KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Ozza, dalang bocah asal Jakarta, mementaskan wayang kulit gaya Surakarta dengan lakon Jabang Tetuko di Museum Wayang, Jakarta, Sabtu (5/12/2015). Kaderisasi dalang terus dilakukan para pegiat wayang kulit untuk melestarikan warisan budaya tak benda asli Nusantara yang telah diakui Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) sejak 2008
Warisan budaya adalah keseluruhan peninggalan kebudayaan yang memiliki nilai penting sejarah, ilmu pengetahuan, dan teknologi, serta seni. Warisan budaya dimiliki bersama oleh suatu komunitas atau masyarakat dan mengalami perkembangan dari generasi ke generasi, dalam alur suatu tradisi.
Warisan budaya ada dua jenis berdasarkan kebendaannya, yakni warisan kebudayaan kebendaan dan warisan kebudayaan tak benda. Warisan kebudayaan kebendaan adalah warisan kebudayaan kebendaan yang merupakan berbagai hasil dari karya manusia yang sifatnya dapat dipindahkan maupun tidak dapat dipindahkan. Sedangkan, warisan budaya tak benda menurut UNESCO Convention For The Safeguarding Of The Intangible Cultural Heritage 2003: Warisan Budaya Tak benda adalah berbagai praktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, keterampilan, instrumen, obyek, artefak, dan ruang-ruang budaya terkait dengannya—bahwa masyarakat, kelompok dan, dalam beberapa kasus, perorangan merupakan bagian dari warisan budaya tersebut.
Warisan budaya tak benda ini harus diwariskan dari generasi ke generasi, yang secara terus menerus. Warisan budaya tak benda diciptakan kembali oleh masyarakat dan kelompok dalam menanggapi lingkungan sekitarnya, interaksi mereka dengan alam, sejarah, dan memberikan rasa identitas yang berkelanjutan untuk menghargai perbedaan budaya dan kreativitas manusia.
Indonesia telah memiliki beberapa budaya yang sudah ditetapkan dan diakui sebagai warisan budaya tak benda UNESCO. Warisan budaya tak benda tersebut di antaranya adalah wayang (2008), keris (2008), batik (2009), angklung (2010), tari saman (2011), noken Papua (2012), gamelan (2012), tiga genre tari tradisional Bali (2015), seni rakit perahu pinisi (2017), pencak silat (2019), dan pantun (2020).
Kesenian Wayang
Sejak 7 November 2003, UNESCO telah mengakui dan menetapkan kesenian wayang sebagai World Master Piece of Oral and Intangible Heritage of Humanity. Pengakuan UNESCO bahwa wayang Indonesia sebagai masterpiece kebudayaan dunia itu dicapai melalui proses yang panjang. Pemerintah Indonesia—melalui Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, serta para seniman dan tokoh kebudayaan wayang yang tergabung dalam Senawangi dan Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi)—mengawalinya dengan membentuk tim riset. Tim ini kemudian melakukan penelitian secara menyeluruh dan mendalam terhadap wayang Indonesia. Hasilnya kemudian dirangkum dalam sebuah laporan untuk dikirim ke UNESCO, sampai akhirnya badan PBB ini memproklamasikan wayang sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity.
Pengakuan ini menunjukkan bahwa wayang tidak hanya sebagai warisan dari leluhur tetapi juga diakui oleh dunia. Budaya kesenian wayang Indonesia sebagai salah satu karya agung budaya dunia dan siap untuk membantu pelestarian serta pengembangannya. Indonesia mempunyai kurang lebih 60 macam wayang yang mayoritas dari Jawa.
Wayang-wayang tersebut merupakan kebanggaan Indonesia, karena dalang yang memainkan wayang mampu membuat wayang seakan-akan wayang tersebut hidup dan wayang diiringi oleh seni karawitan dengan sinden yang bernyanyi. Lakon wayang yang dimainkan dalam setiap pertunjukan terdapat nilai-nilai kemanusiaan.
