Paparan Topik | Bahan Pokok

Beras: Sejarah, Produksi, Konsumsi, dan Impor Indonesia

Beras dikonsumsi cukup merata oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia sehingga dijadikan sebagai bahan pokok utama. Sayangnya, tingginya tingkat konsumsi beras nasional tidak diimbangi dengan peningkatan produksi yang membuat Indonesia menjadi salah satu importir beras terbesar di dunia.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Buruh mengaduk beras yang baru tiba di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Senin (10/2/2020). Badan Pusat Statistik mencatat produksi beras sepanjang tahun 2019 sebesar 31,31 juta ton, turun 7,75 persen dari produksi tahun sebelumnya yang mencapai 33,94 juta ton.

Fakta Singkat

  • Tanaman padi yang menghasilkan beras sudah dibudidayakan sejak ribuan tahun lalu di China, India, dan kawasan Asia Tenggara
  • Indonesia produsen beras terbesar ketiga dunia setelah China dan India
  • Produksi padi dunia menempati urutan ketiga dari semua serealia setelah jagung dan gandum
  • Produksi beras Indonesia tiap tahun rata-rata 32 juta ton
  • Sentra produksi beras nasional yakni Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan
  • Konsumsi beras penduduk Indonesia salah satu tertinggi di dunia, yakni 111,58 kilogram per kapita per tahun
  • Indonesia menjadi salah satu importir beras terbesar di dunia sejak tahun 1998.
  • Volume impor beras tertinggi pada tahun 2011 dan 2018 mencapai lebih dari 2 juta ton, sementara terendah pada 2004 dan 2005 yakni di bawah 200 ribu ton

Tanaman padi, dalam bahasa latin disebut Oryza Sativa, yang menghasilkan bahan makanan beras adalah tanaman sereal. Tanaman ini menjadi tanaman paling penting di negara berkembang terutama di Asia dan menjadi makanan pokok lebih dari setengah populasi dunia.

Karena sejarah panjang budidaya dan seleksi, tanaman padi telah beradaptasi dan dapat tumbuh di berbagai tanah dari lahan basah hingga lereng berbukit yang kering. Kemampuan beradaptasi itu menyebabkan padi ditanam di lebih dari 100 negara di semua benua kecuali Antartika. Kemampuan adaptasinya membentang dari ketinggian permukaan laut hingga 3.000 meter.

Manusia telah menanam padi selama ribuan tahun, tidak mengherankan bahwa tak ada konsensus ilmiah tentang di mana tanaman itu pertama kali dijinakkan. Persaingan klaim asal usul tanaman itu pertama kali dibudidayakan datang dari India, Cina, dan wilayah Asia Tenggara.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Pekerja menurunkan beras impor yang didatangkan dari Vietnam menggunakan kapal My Vuong melalui Pelabuhan Tanjung Priok di gudang milik Perum Bulog Divisi Regional Jakarta-Banten, di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, Selasa (13/11/2012). Sebanyak 13.100 ton beras impor dari Vietnam akan masuk ke gudang Bulog.

Sejarah

Dalam buku Rice in Human Nutrition terbitan Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO), disebutkan lokasi geografis asal usul domestikasi padi belum diketahui secara pasti. Konsensus umum adalah bahwa domestikasi beras terjadi secara independen di Cina, India dan Indonesia, sehingga menimbulkan tiga jenis beras: sinica (juga dikenal sebagai japonica), indica dan javanica.

Ada indikasi bahwa padi dibudidayakan di India antara tahun 1500 dan 2000 SM dan di Indonesia sekitar tahun 1648 SM. Temuan arkeologis menunjukkan bahwa padi tropis atau indica dibudidayakan di Ho-mu-tu, Provinsi Chekiang, Cina setidaknya 7.000 tahun yang lalu. Sisa-sisa beras sedang atau sinica (japonica) dengan umur yang sama ditemukan di Lou-jia-jiao, juga di Provinsi Chekiang, China.

