Paparan Topik | Hari Lahir Pancasila

Pancasila: Sejarah Perumusan Sebagai Dasar Negara, Pandangan Hidup, dan Upaya Pelestarian Ideologi

Para pendiri bangsa merumuskan dasar negara melalui proses yang panjang. Dasar negara yang kemudian diresmikan dengan nama Pancasila, pertama kali diutarakan oleh Soekarno pada 1 Juni 1945 dalam rangkaian sidang pertama BPUPKI. Dalam proses perumusannya, lima asas yang terkandung dalam Pancasila mengalami pengembangan dan penyempurnaan sehingga menjadi dasar negara yang dikenal saat ini.

KOMPAS/RIZA FATHONI

Mural bertema kepahlawanan dan nilai-nilai Pancasila terlukis di dinding di pnggir jalan di kawasan Galur, Jakarta yang mengatasnamakan Kampung Pancasila, Sabtu (15/5/2021). Mural ini menjadi sebuah pengingat bagi kutipan-kutipan penting para pahlawan bagi generasi sekarang sekaligus meneguhkan kembali nilai-nilai Pancasila.

Fakta Singkat

Hari Lahir Pancasila
Melalui Keppres Nomor 24 Tahun 2016, Pemerintah menetapkan tanggal 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila sekaligus Hari Libur Nasional.

Nama Pancasila
Nama Pancasila pertama kali diutarakan oleh  Soekarno pada 1 Juni 1945 dalam rangkaian sidang pertama BPUPKI.

Arti Kata
Pancasila terdiri atas dua suku kata, yaitu panca dan sila. Panca artinya lima dan sila artinya dasar atau sendi.

Lembaga
Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP)

Pancasila berasal dari bahasa Sanskerta. Pancasila terdiri atas dua suku kata, yaitu panca dan sila. Panca artinya lima dan sila artinya dasar atau sendi. Jadi Pancasila berarti lima dasar, lima sendi, atau lima unsur. Pancasila adalah lima dasar, lima sendi, atau lima unsur yang dijadikan pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Melalui Keppres Nomor 24 Tahun 2016, Pemerintah menetapkan tanggal 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahir Pancasila sekaligus Hari Libur Nasional.

Selama dalam masa pendudukan Belanda dan Jepang, bangsa Indonesia gigih memperjuangkan kemerdekaan. