Tokoh

Retno Marsudi

Retno Marsudi mencatatkan namanya sebagai menteri luar negeri perempuan pertama di Indonesia. Pencapaian itu buah dari hasil kerja kerasnya menggeluti hubungan diplomatik internasional di lingkungan Kementerian Luar Negeri selepas lulus kuliah.

Fakta Singkat

Nama Lengkap
Retno Lestari Priansari Marsudi, S.H., LL.M.

Lahir
Semarang, 27 November 1962

Almamater
Universitas Gadjah Mada
Haagsche Hooge School

Jabatan Terkini
Menteri Luar Negeri Kabinet Indonesia Maju (2019-2024)

Retno Marsudi membuktikan bahwa urusan diplomatik antarnegara tidak hanya urusan laki-laki. Berkat kepiawaiannya menjalin hubungan kerja sama Indonesia dengan negara lain, Presiden Jokowi menunjuknya sebagai Menteri Luar Negeri 2014-2019, jabatan yang sepanjang sejarah setelah Indonesia merdeka selalu diisi laki-laki. Di periode kedua Presiden Jokowi, Retno kembali dipercaya menjabat menteri Menteri Luar Negeri Kabinet Indonesia Maju periode 2019—2024.

Kepercayaan yang Retno peroleh untuk menjabat sebagai Menteri Luar Negeri bukanlah tanpa dasar. Hampir seluruh karier profesionalnya dihabiskan di lingkungan kementerian luar negeri. Setelah menyelesaikan kuliah di Universitas Gadjah Mada, ia langsung mengabdikan ilmunya di lembaga tersebut. Beberapa jabatan bergengsi pernah ia emban. Di antaranya, dua kali mengemban tugas sebagai Duta Besar Republik Indonesia.

Pertama, Retno Marsudi menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Kerajaan Norwegia dan Republik Islandia tahun 2005—2008. Kedua, ia pernah mengemban tugas sebagai Duta Besar RI untuk Kerajaan Belada pada tahun 2012—2014.

Soal kariernya dalam urusan diplomatik sebagai perempuan, meski kebanyakan urusan ini dipegang oleh laki-laki, Retno pernah berkomentar, “Dalam praktik, perempuan justru memiliki banyak kekuatan yang mendukung diplomasi, seperti loyalitas, ketelitian, kesabaran, dan kehati-hatian.” (Kompas, 22/2/20)

Selalu juara kelas

Retno Marsudi lahir di Semarang pada tanggal 27 November 1962. Ayahnya Moch. Sidik merupakan seorang guru SMA dan salah satu veteran yang pernah menjadi tentara pelajar, sementara ibunya bernama Retno Werdiningsih adalah pegawai di SMA swasta di Semarang. Retno Lestari Priansari atau biasa dipanggil Tari adalah anak sulung dari lima bersaudara.

Pendidikan dasar hingga menengah Tari ditamatkan di kota kelahirannya, Semarang. Sejak SD hingga SMP, ia termasuk siswa berprestasi dan selalu menjadi juara kelas. Dia tetap mempertahankan prestasinya itu saat menimba pendidikan di SMA 3 Semarang dan lulus tahun 1981. Pencapaian ini bisa dilihat sebagai cerminan determinasi serta kecerdasan intelektual yang tinggi seorang Tari muda. Hal yang menjadi modal besar baginya, sebab sejak awal ia bercita-cita menjadi seorang diplomat.

Cita-cita itulah yang mengantar Tari, sapaannya waktu itu, untuk mendaftarkan diri masuk jurusan Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada. Dalam studi S-1 ini, Retno kembali membuktikan kecerdasannya dengan berhasil mendapatkan gelar sarjananya hanya dalam waktu 3,5 tahun dengan predikat cum laude dan ia juga tercatat sebagai lulusan Fisipol tercepat tahun 1985.

Cita-cita besar dan usaha kerasnya tak perlu menunggu lama untuk membuahkan hasil. Bertepatan dengan selesai kuliahnya, Departemen Luar Negeri menyeleksi calon diplomat langsung di 10 universitas besar, salah satunya adalah UGM. Dalam seleksi, Retno terpilih sebagai kandidat diplomat dan dia langsung diterima bekerja di lingkungan Departemen Luar Negeri. Retno pun hijrah ke Jakarta untuk belajar diplomasi di kementerian tersebut.

Semangat dan kesungguhan terus Retno tunjukkan dalam semasa pendidikan diplomat. Dia senantiasa masuk dalam kategori tiga besar terbaik. Hal yang tentu mendukung perjalanan kariernya sebagai diplomat. Merasa belum cukup, untuk memperdalam ilmunya tentang diplomasi internasional, Retno melanjutkan studi ke Program Studi Undang-Undang Uni Eropa di Haagse Hogeschool, Den Haag pada tahun 2000.

