akibat erosi terus menerus pada dinding kawah sehingga melebar menjadi kaldera.

Rekahan dan graben merupakan retakan-retakan atau patahan pada tubuh gunungapi yang memanjang mencapai puluhan kilometer dan dalamnya ribuan meter. Rekahan paralel yang mengakibatkan amblasnya blok di antara rekahan disebut graben. Adapun depresi volkano-tektonik pembentukannya ditandai dengan deretan pegunungapian yang berasosiasi dengan pemebentukan gunungapi akibat ekspansi volume besar magma asam ke permukaan yang berasal dari kerak bumi. Depresi ini dapat mencapai ukuran puluhan kilometer dengan kedalaman ribuan meter.

Awan panas

Istilah awan panas atau aliran piroklastik (pyroclastic flow) dipakai untuk menyebut aliran suspensi dari batu, kerikil, abu, pasir dalam suatu massa gas vulkanik panas yang keluar dari gunungapi dan mengalir turun mengikuti lerengnya dengan kecepatan bisa lebih dari 100 km per jam sejauh puluhan kilometer. Aliran turbulen tersebut dari jauh tampak seperti awan bergulung-gulung menuruni lereng gunungapi dan bila terjadi malam hari terlihat membara.

Awan panas biasanya tidak segemuruh longsoran biasa karena tingginya tekanan gas pada material menyebabkan benturan antar batu-batu atau material di dalam awan panas tidak terjadi, dengan kata lain benturan teredam oleh gas.

Penduduk sekitar Merapi menyebut awan panas sebagai wedhus gembel dalam bahasa Jawa yang berarti domba, karena secara visual kenampakan awan panas seperti domba-domba turun menyusuri lereng. Istilah ini diperkirakan telah dipakai sejak berabad-abad oleh penduduk setempat.

Guguran abu di lereng gunungapi disebut ladu. Ladu merupakan campuran fragmen lava, dengan pasir dan abu yang dibentuk dari kubah aktif. Ladu akan disebut sebagai awan panas guguran ketika volume yang digugurkan menjadi besar dan terdiri dari bongkah lava membara merah pijar dan bergerak cepat. Apabila jumlah material yang gugur sangat besar, maka karakter awan panas guguran ini termasuk dalam kategori awan panas letusan.

Distribusi guguran gunungapi sangat dipengaruhi oleh topografi lokal. Guguran ladu cenderung mengikuti lembah; sementara guguran awan panas akan menerjang melintasi lembah dan punggungan. Suhu awan panas di bagian dalam sangat tinggi, sementara di bagian tepi lebih cepat mendingin, sampai di bawah 450 derajat celcius.

Aliran awan panas mampu menghanguskan tumbuh-tumbuhan, berbahaya bagi manusia dan hewan, serta merusak paru-paru. Suhu ladu relatif tinggi, diasumsikan suhu awal setingkat aliran lava antara 800-1000 derajat celcius. Setelah di kaki kerucut gunungapi suhu menurun menjadi 400-450 derajat celcius. Kecepatan jatuhan batu sekitar 30-35 meter per detik pada kemiringan 35 derajat, sedang kecepatan awan panas guguran berawal dari 15-20 meter per detik.

Apabila terjadi peningkatan suhu lava dari 850 derajat celcius menjadi 950 derajat celius, serta peningkatan kandungan gas, maka lava didorong ke luar oleh letusan kecil, sehingga masuk dalam kategori awan panas letusan.

Kecepatan awan panas jenis ini sekitar 30-40 meter per detik, melebihi kecepatan guguran kubah lava. Penghancuran bongkah lava panas sepanjang peluncuran mendorong keluarnya gas yang tertekan. Efek dari pelepasan gas dan udara panas ini menjadikan tidak terjadinya gesekan antar fragmen padat batuan. Hal inilah yang menyebabkan tidak terdengar suara gemuruh selama terjadi awan panas.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Dampak Letusan Gunung Kelud – Abu vulkanik yang berasal dari letusan Gunung Kelud menyelimuti kawasan Perempatan Tugu, Yogyakarta, Jumat (14/2/2014) pagi. Hujan abu vulkanik mengakibatkan jarak pandang hanya berkisar 5 hingga 10 meter dan mengganggu aktivitas perekonomian di Yogyakarta.

Lahar

Lahar merupakan aliran lumpur yang mengandung material rombakan dan bongkah-bongkah menyudut berasal dari puncak dan kawah gunungapi. Endapan lahar mampu mencapai ketebalan beberapa meter sampai puluhan meter.

Fragmen-fragmen penyusun terletak di antara matriks yang membulat sampai menyudut. Bongkah lava yang terangkut dapat mencapai beberapa meter kubik. Lahar dapat dibedakan menjadi lahar hujan (dingin) dan lahar letusan (panas).

