Tokoh

Wakil Presiden ke-3 Republik Indonesia Adam Malik

Adam Malik adalah Wakil Presiden ke-3 RI yang mendampingi Presiden Soeharto periode 1978-1983. Adam Malik pernah menjadi Ketua parlemen, Menteri Luar Negeri, Ketua Majelis Umum PBB, dan jurnalis. Adam Malik wafat pada 5 September 1984 dan mendapat anugerah Pahlawan Nasional dari Pemerintah pada 1998.

ZE

Fakta Singkat

Nama Lengkap
Adam Malik Batubara

Lahir
Pematangsiantar, Sumatera Utara, 22 Juli 1917

Jabatan
Wakil Presiden (23 Maret 1978 — 11 Maret 1983)

Adam Malik menjadi Wakil Presiden sejak 23 Maret 1978 hingga 11 Maret 1983, mendampingi Presiden Soeharto. Sebelumnya, Adam Malik pernah menjadi anggota kabinet pada masa Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto.

Pria kelahiran Pematangsiantar, Sumatera Utara pada 22 Juli 1917 ini mengawali karier di dunia pers dengan menjadi wartawan. Sejak muda, Adam Malik sudah aktif berorganisasi. Ia memimpin Partai Indonesia (Partindo) Pematangsiantar dan Medan pada 1934–1935. Kemudian, ia menjadi anggota Dewan Pimpinan Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) di Jakarta pada 1940–1941. Pada 1945, ia menjadi anggota Pimpinan Gerakan Pemuda untuk persiapan Kemerdekaan Indonesia di Jakarta.

Pasca-kemerdekaan, Adam Malik terpilih sebagai Ketua III Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Tahun 1946, Adam Malik mendirikan Partai Rakyat, lalu tahun 1948–1956 ia menjadi anggota dan Dewan Pimpinan Partai Murba. Pada tahun 1956 lewat Partai Murba, ia menjadi Anggota DPR RI hasil Pemilu 1955.

Pada masa Presiden Soekarno, Adam Malik dipercaya menjadi Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Uni Soviet dan Polandia. Tahun 1962, ia juga dipercaya menjadi Ketua Delegasi RI untuk perundingan Indonesia dan Belanda mengenai wilayah Irian Barat yang digelar di Washington DC, Amerika Serikat.

Setahun kemudian Adam masuk ke kabinet dengan menjadi Menteri Perdagangan. Kemudian, Adam Malik dipercaya sebagai Menteri Luar Negeri sejak 1966 hingga 1978. Jabatan Menlu dipegangnya sejak era Presiden Soekarno hingga era Presiden Soeharto.

Tahun 1977 Adam Malik menjabat sebagai Ketua DPR RI selama setahun. Kemudian pada 23 Maret 1978 ia diangkat MPR RI sebagai Wakil Presiden ke-3 RI menggantikan Sri Sultan Hamengku Buwono IX.

Anak Pematangsiantar

Adam Malik lahir di Pematangsiantar, Sumatera Utara pada 22 Juli 1917 dari pasangan Abdul Malik Batubara dan Salamah Lubis. Ayah Adam Malik berasal dari Tapanuli Selatan, Mandailing yang berdagang di Pematangsiantar dan juga menjadi penjahit. Ia mempersunting Salamah Lubis yang tinggal di kampung Cemor, Malaysia. Ibu Adam Malik juga berasal dari Tapanuli Selatan, Mandailing yang merantau ke Malaysia, kemudian menetap dan menjadi warga negara Malaysia.

Adam Malik merupakan anak ketiga dari sepuluh bersaudara. Masa kecil Adam Malik dihabiskan di Pematangsiantar dengan membantu orang tua berdagang. Sejak kecil ia dikenal cerdas dan cerdik, hingga mendapat julukan “kancil” dari Perdana Menteri Mr. Amir Syarifudin. Adam Malik menempuh pendidikan dasar di Holandsch Inlandsche School (HIS) Pematangsiantar. Tamat HIS, Adam Malik dikirim orang tuanya untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Agama Madrasah Sumatera Thawalib di Parabek, Bukittinggi, Sumatera Barat. Hanya setahun Adam Malik bertahan di sekolah ini, ia lalu pulang kampung dan membantu orang tuanya berdagang.

