Kondisi ruas Jalan Mampang Raya, Jakarta, yang dipenuhi alat peraga kampanye (APK), Senin (16/1/2024). Walaupun sudah ada pelarangan pemasangan APK di jalan protokol dan fasilitas umum sesuai dengan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilu 2024 pasal 70, tetapi pelanggaran tetap saja marak terjadi. Hal tersebut merusak nilai estetika dan keindahan kota.
Fakta Singkat
Pelanggaran pemilu
Fakta Singkat:
- Mengacu UU Pemilu Tahun 2017, secara umum terdapat tiga bentuk pelanggaran pemilu, yakni pelanggaran kode etik, pelanggaran administratif, dan tindak pidana pemilu.
- Peraturan Bawaslu Nomor 7 Tahun 2022, pelanggaran pemilu adalah tindakan yang bertentangan, melanggar, atau tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pemilu.
- Terhitung hingga 8 Januari 2024 atau 36 hari jelang pemungutan suara, Bawaslu menangani 1.032 dugaan pelanggaran. Data itu berasal dari 703 laporan dan 329 temuan. Dari hasil penanganan, sebanyak 322 dinyatakan sebagai pelanggaran dan 188 bukan pelanggaran.
- Satuan Tugas Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Kepolisian melaporkan bahwa Satgas Gakkumdu Polri telah menangani 17 perkara dugaan tindak pidana pemilu.
- Situs dan aplikasi pelaporan pelanggaran pemilu: bawaslu.go.id, JagaPemilu.com, kecuranganpemilu.com, JagaSuara2024.
Proses dan tahapan Pemilu 2024 diwarnai banyak tantangan. Salah satunya adalah maraknya praktik pelanggaran pemilu. Hal ini menjadi isu besar yang memicu perhatian publik.
Maraknya pelanggaran tersebut diketahui dari rilis yang dipublikasikan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu). Terhitung hingga 8 Januari 2024 atau 36 hari jelang pemungutan suara, Bawaslu menangani 1.032 dugaan pelanggaran. Data itu berasal dari 703 laporan dan 329 temuan (“17 Tindak Pidana Pemilu Diproses, Kebanyakan Pemalsuan dan Politik Uang”, Kompas, 10 Januari 2024).
Dari hasil penanganan, sebanyak 322 dinyatakan sebagai pelanggaran dan 188 dinyatakan sebagai bukan pelanggaran. Sedangkan sisanya tidak dapat diregistrasi karena tidak memenuhi syarat formal atau syarat materiil. Berdasarkan jenisnya, 322 pelanggaran itu terdiri atas 50 pelanggaran administrasi, 205 pelanggaran kode etik, 57 pelanggaran hukum lainnya, dan 10 dugaan tindak pidana pemilu.
Maraknya kasus pelanggaran pemilu juga dilaporkan oleh Satuan Tugas Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Kepolisian Negara RI. Kepala Gakkumdu Polri Brigadir Jenderal (Pol) Djuhandhani Rahardjo Puro, Rabu (10/1/2024), menyampaikan bahwa Satgas Gakkumdu Polri telah menangani 17 perkara dugaan tindak pidana pemilu. Sebanyak 10 perkara terjadi pada tahapan kampanye dan tujuh perkara lainnya terjadi pada tahapan pendaftaran.
Ketujuh belas perkara tersebut berasal dari 75 laporan atau temuan yang kemudian diteruskan ke tahap penyidikan. Kebanyakan merupakan tindak pidana pemalsuan yakni sebanyak 7 perkara, politik uang sebanyak 5 perkara, dan 2 perkara karena berkampanye dengan melibatkan pihak yang dilarang. Lainnya adalah tindak pidana karena berkampanye di tempat ibadah atau pendidikan, pihak yang dilarang sebagai tim kampanye, serta perusakan alat peraga kampanye.
Banyaknya pelanggaran yang terjadi, bisa jadi juga banyak peristiwa lainnya yang tidak dilaporkan, akan berimbas pada kualitas praktik demokrasi Indonesia yang kian merosot.