Sumber:
- “Wayang Indonesia Terkaya Sedunia”. Kompas, 16-12-2008, hal 8.
- “UNESCO Akui Wayang Sebagai “Master Piece” Budaya Dunia”. Kompas, 10-01-2004, hal 9.
- “UNESCO Akui Wayang Sebagai Karya Agung Budaya Dunia”. Kompas, 08-04-2004, hal 9.
KOMPAS/ARDUS M SAWEGA
Seorang warga Kota Paris, Perancis, tampak terapresiasi menyaksikan tayangan video pentas wayang kulit di tengah pameran wayang di Gedung UNESCO. Pameran oleh Senawangi bekerja sama dengan Museum Wayang ini dalam rangka penerimaan wayang Indonesia sebagai Warisan Budaya Dunia Nonbendawi dari UNESCO, 21 April 2004.
Keris
Istilah keris ditemukan pada prasasti lempengan perunggu Karangtengah bertuliskan angka tahun 748 Saka, atau 824 Masehi. Keris paling tua ditemukan di Desa Dawuku, Magelang, Jateng, dibuat sekitar tahun 500 Masehi. Panjang bilah keris yang dibuat di Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, NTB, Semenanjung Malaya, dan Thailand selatan 35–42 sentimeter. Sementara panjang keris di Bali sekitar 45 cm, dan Filipina serta Riau lebih dari 50 cm.
Keris bukan sekadar senjata tajam, melainkan sejatinya adalah senjata untuk memerangi diri sendiri dari belenggu nafsu dan keserakahan duniawi. Dalam keris ada simbol hidup baik, sesuai etika, norma, agama, dan negara. Sayangnya, masyarakat masih terjebak pada mitos sehingga bisa kehilangan akar budaya.
Wujud keris yang berlekuk adalah simbol kebijaksanaan, sedangkan keris lurus adalah simbol keteguhan prinsip. Kebijaksanaan dan tekad itu harus seimbang dan akhirnya bermuara ke atas (Tuhan) itu tergambar dari ujung keris selaju lancip.
Pada 25 November 2005, Keris Indonesia sebagai Karya Agung Warisan Kemanusiaan (Oral and Intangible Heritage of Humanity) oleh UNESCO.
Sumber:
- “Keris: Artefak yang Masih Terjaga, Mahakarya Sarat Makna”. Kompas, 14-07-2012, hal 24.
- “Dunia Mengakui Keris Sebagai Warisan Budaya*Jangan Hanya Dipandang Senjata Tradisional”. Kompas, 11-03-2006, hal 1.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Ratusan senjata tradisional yang sebagian besar berupa keris dan tombak dipamerkan di Museum Keris, Laweyan, Solo, Jawa Tengah, Minggu (26/8/2018). Museum tersebut didirikan untuk melestarikan keris sebagai salah satu pusaka Indonesia yang telah diakui oleh badan UNESCO sebagai warisan budaya dunia.
Batik
Batik dinilai sebagai ikon budaya yang memiliki keunikan dan filosofi mendalam, serta mencakup siklus kehidupan manusia, sehingga ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda dari kemanusiaan.
Pada 2 Oktober 2009, UNESCO mengumumkan batik Indonesia sebagai warisan budaya dunia tak benda. Pengakuan UNESCO akan membawa tanggung jawab kepada pemerintah dan komunitas untuk sungguh memperhatikan batik, termasuk pewarisan kepada generasi baru, memastikan dipenuhinya hak pembatik, dan pembuatannya tak merusak lingkungan.
Sumber: “Batik Resmi Masuk Daftar Warisan Budaya: UNESCO Menetapkan dalam Sidang di Abu Dhabi”. Kompas, 02-10-2009, hal 12.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Sejumlah kain batik yang berasal dari 19 wilayah pembatikan di Jawa Timur dan Madura ditampilkan dalam pameran yang diprakarsai antara lain oleh Paguyuban Pecinta Batik Indonesia Sekar Jagad di Pendopo Wiyata Praja, Kompleks Kepatihan, Danurejan, Yogyakarta, Senin (3/12/2012). Diakuinya batik sebagai salah satu warisan budaya tak benda oleh UNESCO mendorong kebangkitan kembali batik dari berbagai daerah di Indonesia dengan kekhasannya masing-masing.
