KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Seorang anak jalanan menjual tisu di perempatan Blok M, Jakarta, Kamis (30/5/2019). Anak-anak jalanan paling rawan terkena tindak pidana kekerasan pada anak. Menurut survei Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dua dari tiga anak pernah mengalami kekerasan sepanjang hidupnya.
Fakta Singkat
Pekerja Anak
- Pekerja anak menghilangkan hak untuk mendapatkan pendidikan dan kehidupan yang sesuai kebutuhan mentalnya sendiri.
- Setiap tahun diperkirakan sekitar satu juta anak Indonesia menjadi pekerja anak.
- Negara maju seperti Amerika Serikat tidak mampu membendung pekerja anak ilegal yang terus bertambah pada sektor industri formal.
Berdasarkan undang-undang ketenagakerjaan, anak usia 17 tahun belum boleh bekerja untuk mencari nafkah agar hak-haknya terlindungi. Menurut data UNICEF, satu dari sepuluh anak di dunia menjadi pekerja anak yang bekerja di bidang sangat berisiko.
Diperkirakan ada 160 juta anak-anak di dunia yang menjadi pekerja anak. Bahkan, negara maju seperti Amerika Serikat harus dipusingkan oleh keberadaan 4000 pekerja anak ilegal pada tahun 2022. Angka itu adalah yang tertinggi sejak Departemen Tenaga Kerja AS mencatat keberadaan 1.400 pekerja anak pada 2013.
Data tersebut menunjukkan bahwa kondisi masyarakat dunia semakin memprihatinkan karena pengawasan dan pengasuhan anak makin terbengkalai. Salah satu dampaknya adalah anak harus mengemban tanggung jawab seperti orang dewasa.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Keisha dan Amel menunggu pembeli minuman dan penganan di Jalan Sumarno, Cakung, Jakarta Timur, Selasa (6/4/2021). Anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar tersebut berjualan setelah sekolah secara daring di rumahnya.
Konsep Pekerja Anak
Pekerja anak adalah pekerjaan yang menghilangkan masa kanak-kanak, potensi, dan martabat anak, sehingga merugikan perkembangan fisik dan mental. Pekerjaan itu mengacu pada sesuatu yang berbahaya secara fisik, mental, sosial atau moral, dan membahayakan anak, serta mengganggu sekolah mereka.
Pekerjaan itu bersifat merampas kesempatan anak bersekolah atau meninggalkan sekolah sebelum waktunya, atau pun menggabungkan kehadiran di sekolah dengan pekerjaan yang terlalu panjang dan berat. Dalam hal ini, anak-anak belum saatnya melakukan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi karena akan menghambat hak bermain dan belajar.
Namun demikian, tidak semua pekerjaan yang dilakukan oleh anak-anak dinilai sebagai “pekerja anak” yang harus dihapuskan. Pekerjaan anak-anak yang tidak mengganggu pendidikan, tidak mengganggu kesehatan, dan tidak mengganggu kepribadian mereka dianggap sesuatu yang bernilai positif.
Hal itu termasuk kegiatan membantu bisnis keluarga atau mencari uang saku di luar jam sekolah dan dilakukan selama libur sekolah. Kegiatan tersebut dapat memerikan kontribusi pada perkembangan anak dan kesejahteraan keluarga. Kegiatan membekali anak dengan keterampilan dan pengalaman tentunya membantu mempersiapkan mereka menjadi anggota masyarakat yang produktif pada masa dewasanya.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Dua orang bocah tengah berisitrahat disela-sela waktunya berkeliling mencari uang sebagai pengamen boneka di kawasan Pisangan Baru, Matraman, Jakarta, Minggu (23/8/2020). Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Anak-anak (Unicef) dan Organisasi Buruh Internasional (ILO) telah mengingatkan ada ancaman berupa peningkatan jumlah pekerja anak akibat Covid-19. Hal ini terjadi karena meningkatnya kemiskinan di tengah kondisi ekonomi yang memburuk.
Terkait isu pekerja anak, Kementerian Ketenagakerjaan membaginya menjadi dua definisi, yaitu pekerja anak dan anak yang bekerja. Anak yang bekerja dibolehkan di masyarakat dengan sifat kerja: dilakukan untuk membantu orang tua, mengandung unsur pendidikan dan pelatihan ketrampilan, anak tetap bersekolah, bermain dalam waktu relatif pendek, serta anak terjaga keselamatan dan kesehatannya ketika melakukan pekerjaan tersebut.
Sedangkan sifat kerja “pekerja anak” ialah anak bekerja setiap hari, anak tereksploitasi secara fisik dan mental, serta anak bekerja pada waktu yang panjang mengganggu waktu sekolah.
Artikel terkait
Angka Pekerja Anak
BPS bersama UNICEF menerbitkan edisi tentang pekerja anak Indonesia berdasarkan data Sakernas Agustus 2021 bahkan beserta sebaran di Indonesia.
Tahun 2021, proporsi pekerja anak pada semua kelompok umur mengalami penurunan dibandingkan tahun 2020, sedangkan proporsi pekerja anak pada kelompok umur 5 – 12 tahun paling kecil dibandingkan kelompok umur lain.
Grafik:
INFOGRAFIK: ALBERTUS ERWIN SUSANTO
Jika melihat data terbaru persentase pekerja anak, tampaknya pada tahun 2023 terjadi penurunan pekerja anak di Indonesia, tetapi proporsi anak laki-laki selalu lebih tinggi dari anak perempuan.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Tiga pemulung yang salah satunya masih anak-anak menyusuri jalanan di kawasan Pluit, Jakarta Utara, Jumat (23/7/2021). Karena kondisi ekonomi, banyak anak yang harus bekerja untuk membantu perekonomian keluarga.
