KOMPAS/Kartono Ryadi
Pengacara Yap Thiam Hien saat bersidang mendampingi terdakwa Sawito dalam kasus makar di Pengadilan Negeri Jakarta (2/2/1978).
Yap Thiam Hien Award adalah sebuah penghargaan yang diberikan setiap tahun, sejak tahun 1992, kepada orang atau kelompok yang dinilai berjasa dan konsisten dalam berjuang menegakkan hak asasi manusia di Indonesia. Beberapa di antara penerima penghargaan terhormat tersebut adalah almarhum Marsinah (1993), Kontras (1998), Widji Thukul (2002), dan KH Mustafa Bisri (2017).
Nama penghargaan tersebut dipakai untuk mengenang seorang tokoh kaum minoritras. Seorang laki-laki Tionghoa-Kristen-Indonesia yang memberi inspirasi dan semangat bagi segenap pejuang keadilan dan hak asasi manusia. Yap Thiam Hien adalah seorang advokat sejak 1948 sampai akhir hayatnya tahun 1989, yang berani dan tanpa pamrih hadir terdepan membela orang-orang tertindas melawan diskriminasi rasial, politik, dan agama tanpa tebang pilih.
Pejuang keadilan kelahiran Kuta Raja, Banda Aceh, pada 25 Mei 1913 ini tidak pernah memilih-milih klien untuk dibela. Ia selalu melayani kepentingan masyarakat dari semua lapisan tanpa kenal lelah. Hampir setiap perkara yang ditanganinya pun sarat dengan isu-isu hak asasi manusia dan ketidakadilan.
Sejak zaman penjajahan (Belanda dan Jepang), zaman Soekarno, dan zaman Soeharto, Yap Thiam Hien selalu mengambil posisi berseberangan dengan penguasa. Ia tidak pernah tergiur masuk lingkaran kekuasaan dengan profesi maupun kapasitas yang dimiliki. Pada zaman penjajahan, ia tidak menempatkan diri sebagai alat penjajah seperti yang dilakukan banyak orang, walaupun ia mengecap pendidikan Barat (sekolah Belanda). Nasionalismenya tidak diragukan lagi. Setelah kemerdekaan ia berani berbeda pendapat dengan pendukung Soekarno (Baperki) tentang UUD 1945 dan kebangsaaan. Menurutnya Pasal 5, UUD 1945 masih mengandung diskriminasi serta kurang menjamin perlindungan HAM di Indonesia. Pada zaman Orde Baru, Yap juga berani berbeda pendapat melawan Soeharto dalam hal pelaksanaan hukum, demokrasi, dwifungsi ABRI dan pembangunan.
Keberpihakan kepada keadilan dan pembelaan kaum lemah diperlihatkan ketika Yap Thiam Hien yang dikenal sebagai pribadi yang antikomunis berani membela tersangka kasus G30S/PKI, yang notabene dibenci publik waktu itu, seperti Subandrio, Abdul Latief, Asep Suryawan, dan Oei Tjoe Tat.
Ia juga aktivis gereja yang membela tanpa membedakan agama. Mulai dari pedagang Pasar Senen yang tergusur, tokoh politik seperti, Mohammad Natsir, Mohammad Room, Mochtar Lubis, , Sjahrir, Prince yang mualaf bahkan para tersangka kasus peristiwa Tanjung Priok.
Bukan tanpa risiko, keberpihakannya yang berseberangan dengan penguasa membuat ia juga sering menghadapi teror bahkan dijeblokan dalam penjara.
