Kronologi

Kronologi Perjalanan Panjang UU ITE

UU ITE sudah dicanangkan semenjak tahun 2003 dan setelah melalui proses panjang diresmikan pada tahun 2008. Namun dalam praktiknya UU ITE kerap menuai kontroversi

KOMPAS/RIZA FATHONI

Kriminalisasi status di sosial media karena UU ITE.

Sejak tahun 2001, Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi bersama Pusat Kajian Cyberlaw Universitas Padjadjaran merancang Rancangan Undang Undang Teknologi Informasi (TI). RUU itu terdiri atas 13 bab dan 42 pasal. Dari namanya, RUU TI jelas mengatur soal teknologi informasi yang diartikan sebagai suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memanipulasi, mengumumkan, menganalisa, dan menyebarkan informasi dengan tujuan tertentu (Pasal 1 angka 1). Sedangkan informasi yang dimaksud sendiri mencakup data, teks, image, suara, kode, program komputer, perangkat lunak, databases (Pasal 1 angka 2).

Hingga pada tahun 2008, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengesahkan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). UU ini berisi 13 bab dan 53 pasal. Aktivitas dan pemanfaatan teknologi informasi di Indonesia resmi memiliki perlindungan hukum dibawah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Namun, dalam praktiknya UU ITE kerap menuai kontroversi. Pada tahun 2009, Prita, seorang ibu rumah tangga, digugat oleh Rumah Sakit Omni Internasional lantaran keluhan atas layanan rumah sakit melalui surel pribadinya tersebar luas.

Prita dijerat oleh Pasal 27 Ayat 1 UU ITE, yaitu telah membuat dan mendistribusikan informasi atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan atau pencemaran nama baik. Ia juga digugat atas kerugian imaterial sebesar Rp 520 miliar dan Rp 131 juta atas kerugian material yang mengundang gerakan masif berupa ‘Koin untuk Prita’. Ibu dua anak tersebut sempat mendekam di penjara selama beberapa pekan.

Pada tahun 2018, kembali seorang mantan guru honorer di Mataram, Baiq Nuril divonis dengan pidana enam bulan penjara dan denda Rp 500 oleh Mahkamah Agung. Baiq Nuril didakwa dengan Pasal 27 Ayat 1 juncto Pasal 45 Ayat 1 UU No 11/2008 tentang ITE terkait dengan pelaporan tuduhan pencemaran nama.

Walau sudah kerap berbagai pihak terus mendesak mendesak pemerintah dan DPR untuk segera mengevaluasi pelaksanaan UU ITE, hingga Maret 2021 masih belum terlihat akan adanya perubahan dalam waktu dekat. Berikut kronologi panjang UU ITE dari perumusan awal hingga tahun 2021.


5 Mei 2003

Menteri Komunikasi dan Informasi Syamsul Muarif menyatakan bahwa pemerintah tengah merancang RUU tentang Pemanfaatan Teknologi Informasi (PTI) yang disusun Departemen Perhubungan dan RUU tentang Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik (IETE) yang disusun Departemen Perindustrian dan Perdagangan sebagai bentuk antisipasif terhadap perkembangan dunia teknologi. RUU itu terdiri dari 15 bab dan 66 pasal sementara, di antaranya berisi mengenai pengaturan tentang informasi elektronik, transaksi elektronik, penyelenggaraan sistem elektronik, nama domain, hak kekayaan intelektual dan perlindungan terhadap hak-hak pribadi. Naskah final diperkirakan akan disampaikan kepada Presiden Megawati pada bulan Juni.

26 Agustus 2003

Achmad Ramli, ahli hukum teknologi informasi dari Universitas Padjajaran yang merupakan salah seorang ketua tim penyusun RUU mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik menyatakan bahwa Sejak awal tahun 2003 RUU itu sudah selesai kami susun dan disatukan dengan RUU yang dibuat oleh Dirjen Postel dan Depperindag namun belum kunjung dilanjutkan ke DPR untuk dapat disahkan.

