Kronologi | Demonstrasi

Demonstrasi Mahasiswa Indonesia dari Masa ke Masa

Pergerakan mahasiswa Indonesia dalam demonstrasi menjadi salah satu cara menyampaikan aspirasi dan kritikan terhadap kebijakan pemerintah. Gerakan mahasiswa mengawasi dan mengawal jalannya demokrasi, agar tetap berpegang pada kepentingan rakyat.

Kompas/WAWAN H PRABOWO

Para mahasiswa berusaha menghindari gas air mata yang ditembakkan oleh petugas kepolisian saat berunjuk rasa di depan Gedung DPR Senayan, Jakarta, Selasa (24/9/2019). Mereka menuntut dibatalkannya Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) yang baru saja direvisi dan menolak Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).

Sebagai negara demokrasi, mahasiswa menjadi salah satu aktor yang mengawasi dan menjaga jalannya demokrasi. Secara historis, gerakan mahasiswa banyak terlibat dalam kehidupan politik Indonesia. Melalui serangkaian pergerakan, mahasiswa senantiasa menyampaikan aspirasi tentang jalannya pemerintahan dan kebijakan pemerintah, agar semata-mata tetap memprioritaskan kepentingan rakyat.

Demonstrasi menjadi salah satu cara mahasiswa menyampaikan aspirasi terhadap pemerintah. Kebersamaan mahasiswa dalam berpendapat diharapkan menggugah para wakil rakyat dan pemerintah, agar tetap memegang norma-norma kemanusiaan dalam menjalankan roda pemerintahan.

Berikut adalah demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa Indonesia dari masa Orde Lama hingga kini.

Masa Orde Lama

Secara umum, demonstrasi oleh mahasiswa jarang ditemui pada masa Orde Lama karena jumlah perguruan tinggi dan mahasiswa di Indonesia masih cenderung sedikit. Selain itu, pada masa awal kemerdekaan, pemerintah dan masyarakat Indonesia masih disibukkan dengan usaha-usaha untuk mempertahankan kemerdekaan dari agresi Belanda.

Demonstrasi-demonstrasi mahasiswa mulai bermunculan seiring dengan memanasnya situasi politik dan ekonomi pada tahun 1960-an, yang mendorong adanya krisis ekonomi dan politik. Krisis ekonomi terjadi karena adanya inflasi yang mencapai angka 450–600% karena pemerintah mencetak uang yang sangat banyak. Akibat dari adanya inflasi adalah harga-harga barang justru makin sulit didapatkan oleh masyarakat berpenghasilan rendah.

Sementara itu, krisis politik terjadi karena situasi perpolitikan Indonesia pada saat itu didominasi oleh tiga kekuatan yang berbeda: Bung Karno, Angkatan Darat, dan PKI. Angkatan Darat dan PKI saling bertentangan, akan tetapi kedua kubu masing-masing mencitrakan diri sebagai pendukung Presiden Soekarno. Eskalasi situasi politik yang makin memburuk ditandai dengan peristiwa Gerakan 30 September 1965, peristiwa penyerangan terhadap para jenderal Angkatan Darat yang menelan tujuh korban. PKI dianggap bersalah dalam Gerakan 30 September, sementara Bung Karno yang dekat dengan PKI berada dalam posisi yang sulit.

Dengan dibantu oleh Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), pada tahun 1966 mahasiswa melakukan rangkaian aksi demonstrasi untuk menyalurkan aspirasi tentang ketidakpuasan terhadap pemerintahan Soekarno.

10 Januari 1966

Mahasiswa di Indonesia yang tergabung dalam berbagai organisasi melakukan demonstrasi dengan membawa tiga tuntutan utama, antara lain:

  1. Perombakan Kabinet Dwikora
  2. Penurunan Harga
  3. Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI)

Demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa kemudian dikenal dengan sebutan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura).

11 Maret 1966

Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) yang berisi mandat kepada Letnan Jenderal Soeharto selaku Menteri Panglima Angkatan Darat untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk menjaga kestabilan negara. Dengan adanya Supersemar, jabatan presiden Republik Indonesia berpindah dari Presiden Soekarno ke Presiden Soeharto. Supersemar menjadi titik awal masa pemerintahan Presiden Soeharto yang dikenal dengan sebutan Orde Baru.

