Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menunjukkan tulisan tangan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, yang tertoreh pada surat Amicus Curiae yang diajukan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Selasa (16/4/2024). Megawati Soekarnoputri mengajukan Amicus Curiae atau sahabat pengadilan kepada MK terkait proses pengadilan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024. Pengajuan Amicus Curiae yang diajukan Megawati ini sebagai sikap atas dugaan kecurangan Pemilu yang sistematis, terstruktur, dan masif pada Pilpres 2024.
MK menerima menerima 52 amicus curiae terkait sengketa Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 sampai Sabtu (20/04/2024). Berbondong-bondongnya masyarakat yang hendak menjadi amicus curiae ini menjadi fenomena menarik yang terjadi dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Tahun 2024.
Amicus curiae adalah istilah hukum, yang secara harfiah berasal dari bahasa Latin yang berarti “friend of the court,” atau dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai “sahabat pengadilan”.
Amicus curiae merujuk kepada seseorang yang tidak memiliki hubungan dan kepentingan dengan para pihak dalam satu perkara, namun memiliki ketertarikan dan berkepentingan terhadap hasil putusan pengadilan. Jika amicus curiae lebih dari satu orang/organisasi maka disebut “amici curiae” dan pengajunya disebut dengan amici(s).
Secara historis, praktik yang melibatkan amicus curiae berasal dari tradisi hukum Romawi, yang kemudian berkembang dan dipraktikan dalam sistem hukum negara-negara yang menganut sistem common law pada abad ke-9. Seiring berjalannya waktu, pada abad ke-17 dan 18, partisipasi dalam amicus curiae secara luas tercatat dalam All England Report.
Memasuki abad ke-20, amicus curiae semakin mendapat tempat dan memaikan peran yang cukup penting dalam kasus-kasus besar di negara-negara yang menganut sistem hukum common law, seperti Amerika Serikat, Inggris, dan beberapa negara lainnya. Di Amerika Serikat, misalnya, amicus curiae memainkan peranan penting dalam kasus-kasus hak sipil, berpartisipasi dalam proses persidangan di lebih dari 90 persen kasus-kasus yang masuk ke Mahkamah Agug Amerika Serikat (United States Supreme Court).
Meskipun praktik amicus curiae umumnya dipakai di negara dengan sistem hukum common law. Belakangan, pelembagaan peran “sahabat pengadilan” pun telah diatur dan dipraktikan oleh negara-negara dengan sistem civil law karena memang untuk kepentingan dan tujuan perlindungan HAM, khususnya untuk perkara-perkara yang menarik perhatian publik serta membutuhkan padangan independen dari akademisi, praktisi, lembaga negara, dan organisasi masyarakat sipil untuk menilai isu hukum yang menjadi pusat perhatian majelis hakim di pengadilan.
Di Indonesia yang menganut civil law, amicus curiae memang belum secara tegas diatur di dalam peraturan perundang-undangan. Namun, dalam prakteknya amicus curiae telah cukup sering ada dalam berbagai perkara di pengadilan, mulai dari perkara perdata, tata usaha negara maupun pidana.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Perwakilan mahasiswa fakultas hukum Universitas Gadjah Mada, Universitas Diponegoro, dan Universitas Padjadjaran hadir di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, menyerahkan Amicus Curiae, Selasa (16/4/2024). Para mahasiswa fakultas hukum ini mengajukan Amicus Curiae atau sahabat pengadilan kepada MK terkait proses pengadilan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024.
Berikut linimasa pengajuan “Amicus Curiae” di Indonesia:
1999
Lebih dari 20 kantor media dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) mengajukan diri sebagai amicus curiae terkait kasus guguatan mantan Presiden RI ke-2 R.M. Suharto terhadap majalah Time. Di antaranya Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Dewan Pers, ARTICLE 19, The Associated Press, Australian Press Council Inc., Cable News Network LLP, The Campaign for Press and Broadcasting Freedom, Committee to Protect Journalists. Ini tercatat sebagai pengajuan amicus curiae pertama di Indonesia.