Padi kemudian menyebar dengan cepat dari habitat tropis (Asia selatan dan tenggara) dan subtropis (barat daya dan selatan Cina) ke ketinggian dan garis lintang yang jauh lebih tinggi di Asia. Padi mencapai Jepang baru-baru sekitar 2.300 tahun yang lalu.

Selanjutnya, padi dibudidayakan di Eropa dari abad kedelapan di Portugal dan Spanyol dan pada abad kesembilan hingga kesepuluh di Italia selatan. Sementara penanaman padi sudah ada di Carolina Selatan di Amerika Serikat sekitar tahun 1690. Dalam kurun enam abad terakhir, padi kemudian diperkenalkan ke Afrika Barat, Amerika Utara dan Australia.

Sementara dalam Ensiklopedia Britanica, disebutkan bukti budidaya padi awal, terdapat di Asia termasuk Cina, India, dan peradaban Asia Tenggara. Namun, bukti arkeologi paling awal berasal dari Cina tengah dan timur dan berasal dari 7000–5000 SM.

Tanaman padi biasanya dikelompokkan ke dalam kelompok japonica, indica, dan javanica. Berdasarkan jejak arkeologi, padi japonica pertama kali didomestifikasi di lembah Yangtze di China bagian selatan sekitar 9.000 tahun lalu. Sementara itu padi indica mulai dibudidayakan di lembah Sungai Gangga sekitar 5.000 tahun lalu.

Padi japonica kemudian terdiversifikasi menjadi varietas padi beriklim subtropis dan tropis karena migrasi. Varietas padi beriklim sedang berkembang menyebar di China bagian utara, Korea, dan Jepang. Sementara varietas tropis menyebar ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia, dan kemudian variannya menjadi javanica.

Sementara itu, padi indica didomestifkasi pertama kali di lembah Gangga, India, sekitar 4.000 tahun lalu. Hingga 2.000 tahun kemudian padi tersebut dibawa ke China dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, pada era perdagangan.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Buruh tani menjemur gabah di area persawahan di kawasan Kunciran Jaya, Kota Tangerang, Banten, Jumat (15/5/2020). Gabah kering petani dengan jenis padi IR-64 ini diserap pasar dengan harga Rp. 4000 per kilogram. Dalam rapat terbatas beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo menyoroti ketersediaan dan stabilitas harga bahan pangan serta peringatan FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian) mengenai krisis bahan pangan karena Covid-19. Menurut catatan Kompas, sejumlah daerah khususnya di daerah bagian timur mulai kekurangan bahan pangan karena Covid-19.

Awal mula di Indonesia

Di Indonesia sendiri, padi mempunyai sejarah panjang sebagai makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia. Tak hanya bernilai sebagai bahan makanan saja, beras juga menjadi bagian budaya di Indonesia.

Tanaman yang memiliki nama Latin Oryza Sativa ini diperkirakan sudah menjadi makanan pokok bangsa ini sejak masa kerajaan Hindu-Budha di Nusantara. Menurut hasil penelitian para arkeologi bidang pangan ditemukan dua peninggalan sejarah mengenai padi. Pertama, ada ahli yang mengatakan bahwa padi adalah tanaman endemik asli Nusantara, kedua padi dibawa oleh orang China dan India.

Secara arkeologis, jejak padi di Nusantara sejak ribuan tahun lalu memang masih samar. Sejumlah bukti tertua di antaranya ditemukan jejak sekam padi di situs perapian di Goa Maros, Sulawesi Selatan yang bertanggal sekitar 500 M dan ditemukan juga jejak padi berumur 2000 SM dari lokasi yang sama.

Bukti bahwa padi sudah dibudidayakan di Indonesia juga ditemukan di relief candi-candi di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Relief Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah misalnya, menggambarkan tanaman padi dan hama tikus serta petani yang duduk di bawah lumbung padi. Sementara di Trowulan, Jawa Timur ditemukan relief yang mengambarkan hamparan padi di sawah.