Angklung
Alat musik angklung sudah dikenal sejak orang Sunda masih memeluk agama Hindu pada masa kerajaan Padjadjaran. Saat itu, alat musik angklung dibunyikan untuk memberi tanda waktu sembahyang. Lalu, Kerajaan Padjadjaran menggunakannya sebagai instrumen yang digunakan oleh korps musik saat perang Bubat.
Alat musik angklung diusulkan sebagai warisan budaya dunia tak benda untuk diakui UNESCO telah dirintis semenjak tahun 2009. Namun, dalam proses pendaftaran alat musik angklung, mempunyai kendala karena belum ada dokumen lengkap tentang angklung di seluruh Indonesia dan identifikasi aplikasi angklung masih minim.
Alat musik angklung ditetapkan sebagai salah satu warisan dunia tak benda oleh UNESCO pada 16 November 2010 di Nairobi, Kenya.
Pengakuan alat musik tersebut sewaktu-waktu bisa dicabut bila angklung ternyata ditelantarkan. Indikasinya, banyaknya seni tradisi angklung yang terancam punah atau maraknya perajin angklung yang gulung tikar.
Alat musik angklung merupakan rumpun kesenian yang menggunakan alat musik dari bambu yang berasal dari Jawa Barat. Kendati muncul pertama kali di daerah Jawa Barat, angklung berkembang dan menyebar ke seantero Jawa, lalu ke Kalimantan dan Sumatera.
Sejak 1966, Udjo Ngalagena adalah tokoh angklung yang mengembangkan teknik permainan berdasarkan laras-laras pelog, salendro, dan madenda. Udjo Ngalagena mulai mengajarkan cara bermain angklung kepada berbagai komunitas.
Sumber:
- “Budaya: Angklung Warisan Dunia”. Kompas, 18-11-2010, hal 12.
- “Catatan Akhir Tahun Humaniora: Menaruh Harap Lewat Angklung”. Kompas, 31-12-2010, hal 9.
KOMPAS/LASTI KURNIA
UNESCO Goodwill Ambassador untuk kawasan Asia Tenggara Christine Hakim, Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO Arief Rahman, Direktur Utama Bank Mandiri Zulkifli Zaini, Menteri Koperasi dan UKM Syarifudin Hasan dan Ketua Saung Angklung Udjo Taufik Hidayat Udjo melihat inovasi produk berkonsep angklung dan berbahan dasar bambu dari Awi Awi Mandiri yang dipamerkan di Balai Kartini, Jakarta, Sabtu (18/12/2010). Bank Mandiri bersama Saung Angklung Mang Udjo berhasil mendorong angklung sebagai alat musik khas Jawa Barat ke dalam daftar budaya non-benda dari Indonesia pada November lalu di badan PBB untuk Pendidikan dan kebudayaan (UNESCO). Model angklung kemudian di desain ulang dalam berbagai inovasi produk berbahan dasar bambu lewat Awi Awi Mandiri untuk memasuki pasar internasional dengan mengadeng sejumlah wirausaha muda.
.
Tari Saman
Tari Saman berasal dari Gayo Lues, sekarang tidak hanya menjadi milik warga Gayo tetapi juga Aceh, Indonesia, dan bahkan dunia. Tari Saman biasanya dibuka dengan lantunan syair berisi puji syukur kepada Tuhan. Syair menggunakan bahasa Gayo. Bersamaan dengan syair yang didendangkan oleh syeh, ribuan penari menggerakkan tubuh ke belakang, lalu dengan cepat tubuh direbahkan ke depan dengan rampak. Gerakan tari saman, yakni tangan kanan-kiri ditepuk ke paha dan dada dengan kepala dimiringkan ke kiri dan kanan. Gerakan yang awalnya bertempo sangat lambat, tiba-tiba menjadi sangat cepat, kemudian kembali melambat.