Lahar hujan tidak secara khusus berhubungan dengan aktivitas gunungapi. Ia dipicu oleh hadirnya curah hujan di atas normal pada lereng yang tertutup oleh material lepas. Contoh lahar yang dipicu oleh hujan antara lain terdapat pada pelaharan Gunung Merapi yang mempunyai kisaran sebaran 25-30 km. Contoh lahar terbaru jenis ini terjadi pada pelaharan pada tahun 2011, terhadap hasil erupsi Gunung Merapi 2010.

Lahar letusan disebabkan oleh pengosongan danau kawah, baik karena pembentukan kawah oleh amblesan maupun letusan. Letusan danau kawah akan menyebabkan arus lumpur panas, sehingga air akan bercampur dengan material gunungapi yang panas. Contoh pembentukan lahar ini terjadi di Gunung Kelud.

Lava

Lava adalah lelehan batu (magma) pijar yang mengalir keluar dari dalam bumi melalui kawah gunungapi atau melalui celah (patahan) yang kemudian membeku menjadi batuan beku yang bentuknya bermacam-macam

Oleh karena eksplosivitas yang tinggi, breksi dan debu menjadi produk utama gunungapi di Indonesia, namun aliran lava juga merupakan gejala yang umum dijumpai. Contoh terbaru, lava mengalir dari celah pada Gunung Batur pada tahun 1926 dan 1963, serta aliran lava parasitik terjadi di Gunung Semeru pada tahun 1941.

Tingkat kemampuan pengaliran sangat bervariasi. Aliran lava Gunung Merapi selama November-Desember 1930 rata-rata 300.000 meter kubik per hari, sedang pada tahun 1942-1943 rata-rata 12.000-15.000 meter kubik per hari.

Aliran lava panas relatif dinamis, mengikuti lembah sungai sebagai aliran, atau berlembar seperti tirai lava hasil erupsi fase B dari Tangkuban Parahu. Aliran lava dalam viskositas rendah dapat berbentuk lorong lava, sebab inti cairan lava terus mengalir setelah pembekuan mantel sebelah luar.

Segmen Gunungapi

Seperempat gunungapi di Indonesia berada di utara Busur Sunda yang memanjang dari utara Pulau Sumatera ke arah Laut Banda, dengan situasi tektonik yang rumit. Beberapa lempeng kecil mengarah ke selatan sampai ke utara menyebabkan adanya gunungapi di wilayah ini seperti, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara dan di Halmahera. Gunungapi di Laut Banda terjadi karena zona subduksi Lempeng Pasifik di bawah Lempeng Eurasia.

Pola penyebaran gunungapi Indonesia dapat dibagi atas lima segmen yaitu Segmen Busur Sumatera, Sunda, Banda, Sulawesi dan Talaud. Berdasarkan kerapatan penyebaran gunungapi, dari lima segmen tersebut dapat dibagi lebih lanjut atas 15 sub segmen sebagai berikut:

  1. Segmen Busur Sumatera: Sub segmen Seulawah, Toba, Kerinci dan Dempo
  2. Segmen Busur Sunda: Sub segmen Panggrango, Papandayan, Slamet, Semeru, Rinjani dan Kelimutu
  3. Segmen Busur Banda hanya terdiri dari satu segmen.
  4. Segmen Talaud: Sub segmen Dukono dan Gamalama
  5. Segmen Busur Sulawesi: Sub segmen Soputan dan Karangetang, serta gunungapi Colo yang terpisah.

Masing-masing segmen dan sub segmen memiliki karakter yang khas. Data seismik memperlihatkan adanya perbedaan nilai seismisitas pada setiap perubahan segmen maupun sub segmen.

Pasca letusan gunungapi, sejatinya memberi dampak positif bagi kesuburan tanah di sekitar lerengnya, namun terkadang batuan dan material sedimen atau endapan yang disisakan  bercampuran kerikil sehingga tidak memiliki struktur yang kuat. Jika kondisi tersebut terjadi pada lereng yang terjal maka dapat memicu bencana lainnya yaitu longsor. Dan jika longsor tersebut terjadi pada lereng pulau gunungapi, maka material bervolume besar yang jatuh ke perairan akan menimbulkan gelombang.

Demikian juga aktivitas patahan atau tektonik, kerap memicu potensi jenis bencana lainnya. Selain gempabumi, juga dapat terjadi tsunami jika aktivitas tersebut terjadi di dasar laut.

KOMPAS/MOHAMMAD HILMI FAIQ

Seorang pelajar melihat letusan Gunung Sinabung, yang ketinggian hembusannya mencapai 8.000 meter, dari Desa Tiga Pancur, Kecamatan Simpang Empat, Senin (18/11/2013). Letusan kali ini disertai awan panas dan batu pijar paling besar sejak tahun 2010.