Kasus tersebut berawal ketika majalah Time terbitan Edisi Asia tanggal 24 Mei 1999 Vol. 153 No. 20 memuat pemberitaan dan gambar tentang Suharto dengan judul sampul “SUHARTO INC. How Indonesia’s longtime boss built a family fortune”. Suharto menganggap laporan invetigasi yang diterbitkan oleh majalah Time terkait korupsi tersebut tendensius, insinuatif, dan provokatif.
Para amici mendorong Mahkamah ini untuk menerapkan hukum Indonesia sesuai prinsip internasional yang sudah ada. Salah satunya adalah terkait kebebasan pers yang telah diakui sebagai nilai demokrasi yang terpenting dalam sejumlah perjanjian international.
2005
The Centre on Housing Rights and Eviction (COHRE) mengajukan amicus curiae terkait gugatan class action korban stigma PKI terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan empat mantan presiden (Megawati Soekarnoputri, Abdurrahman Wahid, BJ Habibie, serta Soeharto).
2009
Amicus curiae diajukan oleh Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN), Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Perhimpunan Bantuan Hukum Dan HAM Indonesia (PBHI) dalam perkara pidana di PN Tangerang antara Prita Mulyasari melawan RS Omni Internasional.
Kasus Prita Mulyasari berawal dari tulisannya melalui surat elektronik atau email yang berisi tentang keluhannya atas pelayanan Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutera Tangerang, yang kemudian menyebar, dan berbuah gugatan perdata dan pidana oleh pihak RS Omni Internasional. Para amici menilai keluhan Prita merupakan bagian dari kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat dalam kehidupan demokrasi. Pemidanaan terhadap Prita merupakan ancaman terhadap kebebasan berekspresi.
INFOGRAFIK: ALBERTUS ERWIN SUSANTO
2010
Lima akademisi dari empat universitas berbeda, yakni Hamid Chalid, Topo Santoso, Ningrum Sirait, Laode Syarif dan Edward O.S. Hiariej mengajukan diri menjadi amicus curiae dalam perkara kriminalisasi dua Pimpinan KPK Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah.
2011
Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN), Institute For Criminal Justice Reform (ICJR) dan Lembaga Studi Dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) mengajukan amicus brief ke Mahkamah Agung (MA) perihal kasus mantan Pemimpin Redaksi Majalah Playboy Indonesia, Erwin Arnanda. Mereka yang mengajukan amicus curiae menilai bahwa perkara Erwin merupakan kriminalisasi insan pers yang akan menjadi preseden buruk bagi kebebasan pers.
2012
Asian Human Rights Commission mengajukan amicus brief tentang kebebasan berpendapat dan berekspresi serta kebebasan beragama atau berkeyakinan ke Pengadilan Negeri Muaro Sijunjung, Sumatera Barat dalam kasis pidana Alexander Aan atas dugaan melakukan penodaan agama melalui jejaring sosial Facebook.
2013
Menteri Luar Negeri Inggris, William Hague, Imparsial, KontraS, dan LBH Masyarakat mengajukan diri sebagai amicus curiae dalam perkara pidana Lindsay June Sandiford yang divonis hukuman mati karena tertangkap menyelundupkan kokain 4,7 kg senilai lebih dari 2,4 juta dolar AS di dalam lapisan koper dari Bangkok ke Bali. Dalam amicus brief, Menteri Luar Negeri Inggris meminta pengadilan mempertimbangkan pelanggaran hak-hak dasar Lindsay dan memutuskan bahwa dalam keadaan ini hukuman mati tidak sesuai.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Sastrawati Ayu Utami menunjukkan bukti penyerahan surat Amicus Curiae para seniman dan budayawan di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (1/4/2024). Surat pengajuan Amicus Curiae (Sahabat Pengadilan) kepada MK ini mewakili 159 seniman dan budayawan di Indonesia atas berjalannya persidangan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU).
2014
Sebanyak 34 tokoh, di antaranya odung Mulya Lubis, Abdillah Toha, Arifin Panigoro, Albert Hasibuan, Darmin Nasution, dan Denny Indrayana menjadi amicus curiae dalam kasus Bailout Bank Century.