Tari Saman sering disebut tari tangan seribu karena gerakannya lebih banyak menggunakan tangan. Meski bergerak dengan cepat bersamaan, bahkan saat belasan ribu orang menari bersama, mereka tidak saling bertabrakan. Gerakan itu merupakan cerminan masyarakat Gayo dalam menjaga kehidupan yang mengedepankan kebersamaan, menghindari persinggungan. Tari Saman ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO pada 24 November 2011.
Sumber:
- “Langkan: Tari Saman Didaftarkan Ke UNESCO”. Kompas, 21-09-2010, hal 12.
- “Tanah Air: Harmoni Saman Tak Akan Mati”. Kompas, 09-09-2017, hal 22.
KOMPAS/ZULKARNAINI
Penari saman sebanyak 12.262 orang tampil bersama dalam tari saman kolosal di Stadion Seribu Bukit, Blangkejeren, Kabupaten Gayo Lues, Provinsi Aceh, Minggu (13/8/2017). Tari saman merupakan warisan budaya gayo yang hingga kini terawat. Pada 2011, Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) menetapkan saman sebagai warisan dunia tak benda
Noken
Noken adalah rajutan khas tanah Papua. Noken digunakan sebagai tempat menyimpan bekal makanan seperti ubi dan barang-barang lain. Noken juga disebut rahim kedua karena sebagai tempat untuk membawa bayi sejak dilahirkan. Bahan baku pembuatan noken adalah serat kulit kayu, daun pandan, atau batang anggrek. Noken dibuat dari serat-serat yang diproses menjadi benang untuk dirajut membentuk tas. Perlu waktu 2–3 minggu untuk menyelesaikan satu noken.
Noken di Papua dibuat dari bagian tumbuhan, seperti akar anggrek hutan, kulit kayu berbagai pohon, daun kelapa, atau pelepah kulit sagu. Pembuatan noken oleh mama-mama Papua atau pemakaian noken yang dibebankan di dahi juga menjadi pemandangan menarik yang berpotensi menjadi daya tarik wisata.
Pada 4 Desember 2012 di kota Paris, Perancis, UNESCO menetapkan tas tradisional noken dari Papua sebagai warisan budaya dunia tak benda.
Sumber:
- “Warisan Budaya Dunia: Noken, Tas Anyaman Benang Asli Papua”. Kompas, 12-12-2012, hal 24.
- “Langkan: Noken Papua Warisan Budaya Tak Benda”. Kompas, 08-12-2012, hal 12.
- “Sosrobahu Mulai Digunakan di Mancanegara”. Kompas, 27-04-1995, hlm 2.
- “Pencapaian: Raksasa: Sosrobahu Menjelajah Negeri Asing * Edisi Khusus”. Kompas, 01-01-2000, hlm 30.
KOMPAS/CORNELIUS HELMY HERLAMBANG
Olivia Mambraw (6), siswa Pendidikan Anak Usia Dini Eitej Ah Mahteyi di Kabupaten Manokwari, Papua Barat, memakai kerajinan noken di tubuhnya, Kamis (21/2/2019). Selain berfungsi sebagai tas, noken yang menjadi kerajinan penuh budaya dan nilai luhur masyarakat Papua ini juga digunakan seperti pakaian. Noken adalah salah satu warisan budaya tak benda dunia UNESCO dari Indonesia.
Gamelan
Alat musik gamelan digunakan sebagai salah satu sarana ekspresi budaya, serta sarana membangun relasi antara manusia dan semesta. Gamelan dimainkan dalam orkestra memuat nilai saling menghormati, mengasihi, dan peduli kepada sesama manusia. Indonesia akan terus melestarikan gamelan melalui pendidikan dan pelatihan, secara formal dan nonformal, melalui festival, pawai, pertunjukan, dan pertukaran budaya.