28 Juli 2004

Menteri Komunikasi dan Informasi Syamsul Muarif mengatakan dalam Conference Meeting “The Importance of Information System Security in e-Government” di Jakarta, UU ITE sangat diperlukan sebagai landasan hukum yang menjamin keamanan jaringan dalam penggunaan tekonologi informasi dan telekomunikasi.

2 November 2004

Pada Rapat Pimpinan DPR dengan Sekjen DPR, sebanyak 61 RUU warisan dari pemerintahan sebelumnya menjadi pertanyaan apakah harus dianggap hangus dan seluruh prosesnya dimulai dari awal atau tetap dilanjutkan pembahasannya oleh DPR dan pemerintahan periode 2004- 2009. Termasuk di dalamnya RUU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) serta RUU Kebebasan Memperoleh Informasi Publik (KMIP) yang menjadi program kerja 100 hari Menteri Negara Komunikasi dan Informasi.

10 November 2004

Menteri Negara Komunikasi dan Informasi (Menneg Kominfo) Sofyan A Djalil menyampaikan rencana pembahasan Rancangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik serta RUU Kebebasan Memperoleh Informasi Publik dalam rapat kerja pertama Kementrian Kominfo dengan Komisi I DPR. Sofyan menjelaskan, Rancangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (RUU ITE) menjadi penting karena di masa depan penyampaian informasi maupun transaksi melalui teknologi komunikasi makin berkembang. Rapat dipimpin Ketua Komisi I Theo L Sambuaga dari Fraksi Partai Golkar didampingi dua wakil ketua, Sidharto Danusubroto dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Effendy Choirie dari Fraksi Kebangkitan Bangsa.


23 Desember 2005

Pada sosialisasi RUU ITE, anggota Komisi I DPR Deddy Djamaludin Malik menyampaikan dalam membahas RUU ITE bahwa Pemerintah dan DPR memasuki tahap mengumpulkan usulan-usulan dari berbagai kalangan.

17 Mei – 13 Juli 2006

Rapat dengar pendapat umum digelar membahas intensif RUU ITE dengan 13 pemangku kepentingan. Komposisi sementara dari RUU ITE meliputi 13 bab dan 49 pasal.

25 Maret 2008

Rancangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik disetujui oleh DPR.

21 April 2008

RUU ITE diresmikan dan disahkan sebagai undang-undang oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008. UU ITE berisi 13 bab dan 53 pasal.

Prita Mulyasari (32) melepaskan luapan rindu kepada putranya, Khairan Ananta Nugroho, di kediamannya di kawasan Bintaro, Tangerang, Banten (3/6/2009). Prita akhirnya berkumpul kembali dengan keluarganya setelah genap tiga minggu ditahan di Lembaga Pemasyarakatan. (KOMPAS/DANU KUSWORO)

5 Januari 2009

Sejumlah lembaga dan perorangan minta MK membatalkan Pasal 27 Ayat (3) UU ITE yang dinilai mengancam kebebasan berekspresi yang dijamin konstitusi. Permohonan uji materi diajukan Edy Cahyono, Nenda Inasa Fadhilah, Amrie Hakim, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers. nggara, kuasa hukum pemohon, menjelaskan, Pasal 27 Ayat (3) UU itu bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat yang berhak memilih penyelenggara negara melalui pemilu.

5 Mei 2009

Mahkamah Konstitusi mengukuhkan Pasal 27 Ayat (3) UU ITE dan dalam putusannya menyatakan, negara berwenang melarang pendistribusian/pentransmisian informasi semacam itu sebagai bagian dari perlindungan hak warga negara dari ancaman serangan penghinaan atau pencemaran nama baik. Pasal 27 Ayat (3) dinyatakan tidak bertentangan dengan UUD 1945. MK menolak permohonan uji materi yang diajukan Iwan Piliang, Edy Cahyono, Nenda Inasa Fadhilah, Amrie Hakim, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), dan Lembaga Bantuan Hukum Pers.


