Paparan Topik | Hari TNI

Wanita Angkatan Udara TNI AU

Wanita Angkatan Udara (Wara) merupakan prajurit wanita TNI Angkatan Udara. Wara dibentuk pada 12 Agustus 1962 agar kaum wanita dapat menjadi anggota TNI-AU ikut serta dalam usaha pembelaan negara.

KOMPAS/AUGUST PARENGKUAN

Menhankam/Pangab Jendral TNI M. Jusuf memberi ucapan selamat kepada dua wanita penerbang ABRI. Serda (Wara) Hermuntarsih (kiri) dan Lastri Baso, setelah mereka melakukan akrobat udara di Lanuma Adisutjipto Yogyakarta (18/04/1981). Menurut KSAU Ashadi Tjahjadi, bila mereka berhasil menyelesaikan pendidikannya selama 18 bulan, keduanya akan dinaikan pangkatnya menjadi calon perwira.

Fakta Singkat

  • Wanita Angkatan Udara (Wara) TNI AU dibentuk tahun 1962.
  • Diperingati setiap 12 Agustus.
  • Anggota Wara tidak otomatis menjadi penerbang pesawat
  • Wanita Angkatan Udara berada di dalam kesatuan organisasi TNI AU, tetapi bukan korps tersendiri dan  dipimpin oleh Asisten Direktorat di dalam Direktorat Personil.
  • Pelatihan pilot perempuan pertama tahun 1965, dari 30 orang yang ikut tes hanya 3 orang yang lolos pendidikan calon penerbang dan hanya 2 orang yang lolos sebagai penerbang.

Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 tidak serta merta membuat kolonialis meninggalkan Indonesi. Konfrontasi pun tidak terhindarkan. Saat itu Markas Besar AURI pindah ke Pangkalan Udara Tabing, Padang, Sumatera Barat dengan menyertakan beberapa wanita yang ikut bergerilya. Tugas awal para wanita itu adalah administrasi, tetapi ada seorang wanita, yaitu Rifiana Arif yang bertugas berjaga di “tower”, mengatur lalu lintas pesawat terbang. Rifiana adalah satu-satunya perempuan saat itu. Setelah konfrontasi usai dan suasana politik damai para perempuan tersebut kemudian diberi pangkat dan kembali bekerja sebagai staf administrasi sebagai karyawan sipil.

Tahun 1962 Deputy Menteri/Panglima Angkatan Udara Urusan Administrasi Laksamana Muda Udara Suharnoko Harbani  membentuk Wanita Angkatan Udara (Wara). Wara bukanlah suatu korps tersendiri seperti Kowad dan Kowal, tetapi keanggotaan Wara diintegrasikan ke dalam korps kecabangan di dalam lingkungan Angkatan Udara yang sama dengan anggota militer lain di AU.

Secara administrasi, Wara dibentuk sebuah direktorat tersendiri yang berada di bawah Angkatan Udara, yaitu Asisten Direktorat Wara yang menjadi bagian dari Direktorat Personil TNI AU. Tempat pendidikan Wara saat itu di Lereng Gunung Pelawanan yang berdampingan dengan Gunung Merapi, Kaliurang Yogyakarta.

Perjalanan pilot wanita TNI AU

Pada November 1965 diresmikan Pembukaan Pendidikan Wanita Angkatan Udara Angkatan IV di Kaliurang Yogyakarta. Peresmian dilakukan oleh Menteri Pangau Laksamana Muda Sri Mulyono Herlambang yang saat itu dihadiri pula oleh Kepala Daerah Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono IX.

Penerimaan Wanita dalam korps Angkatan Udara merupakan realisasi dari keyakinan akan emansipasi wanita dalam berbagai ruang gerak. Sejak tahun 1963 dirasakan perlunya wanita di lingkungan TNI Angkatan Udara. Maka dari itu, direkrutlah para perempuan masuk dalam korps Wara dan umumnya menduduki bidang administratif atau pengabdian seperti dokter dan guru, tetapi hanya sedikit yang kemudian terpilih sebagai penerbang atau pilot pesawat TNI AU.