ARSIP KOMPAS

Mahasiswa UI siap berdemonstrasi tahun 1966

Masa Orde Baru

Sepanjang masa pemerintahan Presiden Soeharto, aksi demonstrasi mahasiswa jarang ditemui karena adanya depolitisasi dan represi yang dilakukan oleh rezim Orde Baru terhadap gerakan mahasiswa. Melalui kebijakan Normalisasi Kebijakan Kampus dan Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK), pemerintah dapat menekan pergerakan mahasiswa selama dua puluh tahun.

Meskipun demikian, pada akhir masa Orde Baru di tahun 1998, para mahasiswa melakukan aksi demonstrasi untuk menuntut reformasi. Peristiwa reformasi diawali oleh Krisis Finansial Asia 1997. Pada awalnya, krisis moneter diawali dari jatuhnya mata uang baht Thailand terhadap dollar AS yang disusul peso Filipina, ringgit Malaysia, dollar Singapura, dan merembet ke rupiah. Krisis Finansial Asia 1997 kemudian membawa dampak bagi perekonomian nasional yang ditandai dengan banyaknya pengangguran dan kenaikan harga-harga barang, dan kemudian disebut dengan nama krisis moneter.

Kenaikan barang-barang kemudian menimbulkan krisis multidimensional dalam bidang sosial, politik, dan ekonomi. Selama masa-masa krisis, mahasiswa banyak melakukan diskusi tentang ide-ide reformasi. Semula dibungkam oleh kampus, pada masa krisis gerakan mahasiswa justru mendapat dukungan dari pihak kampus yang tidak lagi membatasi ruang gerak mahasiswa dalam bidang politik.

Puncak krisis terjadi pada Mei 1998, di mana mahasiswa melakukan aksi demonstrasi peristiwa reformasi tahun 1998. Terpisah dengan aksi demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa, pada bulan Mei 1998 terjadi kerusuhan besar-besaran yang secara sistematis menyasar warga etnis Tionghoa sebagai korban.

Hingga saat ini, peristiwa Mei 1998 dikenal sebagai titik lahirnya reformasi di Indonesia.

KOMPAS/RB SUGIANTORO

Unjuk rasa 15 Januari 1974 di sekitar Bundaran Harmoni, Jakarta Pusat.

15 Januari 1974

Ribuan mahasiswa yang dipimpin Ketua Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia (UI), Hariman Siregar, menggelar demonstrasi karena ketidakpuasan masyarakat terhadap korupsi, harga-harga yang naik, dan kebijakan investasi luar negeri. Mahasiswa melakukan long march dari kampus Universitas Indonesia di Salemba menuju Universitas Trisakti di Jalan Kiai Tapa, Jakarta Barat. Demonstrasi dilakukan tepat kunjungan Perdana Menteri (PM) Jepang Kakuei Tanaka ke Jakarta untuk kepentingan investasi Jepang di Indonesia.

Demonstrasi diwarnai oleh kerusuhan dari pihak tidak dikenal sehingga menyebabkan kerusuhan. Tercatat sebanyak 11 korban meninggal, 300 luka luka, dan 775 orang ditahan. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan sebutan Malapetaka Lima Belas Januari (Malari).

1978

Sebagai imbas dari peristiwa Malari, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef mengeluarkan SK 0156/U/1978 tentang Normalisasi Kebijakan Kampus (NKK). Dengan adanya NKK, kampus diharuskan menjadi kawasan steril dari aktivitas politik. Mahasiswa yang melakukan kegiatan politik mendapatkan sanksi keras berupa pemecatan dari kampus.

1979

Sebagai lanjutan dari kebijakan NKK, Menteri Daoed Joesoef kembali mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 037/U/1979 tentang pembentukan Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK) yang berhasil memiliki tugas untuk menekan aktivitas politik dan organisasi mahasiswa di kampus.

8 Juli 1997

Titik awal krisis ekonomi dan moneter yang ditandai dengan turunnya nilai rupiah terhadap dollar amerika.  

 11 Maret 1998

Presiden Soeharto mengambil sumpah untuk menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia periode 1998–2003 berdasarkan kelanjutan hasil Pemilihan umum legislatif Indonesia 1997. Sumpah jabatan mendapatkan penolakan keras oleh masyarakat yang diikuti oleh aksi protes dari mahasiswa yang tidak menganggap Pemilu 1998 adalah pemilu yang sah.

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Mahasiswa Universitas Trisakti mengadakan unjuk rasa memperingati tiga tahun Tragedi Trisakti, Sabtu, 12 Mei 2001.

12 Mei 1998

Mahasiswa, dosen, pegawai, dan alumni Universitas Trisakti mengadakan aksi damai untuk menuntut reformasi. Pada awalnya, aksi damai direncanakan akan dilakukan di kampus Trisakti dan Gedung DPR. Pada siang hari di kampus Trisakti, para mahasiswa menggelar mimbar bebas untuk menuntut pemerintah melakukan reformasi politik, ekonomi, dan hukum, serta menuntut dilaksanakannya Sidang Umum Istimewa MPR.

Memasuki pukul 13.00 WIB, para peserta aksi damai mulai melakukan mobilisasi ke gedung DPR/MPR di Senayan. Akan tetapi, banyaknya mahasiswa yang tergabung dalam aksi membuat aparat kesulitan untuk membendung mahasiswa. Berdasarkan negosiasi yang dilakukan oleh pihak kampus dan aparat, diambil keputusan bahwa mahasiswa dapat melakukan demonstrasi di depan Kantor Wali Kota Jakarta Barat yang berada 300 meter dari kampus Trisakti.

Aksi damai pada awalnya berlangsung lancar. Akan tetapi, pada sore hari ketika para mahasiswa mulai kembali memasuki kampus Trisakti, para aparat mulai menembaki mahasiswa. Akibat penembakan yang dilakukan oleh aparat, terdapat empat mahasiswa yang gugur akibat tertembak oleh aparat, yaitu:

  1. Elang Mulia Lesmana
  2. Hafidin Royan
  3. Heri Hartanto
  4. Hendrawan Sie

Akibat kekerasan dan penembakan yang dilakukan oleh aparat, peristiwa ini kemudian dikenal dengan nama Tragedi Trisakti. Tragedi Trisakti kemudian memicu solidaritas dan kemarahan mahasiswa di seluruh Indonesia.

Sumber: “Insiden di Universitas Trisakti: Enam Mahasiswa Tewas” (Kompas, 13 Mei 1998, halaman 1)

KOMPAS/DUDY SUDIBYO

Mahasiswa menduduki gedung DPR/MPR dalam unjuk rasa menuntut reformasi, Rabu, 20 Mei 1998.

19 Mei 1998

Ribuan mahasiswa yang tersebar di seluruh Indonesia melakukan aksi demonstrasi. Mahasiswa di Jakarta melakukan aksi di Kantor DPR/MPR di Senayan dan berhasil menduduki gedung DPR/MPR. Dengan membawa slogan reformasi, mahasiswa menuntut penataan ulang secara total dalam bidang politik dan ekonomi. Dalam bidang politik, secara garis besar mahasiswa menuntut untuk:

  1. Menghapus paket lima UU politik.
  2. Menuntut MPR untuk kembali menjadi pemegang kedaulatan rakyat.

Sementara itu, dalam bidang ekonomi, secara garis besar mahasiswa menuntut:

  1. Pelaksanaan ekonomi sesuai dengan pasal 33 UUD 1945 yang menjamin hak kesejahteraan rakyat.
  2. Menuntut dihapuskannya kebijakan monopoli.
  3. Menuntut dihapuskannya KKN.

29 Agustus 1998

Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatan sebagai Presiden dan digantikan oleh Baharuddin Jusuf Habibie, menandai berakhirnya masa Orde Baru.

Masa Reformasi

Dengan dicabutnya berbagai peraturan represif yang membatasi kebebasan berekspresi, pada masa reformasi mahasiswa dapat melakukan aksi demonstrasi dengan lebih leluasa. Aksi demonstrasi mahasiswa dicirikan dengan ketidakpuasan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah maupun protes terhadap kenaikan harga barang.