Sistem sawah untuk penanaman padi yang dikenal saat ini pertama kali diduga dikembangkan di China. Cara ini membuat air menjadi awet untuk waktu yang lebih lama dan menghilangkan tumbuhan-tumbuhan gulma sehingga padi tumbuh baik. Tidak diketahui kapan mulai digunakannya sistem sawah itu, beberapa literatur menyebutkan awal mula teknologi sawah dari China dan kemudian berkembang di India.

Di Indonesia sendiri, sistem itu diduga dibawa dari India dan sudah ada sejak masa Hindu – Budha seperti tergambar dalam relief-relief candi di Jateng dan Jatim. Selain itu,  sejumlah kakawin dan kidung berbahasa Jawa Kuno (abad ke-8-14) telah menyebut keberadaan sawah. Di dalam kakawin itu dikisahkan, raja mendatangi kawasan pedesaan dan melihat sejumlah orang menanam padi.

Pada masa kolonial, tanaman padi merupakan hasil bumi yang dihasilkan oleh mayoritas penduduk Jawa karena tanaman itu merupakan bahan makanan pokok penduduk Jawa. Namun, tidak semua penduduk menanam padi, melainkan tanaman-tanaman tambahan seperti palawija dan sayuran.

Pada masa awal sistem tanam paksa diterapkan, hasil produksi padi di Jawa sangat rendah. Produksi pada tahun 1837 tercatat sebesar 1,2 juta ton. Produksi  itu meningkat menjadi 1,8 juta ton pada tahun 1856. Dalam kurun dua dekade, pertumbuhan produksi tak sampai dua kali lipat, sehingga pulau Jawa mengalami kekurangan pangan dan terjadi bencana kelaparan pada 1883.

Pada tahun 1885, Pemerintah Hindia Belanda membangun irigasi Brantas (Jawa Timur) dan Demak (Jawa Tengah) yang mampu mengairi sawah sekitar 76.800 hektare dan pada 1902 diperluas menjadi 138.400 hektare. Di samping itu, pemerintah Hindia Belanda juga membangun lumbung desa yang berfungsi menyediakan bibit secara murah. Kemudian  Pada 1904, Pemerintah kolonial Belanda mendirikan Volkscrediet Bank (Bank Kredit Rakyat) yang meminjamkan padi untuk digunakan sebagai bibit.

Ekstensifikasi juga dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda untuk mengatasi permasalahan pangan. Ekstensifikasi pertanian membuat luas sawah makin bertambah berkat adanya pembangunan irigasi secara besar-besaran dan juga melakukan impor beras untuk memenuhi tingginya konsumsi beras dari semenanjung Indocina, Burma dan Thailand.

Pada masa kemerdekaan, pemerintah mengeluarkan program-program ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian untuk meningkatkan produksi dan produktivitas padi. Program-program itu, antara lain, Bimas, Insus, dan Supra Insus. Alhasil, pertumbuhan produksi padi nasional sudah bisa melebihi pertumbuhan penduduk. Pada kurun 1967–1978, pertumbuhan produksi padi nasional mencapai 4,34 persen per tahun, sementara pertumbuhan penduduk 2,5 persen per tahun.

Begitu pula pada periode 1979–1987, yaitu periode terjadinya swasembada beras 1984 menunjukkan pola yang sama, yaitu pertumbuhan produksi padi (4,89 persen per tahun) di atas pertumbuhan penduduk (2,17 persen) per tahun.

Kemudian masa reformasi, pada periode 1998–2004 luas panen mengalami penurunan sekitar 0,20 persen per tahun mengakibatkan pertumbuhan produksi 1,16 persen per tahun di bawah pertumbuhan penduduk. Pada kondisi itu, impor beras mencapai hampir 2 juta ton/tahun. Lantas pada 2007–2013, pertumbuhan produksi padi Indonesia kembali meningkat sebesar 3,30 persen per tahun di atas pertumbuhan penduduk 1,33 persen per tahun.