Tahun 1963 dilakukan seleksi pada 30 orang wanita berstatus mahasiswa tetapi hanya tiga orang yang lolos seleksi masuk ke Sekolah Penerbang (Sekbang) di Yogyakarta selama tiga bulan. Namun, dari tiga orang tersebut hanya dua orang yang dinyatakan lulus sebagai penerbang, yaitu Letda Penerbang Lulu Lugyati dan Letda Penerbang Herdini. Mereka pernah menerbangkan pesawat L-4J Piper Cub. Dua wanita itu kemudian dikenal sebagai perintis pilot perempuan di lingkungan TNI. Namun, setelah angkatan Lugyati dan Herdini TNI AU menghentikan program pelatihan bagi penerbang wanita.

Wara tetap ada tetapi berkecimpung dalam bidang administrasi, guru bahasa, dokter atau bidang hukum. Lambat laun para wanita ini mulai diterjunkan dalam mengatur penerbangan melalui pengawas lalu lintas udara (tower) yang biasanya dilakukan tentara pria. Mulai tahun 1977, Wara sudah mulai ditugaskan menjadi penjaga gerbang pangkalan udara militer dan menjadi teknisi pesawat terbang, dua hal yang sebelumnya hanya dikerjakan oleh laki-laki.

Tahun 1982 direkrutlah Letnan Pnb (penerbang) Sulastri Baso dan Letnan Pnb Hermuntarsih. Pilot perempuan batch dua ini ditugaskan sebagai penerbang pesawat angkut di Skadron Udara 17 Lanud Halim Perdana Kusuma. Keduanya adalah wanita Indonesia pertama yang berhasil menjadi penerbang militer, dan menjadi sejarah baru dalam dunia ABRI. Hermuntarsih dan Sulastri Baso adalah dua dari 15 penerbang militer yang dilantik saat itu di Lapangan Dhirgantara Akabri Udara Maguwo, Yogyakarta pada awal Maret 1982. Selama 14 bulan dua wanita tersebut menjalani pelatihan khusus di Sekolah Penerbang ABRI angkatan ke-28 dengan memakai pesawat T 34 Mentor selama 20 jam. Kemudian, mereka lanjut ke tingkat basic dengan pesawat jenis T 34C selama 120 jam, lalu lanjut ke tingkat advance selama 70 jam dengan jenis pesawat yang sama.

Hermuntarsih adalah lulusan SMA yang mengikuti pendidikan Wara TNI AU tahun 1976, sedangkan Sulastri Baso adalah  lulusan Sekolah Asisten Apoteker tahun 1975 yang kemudian mengikuti pendidikan Wara TNI AU.  Dibukanya kembali pelatihan untuk para perempuan dari Wara menjadi penerbang karena kebutuhan pembangunan kekuatan TNI AU yang semakin meningkat. Oleh karena itu, Pimpinan Hankam ABRI saat itu mulai merintis lewat program Pendidikan Penerbang Ikatan Dinas Pendek sekaligus mengembangkan potensi Wara AU.

Generasi ketiga pilot wanita, yaitu Letnan Dua Pnb Inana Musailimah, Letda Raung Rahman, Hendrika, Martini, Veronika dan Ratih. Namun, ketika seleksi kenaikan pangkat untuk menjadi Kapten Pilot pada Mei 1991 hanya Inana yang lolos seleksi karena memiliki nilai prestasi sangat memuaskan dan terbaik dari semua temannya (Kompas, 10 Mei 1991).

Selanjutnya, generasi keempat pilot wanita yang dihasilkan TNI AU, yaitu Kapten Pnb Sekti Ambarwati dan Kapten Pnb Fariana Dewi Jakaria Putri.

Foto pertama: Serda ( Wara ) Hermuntarsih dan Lastri Baso (KOMPAS/AUGUST PARENGKUAN 18/04/1981). Foto kedua: Lulu Lugiyati (kanan) dan Herdini (tengah) dilantik sebagai penerbang perempuan pertama TNI AU oleh Komandan Wing tahun 1963 (ARSIP KELUARGA HERDINI). Foto Ketiga: Defile oleh Korps Wanita TNI-Angkatan Udara disusul pasukan Korps Wanita TNI-Angkatan Laut (Kowal)) pada peringatan Hari ABRI ke-36 di Cikading, Cilegon (ARSIP KOMPAS, 5/11/1981)

Terhenti sejenak

Pelatihan wanita menjadi penerbang militer tidak selalu berjalan lancar. Pada tahun 1994, secara resmi, TNI AU menghentikan program penerbang militer perempuan. Meskipun diakui perempuan lebih kuat daripada pria, baik dalam hal kemampuan dan penguasaan ketrampilan, “kodrat” yang terjadi pada pilot perempuan ketika dia sudah berkeluarga dan mengandung dilihat sebagai kendala teknis.