Sebelumnya, kekhawatiran akan penyelenggaraan pemilu yang tak bersih, jujur, dan adil terus menjadi sorotan seiring kredibilitas dan integritas instrumen hukum yang ada belakangan juga diragukan. Puncaknya pada putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023, beberapa waktu lalu.
Putusan MK tersebut memperbolehkan orang berusia di bawah 40 tahun untuk maju sebagai calon presiden dan calon wakil presiden apabila pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah. Putusan itu dinilai oleh berbagai kalangan sebagai upaya untuk memuluskan pencalonan anak Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Alat peraga kampanye (APK) terpasang pada pohon dengan cara memakunya di Jalan TB Simatupang, Jakarta, Selasa(16/1/2024). Walaupun sudah ada pelarangan pemasangan APK di pepohonan sesuai dengan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilu 2024 pasal 70, tetapi pelanggaran tetap saja marak terjadi. Hal tersebut merusak nilai estetika dan keindahan kota.
Definisi dan Jenis-Jenis Pelanggaran Pemilu
Berdasarkan Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penanganan Temuan dan Laporan Pelanggaran Pemilihan Umum, pelanggaran pemilu adalah tindakan yang bertentangan, melanggar, atau tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pemilu.
Bentuk pelanggaran pemilu bermacam-macam. Mengacu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, secara umum terdapat tiga bentuk pelanggaran pemilu, yakni pelanggaran kode etik, pelanggaran administratif, dan tindak pidana pemilu.
Pelanggaran kode etik merupakan pelanggaran etika penyelenggara pemilu terhadap sumpah dan janji sebelum menjalankan tugas sebagai penyelenggara pemilu. Pelanggaran ini ditangani oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Putusannya berupa sanksi teguran tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian tetap, atau rehabilitasi yang diputuskan dalam rapat pleno DKPP.
Pelanggaran administratif merupakan pelanggaran yang meliputi pelanggaran tata cara, prosedur atau mekanisme yang berkaitan dengan administrasi dalam setiap tahapan penyelenggaraan pemilu. Pelanggaran administratif pemilu ditangani oleh Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota. Penyelesaian pelanggaran administratif pemilu berupa: perbaikan administrasi terhadap tata cara, prosedur, atau mekanisme sesuai peraturan perundang-undangan; teguran tertulis; tidak diikutkan pada tahapan tertentu dalam penyelenggaraan pemilu; dan sanksi administratif lainnya sesuai undang-undang.
Sedangkan pelanggaran tindak pidana pemilu adalah tindak pidana pelanggaran dan/atau kejahatan terhadap ketentuan tindak pidana Pemilu sebagaimana diatur dalam undang-undang yang mengatur mengenai pemilu. Tindak pidana pemilu ditangani oleh Bawaslu bersama Kepolisian dan Kejaksaan yang tergabung dalam forum/lembaga Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).
Berdasarkan pasal 488 sampai 553 UU Pemilu, disebutkan setidaknya ada 77 tindakan yang termasuk tindak pidana Pemilu. Tindakan tersebut di antaranya: kampanye di luar jadwal pemilu, memberikan keterangan palsu laporan dana kampanye, pemasangan alat peraga kampanye tak sesuai ketentuan, penggunaan fasilitasi atau anggaran pemerintah untuk kampanye, memalsukan data pemilih, menggagalkan pemungutan suara, memberikan suara lebih dari satu kali, memaksa seseorang memberikan suara, politik uang, memanipulasi hasil pemungutan suara, hingga keberpihakan aparatur negara terhadap peserta pemilu.