Di Pematangsiantar, Adam Malik bergabung dengan sebuah organisasi kepanduan Muhammadiyah Hisbul Wathan, satu-satunya organisasi semipolitik yang ada di Pematangsiantar saat itu. Adam juga mendirikan Indonesia Muda cabang Pematangsiantar, yang berpusat di Batavia (Jakarta) dan mengampanyekan Sumpah Pemuda.

Adam Malik yang senang membaca dan fasih berbahasa Belanda menjadi bekal dirinya saat berkumpul bersama teman-temannya. Adam Malik pernah ditahan polisi dan dihukum dua bulan penjara karena melanggar larangan berkumpul. Setelah keluar dari penjara pada usianya yang masih 17 tahun, Adam Malik didaulat teman-temannya menjadi Ketua Partai Indonesia (Partindo) di Pematangsiantar dan Medan pada 1934 – 1935.

Aktivitas politiknya kemudian membawanya ke dunia jurnalistik. Adam Malik muda yang cerdas dan gemar membaca ini menuangkan pemikiran dan ide-idenya di koran lokal masa itu. Ia aktif menulis di Surat Kabar Pelita Andalas dan Majalah Partindo yang tersebar di pelosok Sumatera. Tulisan-tulisannya semakin dikenal khalayak. Adam Malik yang sejak remaja juga menyukai dunia fotografi itu sejalan dengan dunia jurnalistik yang digelutinya, yang kemudian membawanya menjadi seorang politikus. Pemerintah kolonial Belanda akhirnya membubarkan Partindo. Selepas pembubaran Partindo, Adam Malik hijrah ke Batavia untuk mematangkan cita-cita politiknya.

Saat berusia 25 tahun, Adam Malik menikah dengan Nelly Ilyas pada 20 Desember 1942. Mereka dikaruniai lima orang anak (4 putra dan 1 putri), yaitu Otto Malik, Antarini Malik, Ilham Malik, Budisita Malik, dan Imron Malik.

Karier

Adam Malik mengawali kariernya di dunia jurnalistik dengan menjadi wartawan di Jakarta. Setibanya di Jakarta, Adam Malik menumpang di rumah Yahya Nasution (aktivis Partai Republik Indonesia/PARI), ia langsung aktif di Partindo. Pada 13 Desember 1937, Adam Malik bersama beberapa rekannya memelopori berdirinya Kantor Berita Antara (sekarang Lembaga Kantor Berita Nasional Antara) di Buiten Tijgerstraat 38 Noord, Batavia (sekarang Jl. Pinangsia II Jakarta Utara) lalu tahun 1942 pindah ke Jl. Pos Utara 53 Pasar Baru, Jakarta Pusat. Kantor Berita Antara di jl. Pos Utara, Pasar Baru ini menyatu dengan Kantor Berita Domei. Adam Malik juga menjadi wartawan di harian Jepang Domei tersebut pada 1944.

Di samping bekerja sebagai Redaktur di Kantor Berita Antara, Adam Malik juga menjadi anggota Dewan Pimpinan Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) di Jakarta pada 1936-1942. Pada masa penjajahan Jepang, Adam Malik juga aktif dalam gerakan pemuda untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Ia mewakili kelompok pemuda, sebagai pimpinan Komite Van Aksi, terpilih sebagai Ketua III Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada 1945–1947 yang bertugas menyiapkan susunan pemerintahan. Adam Malik juga menjadi anggota Badan Persatuan Perjuangan di Yogyakarta pada 1945–1946. Karier politiknya kian menanjak, Adam Malik didaulat menjadi Ketua II KNIP sekaligus merangkap sebagai anggota Badan Pekerja KNIP.