Dalam amicus brief yang disampaikan ke PN Jakarta Pusat, mereka meminta Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) agar tidak mengkriminalisasikan kebijakan bailout Bank Century.
Kekhawatiran mereka muncul karena dalam perkembangan kasus Bank Century atas terdakwa Budi Mulya tidak lagi sekadar mencari kebenaran terkait tuduhan korupsi oleh terdakwa, tetapi lebih menyoroti pada kebijakan publik mengenai penyelamatan Bank Century.
2015
ICJR dan KontraS mengirimkan amicus brief ke Pengadilan Negeri Yogyakarta. Amicus curiae ini dikirim untuk memberikan komentar tertulis pada kasus Florence Sihombing (Flo), terdakwa kasus penghinaan warga Yogyakarta di media sosial Path.
Dalam amicus brief tersebut, ICJR menekankan beberapa hal terkait praktik penggunaan hukum pidana dalam kasus-kasus penghinaan. ICJR mendorong agar tidak ada lagi penggunaan pasal-pasal pidana dalam kasus penghinaan.
2016
LBH Jakarta menjadi amicus curiae dalam persidangan pembunuhan berencana terhadap Salim Kancil dan Tosan. Tosan berhasil selamat, namun menderita luka berat.
Dalam uraian amicus brienya-nya, LBH Jakarta menuntut keadilan bagi Salim Kancil dan Tosan dengan mendorong hakim menjatuhkan putusan yang adil terhadap para pelaku pembunuhan, yaitu 40 terdakwa dalam 13 persidangan berbeda.
LBH Jakarta menguraikan bahwa telah terjadi pelanggaran HAM berlapis terhadap Salim Kancil dan Tosan, yaitu hak atas hidup, hak atas kemerdekaan berpendapat dan berekspresi, dan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
2018
Sejumlah lembaga dan organisasi, di antaranya ICJR, MaPPI FHUI, dan Koalisi Perempuan Indonesia mengajukan sebagai amicus curiae ke Pengadilan Tinggi Jambi dalam kasus pemidanaan anak korban kekerasan seksual berinisial WA (15 tahun). WA merupakan korban pemerkosaan kakak kandungnya, AA (17 tahun). Namun, WA dijatuhi hukuman 6 bulan penjara karena melakukan aborsi, meskipun ia hamil akibat diperkosa oleh kakak kandungnya sendiri sebanyak 9 kali.
Para amici berpendapat bahwa WA adalah korban. Tindakan aborsi yang dilakukan WA merupakan tindakan seorang korban perkosaan, yang mengalami beban psikis yang sangat berat, karena tindakan pemerkosaan tersebut telah mengakibatkan kehamilan yang tidak diinginkan. Hakim seharusnya tidak memfokuskan pada peristiwa aborsinya saja, melainkan menyelidiki secara mendalam dan hati-hati terkait dengan penyebab dilakukannya aborsi tersebut.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Petugas Mahkamah Konstitusi membawa lembaran Amicus Curiae yang diserahkan perwakilan mahasiswa fakultas hukum Univeraitas Gadjah Mada, Universitas Diponegoro, dan Universitas Padjadjaran yang hadir di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, untuk diserahkan kepada Ketua Mahkamah Konstitusi, Selasa (16/4/2024).
2020
ICJR, Indonesia Judicial Research Society (IJRS), LBH Masyarakat, Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP) mengirimkan amicus brief untuk Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kupang terkait perkara Reyndhart Rossy. Ia dinyatakan bersalah dan divonis hukuman 10 bulan penjara karena mengobati penyakit syaraf yang diderita dengan bantuan ganja.
Dalam amicus brief, para amici berpendapat bahwa hakim seharusnya mampu melihat bahwa Reyndhart Rossy sakit dan membutuhkan pengobatan untuk rasa sakitnya, dan mengkonsumsi air rebusan ganja dilakukan dalam rangka menyembuhkan penyakit yang dideritanya.
Para amici juga berharap pemerintah segera mulai melakukan penelitian ilmiah tentang pemanfaatan ganja untuk kepentingan kesehatan dan menghapus larangan pemanfaatan narkotika golongan I untuk kepentingan kesehatan dalam kebijakan narkotika.