Tidak berhenti di situ, Retno sempat belajar sebagai mahasiswa tamu Jurusan HAM Universitas Oslo pada tahun 2006. Kala itu ia sudah menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Norwegia dan Islandia.

Kesuksesan Retno Priansari dalam jenjang pendidikan dan pijakan karier dibarengi dengan kebahagiaan dalam kehidupan pribadi. Ia menikah dengan Agus Marsudi, seorang arsitek yang juga alumnus UGM. Sejak saat itu ia lebih dikenal dengan nama Retno Marsudi. Dari pernikahan itu ia dikaruniai dua orang putra yakni Dyota Marsudi dan Bagas Marsudi.

Dalam sebuah wawancara Retno mengaku suaminya sangat mendukung kariernya sebagai diplomat. Selain itu, mereka punya hobi naik gunung. Bahkan pasangan diplomat  dan arsitek itu punya agenda naik Gunung Merapi selama sekali setahun (Kompas, 22/2/2007).

Karier

KOMPAS/HERU SRI KUMORO (KUM)

Perjalanan karier Retno Marsudi layaknya pengejawantahan dari ketekunan dan determinasi. Ketekunan nampak dari visinya atas cita-cita sebagai seorang diplomat yang ia jalani dengan setia dari jenjang paling rendah hingga paling tinggi. Determinasi nampak dari semangatnya untuk terus menjadi yang terbaik.

Segera setelah lulus dari pendidikan sarjana, Retno memulai kariernya di lingkungan Departemen Luar Negeri. Dia mengawali karier pada 1986 sebagai staf di Biro Analisa dan Evaluasi untuk kerja sama ASEAN. Adapun karier diplomatnya diawali di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Australia di Canberra pada tahun 1990—1994. Selanjutnya sejak tahun 1997 hingga 2001 dia bertugas di KBRI Den Haag, Belanda.

Kariernya kemudian meningkat saat ia menjabat sebagai Direktur Kerja Sama Intra dan Antarregional Amerika dan Eropa pada tahun 2001 hingga 2003. Selanjutnya, pada tahun 2003 hingga 2005 ia menjabat sebagai Direktur Eropa Barat.

Puncak karier diplomat sebagai duta besar ia raih di usia yang masih relatif muda, 42 tahun. Dia dipercaya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi Duta Besar RI untuk Norwegia dan Islandia sejak tahun 2005. Ia dilantik oleh Presiden SBY sebagai Duta Besar bersama 19 Dubes yang lain pada tanggal 11 November 2005.

Salah satu agenda penting Retno ketika menjabat sebagai Dubes RI di Norwegia adalah mempromosikan pariwisata Indonesia. Pertimbangannya, pariwisata merupakan penghasil devisa kedua setelah migas. Keyakinannya yang lain adalah pariwisata merupakan salah satu sektor yang relatif aman dari krisis.

Harian Kompas

Edisi 22 Februari 2007

Hal konkret yang dia lakukan untuk mendukung agendanya itu adalah pengurusan visa kilat atau “satu hari pengurusan visa”. “”Enggak jarang orang yang mengurus visa ke KBRI sudah bawa koper. Jadi, begitu selesai, langsung berangkat ke bandara,” tutur Retno (Kompas, 22/2/2007).

Tugas sebagai Dubes RI di Oslo itu ia emban hingga tahun 2008. Pada tahun 2008, Retno menjabat sebagai Direktur Jenderal Amerika dan Eropa di lingkungan Kementerian Luar Negeri. Jabatan itu dia pegang hingga tahun 2012.

Tahun 2012,  Retno kembali menjalankan peran sebagai Duta Besar, kali ini untuk Belanda, negara yang tak asing baginya. Pasalnya, dia pernah bertugas di Den Haag sebagai Kepala Bidang Ekonomi KBRI Belanda di awal kariernya sebagai diplomat. Budaya dan pariwisata tetap menjadi senjata utamanya dalam mempromosikan Indonesia.

Segmen budaya yang menjadi perhatian Retno adalah kuliner. ”Tahun lalu kami mulai membuat panduan kuliner Indonesia di Belanda, ditaruh di hotel, stasiun, dan bandara. Saya ingin Eropa mengenal Indonesia bukan hanya karena sentimen masa lalu, melainkan juga menguatkan citra Indonesia saat ini dan ke depan,” tutur Retno (Kompas, 22/2/2013).

Pengalaman mumpuni malang melintang dalam urusan diplomasi antarnegara membuat Presiden Jokowi tidak ragu untuk menunjuk Retno Marsudi sebagai Menteri Luar Negeri Pada Oktober 2014. Penunjukan itu membuat Retno benar-benar mencapai puncak kariernya dalam urusan diplomasi antarnegara. Dia juga mencatatkan sejarah sebagai Menlu perempuan pertama Indonesia.

Menurut Retno Marsudi, salah satu kunci utama untuk bisa berdiplomasi dengan baik bersama negara-negara lain adalah kebanggaan terhadap Indonesia dan menghilangkan sikap minder. “Saya katakan, kita ini negara gede (besar), kita ini gede, kita ini gede. Semangat seperti itu harus terus-menerus kita suntikkan kepada anak-anak sejak dini,” ujarnya (Kompas, 3/11/2014).

Setelah Kabinet Kerja berakhir pada tahun 2019, ternyata tidak berarti Retno akan beristirahat dalam urusan diplomatik luar negeri. Sebab Presiden Jokowi yang terpilih kembali menjadi Presiden, tetap memercayakan posisi Menteri Luar Negeri kepada Retno Marsudi. Dia dilantik sebagai Menlu Kabinet Indonesia Maju periode 2019—2024 pada Oktober 2019.

Baca juga:

“Pandemi Jadi Batu Uji bagi Diplomasi” (Kompas, 19/08/2020)

Penghargaan

Daftar Penghargaan

Internasional/Asing:

  • The Order of Merit (Grand Officer – the Second Highest Decoration), Norwegia, Desember 2011.
  • The Ridder Grootkruis di de Orde van Oranje-Nassau, Belanda, 12 Januari 2015.
  • Penghargaan “Agen Perubahan” dari PBB untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan (UN Women), 21 September 2017.
  • “El Sol del Peru” (“Matahari Peru”), Peru, 24 Mei 2018.

Indonesia:

  • Penghargaan Perlindungan Buruh Migran dari Serikat Buruh Migran Indonesia, 18 Desember 2017.
  • Elle Style Awards 2018, kategori Outstanding Achievement, Oktober 2018.
  • Penghargaan Tokoh Publik Terbaik, dari iNews Indonesia Awards 2018, 15 November 2018.
  • “Anugerah Perhumas Indonesia Tahun 2018″ (Penghargaan Hubungan Masyarakat untuk 2018), untuk kategori Pejabat Pemerintah, 10 Desember 2018.
  • Penghargaan Khusus untuk Pemimpin Diplomasi Kemanusiaan dari PKPU Human Initiative, 19 Desember 2018.

Selama menjabat Menlu, sejumlah penghargaan dari luar negeri dan dalam negeri pernah diraihnya. Tahun 2017, Retno meraih penghargaan Agen Perubahan : Pejuang Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan oleh Badan Perempuan PBB dan Forum Kemitraan Global.

Deputi Direktur Eksekutif Badan Perempuan PBB Lakhsmi Puri, yang menyerahkan trofi penghargaan tersebut, mengakui sosok Retno layak dijadikan inspirasi. ”Setelah bertahun-tahun melayani publik, dia menjadi inspirasi dan contoh model bagi perempuan di Indonesia dan seluruh dunia. Di bawah kepemimpinannya, diplomasi Indonesia memperjuangkan persamaan gender di forum regional dan dunia,” kata Puri (Kompas, 22/9/2017)

Penghargaan bertaraf internasional lain diterima Retno Marsudi adalah El Sol den Peru atau Matahari Peru. Penghargaan ini Retno terima pada tanggal 23 Mei 2018 atas upayanya memajukan hubungan dan kerja sama bilateral antara Indonesia dan Peru.

Tidak hanya urusan bilateral elite, energi positif dan perhatian Retno pun tercurah kepada kemanusiaan, terkhusus dalam perhatiannya terhadap buruh migran. Serikat Buruh Migran Indonesia pernah mengganjarnya Penghargaan Perlindungan Buruh Migran pada Desember 2017.

Dalam urusan pemerintahan di dalam negeri, Retno mendapat Anugerah Perhumas Indonesia Tahun 2018 atau Penghargaan Hubungan Masyarakat 2018 untuk kategori Pejabat Pemerintah. Penghargaan ini ia peroleh pada 10 Desember 2018.

Tak hanya penghargaan pribadi, Retno juga mengharumkan nama Indonesia di tingkat global. Berkat kerja keras lembaga yang dipimpinnya, Indonesia terpilih menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB periode 2019-2020. Tak hanya itu, Indonesia juga kembali terpilih sebagai anggota Dewan  HAM PBB periode 2020-2022.

KEMENLU

Menteri Luar Negeri RI, Retno L.P. Marsudi, Rabu (23/5/2018) menerima penghargaan El Sol den Peru atau Matahari Peru.

