KOMPAS/RIZA FATHONI
Sejumlah personel gabungan dari Satuan Polisi Pamong Praja dan kepolisian, secara serentak menggelar operasi yustisi kependudukan terpadu di sejumlah wilayah Jakarta (19/1/2006).
Nama Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) memiliki sejarah panjang. Asal kata pamong berasal dari Bahasa Jawa “among” atau “emong” yang berdasarkan etimologi Jawa memiliki arti mengasuh, membimbing atau mendidik. Sementara praja berasal dari bahasa Jawa kuno yang diartikan kerajaan atau negara.
Dalam birokrasi Jawa, pamong praja dikenal dengan pangreh praja. Makna pangreh menunjukan pada kekuatan penguasa atau pemimpin, sedangkan praja artinya rakyat kebanyakan, publik, masyarakat, atau mereka yang dilayani. Jadi, pangreh praja merujuk pada pejabat politik yang mempunyai derajat kekuasaan dengan batas-batas tertentu.
Dalam bahasa Belanda pangreh praja disebut inlands bestuur atau inlandsch bestuur, yaitu birokrasi pelaksana pemerintahan kolonial Belanda di daerah dan sebagai kolaborator antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah.
Pada masa VOC di bawah pimpinan Gubernur Jenderal Pieter Both, Pamong Praja diperlukan untuk memelihara ketentraman dan ketertiban. Kota Batavia membutuhkan Pamong Praja karena serangan secara sporadis dari penduduk lokal maupun tentara Inggris. Serangan tersebut dianggap mengganggu ketenteraman dan keamanan.
Sebagai respons ancaman keamanan di Batavia dibentuklah Bailluw, yang bertugas seperti Polisi dan merangkap sebagai Jaksa dan Hakim. Mereka menangani perselisihan hukum antara VOC dengan warga serta menjaga ketertiban dan ketenteraman warga.
Saat Belanda berkuasa pada masa kepemimpinan Raffles, Bailluw dikembangkan menjadi organisasi lainnya yang disebut Besturrs Politie atau Polisi Pamong Praja yang bertugas membantu pemerintah dalam menjaga ketertiban, ketenteraman dan keamanan warga di tingkat kabupaten dan kecamatan. Secara struktural satuan kepolisian, peran dan fungsi Pamong Praja bercampur baur dengan kemiliteran, sehingga menjelang akhir era kolonial dilakukan perubahan besar.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, Satpol PP tetap menjadi bagian organisasi dari kepolisian karena belum ada dasar hukumnya. Pada tahun 1948 pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1948 sebagai peraturan yang memayunginya.
Kronologi Satuan Polisi Pamong Praja
30 Oktober 1948
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1948 dibentuk Detasemen Polisi Pamong Praja Keamanan Kapanewon.
10 November 1948
Detasemen Polisi Pamong Praja Keamanan Kapanewon diubah namanya menjadi Detasemen Polisi Pamong Praja.
3 Maret 1950
Berdasarkan Keputusan Mendagri No. UP.32/2/21 Satpol PP disebut dengan nama Kesatuan Polisi Pamong Praja dengan moto Praja Wibawa.
1960
Pembentukan Kesatuan Polisi Pamong Praja di luar Jawa dan Madura dengan dukungan para petinggi militer atau angkatan perang.
1962
Menurut Peraturan Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah No. 10 Tahun 1962 nama Kesatuan Polisi Pamong Praja diubah menjadi Pagar Baya.
1963
Berdasarkan Surat Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah No. 1 Tahun 1963 nama Pagar Baya diubah menjadi Kesatuan Pagar Praja.
1974
Setelah terbit UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, nama Kesatuan Pagar Praja diubah menjadi Polisi Pamong Praja, sebagai Perangkat Daerah.
1999
Muncul UU No. 22 Tahun 1999 yang mengubah nama Polisi Pamong Praja menjadi Satuan Polisi Pamong Praja.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Para petugas Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandung melakukan penjagaan di sekitar Jalan Otto Iskandardinata ketika berlangsung pembongkaran lanjutan terhadap lantai lima dan enam Hotel Planet Bandung (20/12/2005).
2004
Terbit UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang memperkuat keberadaan Satpol PP sebagi perangkat daerah yang bertugas menegakkan peraturan daerah, menyelenggarakan ketertiban umum, dan ketenteraman masyarakat.
2010
Muncul PP No. 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja.
13 September 2011
Lembaga Satpol PP dipertegas dengan diterbitkannya Permendagri No. 40 Tahun 2011 tentang Pedoman Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) Satpol PP di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Indonesia serta Permendagri No. 41 Tahun 2011 tentang Pedoman Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) Satpol PP khusus untuk Provinsi DKI Jakarta. Seiring perkembangan otonomi daerah, kelembagaan Satpol PP diperluas hingga ke tingkat Kecamatan, dengan membentuk Unit Pelaksana Satpol PP Kabupaten/Kota tingkat kecamatan.
3 Mei 2018
Terbit PP No. 16 Tahun 2018 tentang Satuan Polisi Pamong Praja (tautan: PP Nomor 16 Tahun 2018). Dalam PP ini disebutkan, untuk membentuk Satuan Polisi Pamong Praja yang disebut Satpol PP di tingkat provinsi dan kabupaten.
Satpol PP memiliki wewenang dalam menindak pihak yang melakukan pelanggaran atas Perda dan Perkada. Satpol PP bertindak selaku koordinator Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Pemerintah Daerah, dapat berkoordinasi dengan TNI, Polri, Kejaksaan, dan pengadilan yang berada di daerah provinsi/kabupaten/kota.
Referensi
Labolo, Muhadam., Ahmad Averus Toana. 2016. Kepamongprajaan di Indonesia: Pertumbuhan dan Perkembangannya. Bogor: Penerbit Gahlia Indonesia.