Selain itu, masa reformasi juga diwarnai dengan keikutsertaan mahasiswa dalam demonstrasi yang dilakukan secara rutin, seperti Aksi Kamisan yang diadakan setiap minggu maupun Hari Buruh dan Hari Perempuan Internasional yang diadakan setiap tahun.

Memasuki masa pemerintahan Joko Widodo yang bersamaan dengan perkembangan teknologi, di samping menggunakan demonstrasi sebagai cara untuk menyampaikan kritik dan aspirasi terhadap pemerintah, mahasiswa juga menggunakan cara-cara lain untuk menyampaikan kritik dan aspirasi. Salah satunya adalah melakukan kampanye melalui media sosial.

KOMPAS/ARBAIN RAMBEY

Aksi unjuk rasa oleh sekitar 1.000 mahasiswa menuju rumah mantan Presiden Soeharto di Jalan Cendana, Jakarta Pusat, Kamis, 13 April 2000, menuntut agar Soeharto diadili.

13 April 2000

Unjuk rasa di bawah payung Jaringan Kota yang didukung oleh lima organ gerakan mahasiswa, yakni Keluarga Mahasiswa Universitas YAI, Forum Bersama, Komite Aksi Mahasiswa (KAM) Jakarta, Front Aksi Mahasiswa untuk Reformasi dan Demokrasi (Famred), dan Forum Kota (Forkot), berjalan kaki menuju rumah mantan Presiden Soeharto di Jalan Cendana, Jakarta Pusat. Aksi yang dilakukan sekitar 1.000 mahasiswa pada Kamis, 13 April 2000 ini berakhir dengan bentrok berkepanjangan.

Sumber: “Demo Soeharto Berakhir dengan Bentrok” (Kompas 14 April 2000, halaman 1)

5 Oktober 2000

Bertepatan dengan hari ulang tahun Tentara Nasional Indonesia (TNI), mahasiswa di berbagai kota besar di Indonesia melakukan aksi demonstrasi. Terdapat dua tuntutan utama yang diajukan, antara lain, penghapusan Dwifungsi TNI dan penghapusan teritorial militer.

Demonstrasi yang terjadi di Yogyakarta turut menelan korban. Terdapat dua mahasiswa di Yogyakarta yang mengalami luka parah di kepala akibat serangan dari kelompok massa tidak dikenal. Serangan terjadi di Gedung RRI (Radio Republik Indonesia) Nusantara II Yogyakarta.

Sumber: “Unjuk Rasa Mahasiswa Sambut HUT TNI, Dua Orang Dibacok” (Kompas, 6 Oktober 2000, halaman 7)

KOMPAS/MOHAMAD BURHANUDIN

Badan eksekutif mahasiswa (BEM) perguruan tinggi se-Semarang berunjuk rasa di depan gedung DPRD Jateng, Selasa (20/9/2005). Mereka menolak kenaikan harga BBM dan mendesak penurunan harga-harga barang yang mulai melonjak naik. Para mahasiswa itu juga menuntut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera merombak tim ekonominya.

28 Februari 2005

Mahasiswa yang merupakan bagian dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) perguruan tinggi se-Semarang melakukan unjuk rasa di depan gedung DPRD Jawa Tengah.

Mahasiswa, bersama dengan elemen masyarakat di Jawa Tengah menolak kenaikan BBM yang dinilai akan memicu inflasi di Jawa Tengah. Aksi penolakan kenaikan harga BBM didukung oleh DPRD Jateng.

Sumber: “Mahasiswa Tolak BBM Naik” (Kompas, 1 Maret 2005, halaman 1)

21 Oktober 2005

Masih terkait dengan kenaikan harga BBM, ulang tahun pertama masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla disambut oleh demonstrasi yang dilakukan oleh gabungan mahasiswa dan elemen masyarakat.

Demonstrasi dilakukan di beberapa titik di Indonesia, antara lain, di depan Istana Merdeka (Jakarta), Solo, (Jawa Tengah), dan Palembang, (Sumatera Selatan). Demonstrasi dilakukan untuk mengevaluasi kinerja pemerintahan SBY-JK selama satu tahun. Kenaikan harga BBM menjadi salah satu pokok evaluasi yang diajukan.