Erupsi Gunungapi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan, erupsi adalah letusan gunungapi. Dalam laman BNPB disebutkan letusan gunungapi merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang dikenal dengan istilah “erupsi”. Bahaya letusan gunungapi dapat berupa awan panas, lontaran material (pijar), hujan abu lebat, lava, gas racun, tsunami dan banjir lahar.

Erupsi pada gunungapi diklasifikasikan ke dalam empat sumber erupsi, yaitu erupsi pusat, erupsi samping, erupsi celah, dan erupsi eksentrik.

  1. Erupsi pusat merupakan erupsi keluar melalui kawah utama.
  2. Erupsi samping merupakan erupsi keluar dari lereng tubuhnya.
  3. Erupsi celah merupakan erupsi yang muncul pada retakan / sesar dapat memanjang sampai beberapa kilometer.
  4. Erupsi eksentrik merupakan erupsi samping tetapi magma yang keluar bukan dari kepundan pusat yang menyimpang ke samping melainkan langsung dari dapur magma melalui kepundan tersendiri.

Indonesia juga terjadi beberapa tipe erupsi gunungapi yang didasarkan pada tinggi rendahnya derajat fragmentasi dan luasnya, juga kuat lemahnya letusan serta tinggi tiang asap. Beberapa tiper erupsi tersebut adalah tipe Hawai, Stromboli, Vulkano, Plini dan Ultra Plini.

Erupsi Tipe Hawai

Erupsi ini bersifat effusif dari magma basaltic atau mendekati basalt, umumnya berupa semburan lava pijar, dan sering diikuti leleran lava secara simultan, terjadi pada celah atau kepundan sederhana. Erupsi dalam bentuk aliran lava yang terjadi di Gunung Batur tahun 1962 merupakan contoh erupsi tipe ini.

Erupsi Tipe Stromboli

Erupsi jenis ini hampir sama dengan tipe Hawai berupa semburan lava pijar dari magma yang dangkal, umumnya terjadi pada gunungapi sering aktif di tepi benua atau di tengah benua. Contohnya adalah erupsi yang selama ini terjadi di Gunung Anak Krakatau.

Erupsi Tipe Vulkano

Erupsi ini merupakan erupsi magmatis berkomposisi andesit basaltic sampai dasit, umumnya melontarkan bom-bom vulkanik di sekitar kawah dan sering disertai bom kerak-roti. Material yang dierupsikan tidak hanya berasal dari magma tetapi bercampur dengan batuan samping berupa litik. Sebagian besar gunungapi di Indonesia mempunyai tipe erupsi Vulkano dengan berbagai variannya. Erupsi Gunung Merapi merupakan salah satu varian tipe erupsi Vulkano yang terjadi karena adanya guguran kubah lava.

Erupsi Tipe Plini

Erupsi ini merupakan erupsi yang sangat eksplosif dari magma berviskositas tinggi atau magma asam, dengan komposisi magma bersifat andesitik sampai riolitik. Material yang dierupsikan berupa batuapung dalam jumlah besar.

Erupsi Tipe Ultra Plini

Erupsi jenis ini merupakan erupsi sangat eksplosif menghasilkan endapan batuapung lebih banyak dan luas dari Plinian biasa. Salah satu contoh dikenal terbaik adalah letusan Krakatau pada tahun 1883 yang memberikan efek pada iklim dunia.

Salah satu dari bencana gunungapi yang terbesar dan menjadi sejarah dunia adalah letusan dari Tambora pada 1815. Selama letusan ini sekitar 150 juta m3 material gunungapi dikeluarkan dan menyebabkan 92.000 korban. Korban sebanyak itu merupakan seperempat total korban dari letusan gunungapi di dunia.

Erupsi Tipe Sub Plini

Erupsi jenis ini merupakan erupsi eksplosif dari magma asam/riolitik dari gunungapi strato, tahap erupsi efusifnya menghasilkan kubah lava riolitik. Erupsi subplinian dapat menghasilkan pembentukan ignimbrit.

Erupsi Tipe Surtseyan dan Tipe Freatoplini

Kedua jenis erupsi ini merupakan erupsi yang terjadi pada pulau gunungapi, gunungapi bawah laut atau gunungapi yang berdanau kawah. Surtseyan merupakan erupsi interaksi antara magma basaltic dengan air permukaan atau bawah permukaan, letusannya disebut freatomagmatik.

Fenomena alam seperti erupsi gunungapi dan dampak yang ditimbulkannya sulit diprediksi kapan terjadinya. Upaya sistem peringatan dini dan mitigasi bencana adalah hal yang harus dilakukan pemerintah bersama warga untuk mempersiapkan berbagai upaya tanggap darurat dan meminimalkan korban jiwa. Erupsi besar pada Gunung Semeru (4 Desember 2021), Gunung Sinabung (Agustus 2010), dan Gunung Merapi (Oktober – November 2010) memberikan sinyal kepada semua pihak agar tetap waspada pada zona rawan bencana. (LITBANG KOMPAS)

Artikel terkait