Adapun terkait subjek tindak pidana pemilu, tercatat ada 16 subjek tindak pidana, meliputi setiap orang, kelompok, perusahaan, badan usaha non-pemerintah, kepala desa atau sebutan lain, ketua dan anggota KPPS/KPPSLN, anggota PPS atau PPLN, anggota KPU, anggota KPU Provinsi, anggota KPU Kabupaten/Kota, anggota PPK, anggota pelaksana dan/atau tim kampanye, peserta kampanye, peserta Pemilu, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa, Panwaslu luar negeri, Pengawas TPS, anggota Bawaslu, anggota Bawaslu Provinsi, anggota Bawaslu Kabupaten/Kota, pimpinan parpol atau gabungan parpol, calon presiden dan wakil presiden, pejabat negara, hakim, ketua atau anggota BPK, gubernur, deputi gubernur senior dan/atau deputi gubernur BI serta direksi, komisaris, dewan pengawas, dan/atau karyawan BUMN/BUMD.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Calon wakil presiden nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka memberi keterangan kepada jurnalis setelah memenuhi pemanggilan klarifikasi di Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jakarta Pusat, Rabu (4/1/2024). Gibran dinilai melanggar aturan kampanye yaitu dengan melakukan kegiatan kampanye politik di hari bebas kendaraan bermotor di Jalan Sudirman – Jalan MH Thamrin, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Ragam Kasus Pelanggaran Pemilu yang Menjadi Perhatian Publik
Pelanggaran Netralitas ASN
Menjelang hari pemungutan suara, kasus dugaan pelanggaran pemilu terus bermunculan. Sejumlah kasus pun viral di media sosial dan memantik atensi publik. Ironisnya, banyak di antaranya justru dilakukan oleh aparatur sipil negara (ASN), bahkan dilakukan secara terang-terangan.
Contohnya adalah beredarnya video sejumlah anggota satuan polisi pamong praja (Satpol PP) di Kabupaten Garut, Jawa Barat yang memberikan dukungan kepada calon wakil presiden Gibran Rakabuming Raka. Dalam video yang beredar, tampak para anggota Satpol PP itu ada di sebuah ruangan. Sambil memegang foto Gibran sebagai salah satu kandidat wakil presiden, mereka menyerukan dukungan bagi cawapres nomor urut 2 itu dalam Pemilu 2024 (“Pelanggaran Menggerus Kepercayaan pada Pemilu”, Kompas, 4 Januari 2024).
Kemudian beredar foto sejumlah ASN Pemerintah Kota Bekasi, Jabar, yang memamerkan jersei bernomor punggung 2. Hal itu dinilai sebagai bentuk dukungan kepada calon presiden-calon wakil presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (“Bawaslu Maluku Lanjutkan Proses Dugaan Pelanggaran Kampanye Gibran”, Kompas, 16 Januari 2024).
Terbaru, kegiatan kampanye Gibran di Kota Ambon dan Kabupaten Maluku Tengah. Dalam pertemuan di sebuah hotel, kegiatan putra Presiden Joko Widodo ini turut dihadiri puluhan raja dari beberapa wilayah adat Maluku. Sejumlah tokoh adat tersebut diduga juga memegang jabatan pemerintahan, yakni kepala desa.
Senyatanya, netralitas aparat penyelenggara negara dalam pemilu sudah diatur dalam undang-undang. Pasal 280 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyebutkan bahwa ASN, anggota TNI dan Polri, kepala desa, perangkat desa, serta anggota badan permusyawaratan desa dilarang menjadi pelaksana atau tim kampanye pemilu. Larangan yang sama juga ditujukan bagi pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional pada lembaga di tingkat pemerintahan pusat, seperti Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Bank Indonesia.
Pada Pasal 282 dalam aturan yang sama juga dijelaskan bahwa pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.
Ketiga peristiwa di atas hanyalah contoh kecil saja. Mengacu data dari Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), dalam setahun terakhir, total ada 246 laporan dugaan pelanggaran ASN. KASN pun menduga, angka kasus pelanggaran netralitas ASN tersebut hanyalah fenomena puncak gunung es. Sebab, jumlah kasus yang terjadi sebenarnya jauh lebih tinggi dari yang dilaporkan (“Pelanggaran Netralitas ASN Kian Vulgar”, Kompas, 5 Januari 2024).
Menurut Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri Djohermansyah Djohan, tak netralnya sejumlah aparatur negara akan berdampak pada kepercayaan publik terhadap pelaksanaan pemilu. ”Demokrasi elektoral jadi cacat. Demokrasi yang berbasis kejujuran dan keadilan tak terwujud,” katanya.
Sebelumnya, hasil jajak pendapat Litbang Kompas yang dilakukan pada 20 – 23 November 2023 menunjukkan keraguan publik yang sangat tinggi bahwa aparat penyelenggara negara mulai dari aparatur sipil negara hingga TNI dan Polri mampu bersikap netral terkait pemilu.
Dari empat lembaga penyelenggara negara, ketidakyakinan yang tinggi soal netralitas ditujukan kepada aparatur sipil negara (ASN) di tingkat pusat (52,7 persen). Adapun keraguan terhadap netralitas ASN di daerah sebanyak 45,5 persen. Disusul keraguan terhadap anggota kepolisian (48,6 persen) (“Konsistensi Menjaga Netralitas di Pemilu 2024”, Kompas, 11 Desember 2023).
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Tim Hukum dan Advokasi Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud mengisi formulir untuk menyerahkan berkas pelaporan di Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Jakarta, Selasa (16/1/2024). Pelaporan yang diserahkan oleh Tim Hukum dan Advokasi TPN Ganjar-Mahfud ini adalah dugaan pelanggaran netralitas aparatur sipil negara (ASN) di tiga wilayah di Takalar di Provinsi Sulawesi Selatan, Batubara di Sumatera Utara, dan Kota Medan di Sumatera Utara.
Dana Kampanye Ilegal
Kasus pelanggaran pemilu lainnya yang menjadi atensi publik adalah temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait aliran dana ilegal yang diduga untuk kampanye yang mencapai puluhan triliun rupiah. Transaksi mencurigakan tersebut banyak ditemukan pada rekening bendahara partai politik ataupun rekening pribadi calon anggota legislatif (caleg).
PPATK menemukan transaksi mencurigakan dari 100 caleg dengan nilai total Rp 51 triliun. Dana tersebut juga terkait dengan aktivitas korporasi yang dimiliki oleh para caleg. Bahkan, sejumlah nama caleg yang masuk dalam daftar calon tetap (DCT) juga diduga terkait dengan bisnis perjudian Rp 3,1 triliun, kasus penambangan ilegal Rp 1,2 triliun, kasus lingkungan hidup lainnya Rp 264 miliar, kasus penggelapan Rp 238 miliar, dan kasus narkotika Rp 136 miliar (“PPATK: Lonjakan Transaksi Ditemukan pada Rekening Bendahara Parpol dan Caleg”, Kompas, 10 Januari 2024).
PPATK juga menyampaikan adanya peningkatan transaksi penerimaan dana dari luar negeri di tahun politik pada 21 bendahara partai politik yang nilainya mencapai Rp 195 miliar. Yang mana, 30 persen dari jumlah tersebut diduga berasal dari entitas badan usaha yang mayoritasnya berupa perusahaan cangkang.
Sementara itu, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan Indonesia Corruption Watch (ICW) juga menunjukan adanya indikasi ketidakjujuran dalam Laporan Awal Dana Kampanye (LADK). Hal itu terlihat dari ditemuakannya beberapa data yang janggal dalam LADK oleh partai politik. Seperti adanya angka penerimaan serta pengeluaran dana kampanye yang dilaporkan tidak sesuai dengan realitas pendanaan kampanye. Terutama bila menyandingkan dengan banyaknya alat peraga kampanye yang tersebar di lokasi strategis dan iklan di media sosial. Bahkan, sempat ada parpol yang melaporkan pengeluaran kampanyenya baru Rp 180.000, yaitu Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenur Rohman, mengungkapkan adanya temuan aliran dana ilegal yang dilaporkan PPATK harus segera ditindaklanjuti secara serius oleh lembaga-lembaga yang berwenang. Sebab, hal itu akan sangat memengaruhi serta mengancam kualitas dan hasil pemilu. Terutama, apabila ternyata para kontestan menggunakan dana-dana ilegal yang merupakan hasil kejahatan (“Dana Ilegal Ancam Kualitas Pemilu”, Kompas, 13 Januari 2024).