Pasca-kemerdekaan, pada 7 November 1948 Adam Malik bersama Tan Malaka, Chairul Saleh, dan Sukarni mendirikan Partai Murba (Musyawarah Rakyat Banyak). Selain menjadi anggota, Adam Malik juga duduk sebagai Dewan Pimpinan Partai Murba (1948–1956). Pada Pemilu 1955 lewat partai Murba, Adam Malik terpilih sebagai anggota DPR RI.

Pada 1966, secara terang-terangan melalui televisi, Adam Malik menyatakan keluar dari Partai Murba. Sebab, partai ini menentang masuknya modal asing, dan tidak sesuai dengan kebijakan-kebijakan politik yang diambil. Pada pemerintahan Presiden Soeharto, Adam Malik pindah haluan ke Golkar (Golongan Karya), suatu wadah Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar) yang didirikan pada 20 Oktober 1964.

Sekber Golkar merupakan wadah dari golongan fungsional/golongan karya murni yang tidak berada di bawah pengaruh politik tertentu. Dalam perkembangannya Sekber Golkar mengubah diri menjadi Golkar pada 17 Juli 1971, dan menyatakan diri bahwa Golkar bukan partai politik.

Karier politik Adam Malik kian cemerlang. Presiden Soekarno menunjuk Adam Malik masuk dalam pemerintahan dan menjadi Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh untuk Uni Soviet dan Polandia (1959–1961). Tahun 1962 ia ditunjuk oleh Pemerintah RI menjadi Ketua Delegasi RI untuk perundingan Indonesia dengan Belanda mengenai wilayah Irian Barat di Washington DC, Amerika Serikat.

Adam Malik juga berperan aktif untuk mengembalikan Indonesia menjadi anggota PBB pada 1966. Tahun 1971, Adam Malik terpilih sebagai Ketua Sidang Majelis Umum PBB ke-26 di New York. Ia menjadi orang Indonesia pertama dan satu-satunya sebagai Ketua Majelis Umum PBB.

Pertama kalinya Adam Malik masuk dalam jajaran kabinet, yaitu sebagai Menteri Perdagangan pada Kabinet Kerja IV, sekaligus menjabat Wakil Panglima Operasi I Komando Tertinggi Operasi Ekonomi (KOTOE). Selanjutnya, pada 31 Maret 1965, ia diangkat sebagai Menteri Koordinator untuk Pelaksana Ekonomi Terpimpin.

Karier Adam Malik makin menjulang, pada 18 Maret 1966 ia diangkat sebagai Wakil Perdana Menteri II (Waperdam II), sekaligus menjabat Menteri Luar Negeri RI di Kabinet Dwikora II. Pada 27 Maret 1966 jabatannya menjadi Waperdam urusan sosial politik merangkap Menteri Luar Negeri (Menlu).

Pada tahun ini pula Adam Malik diangkat sebagai anggota Presidium Kabinet Dwikora bersama Hamengku Buwono IX, Leimena, Roeslan Abdulgani, dan KH Idham Chalid. Setelah Kabinet Dwikora II dibubarkan pada 1966, Adam Malik yang sebelumnya menjabat Menlu merangkap Waperdam, di Kabinet Ampera I di bawah pimpinan Presiden RI Soeharto, diangkat menjadi Menteri Luar Negeri.

Tahun 1967 Presiden Soekarno menyerahkan pemrintahan kepada Letjen Soeharto. Adam Malik kemudian diangkat sebagai Menteri Luar Negeri pada Kabinet Ampera II. Sebagai Menlu dalam pemerintahan Orde Baru, Adam Malik berperan penting dalam berbagai perundingan dengan negara-negara lain, termasuk rescheduling utang Indonesia peninggalan Orde Lama.

Setahun kemudian, pada 1968 Adam Malik diangkat kembali sebagai Menlu dalam Kabinet Pembangunan I. Pada 1973 ia dipercaya kembali sebagai Menlu dalam Kabinet Pembangunan II. Adam Malik menjadi Menlu terlama urutan kedua setelah Dr. Soebandrio. Sebagai Menteri Luar Negeri masa Orde Baru, Adam Malik berperan penting dalam berbagai perundingan dengan negara lain. Juga berperan saat normalisasi hubungan Malaysia-RI hingga terbentuknya ASEAN tahun 1967. Karier tertinggi Adam Malik adalah ketika ia diangkat oleh MPR menjadi Wakil Presiden RI pada 1978 hingga 1983.