2021
ICJR menjadi amicus curiae dalam kasus kriminalisasi yang menimpa jurnalis beritanews.com, Muhammad Asrul M. Asrul diperiksa di PN Palopo karena menuliskan berita berjudul “Putra Mahkota Palopo di duga “dalang” Korupsi PLTMH dan keripik Zero Rp. 11 Miliar” yang dimuat pada media beritanews.com pada tanggal 10 Mei 2019.
Atas pemberitaan itu, Asrul didakwa dengan pasal penyebaran berita bohong yang diatur dalam Pasal 14 Ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, Pasal 28 Ayat (2) juncto Pasal 45A Ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE, dan pasal pencemaran nama baik di Pasal 27 Ayat (3) juncto Pasal 45 Ayat (3) UU ITE.
ICJR menilai bahwa kasus pemberitaan itu seharusnya masuk sengketa pers yang ditangani mereka, bukan ranah pengadilan pidana. Apalagi, Dewan Pers sudah menyatakan bahwa berita tersebut adalah produk jurnalistik yang dilindungi oleh UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Dengan dasar itu, PN Palopo seharusnya memutuskan bahwa perkara sebaiknya ditangani dan dikembalikan oleh Dewan Pers.
2022
KontraS dan Komnas HAM mengirimkan permohonan menjadi amicus curiae bagi lima terdakwa kasus klitih anak anggota DPRD Kebumen ke PN Yogyakarta. Berdasarkan temuan KontraS dan Komnas HAM, ada dugaan salah tangkap dan pemaksaan serta penyiksaan oleh aparat kepolisian dalam kasus klitih tersebut agar para terdakwa mengaku sebagai pelaku. Proses pemeriksaan dan persidangan dinilai tidak berdasarkan fakta-fakta peristiwa.
2023
Komnas HAM, ICJR, Public Interest Lawyer Network (Pilnet), serta Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) mengajukan menjadi amicus curiae ke Pengadilan Negeri Jakara Selatan yang mengadili dan memutus perkara dengan terdakwa Richard Eliezer dalam kasus pembunuhan Brigadir J.
Para amici menilai Richard Eliezer layak menjadi justice collaborator karena kejujurannya untuk membongkar kejahatan. Kejujuran Richard Eliezer seharusnya juga menjadi salah satu pertimbangan hukum untuk memutus hukuman pidana lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum.
Pada tahun yang sama, Komnas Perempuan mengajukan permohonan amicus curiae kepada Mahkamah Agung berkaitan dengan permohonan uji materiil terhadap Pasal 8 ayat (2) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), dan tiga warga negara yaitu Hadar Nafis Gumay, Titi Anggraini, dan Wahidah Suaib.
Dalam amicus brief-nya, Komnas Perempuan menunjukkan bahwa 30 persen keterwakilan perempuan belum terpenuhi. Kebijakan pembulatan ke bawah menjadi kebijakan diskriminatif karena menghalangi perempuan untuk terpilih sebagai anggota legislatif. Padahal UU HAM, CEDAW, UU Parpol dan UU Pemilu menyebutkan secara eksplisit 30 persen keterwakilan perempuan. Maka PKPU 10/ 2023 bertentangan dengan undang-undang tadi dan bertentangan dengan kewajiban negara yang dimandatkan dalam sejumlah peraturan perundang-undangan.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Para jurnalis mewawancarai para perwakilan mahasiswa fakultas hukum Universitas Gadjah Mada, Universitas Diponegoro, dan Universitas Padjadjaran yang hadir di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, untuk menyerahkan Amicus Curiae, Selasa (16/4/2024). Para mahasiswa fakultas hukum ini mengajukan Amicus Curiae atau sahabat pengadilan kepada MK terkait proses pengadilan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024.
2024
MK menerima 52 amicus curiae dari kelompok, kelembagaan, maupun perseorangan dengan latar belakang seperti akademisi, budayawan, seniman, advokat, hingga mahasiswa dalam perkara sengketa hasil Pilpres 2024. Kepala Biro Hukum dan Administrasi Kepaniteraan MK Fajar Laksono mengatakan, jumlah amicus curiae yang diterima tersebut adalah paling banyak dalam catatan sejarah MK menangani Perkara PHPU Presiden.