19 Januari 2010

Wahyudi Djafar, peneliti Perkumpulan Demos (Center for Democracy and Human Rights Studies) Anggara dari Institute for Criminal Justice Reform, dan Supriyadi Widodo Eddyono dari Indonesia Media Defense Litigation Network mendaftarkan perkara pembatalan ketentuan penyadapan yang ada pada UU ITE ke MK. Ketentuan tersebut dinilai salah kaprah, mengingat penyadapan hanya bisa diatur di dalam UU tersendiri. Pengaturannya bukan dalam bentuk peraturan pemerintah, seperti diamanatkan dalam UU ITE. Undang-undang yang dimaksud, seperti dikemukakan dalam Putusan MK Nomor 012-016-019/ UU-IV/ 2006, harus merumuskan mengenai siapa yang berwenang mengeluarkan perintah penyadapan dan perekaman pembicaraan.

1 Februari 2010

Dari hasil rapat kerja antara Komisi I DPR serta Kementerian Komunikasi dan Informatika, diusulkan penggabungan Undang-Undang Penyiaran serta UU ITE. Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin seusai rapat kerja itu mengatakan, hal tersebut terkait dengan sejumlah kasus yang mengaitkan dua produk hukum itu dengan persoalan-persoalan hukum yang aktual di tengah masyarakat.

27 Februari 2010

Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring mengutarakan Revisi terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) akan difokuskan pada persoalan mengenai relatif lamanya sanksi yang dikenakan.

3 Februari 2015

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara meminta agar semua pihak mengawal pembahasan revisi undang-undang tersebut di DPR agar hanya membahas pasal pencemaran nama baik terkait dengan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik  yang disepakati dalam Program Legislasi Nasional 2015.


2 September 2016

Ketua Panitia Kerja Revisi UU ITE TB Hasanuddin mengatakan Pemerintah dan DPR sepakat mempertahankan pasal pencemaran nama baik dalam revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

27 Oktober 2016

DPR menyetujui pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau ITE. Keputusan ini menuai protes karena berpotensi mengancam kebebasan berekspresi.


Hapus Pasal Karet UU ITE – Aktivis yang tergabung dalam Komite Rakyat Pemberantas Korupsi menggelar unjuk rasa di depan Istana Merdeka Jakarta, Selasa (8/1/2019). Mereka menyerukan untuk menghapus pasal karet dalam UU ITE atau merevisinya agar tidak digunakan sebagai senjata para koruptor untuk menyerang balik aktivis antikorupsi. (KOMPAS/WAWAN H PRABOWO)

15 Februari 2021

Saat memberikan pengarahan pada rapat pimpinan TNI-Polri di Istana Negara, Jakarta, Presiden meminta kepada Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo dan jajarannya agar lebih selektif memproses laporan pelanggaran UU ITE. Lebih jauh, Presiden menyampaikan jika UU ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan bagi masyarakat, ia akan meminta DPR untuk bersama-sama merevisi UU ITE.

19 Februari 2021

Presiden Joko Widodo menugaskan Kemenko Polhukam membentuk tim kajian UU ITE. Tim pertama yang dipimpin Kementerian Komunikasi dan Informatika akan menyusun panduan implementasi dari pasal-pasal yang selama ini dianggap pasal karet dalam UU ITE. Adapun tim kedua akan membahas rencana revisi UU ITE. Tim ini bertugas menampung masukan masyarakat yang mendesak pemerintah merevisi UU ITE karena banyak pasal di dalamnya yang dianggap sebagai pasal karet, diskriminatif, dan membahayakan demokrasi.

21 Februari 2021

Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika Henri Subiakto, menuturkan, revisi UU No 11/2008 yang telah diubah dengan UU No 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) merupakan upaya logis. UU ITE, menurutnya, hanya sedikit mengatur informasi elektronik. Dua pasal yang kerap dipersoalkan ialah Pasal 27 Ayat (3) dan Pasal 28 Ayat (2). Problem yang mengikuti penerapan pasal itu, kata Henri, akibat interpretasi tidak tepat terhadap pasal.