Adam Malik meninggal dunia di Bandung pada 5 September 1984 karena penyakit kanker lever. Adam Malik dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

KOMPAS/JB SURATNO

Presiden Soeharto disambut Wakil Presiden Adam Malik sekembaliknya dari kunjungan ke Spanyol. (23-10-1982)

Daftar penghargaan

  • Bintang RI Adipradana (10 Maret 1973)
  • Bintang Mahaputera Adipurna (23 Maret 1973)
  • Bintang Mahaputera Pratama (17 Agustus 1961)
  • Tanda Kehormatan dari Seri Maharaja Mangku Negara, Malaysia (1970)
  • Penghargaan dari Yayasan Tun Abdul Razak atas jasa Adam Malik dalam memberikan sumbangan terhadap saling pengertian (11 Maret 1980)
  • International Dag Hammarskojold Award dari PBB (1982)
  • Pahlawan Nasional dari Pemerintah RI (1998)
  • Grand Collar of the Order of Lakandula, Filipina (2017)

Penghargaan

Pemerintah RI dan dunia mengakui kiprah politik Adam Malik di dalam dan luar negri, baik dalam memperjuangkan Indonesia, juga dalam menjaga hubungan baik dengan negara lain. Atas jasa-jasanya, Adam Malik dianugerahi berbagai penghargaan, di antaranya Bintang Mahaputera kelas IV pada 1971, Bintang Adhi Perdana kelas II tahun 1973.

Dari negara lain, Adam Malik menerima penghargaan “International Dag Hammereskjoeld” tahun 1981 di bidang diplomasi (au titre du merite diplomatique). Hadiah internasional ini diberikan kepada tokoh- tokoh dunia tertentu yang aktivitas dan jasa-jasanya telah terbukti (4 Desember 1981). Adam Malik juga memperoleh penghargaan dari Yayasan Tun Abdul Razak atas jasa-jasanya dalam memberikan sumbangan terhadap saling pengertian (11 Maret 1980). Tahun 2017 Adam Malik mendapat penghargaan Grand Collar of the Order of Lakandula dari pemerintah Filipina.

Pada masa pemerintahan Presiden BJ Habibie, Adam Malik dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional pada 6 November 1998 berdasarkan Keppres Nomor 107/TK/1998.

KOMPAS/JB SURATNO

Wakil Presiden Adam Malik dan rombongan  tiba di tanah air, setelah menghadiri pemakaman jenazah Presiden Uni Soviet Leonid Brezhnev..Wapres Adam malik mengangkat cucunya yang turut menjemputnya. Di lanuma Halim Perdanakusuma Wapres  mengatakan, RI dan Uni Soviet menginginkan diperbaharuinya hubungan kedua negara. (Kompas, 20-11-1982).

KR

“Bagi saya, Orde Baru adalah kelanjutan Orde Lama yang membentang semenjak 17 Agustus 1945 hingga 22 Februari 1967. Kedua-duanya masing-masing menjalankan misi bagi kepentingan nusa dan bangsa. Saya melihat ke depan dengan penuh kepercayaan bahwa UUD 45 dan Pancasila akan membawa rakyat kita ke Masyarakat Adil dan Makmur,” ujar Adam Malik (Kompas, 7 September 1984).