Produksi dunia

Selain di Indonesia, padi juga menjadi makanan pokok negara-negara di benua Asia lainnya seperti China, India, Thailand, Vietnam, dan Bangladesh. Total produksi padi dunia menempati urutan ketiga dari semua serealia setelah jagung dan gandum.

Berdasarkan data statistik yang dipublikasi oleh Food and Agriculture Organization (FAO), produksi beras dunia tersebar di lima benua. Produksi beras itu terutamanya terdapat pada sebagian besar wilayah di Asia Timur, Asia Selatan, dan Amerika Latin.

Negara-negara produsen beras dunia pada umumnya terdapat pada negara-negara di Asia seperti Cina, India, Indonesia, Vietnam, dan Thailand. Negara terbesar produsen beras dunia adalah China disusul India di peringkat kedua. Sementara posisi Indonesia di peringkat ketiga setelah Cina dan India.

Poduksi beras yang cukup tinggi pada negara tersebut menunjukkan pula besarnya permintaan terhadap beras. Permintaan terhadap beras didorong oleh tingginya populasi penduduk di wilayah Asia Timur, Asia Selatan, dan Amerika Latin. Adapun populasi penduduk tertinggi pun terdapat pada beberapa wilayah tersebut misalnya Cina (1.41 miliar), India (1,39 miliar), Indonesia (270 juta), dan Brazil (216 juta).

10 besar produsen padi dunia

Negara Produksi per tahun (juta ton gabah kering giling/GKG) Kontribusi (persen)
Tiongkok 210,9 22,81
India 163,7 21,59
Indonesia 77,95 10,28
Bangladesh 52,92 6,98
Vietnam 43,99 5,80
Thailand 30,1 3,97
Myanmar 25,86 3,41
Filipina 18,61 2,45
Brasil 11,86 1,56
Pakistan 10,59 1,40

Sumber: Kementerian Pertanian RI

Produksi beras dunia sebagian besar dikonsumsi oleh masing-masing penduduk penghasil beras tersebut. Hanya sebagian kecil produksi padi dunia yang diperdagangkan antarnegara, yakni sekitar 5 – 6 persen dari total produksi dunia.

Dari sisi perdagangan internasionalnya, Thailand merupakan eksportir padi utama, yakni sekitar 26 persen dari total padi yang diperdagangkan dunia, kemudian diikuti Vietnam berkontribusi 15 persen dan Amerika Serikat 11 persen. Sementara posisi Indonesia  merupakan pengimpor padi terbesar dunia, yakni 14 persen dari padi yang diperdagangkan di dunia diikuti oleh Bangladesh (4 persen) dan Brazil (3 persen).

Produksi nasional

Produksi beras di wilayah Indonesia tersebar pada berbagai wilayah. Terdapat beberapa sentra produksi beras yang memiliki tingkat produksi cukup tinggi, yakni Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan.

Sentra produksi beras itu memiliki populasi penduduk yang cukup tinggi pula sehingga sejalan dengan produksi beras yang dihasilkannya. Beberapa wilayah yang memiliki populasi penduduk yang cukup tinggi di antaranya adalah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sumatera Utara.

Beberapa wilayah sentra produksi tersebut selanjutnya mendistribusikan surplus berasnya terhadap daerah-daerah lain yang mengalami defisit. Dalam kurun satu dekade terakhir, Jawa Timur mendistribusikan 18 persen produksi berasnya ke daerah lain, sementara Jawa Barat sebesar 16 persen. Adapun Jawa Tengah mendistribusikan sekitar 15 persen produksi berasnya ke daerah lain, Sulawesi Selatan 7 persen, Sumatera Utara dan Sumatera Selatan masing-masing sekitar 5 persen.

Jika dicermati, kontribusi masing-masing pulau terhadap produksi beras secara nasional adalah Pulau Jawa menyumbang terbesar–sebesar 53 persen dari total produksi beras nasional; disusul Sumatera sebesar 23 persen; Sulawesi 11 persen; Kalimantan 7 persen; dan Bali, Nusa Tenggara 5 persen. Adapun sisanya disumbang dari Maluku dan Papua.