22 Februari 2021

Kapolri menerbitkan surat telegram berisi pedoman bagi jajarannya dalam menangani laporan pelanggaran UU ITE. Khusus yang berkaitan dengan pencemaran nama baik, fitnah, atau penghinaan, Kapolri meminta penanganan dapat diselesaikan dengan mekanisme keadilan restoratif

9 Maret 2021

Dalam rapat pengesahan tingkat pertama Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021, pemerintah dan Badan Legislasi (Baleg) DPR tak memasukkan revisi UU ITE dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly mengatakan, pemerintah masih mengkaji dan mendalami revisi UU ITE.

Referensi

Arsip Kompas

  • “Dilema Pers dalam UU Telekomunikasi”, Senin, 11 Oktober 1999 hal. 9
  • “RUU Teknologi Informasi: Percepatan Kadaluwarsa?”, Selasa, 27 November 2001 hal. 37
  • “Pemerintah Tengah Siapkan RUU tentang Dunia “Cyber””, Selasa, 6 Mei 2003 hal. 7
  • “Proses Hukum Kejahatan “Cyber” Terhambat karena RUU Informasi dan Transaksi Elektronik Tertahan di Setneg”, Kamis, 28 Agustus 2003 hal. 7
  • “Pentingnya Sistem Keamanan e-Government”, Kamis, 29 Juli 2004 hal. 10
  • “Anggota DPR: Prioritas 100 Hari Menneg Kominfo Mengawang-awang”, Kamis, 11 November 2004 hal. 8
  • “Proses 61 RUU “Warisan” DPR Lalu Menjadi Pertanyaan” Jumat, 12 November 2004 hal. 8
  • “Kilas Politik & Hukum: RUU Informasi dan Transaksi Elektronik Masih Dibahas”, Senin, 26 Desember 2005 hal. 4
  • “RUU Informasi: Pansus Akui Pembahasan di DPR Kurang Agresif”, Selasa, 25 Juli 2006 hal. 12
  • “UU ITE: Dewan Pers Ajukan “Judicial Review””, Sabtu, 26 April 2008 hal. 12
  • “Kilas Politik & hukum: UU ITE Dibawa ke MK”, Selasa, 6 Januari 2009 hal. 2
  • “Perundang-undangan: Pasal Pencemaran Nama Baik dalam UU ITE Konstitusional”, Rabu, 6 Mei 2009 hal. 14
  • “Pencemaran Nama Baik “E-mail” Jerat Ibu Dua Anak” Selasa, 2 Juni 2009 hal. 25
  • “UU ITE: MK Diminta Batalkan Ketentuan Penyadapan”, Kamis, 21 Januari 2010 hal. 3
  • “Legislasi: Gabung Penyiaran dan ITE”, Selasa, 2 Februari 2010 hal. 2
  • “Kilas Politik & Hukum : Revisi UU ITE Fokuskan pada Pengaturan Sanksi”, Senin, 1 Maret 2010 hal. 2
  • “Kilas Politik & Hukum: Revisi UU ITE Fokus Pasal Pencemaran Nama Baik” Rabu, 4 Februari 2015 hal. 4
  • “Kilas Politik & Hukum: Pasal Pencemaran Nama Baik Dipertahankan”, Sabtu, 3 September 2016 hal. 2
  • “Ancaman UU ITE Berlanjut * Sikap Kritis Masyarakat Berpotensi Dikekang” Jumat, 28 Oktober 2016 hal 11
  • “Masyarakat Harus Berhati-hati * Revisi UU ITE Bukan Melarang Ruang Berekspresi” Selasa, 29 November 2016 hal 4.
  • “Perlindungan Perempuan: Vonis atas Nuril Tak Sejalan dengan Perma No 13/2017” Sabtu, 17 November 2018 hal. 13
  • “Kebebasan Berpendapat: Presiden: Selektif Sikapi Laporan UU ITE” Selasa, 16 Februari 2021 hal 2
  • “Masukkan Revisi UU ITE di Prolegnas” Sabtu, 20 Februari 2021 hal. 2
  • “Kilas Politik & Hukum: Pemerintah Terbuka Perbaiki Norma UU ITE” Senin, 22 Februari 2021 hal. 8
  • “Pidana UU ITE Tetap Diproses” Jumat, 12 Maret 2021 hal. 2