Selain itu, menurut Zaenur, dana ilegal tersebut juga dapat memicu politik balas budi serta fenomena klientelisme antara politisi dan donatur. Para penyandang dana itu menyalurkan sumbangan agar nantinya mereka leluasa mengakses kekuasaan. Mereka mengharapkan balas jasa dalam beragam bentuk, seperti proyek-proyek, perlindungan kepentingan bisnis, pembelaan, serta akses pada kekuasaan lainnya.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Alat peraga kampanye (APK) terpasang pada pohon dengan cara memakunya di Jalan RE Martadinata, Jakarta, Minggu(14/1/2024). Walaupun sudah ada pelarangan pemasangan APK di pepohonan sesuai dengan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilu 2024 pasal 70, tetapi pelanggaran tetap saja marak terjadi. Hal tersebut merusak nilai estetika dan keindahan kota.
Pelanggaran Alat Peraga Kampanye
Pelanggaran yang juga manarik perhatian adalah pemasangan alat peraga kampanye (APK) yang melanggar aturan. Tidak susah mencari APK yang dipasang sembarangan.
Untuk memperkenalkan diri dan berlomba-lomba merebut perhatian masyarakat luas, para caleg, capres/cawapres, serta partai politik secara masif memasang poster dan spanduk kampanye di tempat-tempat strategis agar wajah mereka semakin mudah diingat warga, bahkan tak segan mereka memasang alat peraga di tempat yang telah dilarang, seperti pepohonan, taman, fasilitas umum, dan jalanan protokol, hingga menumpuk dan memenuhi fasilitas publik, merusak keindahan kota dan mengganggu pemandangan.
Pemasangan APK yang memenuhi ruang publik saat ini juga banyak yang menghalangi fasilitas pejalan kaki, mulai dari trotoar, zebra crossing, hingga jembatan penyeberangan orang (JPO), sehingga mengganggu mobilitas masyarakat yang menggunakannya. Karenanya, tak heran jika hal tersebut kerap menimbulkan kegeraman masyarakat.
Kuncoro Yudistira (32), misalnya, mengaku sangat kesal dengan terpasangnya sampah visual atribut partai, calon anggota DPR-DPRD, hingga calon presiden itu (“Mengganggu, Warga Minta Alat Peraga Kampanye Dicopot”, Kompas, 16 Januari 2024).
“Jelas menganggu. Merusak itu semua. Sampah atribut itu cermin dari partai-partai dan para calon-calon itu. Atribut wajah dan partai mereka itu, ya, cermin yang mengotori kota dan warga,” kata warga Petamburan, Jakarta Barat, itu kesal, Selasa (16/1/2024).
Kekesalan serupa dilontarkan oleh Ratih YB (25), warga Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Ia menilai masifnya atribut itu tidak hanya merusak pemandangan sehingga tampak kotor, tetapi juga bisa mengganggu keselamatan warga.
“Jelas itu sudah sangat mengganggu. Saya juga risih enggak suka dengan pemandangan (atribut) yang merusak pemandangan. Terus ada yang pasang di pohon. Nah, merusak pohon, kan. Yang di video Instagram (APK menghalangi pengguna jalan) saya juga lihat, itu bahaya bisa kecelakaan,” tuturnya.
Tak hanya merusak estetika dan mengganggu mobilitas, pemasangan alat peraga kampanye yang sembarangan nyatanya juga membahayakan keselamatan. Saat hujan turun beserta angin kencang, spanduk serta baliho yang berjajar di jalanan rawan untuk roboh karena kebanyakan dipasang seadanya dan asal berdiri. Hal ini berpotensi mengancam keselamatan. Sebab, bisa menimpa warga.
Pemasangan APK yang serampangan di jalan raya juga membahayakan pengendara atau pengguna jalan raya. Mereka bisa kehilangan fokus berkendara atau ada yang kecelakaan karena rambu lalu lintas terhalang oleh APK. Kemudian, pascapemilu, APK ini akan menjadi sampah plastik yang sulit diurai dan didaur ulang.
Aturan pemasangan APK itu sudah tercatat jelas dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum No. 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilihan Umum. Pada Pasal 36, misalnya, KPU telah menentukan lokasi mana saja yang boleh dipasangi alat peraga kampanye. Lokasi ini ditetapkan setelah berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat dan mempertimbangkan etika, estetika, kebersihan, serta keindahan kota atau kawasan.
Selanjutnya, Pasal 71 (1) APK Pemilu dilarang dipasang pada tempat umum. Tempat itu seperti, tempat ibadah; rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan; tempat pendidikan, meliputi gedung dan/atau halaman sekolah dan/atau perguruan tinggi; gedung milik pemerintah; fasilitas tertentu milik pemerintah; dan fasilitas lainnya yang dapat mengganggu ketertiban umum.
Pemasangan APK juga wajib memperhatikan beberapa aspek, seperti aman dan tidak membahayakan pengguna jalan atau masyarakat umum, tidak mengganggu ketertiban umum, tidak melanggar norma-norma agama dan budaya, serta tidak menutupi obyek vital dan fasilitas umum. Selain itu, pemasangannya pun harus atas izin pemerintah daerah atau badan usaha milik daerah terkait dan dilakukan secara mandiri oleh caleg atau parpol pendukung.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Suasana saat Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang etik terhadap komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI terkait pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) di ruang sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Jakarta, Senin (15/1/2024).
Konten Hoaks di Media Sosial
Pelanggaran pemilu selanjutnya yang marak terjadi adalah meningkatnya penyebaran konten disinformasi atau hoaks terkait pemilu terutama di media sosial. Penyebaran konten hoaks bahkan sudah berlangsung sejak jauh-jauh hari dan kian masif menjelang waktu pemungutan suara yang tinggal beberapa minggu.
Salah satu konten hoaks yang sempat ramai belum lama ini di media sosial dan mendapatkan atensi publik adalah beredarnya unggahan pada media sosial sebuah foto cawapres Gibran Rakabuming Raka yang diklaim menggunakan 3 mic dan prompter saat debat kedua Pilpres 2024, pada Jumat (22/12/2023).
Prompter merupakan alat yang biasanya digunakan penyiar dalam membacakan berita atau seseorang. Dengan alat ini, seseorang akan terlihat berbicara tanpa teks. Namun, berdasarkan hasil penelusuran banyak pihak, tidak terdapat bukti jika Gibran menggunakan prompter.
Sementara itu, terkait penggunaan mic yang berbeda, berdasarkan hasil penelusuran situs TurnBackHoax.ID yang dikelola oleh Mafindo, faktanya, cawapres No. 1, Cak Imin dan cawapres No. 3, Mahfud MD juga menggunakan alat yang sama dengan yang digunakan oleh cawapres No. 2, Gibran pada sesi Debat Cawapres Pilpres 2024, yang dilaksanakan pada 22 Desember 2023.
Dari siaran ulang Debat Calon Wakil Presiden Pemilu Tahun 2024 yang ditayangkan di kanal Youtube KPU RI, pada 1:43:54, terlihat ketiga cawapres mengenakan alat yang sama, yaitu clip-on yang terpasang di dada dan mic di telinga. Selain itu, pada 2:00:31, cawapres No. 1, Muhaimin Iskandar atau yang dikenal sebagai Cak Imin juga memegang mikrofon seperti yang digunakan oleh Gibran.
Peristiwa di atas hanyalah salah satu contoh dari banyaknya konten hoaks yang beredar. Data terakhir yang dirilis Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), hingga Selasa (02/01/2024) Kominfo telah menangani total 203 isu hoaks Pemilu dengan total sebaran di platform digital sebanyak 2.882 konten.