Produksi Beras Nasional 2020 dan 2021 (ton)

Provinsi  2020  2021
Aceh 1.007.143 961.077
Sumatera Utara 1.164.435 1.184.040
Sumatera Barat 799.123 784.433
Riau 139.131 127.549
Jambi 222.379 182.326
Sumatera Selatan 1.567.102 1.451.634
Bengkulu 167.793 156.298
Lampung 1.515.678 1.414.052
Kepulauan Bangka Belitung 33.803 41.113
Kepulauan Riau 485 547 62
DKI Jakarta 2.665 2.034
Jawa Barat 5.180.202 5.374.153
Jawa Tengah 5.428.721 5.586.621
DI Yogyakarta 295.771 319.299
Jawa Timur 5.712.597 5.692.143
Banten 937.815 923.354
Bali 298.573 343.057
Nusa Tenggara Barat 746.341 811.655
Nusa Tenggara Timur 422.482 425.920
Kalimantan Barat 457.987 457.179
Kalimantan Tengah 270.628 236.643
Kalimantan Selatan 677.105 613.271
Kalimantan Timur 151.863 139.252
Kalimantan Utara 19.802 22.509
Sulawesi Utara 139.133 128.018
Sulawesi Tengah 465.239 508.941
Sulawesi Selatan 2.687.970 2.941.673
Sulawesi Tenggara 304.385 308.681
Gorontalo 126.444 127.503
Sulawesi Barat 197.150 184.795
Maluku 61.533 64.107
Maluku Utara 24.152 16.134
Papua Barat 14.572 15.118
Papua 94.297 141.079
INDONESIA 31.334.499 31.685.661

Sumber : BPS

Berdasarkan data Kementerian Pertanian (Kementan) yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS), tren produksi padi nasional 2008–2017 cenderung meningkat. Produksi padi pada 2007 tercatat 57,15 juta ton gabah kering giling (GKG), lalu pada 2008 menjadi 60,32 juta ton GKG, dan pada 2009 sebesar 64,39 juta ton GKG.

Pada 2010–2017, data produksi padi nasional  tahun 2010 tercatat 66,47 juta ton GKG, kemudian pada 2011 sebesar 65,75 juta ton GKG, dan 69,05 juta ton GKG pada tahun 2012. Sementara pada 2013, produksi padi meningkat menjadi sebesar 71,28 juta ton GKG, lantas tahun 2014 menurun menjadi 70,84 juta ton GKG.

Trend kenaikan produksi terus berlanjut menjadi 75,39 juta ton GKG pada 2015, kemudian meningkat lagi menjadi 79,36 juta ton GKG, dan 81,38 juta ton GKG pada tahun 2017. Pencapaian tahun 2016 dan 2017 itu mencatatkan rekor tersendiri, yakni produksi tertinggi sejak Indonesia berdiri.

Dengan mengacu angka konversi gabah ke beras yang digunakan Kementan sebesar 58,13 persen, maka produksi beras nasional pada 2007–2017 berturut-turut adalah 33,22 juta ton pada 2007; 33,06 juta ton pada 2008; 37,43 juta ton pada 2009; dan 38,64 juta ton pada 2010.

Adapun produksi beras nasional pada 2011 mencapai 38,22 juta ton; pada 2012 sebanyak 40,14 juta ton; pada 2013 sebanyak 41,43 juta ton; pada 2014 sebanyak 41,18 juta ton; dan pada 2015 mencapai 43,82 juta ton. Selanjutnya pada 2016 dan 2017 masing-masing sebanyak 46,13 juta ton dan 47,30 juta ton.

Selanjutnya produksi padi 2019 mencapai 54,6 juta ton GKG atau setara 31,31 juta ton beras. Lima provinsi yang menjadi sentra produksi beras pada tahun 2019 adalah Jawa Tengah, dengan luas panen 1.678.479 ha menghasilkan padi 9.655.653 ton GKG atau setara 5.539.448 beras; kemudian Jawa Timur dengan luas panen 1.702.426 ha menghasilkan padi 9.580.933,88 ton GKG atau setara 5.496.581 ton beras.