Alat musik gamelan ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan budaya tak benda. Penetapan tersebut berlangsung pada 15 Desember 2012 di Paris, Perancis. Penetapan alat musik gamelan sebagai warisana budaya tak benda menjadi langkah awal untuk mengeksplorasi pengaruh gamelan terhadap perkembangan musik dunia.
Sumber: “Musik Tradisi: UNESCO Akui Gamelan Jadi Warisan Budaya Tak Benda”. Kompas, 16-12-2021, hal 5.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Pentas The Laras of Gamelan “Merah Putih” pimpinan produksi Heri Lentho tampil di Gedung Cak Durasim, Kota Surabaya, Jawa Timur, Rabu (9/3/2022) malam. Selain untuk menyambut Hari Musik Nasional, pentas ini juga untuk mensyukuri penetapan gamelan menjadi warisan budaya tak benda oleh UNESCO pada 15 Desember 2021. Pentas seni tersebut menekankan gamelan yang menyuarakan kebersamaan dalam menjaga keharmonisan sosial di tengah masyarakat.
Tiga Genre Tari Bali
Tiga genre tari tradisi di Bali resmi tercatat sebagai Warisan Budaya Tak Benda Kemanusiaan UNESCO, pada 2 Desember 2015 di Windhoek, Namibia. Tiga genre tari Bali yang diakui adalah tiga tarian dari masing-masing tiga genre tarian Bali, yaitu tari ”Wali” atau sakral yang hanya dipertunjukkan dalam ritual di bagian dalam rumah ibadah pura; tari ”Bebali” adalah jenis tarian semi-sakral yang dipentaskan bersamaan dengan upacara keagamaan di panggung luar pura; dan tari ”Balih-balihan” yang dipentaskan tanpa hubungan langsung dengan upacara atau ritual keagamaan.
Tari Wali yang diakui UNESCO di antaranya adalah, Rejang Dewa, Sanghyang Dedari, dan Baris Upacara. Kemudian, tarian Bebali adalah Topeng Sidhakarya, drama tari Gambuh, dan dramatari Wayang Wong. Sedangkan, tarian Balih-balihan adalah Legong Kraton, Joged Bumbung, dan Barong. Setiap tarian ini dianggap mewakili satu di antara delapan kabupaten dan satu kota di Provinsi Bali.
Tari baris upacara seperti Baris Tumbak, Baris Cina, dan Baris Poleng yang dipentaskan secara ritual, jarang bisa dinikmati publik. Tari Legong yang populer sebagai tarian kebanggaan suatu daerah juga ada yang berfungsi sakral-ritual, misalnya di Desa Ketewel dan Desa Tista. Tari Joged Bumbung adalah tarian rakyat untuk merayakan kesuburan dan kesejahteraan yang digambarkan melalui kegembiraan mengibing.
Tiga genre tari tradisi Bali tersebut merupakan bentuk pengakuan dunia internasional terhadap keberadaan dan makna penting tarian, diharapkan meningkatkan kesadaran warga Indonesia terhadap nilai-nilau luhur tarian Bali tersebut. Warga Indonesia diharapkan dapat melestarikan tiga genre tari Bali di masa yang akan datang.
Sumber: “Pengakuan Budaya: Tari Bali Jadi Warisan Dunia UNESCO”. Kompas, 04-12-2015, hal 12.
KOMPAS/NAWA TUNGGAL
Tari Rejang Dewa ditarikan beberapa perempuan. Tari Rejang Dewa sebagai tarian sakral dipentaskan Bengkel Tari AyuBulan, Minggu (12/2/2017) di Galeri Indonesia Kaya, Jakarta. Tarian ini bagian dari Tari Rejang seni tradisional Bali yang mendapat pengakuan Badan Perserikatan Bangsa-bangsa UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia Tak Benda pada Desember 2015, selain delapan tarian tradisional Bali lainnya meliputi Tari Legong, Baris, Sanghyang, Topeng, Barong, Gambuh, Wayang Wong, dan Joged.