Secara rinci, Kominfo (02/01/2024) telah mengidentifikasi 1.325 konten di platform Facebook, 947 konten di platform X, 198 konten platform Instagram, 342 konten platform TikTok, 36 konten platform Snack Video, dan 34 konten platform YouTube.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie menyebutkan bahwa peningkatan konten hoaks cukup signifikan terjadi pada bulan November – Desember 2023, bersamaan dengan masa kampanye Pemilu 2024.
Banyaknya informasi hoaks terkait pemilu juga diungkapkan Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo) bersama Perludem yang menemukan 1.100 lebih informasi hoaks terkait pemilu sepanjang 2023.
Peneliti Perludem, Nurul Amalia Salabi, dalam ”Collabs Fest: Bersama Lawan Disinformasi Pemilu 2024”, Jumat (24/12/2023), di Jakarta mengungkapkan bahwa dari 1.100 informasi hoaks tersebut, 80 persen terkait dengan pemilihan presiden dan sisanya terkait pemilu secara umum (“Sepanjang Tahun Ini, 1.100 Informasi Hoaks Terkait Pemilu Beredar di Media Digital”, Kompas, 24 Desember 2023).
Informasi hoaks tersebut sebagian besar menyerang personal ketiga calon presiden dengan tendensi negatif. Meski demikian, ada juga informasi hoaks yang bertendensi positif. Informasi hoaks tersebut diproduksi oleh orang yang punya pengetahuan dan kemampuan mumpuni karena narasi dan tampilan cukup baik. Konten tersebut disebar melalui media sosial seperti YouTube, Facebook, Instagram, Tiktok, dan X.
Hoaks menjadi ancaman serius yang harus diantisipasi. Disinformasi tentang pemilu bisa berdampak pada penurunan kepercayaan publik terhadap pemilu. Lebih serius lagi, bisa menyebabkan perpecahan dan kekacauan di masyarakat.
Jurnalis politik dan hukum Harian Kompas, Antony Lee, yang hadir sebagai pembicara dalam acara yang digelar oleh Bawaslu tersebut, berpendapat, informasi hoaks dapat menyebar lebih cepat dibandingkan informasi fakta. Selain karena kontennya yang tendensius dan provokatif, rendahnya tingkat literasi masyarakat Indonesia membuat hoaks mudah diterima.
Menurut Antony, warga harus melakukan verifikasi terhadap informasi yang dicurigai sebagai hoaks dengan cara mendalami sumbernya dan mencari informasi serupa pada media arus utama. Jika tidak ditemukan, maka patut dicurigai sebagai informasi hoaks.
KOMPAS/ZULKARNAINI
Peserta sosialisasi melawan informasi hoaks terkait pemilu melakukan simulasi cek fakta terkait informasi pemilu 2024, di acara sosialisasi melawan hoaks yang digelar oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Minggu (24/12/2023) di Gedung Sarinah, Jakarta.
Partisipasi Masyarakat Mengawasi Pemilu
Di tengah kontestasi politik yang sangat kompetitif, para peserta pemilu cenderung menggunakan segala cara untuk menang, termasuk menerabas aturan yang berlaku. Dalam situasi seperti ini, keterlibatan masyarakat sangat penting untuk mengawasi proses pemilu.
Meski sudah ada Bawaslu yang menjadi lembaga khusus yang bertugas mengawasi pemilu, keterlibatan masyarakat mengawasi proses pemilu tetap penting, agar tetap berjalan free and fair. Terutama di tengah konflik kepentingan dan penyalahgunaan wewenang yang semakin besar.
Masyarakat berkewajiban dan berhak untuk menyampaikan hasil pemantauan atas proses pemilu dan menyampaikan laporan terkait dugaan pelanggaran pemilu. Pengawasan langsung oleh masyarakat merupakan bagian dari manifestasi kedaulatan rakyat dalam penguatan partisipasi masyarakat dalam mengawal demokrasi.