Tiga provinsi lainnya, yakni Jawa Barat, dengan luas panen 1.578.835 ha menghasilkan padi 9.084.957 ton GKG atau setara 5.212.039 ton beras; kemudian disusul Sulawesi Selatan dengan luas panen 1.010.188 ha menghasilkan padi 5.054.166 ton GKH atau setara 2.899.575 ton beras; dan terakhir Sumatera Selatan dengan luas panen 539.316 ha menghasilkan padi 2.603.396 ton GKG atau setara 1.493.568 ton beras.

Perkembang Produksi Padi dan Beras di Indonesia

Tahun Padi (juta ton GKG) Beras (juta ton)
2003 52,14 32,95
2004 54,09 34,18
2005 54,15 34,22
2006 54,45 24,43
2007 57,16 36,12
2008 60,33 38,13
2009 64,40 40,70
2010 66,47 42,01
2011 65,75 41,56
2012 69,05 40,14
2013 71,28 41,43
2014 70,84 41,18
2015 75,39 43,82
2016 79,35 46,13
2017 81,34 47,29
2018 56,54 33,94
2019 54,60 31,31
2020 54,65 31,33
2021 55,27 31,69

Sumber: BPS

Sementara pada 2020, produksi beras sebesar 54.65 juta ton gabah kering giling (GKG) atau mengalami kenaikan sebanyak 45,17 ribu ton atau 0,08 persen jika dibandingkan dengan 2019 yang sebesar 54.60 juta ton GKG. Jika produksi padi dikonversikan menjadi beras, produksi beras pada 2020 sebesar 31,33 juta ton, mengalami kenaikan sebanyak 21.46 ribu ton atau 0.07 persen dibandingkan 2019 yang sebesar 31,31 juta ton.

Sementara produksi padi pada 2021 diperkirakan sebesar 55,27 juta ton GKG mengalami kenaikan sebanyak 620.42 ribu ton atau 1.14 persen dibandingkan produksi padi pada 2020 yang sebesar 54.65 juta ton GKG. Sementara produksi beras pada 2021 diperkirakan sebesar 31.69 juta ton, mengalami kenaikan sebanyak 351.71 ribu ton atau 1,12 persen dibandingkan produksi beras pada 2020 sebesar 31,33 juta ton.

KOMPAS/SUCIPTO

Hamparan padi di Jalan Usaha Tani di Kecamatan Samarinda Utara, Kota Samarinda, Kalimantan Timur, Rabu (4/9/2019). Pemerintah Provinsi Kaltim menargetkan tahun 2023 sudah swasembada beras demi menunjang kebutuhan ibu kota negara baru yang akan dipindahkan ke Kaltim tahun 2024.

Konsumsi beras

Beras adalah makanan pokok di sebagian besar Asia. Rata-rata orang mengkonsumsi beras yang sudah diolah menjadi nasi, yang dikonsumsi sebanyak dua atau tiga kali sehari. Di Asia, rata-rata orang makan hingga 100 kilogram beras setiap tahun. Angka tersebut jauh lebih banyak daripada rata-rata orang Amerika, yang hanya makan 7 kilogram atau rata-rata orang Eropa, yang hanya makan 3 kilogram.

Di Indonesia sendiri, konsumen beras mencakup keseluruhan penduduk Indonesia dan beras dikonsumsi cukup merata oleh keseluruhan masayarakat sehingga menjadikannya sebagai bahan pokok yang paling utama. Sama seperti rata-rata negara Asia yang makanan pokoknya nasi, orang Indonesia juga mengkonsumsi beras, dua atau tiga kali sehari.

Pada tahun 1950, konsumsi beras nasional sebagai sumber karbohidrat baru sekitar 53 persen dari total penduduk namun pada tahun 2011 peningkatannya telah mencapai 90 persen penduduk Indonesia yang mengonsumsi beras sebagai bahan makanan pokok.