Sumber: “Setahun Pemerintahan SBY-JK: Kecewa dengan Pemerintah, Demo Muncul di Berbagai Kota” (Kompas, 21 Oktober 2005, halaman 1).

21 Mei 2008

Gelombang unjuk rasa memperingati 10 tahun reformasi terjadi pada Rabu, 21 Mei 2008. Sedikitnya 6.000 orang mahasiswa dan kelompok massa berkumpul di depan Istana Negara dan Gedung MPR/DPR. Mereka mengajukan tujuh gugatan kepada pemerintah, yaitu:

  1. Nasionalisasi aset-aset strategis bangsa.
  2. Wujudkan pendidikan dan pelayanan kesehatan yang terjangkau bagi rakyat.
  3. Tuntaskan kasus BLBI dan korupsi Soeharto dan kroninya.
  4. Jamin ketersediaan dan keterjangkauan harga kebutuhan pokok rakyat.
  5. Selamatkan lingkungan dan tuntaskan kasus Lapindo.
  6. Kembalikan kedaulatan bangsa pada sektor pangan, ekonomi, dan energi.
  7. Tuntaskan reformasi birokrasi dan berantas mafia peradilan.

Sumber: “Ribuan Pendemo Banjiri Jakarta * BEM Seluruh Indonesia Ajukan Tujuh Gugatan” (Kompas, 22 Mei 2008, halaman 25)

24 Juni 2008

Unjuk rasa ratusan mahasiswa di depan Gedung DPR menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan mengecam pemerintah yang tidak prorakyat. Bersamaan dengan itu, Rapat Paripurna DPR pada Selasa, 24 Juni 2008 itu menyetujui penggunaan hak angket atau hak penyelidikan atas kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM. Unjuk rasa berakhir ricuh dan mengakibatkan kerusakan pagar Gedung DPR, belasan kendaraan bermotor rusak dan dibakar massa.

Sumber: “DPR Setujui Angket BBM * 233 Anggota Dukung, 127 Menolak” (Kompas, 25 Juni 2008, halaman 1)

“Unjuk Rasa: Polisi Tangkap 16 Orang” (Kompas, 25 Juni 2008, halaman 1).

30 Maret 2012

Mahasiswa di berbagai daerah berunjuk rasa menyuarakan aspirasi masyarakat yang menolak kenaikan harga BBM. Beberapa aksi berakhir ricuh dan merusak fasilitas umum, seperti yang terjadi di Medan dan Purwokerto.

Sumber: “Stabilitas Nasional Terancam * Unjuk Rasa Mahasiswa dan Rakyat di Berbagai Daerah Terus Berlanjut” (Kompas, 31 Maret 2012, halaman 3).

KOMPAS/ALIF ICHWAN

Puluhan mahasiswa mahasiswi yang tergabung dalam Aliansi BEM Seluruh Indonesia 2017 mengadakan aksi demo di halaman gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Kamis (9/3/2017). Mereka menuntut KPK untuk tidak gentar mengusut korupsi e-KTP tanpa intervensi dari pihak manapun.

23 September 2019

Karena sejumlah kebijakan pemerintah yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat, mahasiswa di seluruh titik di Indonesia melaksanakan aksi demonstrasi dengan nama aksi #ReformasiDikorupsi. Mahasiswa yang melakukan aksi di Jakarta melakukan demonstrasi di sekitar gedung DPR, Senayan, DKI Jakarta.

Aksi #ReformasiDikorupsi membawa tujuh tuntutan utama, meliputi:

  1. Cabut dan kaji ulang RKUHP, RUU Pertambangan Minerba, RUU Pertanahan, RUU Pemasyarakatan, RUU Ketenagakerjaan, dan RUU SDA; Terbitkan Perppu KPK; Sahkan RUU PKS dan PRT.
  2. Batalkan Pimpinan KPK bermasalah pilihan DPR.
  3. Tolak TNI-Polri menempati jabatan sipil.
  4. Stop militerisme di Papua dan daerah lain, bebaskan tahanan politik Papua segera, serta membuka akses jurnalis di tanah Papua.
  5. Hentikan kriminalisasi aktivis dan jurnalis.
  6. Hentikan pembakaran hutan di Indonesia yang dilakukan oleh korporasi dan pidanakan korporasi pembakaran hutan serta cabut izinnya.
  7. Tuntaskan pelanggaran HAM dan adili penjahat HAM termasuk yang duduk di lingkaran kekuasaan, pulihkan hak-hak korban segera.