Yap yang bersahaja dan sopan namun tegas tanpa tedeng aling-aling dalam sidang pengadilan ini adalah lulusan hukum Universitas Leiden, Belanda. Yap Thiam Hien adalah salah seorang pendiri beberapa lembaga hukum dan pendidikan di Indonesia, seperti LBH, BPK Penabur, dan Universitas Kristen Indonesia. Penerima gelar Doctor Honoris Causa dari Free University Amsterdam ini juga aktif menjadi pengurus organisasi di dalam dan luar negeri, di antaranya anggota International Commission of Jurist, Commission of Inter Church Aid on World Refugee and Service, anggota Komisi Pelayanan dan Pembangunan Dewan Gereja di Indonesia, serta organisasi Hidup Baru yang mengurus tahanan politik dan orang terpenjara.
Yap meninggal dunia di Brussel, Belgia saat menghadiri konferensi INGI (Inter –NGO Conference in IGGI Matters) pada 25 April 1989.
IPPHOS
Pembela Yap Thiam Hien berbincang-bincang dengan Jaksa Penuntut Umum P. Mapigau SH pada Sidang Perkara Sawito Kartowibowo, tahun 1978.
IPPHOS
Pembela Yap Thiam Hien SH, Rusdi Nurima SH serta Sulaiman SH masing-masing mengajukan pledoi Pembelaan terhadap tertuduh ex Kolonel Abdul Latief dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Militer Tinggi II Jawa Bagian Barat Jakarta.
KOMPAS/AM Dewabrata
Pengacara Yap Thiam Hien SH sibuk mempelajari berkas perkara Oei Tjoe Tat di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada awal Februari 1976. Kursi jebol yang diperuntukkan baginya ternyata tidak mengurangi keasyikannya membuka lembar demi lembar berkas perkara setebal 500 halaman lebih itu. Perkara bekas Menteri Negara Oei Tjoe Tat SH akan disidangkan 9 Februari dipimpin oleh Hakim Ketua TM Abdullah SH.
KOMPAS/Parakitri Simbolon
Yap Thiam Hin dengan kemeja batiknya mengikuti dengan tekun pembahasan dalam Konferensi Asia I tentang Agama dan Perdamaian pada awal Desember 1976 di Singapura.
KOMPAS/Hasanuddin Assegaff
Yap Thiam Hien dalam acara temu wicara LBH dengan Seniman/Budayawan di Balai Budaya Jakarta (3/11/1986).
KOMPAS/Julian Sihombing
Jenazah mendiang Dr Yap Thiam Hien SH, tokoh advokat dan pejuang hak asasi manusia, hari Jumat petang (28/4/1989) tiba di Bandara Soekarno-Hatta, disambut ratusan pelayat. Istri mendiang, Tan Gien King (tengah) dan putranya Yap Hong Gie (kanan) duduk di sisi peti jenazah di rumah duka.
KOMPAS/Kartono Ryadi
Romo Mangun Wijaya memberi sambutan pada acara penyerahan penghargaan Yap Thiam Hien yang pertama sekaligus peresmian Yayasan Pusat Studi Hak Asasi Manusia (Yapusham), (10/12/1992).
KOMPAS/Kartono Ryadi
Penghargaan Yap Thiam Hien pertama, Kamis malam (10/12/1992) diberikan kepada tiga pemenang untuk tingkat lokal, regional, dan nasional. Award tersebut diserahkan oleh Ny. Yap Thiam Hien. Acara tersebut berbarengan dengan peresmian Yayasan Pusat Studi Hak Asasi Manusia (Yapusham). Dari kiri ke kanan tampak Dr T Mulya Lubis (Ketua Yapusham), Ny Yap Thiam Hien, Ny. Muhidin HS (mewakili suaminya sebagai pemenang lokal), Johny Simanjuntak (pemenang tingkat regional, HJC Princen (nasional) dan Dr Daniel Dhakidae (Sekretaris I Yapusham).
Yap Thiam Hien: Pejuang Lintas Batas. Josef P Widyatmadja.Jakarta: Libri, 2013
Yap Thiam Hien Pejuang Hak Asasi Manusia. T Mulya Lubis; Aristides Katoppo. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1990
Foto lainnya dapat diakses melalui http://www.kompasdata.id/
Klik foto untuk melihat sumber.