Konsumsi rata-rata beras per kapita rakyat Indonesia tertinggi dibandingkan negara Asia lainnya, meski demikian konsumsi beras tersebut cenderung menurun setiap tahun berkat keberhasilan pemerintah menggalakkan diversifikasi pangan dan munculnya kesadaran masyarakat untuk mengonsumsi sumber pangan dengan kandungan karbohidrat yang lebih sehat.

Berdasarkan catatan kementerian pertanian, pada periode 2010–2012, konsumsi beras nasional masih tinggi, yakni adalah 139 kg per kapita selama setahun. Kemudian berdasarkan kajian BPS tahun 2017, konsumsi beras itu menurun menjadi 111,58 kilogram per kapita per tahun.

Tahun 2019, konsumi beras penduduk Indonesia menurut Kementerian Pertanian mencapai 94,9 per kg per kapita per tahun, dan tahun 2020 turun menjadi 92,9 per kg per kapita per tahun. Tahun 2021–2024, Kementerian Pertanian (Kementan) menargetkan tingkat konsumsi beras secara nasional turun sebesar 7 persen menjadi 85 kg per kapita per tahun.

Meski demikian, angka konsumsi itu jauh lebih tinggi daripada konsumsi rata-rata dunia, yaitu sebesar 80–90 kg per kapita selama setahun. Bahkan, negeri tetangga seperti Malaysia dan Thailand konsumsi berasnya berkisar 80 kg per kapita setahun, China 60 kg, Jepang 50 kg, dan Korea 40 kg per kapita per tahun. Tingginya tingkat konsumsi ini membuat ketergantungan Indonesia akan beras impor masih sangat tinggi.

Sebagai bahan makanan pokok, konsumsi beras tidak terpengaruh oleh tingkat pendapatan konsumen. Artinya, pada tingkat pendapatan berapa pun masyarakat masih mempertahankan pola konsumsi beras dan berapa pun harganya masyarakat tetap membelinya untuk kebutuhan sehari-hari.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Seorang ibu dibantu anaknya sedang merontokkan padi di Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Sulawesi Selatan, Kamis (12/9/2013).

Impor beras

Dilihat dari jumlah produksinya, Indonesia merupakan salah satu negara produsen padi terbesar di dunia dengan produksi padi mencapai 60 juta ton atau setara beras 34 juta ton per tahun. Namun tingginya tingkat konsumsi beras nasional, tidak diimbangi dengan peningkatan produksi yang memadai sehingga membuat Indonesia menjadi salah satu importir beras terbesar di dunia sejak tahun 1998.

Dalam dua dekade terakhir, impor beras Indonesia menunjukkan fluktiatif dan kecenderungan yang terus menurun pada beberapa tahun terakhir. Volume dan nilai impor beras tertinggi pada tahun 2011 dan 2018, sementara terendah pada 2004 dan 2005.

Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), volume impor beras Indonesia menunjukkan tren yang menurun sejak 2018. Pada saat itu, volume impor beras tertinggi yakni 2,25 juta ton atau senilai 1 miliar dollar AS pada 2018, kemudian turun menjadi 444,5 ribu ton pada tahun 2019 dan penurunan berlanjut pada tahun 2020 menjadi 356,3 ribu ton pada tahun 2020.

Volume dan Nilai Impor Beras Indonesia

Tahun Volume (ton) Nilai (ribu dollar AS)
2000 1.355.665,9  319.130,0
2001  644.732,8  134.912,8
2002 1.805.379,9  342.527,1
2003 1.428.505,7  291.422,9
2004  236.866,7  61.752,8
2005  189.616,6  51.499,0
2006  438.108,5  132.620,5
2007 1.406.847,6  467.719,4
2008  289.689,4  124.142,8
2009  250.473,1  108.153,3
2010  687.581,5  360.785,0
2011 2.750.476,2 1.513.163,5
2012 1.810.372,3  945.623,2
2013  472.664,7  246.002,1
2014  844.163,7  388.178,5
2015  861.601,0  351.602,1
2016 1.283.178,5  531.841,6
2017  305.274,6  143.641,7
2018 2.253.824,5 1.037.128,4
2019  444.508,8  184.254,1
2020  356.286,3  195.409,0

