KOMPAS/Dudy Sudibyo
Senyuman lebar menghiasi wajah Sri Sultan Hamengku Buwono IX begitu dia keluar dari mobil, setibanya di kantor pribadinya di Jalan Prapatan Sabtu pagi (7/2/1981).
Jabatan dalam Pemerintahan
- Menteri Negara Kabinet Sjahrir (1946-1947)
- Menteri Negara Kabinet Amir Sjarifudin (1947-1948)
- Menteri Negara Kabinet Hatta (1948-1949)
- Menteri Pertahanan Kabinet Moh Hatta (1949)
- Menteri Pertahanan RIS (1949-1950)
- Wakil Perdana Menteri (1950-1951)
- Menteri Pertahanan Kabinet Wilopo (1951-1952)
- Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (1963)
- Menteri Pariwisata (1966)
- Wakil Perdana Menteri bidang EKUBANG (1966)
- Menteri Negara Bidang Ekonomi dan Keuangan (1966-1973)
- Wakil Presiden (1973-1978)
Jabatan Lain:
- Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (1950-1988)
- Ketua Umum KONI (1966-1986)
- Ketua Kwarnas Pramuka (1961-1974)
Gusti Raden Mas Dorojatun atau Sultan Hamengku Buwono IX lahir di Ngayogyakarta Hadiningrat pada tanggal 12 April 1912. Ia adalah Raja yang memimpin Kesultanan Yogyakarta pada tahun 1940-1988.
Sejak kecil ia sudah mengenyam pendidikan Barat, mulai dari TK Frobel School, Eerste Europese Lagere School B (Sekolah Dasar Bawah Eropa), Neutrale Eurepese Lagere (Sekolah Dasar Atas Eropa), dan HBS (Sekolah Menengah Umum) di Semarang dan Bandung. Setelah itu ia melanjutkan pendidikan tinggi di Universitas Leiden mengambil program studi Indologi dengan mata kuliah pokok ekonomi.
Pada tanggal 13 Oktober 1939, ayahnya, Hamengku Buwono VIII dalam kondisi sakit dan didampingi anggota keluarga lainnya menemui Dorojatun yang baru tiba di Batavia. Waktu itu Dorojatun muda sudah merasa kalau dirinya kelak akan menjadi penerus tahta kerajaan, setelah salah seorang pamannya yang biasa bicara dengannya menggunakan bahasa Jawa rendah (ngoko), saat itu menyapanya dengan bahasa Krama Inggil. . Dalam pertemuan di Batavia itu Hamengku Buwono VIII juga menyerahkan keris suci Kyai Joko Piturun kepada Dorojatun. Sebuah pusaka penting Keraton Yogyakarta yang biasa diberikan kepada calon putra mahkota.
Sekembali dari Batavia pada 22 Oktober 1939 Hamengku Buwono VIII wafat, dan secara de facto Dorojatun menjadi Sultan kesembilan. Namun penobatan baru dilakukan pada tanggal 18 Maret 1940, seusai bernegoisasi kontrak politik dengan Pemerintah Kolonial Belanda. Dalam pidato penobatan Sultan Hamengku Buwono IX menunjukkan jati dirinya dengan mengatakan “ Walaupun saya telah mengeyam pendidikan Barat yang sebenarnya, tetapi pertama-tama, saya adalah, dan tetap, orang Jawa”.
Pada masa pendudukan Jepang, tahun 1943, ada catatan yang menceritakan bahwa Sultan Hamengku Buwono IX berusaha melindungi rakyatnya agar tidak dikirim keluar Yogya untuk menjadi romusha. Ia beralasan kepada Pemerintah Kolonial Jepang bahwa wilayahnya sedang membutuhkan tenaga kerja untuk proyek pekerjaan umum, khususnya pengerjaan Selokan Mataram.
Ketika Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dikumandangkan, Sultan Hamengku Buwono IX segera mengambil sikap. Dua hari setelah proklamasi, ia mengirim telegram ucapan selamat kepada para proklamator. Dua minggu setelahnya, tepatnya tanggal 15 September 1945, bersama Paku Alam VIII mengeluarkan maklumat, yang menyatakan bahwa daerah Yogyakarta adalah bagian dari wilayah Republik Indonesia. Peristiwa tersebut menjadikan Yogyakarta sebagai kerajaan pertama di Indonesia yang bergabung dengan republik.
IPPHOS
Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan rombongan disambut meriah oleh rakyat saat berkunjung ke Denpasar, Bali pada Desember 1949.
Komitmen Sultan mendukung Republik Indonesia dibuktikan dengan turut berjuang mempertahankan kemerdekaan. Ia membentuk Laskar Rakyat Mataram yang kemudian dikenal dengan sebutan Tentara Rakyat Mataram yang anggota terdiri dari laskar-laskar pemuda. Pada bulan November 1945, sekitar sepuluh hari setelah peristiwa Pertempuran Surabaya, Hamengku Buwono IX menuju Mojokerto bertemu dengan Gubernur Jawa Timur, Suryo. Ia juga berkeliling ke pinggiran Kota Surabaya. Kepada pers ia mengatakan, “Pertempuran Surabaya menunjukkan kekejaman Inggris , dan menunjukkan kepada kita kebijakan diplomasinya tidak tepat”. Sultan Hamengku Buwono IX juga mempunyai andil besar dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 ke Yogyakarta. Di mana serangan militer membuktikan kepada dunia internasional bahwa Indonesia masih ada dan mampu mengusir tentara Belanda.