Berbondong-bondongnya masyarakat yang hendak menjadi amicus curiae ini menjadi fenomena menarik yang terjadi dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Tahun 2024. Mereka meminta MK untuk tidak abai terhadap praktik-praktik kecurangan di dalam pemilu yang makin lama makin terencana, terstruktur, dan masif (TSM). Para amici menilai proses pemilu seolah-olah memenuhi syarat legal, tapi rasa keadilan lenyap dari proses pemilu.
Namun, dari 52 amicus curiae yang masuk, hanya 14 yang didalami MK. Hal tersebut karena hanya 14 amicus curiae yang masuk ke MK sebelum batas tenggat waktu yang ditentukan, yakni Selasa (16/4/2024). Salah satu amicus curiae yang didalami MK diajukan oleh Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri.
(LITBANG KOMPAS)
Referensi
- Aminah, Siti. 2014. Menjadi Sahabat Keadilan Panduan Menyusun Amicus Brief. Jakarta: Indonesia Legal Resource Center (ILRC).
- ”Amicus Curiae” dan Perlindungan HAM,” Kompas, 27 Februari 2023.
- ”Amicus Curiae” Wujud Atensi Masyarakat Cermati Perkara Pilpres 2024,” Kompas, 18 April 2024.
- “Gelombang “Amicus Curiae” Masih Mengalir meskipun Tenggat Waktu Telah Berakhir,” Kompas, 19 April 2024.
- “Putusan PK Prita Mulyasari: Catatan Bersejarah Kehidupan Kebebasan Berekspresi di Indonesia,” diakses dari icjr.or.id pada 29 April 2024.
- “Amicus Curiae: Erwin Arnada Vs. Negara Republik Indonesia,” diakses dari icjr.or.id pada 29 April 2024.
- “Kasus Eks Pimred Playboy, 3 LSM Ajukan Amicus Curiae ke MA,” diakses dari icjr.or.id pada 29 April 2024.
- “ICJR Kirimkan Amicus Curiae Dalam Kasus Florence Sihombing,” diakses dari icjr.go.id pada 29 April 2024.
- “ICJR Kirimkan Amicus Curiae untuk Kasus M.Asrul, Jurnalis yang Dikriminalisasi di Pengadilan Negeri Palopo,” diakses dari icjr.go.id pada 29 April 2024.
- “Amicus Curiae Terhadap Uji Materiil PKPU No 10 Tahun 2023: Langkah Mundur Kebijakan Tindakan Afirmasi 30 Persen Kuota Keterwakilan Perempuan,” diakses dari komnasperempuan.go.id pada 29 April 2024.
- “Amicus Curiae Untuk Pengadilan Negeri Yogyakarta Terkait Dugaan Penyiksaan dan Rekayasa Kasus Dalam Kasus Klitih Dengan Perkara Nomor 123/Pid.B/2022/PNYyk dan 124/Pid.B/2022/PNYyk,” diakses dari kontras.org pada 29 April 2024.
- “Amicus Curae (Sahabat Pengadilan) – Perkara Ganja Medis (Kasus Reyndhart Rossy N. Siahaan)” diakses dari lbhmasyarakat.org pada 29 April 2024.
- “Tak Semahal Tambang: Amicus Curiae Dalam Kasus Pembunuhan Berencana Salim Kancil & Tosan,” diakses dari bantuanhukum.or.id pada 29 April 2024.
- “LBH Jakarta Ajukan Diri Sebagai Amicus Curiae Kasus Dugaan Penodaan Agama,” diakses dari bantuanhukum.or.id pada 29 April 2024.
- “PAHAM Ajukan Amicus Curiae pada Sidang Ahok,” diakses dari hukumonline.com pada 29 April 2024.
- “Jadi Amicus Curiae, Todung Cs: Jangan Kriminalisasikan Kebijakan Bailout Century,” diakses dari hukumonline.com pada 29 April 2024.