Saat ini, sudah banyak situs-situs yang dibangun untuk tempat pelaporan masyarakat terkait pelanggaran yang terjadi selama pemilu. Salah satunya adalah JagaPemilu.com. Situs ini dibangun untuk tempat pelaporan warga terkait pelanggaran yang mungkin terjadi selama pemilu ataupun tangkapan visual form C-Hasil, yaitu hasil penghitungan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) (“Gerakan Kawal Pemilu Terus Bermunculan”, Kompas, 17 Januari 2024).
Selain JagaPemilu.com, ada pula kecuranganpemilu.com, wadah bersama bagi masyarakat untuk mengawal penyelenggaraan Pemilu 2024. Situs ini dikelola secara kolektif oleh Yayasan Dewi Keadilan Indonesia, Firma Hukum Themis Indonesia, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Indonesian Corruption Watch (ICW), Drone Emprit, dan Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), serta mendapatkan dukungan dari berbagai kelompok masyarakat sipil di Indonesia.
Sementara, untuk memantau penghitungan suara di TPS, ada partisipasi masyarakat dalam JagaSuara2024. Aplikasi yang dikelola Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) ini dibuat sebagai upaya untuk mengawal suara pemilih pada Pemilu 2024 agar tidak mudah dicurangi. Cara kerja aplikasi tersebut cukup mudah. Masyarakat hanya perlu memfoto hasil penghitungan rekapitulasi suara di masing-masing TPS.
Setelah pengguna memfoto catatan pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di TPS (Formulir C1), aplikasi akan mendeteksi menggunakan sistem optical character recognition (OCR) untuk mengekstrak teks dari gambar. Jika foto sudah sesuai dan tidak keliru, hasil akan langsung dikirim ke pusat pengelolaan, kemudian hasilnya akan terlihat untuk publik.
Selain itu, ada pula sigaplapor.bawaslu.go.id yang dimiliki oleh Bawaslu. Melalui situs tersebut masyarakat dapat mengirimkan laporan dugaan pelanggaran dan bisa memantau perkembangan laporannya.
Melalui situs-situs dan aplikasi-aplikasi di atas, masyarakat bisa dengan mudah dan cepat untuk mengawasi dan menyebarkan tindakan kecurangan dalam pemilu. Dengan demikian, diharapkan pelanggaran dan kecurangan dalam pemilu dapat diantisipasi sehingga integritas pemilu terjaga. (LITBANG KOMPAS)
Referensi
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
- Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penanganan Temuan dan Laporan Pelanggaran Pemilihan Umum.
- Peraturan Komisi Pemilihan Umum No. 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilihan Umum.
- “Konsistensi Menjaga Netralitas di Pemilu 2024”, Kompas, 11 Desember 2023.
- “Sepanjang Tahun Ini, 1.100 Informasi Hoaks Terkait Pemilu Beredar di Media Digital”, Kompas, 24 Desember 2023.
- “Pelanggaran Menggerus Kepercayaan pada Pemilu”, Kompas, 4 Januari 2024.
- “Pelanggaran Netralitas ASN Kian Vulgar”, Kompas, 5 Januari 2024.
- “17 Tindak Pidana Pemilu Diproses, Kebanyakan Pemalsuan dan Politik Uang”, Kompas, 10 Januari 2024.
- “PPATK: Lonjakan Transaksi Ditemukan pada Rekening Bendahara Parpol dan Caleg”, Kompas, 10 Januari 2024.
- “PPATK: Lonjakan Transaksi Ditemukan pada Rekening Bendahara Parpol dan Caleg”, Kompas, 10 Januari 2024.
- “Dana Ilegal Ancam Kualitas Pemilu”, Kompas, 13 Januari 2024.
- “Mengganggu, Warga Minta Alat Peraga Kampanye Dicopot”, Kompas, 16 Januari 2024.
- “Bawaslu Maluku Lanjutkan Proses Dugaan Pelanggaran Kampanye Gibran”, Kompas, 16 Januari 2024.
- “APK dan Pencemaran Lingkungan”, Kompas, 17 Januari 2024.
- “Gerakan Kawal Pemilu Terus Bermunculan”, Kompas, 17 Januari 2024.
• Rumahpemilu.org
• Bawaslu.go.id
• Kominfo.go.id