Bantuan materi pihak keraton kepada republik pada awal kemerdekaan juga tidak setengah hati. Secara sukarela Sultan menyumbang sebagian kekayaan yang dimiliki keraton untuk kas negara, dan saat Ibu Kota pindah pertama kali ke Yogyakarta pada Januari 1946, Hamengku Buwono IX juga menyiapkan dana dan gedung-gedung untuk menjalankan pemerintahan.
KOMPAS/Pat Hendranto
Menko Ekuin Sri Sultan Hamengku Buwono IX (keempat dari kanan) sedang berbicang santai bersama para menteri di sela-sela sidang kabinet. Foto tahun 1972.
KOMPAS/Pat Hendranto
Sri Sultan Hamengku Buwono IX mengucapkan sumpah sebagai Wakil Presiden di hadapan Sidang Umum MPR (24/3/1973).
Sejak awal Pemerintahan Indonesia, banyak jabatan penting yang pernah diemban Sultan Hamengku Buwono IX. Beberapa kali menjabat sebagai menteri di era Orde Lama maupun Orde Baru dan puncaknya menjadi Wakil Presiden mendampingi Presiden Soeharto pada periode 1973-1978. Di akhir masa jabatannya sebagai Wakil Presiden ia menolak dicalonkan kembali dalam Sidang Umum MPR 1978. Berbagai spekulasi dan isu muncul tentang ketidakcocokan dengan Presiden Soeharto sewaktu ia menjabat sebagai Wakil Presiden.
Selepas menjabat Wakil Presiden, Sultan tetap aktif di kepengurusan olahraga, dengan menjabat sebagai ketua umum KONI Pusat dan di bidang kepramukaan, yang sejak muda ia sukai. Tahun 1984 Presiden Soeharto menganugrahi Lencana Tunas Kencana kepadanya. Sebuah penghargaan tertinggi Gerakan Pramuka Indonesia.
Sultan Hamengku Buwono IX wafat di ruang unit gawat darurat Rumah Sakit George Washington University, Amerika serikat dalam usia 76 tahun. Sultan tutup usia secara mendadak hari hari Minggu, 2 Oktober 1988, pukul 20.05 waktu setempat atau Senin pagi, 3 Oktober 1988, pukul 07.05 WIB. Ia berada di AS untuk keperluan check up kesehatan dan hanya didampingi istrinya, Ny KRA Nindyokirono
KOMPAS/Dudy Sudibyo
Setelah menghadiri SU MPR, Presiden Soeharto beserta Wakil Presiden dan para menteri menghadiri rapat paripurna kabinet di Gedung Sekkab, Sabtu (11/3/1978). Pada kesempatan itu Wakil Presiden Sri Sultan Hamengku Buwono IX mengumumkan penolakan dicalonkan kembali dan menyampaikan kata-perpisahan , disusul foto bersama dan jabat-tangan perpisahan. Presiden tampak sedang memberikan salam disaksikan oleh Ketua Mahkamah Agung Prof. Oemar Seno Adji (ujung kiri), Ketua Bepeka Umar Wirahadikusumah (ujung kanan), Menteri Ekuin/Bappenas Prof. Widjojo Nitisastro (kedua dari kanan) dan ketua DPA Wilopo (kedua dari kiri).
KOMPAS/JB Suratno
Presiden Soeharto beramah-tamah dengan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Menteri Keuangan Radius Prawiro, usai mengukuhkan anggota Majelis Pembimbing dan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka tahun 1983-1988 serta Penganugerahan Lencana Tunas Kencana kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX, di Istana Negara, (8/2/1984).
KOMPAS/Kartono Ryadi
Ketua Umum KONI Pusat Sri Sultan Hamengkubuwono IX melakukan peninjauan ke Stadion Utama Senayan untuk menyaksikan gladi resik atraksi pembukaan PON X (18/9/1981) . Tampak dalam gambar dari kiri ke kanan, Ketua Eksekutif PB PON Chourmain, Sri Sultan, Sekum PB PON Tjuk Sugiarto dan Menko Kesra Surono dengan terpukau menyaksikan drumband Akademi Ilmu Pelayaran (AIP) memperagakan kebolehannya.
KOMPAS/Julius Pourwanto
Sri Sultan Hamengkubuwono ke IX, yang juga Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta berangkat ke kantor menggunakan mobil dinas. Foto tahun 1983.
KOMPAS/Hasanuddin Assegaff
Jenazah Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Raja Yogyakarta dan mantan Wakil Presiden RI tiba di Bandara Halim Perdanakusuma (6/10/1988) dijemput dengan upacara militer. Sri Sultan wafat di RS George Washington AS karena serangan jantung.
Monfries, John. Raja di Negara Republik. Yogyakarta: Biography, 2018
Kompas, 24 Maret 1973. Wakil Presiden Hamengku Buwono IX
Kompas, 13 Maret 1978.Sultan Hamengku Buwono IX Tidak Bersedia Dicalonkan..
Kompas, 25 Maret 1978. Keterangan Sri Sultan Hamengku Buwono IX
Kompas, 4 Oktober 1988. Sri Sultan Wafat
Foto lainnya dapat diakses melalui www.kompasdata.id/
Klik foto untuk melihat sumber.