 

Pendiri Antara

Masa bersejarah bagi perkembangan media massa di Indonesia dimulai tahun 1937. Tepatnya pada 13 Desember 1937, sejumlah wartawan muda Indonesia yang memiliki kepedulian terhadap kemerdekaan Indonesia, turut berjuang merebut kemerdekaan sesuai dengan keahlian yang mereka miliki, keahlian tulis-menulis. Mereka berjuang melalui dunia pers kewartawanan. Mereka itu adalah Adam Malik, Soemanang, A.M. Sipahutar, Armijn Pane, Abdul Hakim, dan Pandu Kartawiguna yang memelopori berdirinya Kantor Berita Antara. Nama “Antara” disepakati bersama dengan harapan, sesuai arti dan sifatnya, yaitu menjadi perantara masyarakat dengan pers dalam arti luas.

Saat itu, Kantor Berita Antara berkantor di Buiten Tijgerstraat 38 Noord Batavia (sekarang jl. Pinangsia 70 Jakarta Utara). Di Kantor Berita Antara ini, Adam Malik dipercaya sebagai Redaktur Pelaksana merangkap Wakil Direktur, sedangkan Soemanang sebagai Direktur. Saat itu Adam Malik sebagai wartawan muda berusia 20 tahun. Bermodalkan satu meja tulis tua, satu mesin tulis tua, dan satu mesin roneo tua, mereka menyuplai berita ke berbagai surat kabar nasional. Tahun 1941 Kantor  Berita Antara pindah ke Tanah Abang Barat No.90 Jakarta.

Dalam perkembangannya, pada 1941 jabatan Direktur oleh Soemanang diserahkan kepada Sugondo Djojopuspito, sedangkan jabatan Redaktur tetap dipegang oleh Adam Malik yang merangkap Wakil Direktur. Kemudian pada 1942 Kantor Berita Antara pindah ke Noord Postweg 53, Paser Baroe (sekarang Jl. Pos Utara No.53, Pasar Baru). Hingga ketika tentara Jepang menduduki Indonesia, ANTARA tetap diperbolehkan terus bekerja dengan nama “Yoshima”.

Antara tahun 1942 hingga 1945, Jepang melebur Kantor Berita Antara menjadi Domei. Namun peleburan tidak bertahan lama. Pada masa puncak perjuangan, tepatnya pada 17 Agustus 1945, Kantor Berita Antara berhasil menyelundupkan penyiaran teks Proklamasi Kemerdekan Indonesia ke seluruh dunia dari gedung kantor yang alamatnya kini bernama jl. Antara no. 57-61, Jakarta Pusat.

Keberhasilan Kantor Berita Antara menyiarkan Proklamasi Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945 ke seluruh dunia tidak terlepas dari peran Adam Malik. Rencana penyebarluasan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ke seluruh dunia dipimpin oleh Adam Malik yang mendiktekan naskah proklamasi dari tempat persembunyiannya karena dikejar-kejar tentara Jepang. Adam Malik dibantu Pangulu Lubis, satu-satunya petugas kantor ANTARA yang diminta bersiap-siap menyebarkan berita Proklamasi dengan mengatakan “bersiap-siap menyiarkan sebuah berita penting”.

Setelah teks Proklamasi dibacakan Soekarno, Adam Malik lalu menelpon ANTARA yang diterima oleh Asa Bafagih yang diminta untuk menyampaikannya kepada Pangulu Lubis dengan berpesan, “Jangan sampai gagal”. Kemudian Pangulu Lubis mengirimkan naskah tersebut ke bagian radio dengan menyelipkan naskah itu dalam morse-cast Domei di antara berita-berita yang telah dibubuhi izin Hodohan. Oleh karena itu, naskah proklamasi dijaga oleh Markonis Soegirin sehingga teks Proklamasi itu dapat tersiar dan dikirimkan oleh Markonis Wua.