Grafik:
INFOGRAFIK: ALBERTUS ERWIN SUSANTO
Grafik:
INFOGRAFIK: ALBERTUS ERWIN SUSANTO
Artikel terkait
Grafik:
INFOGRAFIK: ALBERTUS ERWIN SUSANTO
Penurunan paling besar terjadi pada kelompok umur 13 – 14 tahun sebesar 0,66 persen poin, tetapi proporsi pekerja anak laki-laki selalu lebih tinggi dibanding pekerja anak perempuan dalam tiga tahun terakhir.
Bila dilihat sebaran berdasarkan wilayah, Sulawesi Tenggara menjadi provinsi dengan proporsi pekerja anak tertinggi selama tiga tahun terakhir. Serta, menjadi provinsi dengan penurunan proporsi pekerja anak terbesar (1,45 persen poin) pada periode 2020 – 2021.
Namun, perlu dicermati pada saat pandemi Covid-19, kondisi masyarakat semakin berat sehingga terjadi kenaikan pekerja anak di perdesaan yang lebih tinggi dibanding pekerja anak di perkotaan. Saat itu, kenaikan pekerja anak perempuan lebih tinggi dibandingkan pekerja anak laki-laki sehingga selisihnya semakin mengecil.
Grafik:
INFOGRAFIK: ALBERTUS ERWIN SUSANTO
Berdasarkan data Sakernas dalam beberapa tahun terakhir, proporsi pekerja anak pada tingkat pendidikan SD ke bawah paling kecil dibandingkan tingkat pendidikan lain.
Sedangkan proporsi pekerja anak pada tingkat pendidikan SD ke bawah dan SMP sederajat cenderung memiliki pola yang sama, meningkat pada tahun 2020 dan menurun pada tahun 2021. Namun, pada tingkat pendidikan SD ke bawah proporsinya masih lebih tinggi dibandingkan tahun 2019.
Artikel terkait
Melawan Tren Pekerja Anak
Pemerintah membuat Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia No. 3 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Perlindungan Anak. Anak yang dimaksud dalam peraturan tersebut adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk yang masih berada dalam kandungan. Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dimajukan, dilindungi, dipenuhi dan dijamin orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara.
Salah satu yang telah diupayakan oleh pemerintah melalui kegiatan Pengurangan Pekerja Anak dalam rangka mendukung Program Keluarga Harapan (PPA-PKH). Melalui sinergi dengan berbagai pihak hingga akhir 2018, Kementerian Ketenagakerjaan mengklaim berhasil menarik 116.456 pekerja anak untuk dikembalikan ke dunia pendidikan dengan program PPA-PKH. Untuk menentang pekerja anak, pemerintah mencanangkan kota bebas pekerja anak dan mendorong kawasan industri bebas pekerja anak.
Selain itu, dibentuk pula Pengarusutamaan Hak Anak (PUHA), yakni strategi perlindungan anak dan mengintegrasikan hak anak ke dalam setiap kegiatan pembangunan yang sejak penyusunan, perencanaan, pengganggaran pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari berbagai peraturan perundang-undangan, kebijakan, program dan kegiatan, dengan menerapkan prinsip kepentingan terbaik bagi anak.
Hingga saat ini, Pemerintah Indonesia telah meratifikasi dua Konvensi ILO (International Labour Organization), yaitu Konvensi ILO Nomor 138 tentang Batas Usia Minimum Anak Bekerja dengan Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 1999 dan Konvensi ILO Nomor 182 tentang Bentuk Terburuk Pekerja Anak yang diratifikasi dalam UU Nomor 1 Tahun 2000.
Bahkan untuk menjadi pegangan dalam bertindak nyata pemerintah membuat Peraturan Pemerintah, yaitu PP No. 78 Tahun 2021. Peraturan yang lahir sebagai affirmative action itu bertujuan menjamin rasa aman melalui pemberian layanan yang dibutuhkan bagi anak yang memerlukan Perlindungan Khusus.
Peraturan ini juga memperjelas kewenangan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan lembaga negara lainnya untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka pencegahan dan penanganan terhadap anak yang memerlukan perlindungan khusus. Bahkan, memberikan ruang bagi masyarakat untuk turut berpartisipasi dalam memberikan perlindungan khusus bagi anak.
Pada tahun 2022, pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan merilis kebijakan untuk mengurangi pekerja anak dengan berbagai strategi, yaitu harmonisasi UU dan penegakan hukum, pendidikan dan pelatihan, perlindungan sosial, serta kebijakan pasar kerja. Hal itu dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan antara pemerintah, organisasi pengusaha, organisasi buruh/serikat pekerja, organisasi internasional, dan masyarakat. (LITBANG KOMPAS)
Referensi
- BPS, Pekerja Anak di Indonesia: 2022
- “Konvensi Hak-Hak Anak Harus Diratifikasi Dengan UU”. Kompas, Selasa, 7 Maret 2000, hlm 10
- “Pemerintah Tidak Serius Tangani Kasus Buruh Anak”. Kompas, 2 Juni, 2000, hlm 10
- “Negara Harus Lindungi Anak dari Janin Sampai 18 Tahun”. Kompas, Jumat, 11 Mei 2001, hlm 10
Artikel terkait