Sumber : BPS

Penurun impor itu terjadi karena Kementerian Perdagangan tidak mengeluarkan izin impor beras untuk kebutuhan umum atau konsumsi sejak 2019. Impor beras umum, terakhir kali dikeluarkan pada 2018 lewat penugasan kepada Perum Bulog.

Meski demikian, pemerintah tetap memberikan izin impor beras untuk beras-beras khusus yang tidak diproduksi di dalam negeri untuk keperluan hotel, restoran, kafe, dan warga negara asing yang tinggal di Indonesia, dan beras khusus untuk  keperluan penderita diabetes seperti beras kukus, dan beras pecah 100 persen untuk keperluan bahan baku industri.

Impor beras diizinkan pemerintah sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 01/2018 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Beras. Dalam regulasi ini,disebutkan impor beras untuk kebutuhan umum atau konsumsi hanya bisa dilakukan oleh Perum Bulog setelah menerima penugasan dari pemerintah. Adapun jenis beras yang bisa diimpor oleh Perum Bulog hanyalah beras medium dengan tingkat kepecahan 5 persen sampai 25 persen.

Selain impor untuk konsumsi, pemerintah juga memberi izin impor untuk keperluan lain. Misalnya, impor untuk kebutuhan industri untuk beras pecah 100 persen dan beras ketan pecah 100 persen dan tepung beras. Impor ini hanya bisa dilakukan oleh perusahaan dengan angka pengenal importir produsen (API-P). Ada pula izin impor untuk beberapa beras premium dan beras khusus seperti beras-beras berjenis beras ketan, beras Hom Mali, beras kukus, beras Japonica, Basmati, serta Jasmine. (LITBANG KOMPAS)

Referensi

Buku

Profil Komoditas Beras. 2014. Kementerian Perdagangan RI. Jakarta

Ironi Negeri Beras. 2008. Komalasari, Khudori. Penerbit Insist Press, Yogyakarta

Bunga Rampai Ekonomi Beras. 2001. Mardianto, Sudi (ed.), Suryana, Achmad (ed.), LPEM-UI, Jakarta

Statistik Pertanian: Produksi Padi di Indonesia 1968/1973. 1974. BPS, Jakarta

Arsip Kompas
  • “Rice Estate” dan Peningkatan Produksi Beras, KOMPAS, 17 Sep 1973 Halaman: 004
  • Produksi pangan 20 juta ton setara beras memecahkan rekor, KOMPAS, 31 Dec 1980 Halaman: 004
  • Kekeringan Tidak Membuat Indonesia Mengimpor Beras, KOMPAS, 07 Aug 1991 Halaman: 001
  • Pulau Jawa Basis Produksi Pangan?, KOMPAS, 07 Jul 1997 Halaman: 004
  • Impor Beras Akibat Kekeliruan Kebijakan, KOMPAS, 09 Jun 1998 Halaman: 003
  • Bulog dan Peran Stabilisasi Pangan, KOMPAS, 27 Aug 1998 Halaman: 001
  • Impor Beras: Terbesar dalam Sejarah, KOMPAS, 08 Nov 1999 Halaman: 019
  • Tidak Ada Pilihan, Harus Swasembada Pangan, KOMPAS, 17 Jan 2004 Halaman: 039
  • Beras yang Tak Pernah Tuntas, KOMPAS, 17 Jan 2004 Halaman: 044
  • Nenek Moyang Kita Petani Padi, KOMPAS, 20 Apr 2006 Halaman: 037
  • Pertanian: Setelah Swasembada Beras, Lalu Apa Lagi?, KOMPAS, 16 Dec 2008 Halaman: 021