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA
Suasana pergelaran seni dalam parade kesenian palegongan di Gedung Dharma Negara Alaya, Kota Denpasar, Kamis (24/2/2022). Tari legong keraton sebagai salah satu tari Bali itu mendapatkan pengakuan dari Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) pada 2015 sebagai warisan budaya tak benda dari Indonesia.
Seni Merakit Pinisi
Istilah “pinisi” sendiri diduga kuat sebagai pelesetan dari kata “pinnace” yang dalam bahasa Inggris menunjuk sebuah kapal layar. Ketika orang-orang Eropa, pada sekitar 400 tahun lalu, menjelajahi Nusantara untuk memperoleh rempah-rempah, rupanya sempat terjadi transformasi teknologi kemaritiman antara pelayar Eropa dengan pelaut Bugis-Makassar.
Perahu pinisi adalah perahu niaga jarak jauh yang berasal dari Sulawesi Selatan dan dibuat oleh orang Bugis Makassar. Teknik pembuatan perahu tradisional pinisi, yang dipimpin Panrita Lopi (ahli kapal), cukup unik karena tidak menggunakan gambar teknis, dindingnya dibuat terlebih dahulu baru kemudian diberi kerangka, sambungannya tidak menggunakan paku, tetapi pasak kayu dan kulit kayu untuk menutupi celah-celah dinding.
Perahu pinisi pertama serta si bule yang bernama Martin Perrot itu dilihat dan ditemui oleh seorang nakhoda Inggris pada tahun 1846 ketika berlabuh di Kuala Trengganu. Ciri khas kapal tradisional ini mempunyai dua tiang layar utama dan tujuh buah layar. Tiga layar dipasang di ujung depan, dua layar di bagian depan, dan dua layar lagi dipasang di bagian belakang kapal. Keahlian membuat pinisi merupakan kearifan lokal yang diwarisi dari leluhur. Pinisi dibuat dari kepingan-kepingan papan dengan peralatan sederhana berdasarkan aturan teknologi tradisional dan ritual tertentu sehingga keberadaannya pun sarat makna, simbol, dan nilai filosofi.
Tahapan perakitan perahu pinisi di antaranya adalah, pembuatan Lunas yang merupakan konstruksi kapal letaknya terbawah dalam kapa; pembuatan badan perahu di mana membuat lambung kapal untuk menampung penumpang dan perlengkapan; serta pembuatan dinding dan rangka, geladak kegiatan menutup seluruh badan kapal, dan peluncuran .
Perahu pinisi berfungsi ketangguhan di antaranya, dalam beberapa pelayaran besar ke Kanada, Jepang, dan sejumlah negara lain. Sejarah juga mencatat pinisi sebagai sarana transportasi andalan penghubung antarpulau di Indonesia.
UNESCO menetapkan seni pembuatan perahu pinisi sebagai warisan budaya tak benda dunia, pada 7 Desember 2017 di Pulau Jeju, Korea Selatan. Dengan keputusan ini, dunia mengakui seni pembuatan perahu pinisi sebagai warisan nenek moyang Indonesia yang masih dilestarikan. Penetapan ini membawa konsekuensi bagi Indonesia untuk menjaga ketersediaan bahan baku pembuatan perahu pinisi. UNESCO juga menilai perlu transmisi nilai tentang teknik dan seni pembuatan perahu tradisional ini kepada generasi muda.
Sumber:
- “Dunia Akui Seni Kriya Pinisi*Delapan Elemen Budaya Indonesia Terdaftar di UNESCO”. Kompas, 08-12-2017, hal 11.
- “Pencapaian: Pinisi & Kearifan Tradisi * Edisi Khusus”. Kompas, 01-01-2000, hal 11.