Sindhunata

Referensi

Arsip Kompas
  • “Adam Malik, Orang Asia ke-8 di PBB”. Kompas, 22 September 1971.
  • “Percakapan santai dengan Ketua DPR Adam Malik: dari masalah-masalah keparlemenan, barang antik sampai batu cincin”. Kompas, 14 Oktober 1977.
  • “‘Kalau Saya Tidak Duduk Dalam Pemerintahan…’ *Adam Malik: Kontrak Saya Lima Tahun dengan MPR Selesai”. Kompas, 3 Maret 1983.
  • “‘Balak Enam’ untuk Adam Malik”. Kompas, 23 Juli 1983.
  • “Selalu Dekat Rakyat”. Kompas, 7 September 1984.
  • “Dalam Dirinya Ada Benang Merah yang Jelas”. Kompas, 7 September 1984.
  • “Adam Malik menurut Adam Malik”. Kompas, 7 September 1984.
  • “30 Tahun yang Lalu. Konfrontasi Malaysia Bisa Diselesaikan”. Kompas, 10 Agustus 1996.
  • “Adam Malik Pahlawan Nasional”. Kompas 10 November 1998.
  • “Politik Adam Malik, oleh Asvi Warman Adam”. Kompas, 21 Juli 2017.
Buku

Biodata

Nama

Adam Malik Batubara

Lahir

Pematangsiantar, Sumatera Utara, 22 Juli 1917

Jabatan

Wakil Presiden RI (23 Maret 1978 — 11 Maret 1983)

Pendidikan

  • SD HIS Pematangsiantar, Sumut
  • SMP Madrasah Sumatera Thawalib Parabek, Bukittinggi (hanya 1,5 tahun)

Karier

Pekerjaan:

  • Wartawan
  • Redaktur Pelaksana merangkap Wakil Direktur Kantor Berita ANTARA (1937–1941)
  • Anggota DPR RI (1956)

Pemerintahan

  • Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh untuk Uni Soviet dan Polandia (1959–1961)
  • Ketua Delegasi RI untuk perundingan Indonesia dengan Belanda mengenai wilayah Irian Barat (1962)
  • Menteri Perdagangan Kabinet Kerja IV, merangkap Wakil Panglima Operasi I Komando Tertinggi Operasi Ekonomi (KOTOE) (1963)
  • Ketua Delegasi untuk Komisi Perdagangan dan Pembangunan di PBB (1964)
  • Wakil Perdana Menteri II, merangkap Menteri Luar Negeri RI di Kabinet Dwikora II (1966)
  • Menteri Luar Negeri di Kabinet Ampera I (1966)
  • Menteri Luar Negeri di Kabinet Ampera II (1967)
  • Menteri Luar Negeri di Kabinet Pembangunan I (1968)
  • Ketua Majelis Umum PBB ke-26 (1971)
  • Menteri Luar Negeri di Kabinet Pembangunan II (1973)
  • Wakil Presiden ke-3 RI (23 Maret 1978 — 11 Maret 1983)

Organisasi

  • Ketua Partai Indonesia Pematangsiantar dan Medan (1934–1935)
  • Anggota Dewan Pimpinan Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) di Jakarta (1940–1941)
  • Pemimpin Gerakan Pemuda (1945)
  • Pemimpin Komite Van Aksi (1945)
  • Ketua III Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) (1945–1947)
  • Ketua II KNIP merangkap anggota Badan Pekerja KNIP (1947)
  • Anngota Badan Persatuan Perjuangan di Yogyakarta (1945–1946)
  • Pendiri Partai Murba (7 November 1948 — 1966)
  • Bergabung dengan Golkar (1970)

Penghargaan

  • Bintang RI Adipradana (10 Maret 1973)
  • Bintang Mahaputera Adipurna (23 Maret 1973)
  • Bintang Mahaputera Pratama (17 Agustus 1961)
  • Tanda Kehormatan dari Seri Maharaja Mangku Negara, Malaysia (1970)
  • Penghargaan dari Yayasan Tun Abdul Razak atas jasa Adam Malik dalam memberikan sumbangan terhadap saling pengertian (11 Maret 1980)
  • International Dag Hammarskojold Award dari PBB (1982)
  • Pahlawan Nasional dari Pemerintah RI (1998)
  • Grand Collar of the Order of Lakandula, Filipina (2017)

Keluarga

Istri

Nelly Ilyas

Anak

  • Otto Malik
  • Antarini Malik
  • Ilham Malik
  • Budisita Malik
  • Imron Malik

Sumber
Litbang Kompas