Diplomasi kerupuk

Kesederhanaan menjadi salah satu ciri khas Retno Marsudi ketika membawakan diri dalam pergaulan Internasional. Salah satu cerminan gaya itu adalah diplomasi kerupuk yang dia pegang. Selain sebagai penggemar kerupuk secara pribadi, Retno berceloteh bahwa kerupuk adalah bagian dari culinary diplomacy.

”Kerupuk jadi bagian dari culinary diplomacy kami. Di jamuan kepresidenan pun, kerupuk ada. Di piring, di sisi kiri bersama kacang,” kata Retno. Hal ini ia mulai sejak menjabat sebagai Dubes RI untuk negara sahabat Indonesia. Dalam jamuan internasional, piring di sisi kiri yang biasanya diisi roti diganti dengan kerupuk.

Bagi Retno, kerupuk seakan menjadi menu “resmi” dalam jamuan resmi internasional versi Indonesia. ”Di piring itu, biasanya ada tiga macam, yakni kerupuk udang, emping, dan rempeyek kacang. Saya menerjemahkannya kepada tamu sebagai crackers,” kata Retno (Kompas, 24/1/2016).

Baca juga:

Wawancara Kompas dengan Menlu Retno LP Marsudi tentang “Diplomasi RI, Konsisten, dan Adaptif” (Kompas, 19/08/2020)

KEMENLU RI

Menlu RI Retno LP Marsudi dalam pertemuan di markas DK PBB di New York, AS, Rabu (22/5/2019),

Selain kerupuk, Retno juga kerap memperkenalkan batik Indonesia dalam diplomasinya.  Ketika memimpin sidang Dewan Keamanan (DK) PBB Mei 2019 misalnya, Retno dan para delegasi dari berbagai negara mengenakan batik dalam sidang tersebut.

Dipilihnya batik sebagai dress code sidang itu merupakan bentuk penghormatan para anggota Dewan Keamanan PBB bagi Indonesia sebagai Presiden DK PBB selama Mei 2019. Sejak Indonesia memulai tugas sebagai Presiden Dewan Keamanan PBB pada 1 Mei 2019, beragam corak batik dan hiasan tradisional Indonesia pun mewarnai sejumlah ruangan di DK PBB, termasuk ruang Presiden Dewan Keamanan selama waktu tersebut (Kompas, 9/5/2019).

Referensi

Arsip Kompas

Biodata

Nama

Retno Lestari Priansari Marsudi, S.H., LL.M.

Lahir

Semarang, 27 November 1962

Jabatan

Menteri Luar Negeri Kabinet Indonesia Maju (2019-2024)

Pendidikan

  • SMA Negeri 3 Semarang (1981)
  • S-1 Jurusan Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada (1985)
  • S-2 Jurusan Hukum Uni Eropa Haagsche Hooge School (2000)
  • Mahasiswa tamu Kajian HAM Universitas Oslo (2006)

Karier

  • Menteri Luar Negeri, Oktober 2014 – sekarang.
  • Duta Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Belanda, 2012 – 2014.
  • Direktur Jenderal Amerika dan Eropa, 2008 – 2012.
  • Duta Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Norwegia dan Republik Islandia, 2005 – 2008.
  • Direktur Eropa Barat, 2003-2005.
  • Direktur Kerjasama Intra dan Antar Regional Amerika dan Eropa, 2001-2003.
  • Bertugas di Kedutaan Besar Indonesia di Canberra (1990-1994) dan di Den Haag (1997-2001)

Penghargaan

Internasional/asing

  • The Order of Merit (Grand Officer – the Second Highest Decoration), Norwegia, Desember 2011.
  • The Ridder Grootkruis di de Orde van Oranje-Nassau, Belanda, 12 Januari 2015.
  • Penghargaan “Agen Perubahan” dari PBB untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan (UN Women), 21 September 2017.
  • “El Sol del Peru” (“Matahari Peru”), Peru, 24 Mei 2018.

Indonesia

  • Penghargaan Perlindungan Buruh Migran dari Serikat Buruh Migran Indonesia, 18 Desember 2017.
  • Elle Style Awards 2018, kategori Outstanding Achievement, Oktober 2018.
  • Penghargaan Tokoh Publik Terbaik, dari iNews Indonesia Awards 2018, 15 November 2018.
  • “Anugerah Perhumas Indonesia Tahun 2018″ (Penghargaan Hubungan Masyarakat untuk 2018), untuk kategori Pejabat Pemerintah, 10 Desember 2018.
  • Penghargaan Khusus untuk Pemimpin Diplomasi Kemanusiaan dari PKPU Human Initiative, 19 Desember 2018.

Keluarga

Suami

Anak

Agus Marsudi

  • Dyota Marsudi (lahir 1989)
  • Bagas Marsudi (lahir 1993)

Sumber : Litbang Kompas