KOMPAS/LUCKY PRANSISKA
Suasana pembuatan perahu pinisi di Tana Beru, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, beberapa waktu lalu. Bulukumba merupakan salah satu sentra pembuatan kapal pinisi yang terkenal di seluruh dunia. Beberapa negara di Eropa, Amerika, dan Afrika pernah memesan perahu dari daerah ini. UNESCO menetapkan seni pembuatan perahu pinisi sebagai warisan budaya tak benda dunia, Kamis (7/12/2009).
Pencak Silat
Pencak silat adalah sebuah bentuk dari seni bela diri yang memiliki beberapa aliran berkembang di Indonesia. Upaya yang dilakukan untuk mendapatkan pengakuan sebagai warisan dunia tak benda oleh UNESCO, di antaranya melalui penyebarluasan konten video gerak dasar pencak silat bagi peserta didik.
UNESCO pada tanggal 12 Desember 2019 di Bogota, Kolombia, secara resmi telah mengakui tradisi pencak silat sebagai warisan budaya tak benda untuk kemanusiaan. Penetapan ini sebagai salah satu ajang promosi Indonesia terhadap tradisi pencak silat di dunia. Selain itu, merupakan salah satu cara untuk pelestarian tradisi pencak silat dan bisa dimungkinkan menambah jumlah perguruan silat yang ada di mancanegara.
Aspek penilaian terhadap tradisi pencak silat oleh UNESCO, di antaranya atraksi kebudayaan maupun penanaman karakter dan menjaga kesehatan. Hingga tahun 2019, yang terdaftar di UNESCO adalah tradisi pencak silat dari Sumatera Barat, Riau, DKI Jakarta, Banten, Bali, dan Jawa Barat. Tidak tertutup kemungkinan akan masuk tradisi pencak silat dari wilayah lain. Kelebihan tradisi pencak silat Nusantara ialah adanya berbagai aliran yang lahir di akar rumput.
Sumber:
- “Tradisi Pencak Silat”. Kompas, 14-12-2019, hal 9.
- “Langkan: Tradisi Pencak Silat Terus Disebarluaskan”. Kompas, 14-12-2020, hal 9.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Suasana penyelenggaraan Festival Pencak Silat Seni Tradisi Kebun Raya Cup I di Taman Reinwart-Ecodome Kebun Raya Bogor, Kota Bogor, Jawa Barat, Sabtu (20/8/2022). Festival Pencak Silat Seni Tradisi Kebun Raya Cup I ini diikuti lebih dari 400 pesilat dari 67 perguruan silat di Jawa Barat dan Banten. Selain menjadi ajang kompetisi dan silaturahmi antar perguruan pencak silat, acara ini juga menjadi salah satu upaya regenerasi pesilat-pesilat dalam ajang kompetisi. Pencak silat juga merupakan Warisan Budaya Dunia Tak Benda dari Indonesia yang diakui oleh UNESCO pada 2019 silam.
Pantun
Tradisi pantun resmi dinyatakan sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO pada Desember 2020. Penetapan pantun sebagai warisan budaya tak benda patut disertai tanggung jawab untuk melestarikannya. Itu sebabnya masyarakat, terutama generasi muda, perlu mengenal dan memahami pantun.
Pantun mulanya adalah tradisi lisan yang diwariskan turun-temurun. Pantun lalu berkembang menjadi tradisi tulis dan kini berkembang dalam beragam bentuk, baik format digital maupun pertunjukan teater. Pantun menjadi media komunikasi masyarakat untuk menyampaikan pesan, nasihat, kelakar, hingga pendidikan moral. Pesan yang disampaikan lewat pantun umumnya menekankan keseimbangan dan harmoni hubungan antarmanusia.
Pantun memiliki 4 baris, di mana baris pertama dan kedua merupakan sampiran serta baris ketiga dan keempat adalah isi. Pakem pantun adalah bersajak A-B-A-B. Pakem A-A-A-A dapat digunakan, tetapi dinilai kurang indah karena sampiran dan isi menjadi sulit dibedakan.
Sumber: “Warisan Budaya: Rawat Kembali Tradisi Pantun Sesuai Zaman”. Kompas, 28-09-2021, hal 5.