Sumber:

  • “Aksi Mahasiswa: RUU Kontroversial Memicu Gelombang Unjuk Rasa” (Kompas, 24 September 2019, hlm 1)
  • “Ribuan Mahasiswa Akan Menginap di DPR” (Kompas.id, 24 September 2019)

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Mahasiswa dari sejumlah universitas kembali menggelar aksi unjuk rasa di luar gerbang Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (19/9/2019). Mereka menyampaikan mosi tidak percaya kepada DPR karena DPR bersama pemerintah telah sepakat mengesahkan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).

7 Oktober 2020

Mahasiswa, bersama dengan buruh dan siswa SMK, melakukan aksi demonstrasi untuk memprotes pembahasan RUU Cipta Kerja. Demonstrasi dilaksanakan di sejumlah titik di Indonesia, antara lain berlangsung di Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Jambi, Banten, Jawa Tengah, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Tenggara.

Sumber: “Demo Meluas, Protokol Kesehatan Terancam” (Kompas, 8 Oktober 2020, halaman 1)

KOMPAS/YOLA SASTRA

Ribuan orang dari kalangan mahasiswa, siswa SMK, dan buruh berunjuk rasa menolak RUU Cipta Kerja di Jalan S Parman, depan Kantor DPRD Sumatera Barat, Padang, Sumbar, Rabu (7/10/2020).

11 April 2022

Mahasiswa berunjuk rasa di berbagai daerah di Indonesia. Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menyampaikan 6 tuntutan, yakni:

  1. Mendesak dan menuntut Presiden Joko Widodo tegas menolak Penundaan Pemilu 2024 atau masa jabatan tiga periode.
  2. Menuntut dan mendesak Presiden Joko Widodo untuk menunda dan mengkaji ulang Undang-undang Ibu Kota Negara (UU IKN) termasuk dengan pasal-pasal yang bermasalah den dampak yang ditimbulkan dari aspek lingkungan, hukum, sosial, ekologi, politik, ekonomi, dan kebencanaan.
  3. Mendesak dan menuntut Presiden Joko Widodo untuk menstabilkan harga dan menjaga ketersediaan bahan pokok di masyarakat dan menyelesaikan permasalah ketahanan pangan lainnya.
  4. Mendesak dan menuntut Presien Joko Widodo untuk mengusut tuntas para mafia minyak goreng dan mengevaluasi kinerja menteri terkait.
  5. Mendesak dan menuntut Presiden Joko Widodo untuk menyelesaikan konflik agraria yang terjadi di Indonesia.
  6. Mendesak dan mendesak Joko Widodo-Ma’ruf Amin untuk berkomitmen penuh dalam menuntaskan janji-janji kampanye di sisa masa jabatannya.

Sumber:

  • “Demokrasi: Petik Pelajaran dari Gelombang Unjuk Rasa” (Kompas, 12 April 2022, hlm 1)
  • “Berjalan Cukup Tertib, Aksi Mahasiswa Disambangi Pimpinan DPR dan Kapolri” (Kompas.id, 12 April 2022)

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Massa berunjuk rasa di depan Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (11/4/2022). Mereka, di antaranya, menuntut anggota DPR untuk tidak mengubah konstitusi, khususnya bagian yang mengatur masa jabatan presiden.

Referensi

Arsip Kompas
  • “Menuju Reformasi Politik”. Kompas, 15 Januari 1998, hlm 4.
  • “Mencermati Aksi-aksi Mahasiswa (1): Gema dari Kampus.” Kompas, 4 April 1998, hlm 1.
  • Aktivitas Mahasiswa: Agen Perubahan Juga Berubah. Kompas, 29 April 2016, hlm 25.
  • “Cerita Mahasiswa di Balik Layar”. Kompas, 2 Oktober 2019, hlm 16.