Sebabnya jika tidak terbang selama satu bulan saja, pilot tersebut harus latihan ulang agar bisa membawa pesawat lagi. Hal ini membuat perekrutan penerbang wanita dihentikan, apalagi saat itu penerbang pria sudah cukup banyak. (Kompas, 9 April 1994).

Meskipun demikian, pada 18 Mei 2020 seorang pilot perempuan dilantik sebagai seorang fighter atau pilot pesawat tempur. Adalah Letda Pnb Ajeng Tresna Dwi Wijayanti lulusan Akademi Angkatan Udara tahun 2018 yang dilantik oleh Kepala Staff Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Yuyu Sutisna.

Penghargaan

Dalam peringatan Hari Ibu tahun 2018 Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto membuat acara mengenang pilot perempuan pertama Indonesia dengan memberikan penghargaan pada Herdini dan Lulu Lugyati. Foto mereka berdua dipajang di Museum Dirgantara Mandala, Yogyakarta (Kompas, 9 Januari 2018).

Keberadaan pilot perempuan pada awal terbentuknya Wara sangat berarti bagi Indonesia. Saat tahun 1960-an Lulu dan Herdini sering terbang dengan membawa membawa leaflet propaganda saat konfrontasi Dwikora Indonesia dengan Malaysia. Bersama dengan KSAU Omar Dani dan Leo Wattimena, Lulu dan Herdini sering melakukan misi terbang malam di atas wilayah Sabah dan Malaysia.

Sumber: Kompas, 10 April 2018 halaman 2.

Untuk mempermudah komunikasi antara anggota dalam Wara, tahun 1982 dibentuk suatu pimpinan yang menjadi “ibu” dari perempuan yang diberi nama Ibu Winayadati Kanyasena. Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Staff Angkatan Udara: Skep/24/VI/1982, maka istri Panglima Tertinggi Angkatan Udara RI otomatis menjadi Ibu Winayadati Kanyasena.

Dalam kompetisi penerbang wanita, Tim Terjun Payung Wara: Pink Force, pernah memecahkan rekor penerjun beregu maupun perorangan dalam Pekan Olahrga Nasional (PON) dan Kejuaraan Dunia untuk ketepatan mendarat tahun 1991. Prestasi Wara semakin menonjol saat PON tahun 2000 Wara AU berhasil menggondol medali emas, perak dan perunggu.

Struktur Organisasi dalam Wara AU

  1. Asisten Direktorat (Asdir) Wara (bagian Direktorat Personil)
    Berdasarkan Keputusan Menteri/Pangilma Angkatan Udara No. 63 Tahun  1964 tanggal 1 Agustus tentang Pembentukan Asisten Direktorat Wanita Angkatan Udara ditandatangani Laksamana Madya Udara Omar Dani selaku Menteri/Panglima Angkatan Udara
  1. Biro Wara/Biro Pembinaan Personil Wara
  2. Seksi Pembinaan Wara (Sibin Wara)

Peran serta kaum wanita dalam perjuangan bangsa Indonesia, baik dalam bidang pertahanan maupun pendidikan, sejak dulu kala tidak dapat diabaikan begitu saja, terlebih pengorbanan jiwa dan raga yang tidak sedikit.

Didasari kesadaran bahwa tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara, maka peran serta kaum wanita Indonesia telah dibuktikan dalam sejarah perjuangan bersenjata bangsa Indonesia sejak perang kemerdekaan. (LITBANG KOMPAS)

Lembaga Terkait

Referensi

Arsip Kompas

Wanita Sanggup Jadi Penerbang, Kompas, Rabu 17 November 1965, hlm 3

Dua Wanita Indonesia Pertama Menjadi Penerbang Militer, Kompas, Rabu 3 Maret 1982, hlm 12.

Letda Inana : Kapten Pilot Wanita ABRI Pertama, Kompas, Jumat 10 Mei 1991, hlm 1

KSAU : Wanita Penerbang Tidak Dibentuk Lagi, Kompas, Sabtu, 09 April 1994, hlm 18

Kisah Dua Srikandi Pilot Pertama TNI AU, Kompas, Minggu 10 April 2016, hlm 2.

Saat Perempuan Penerbanga Dijamu, Kompas, Selasa 9 Januari 2018, hlm 4.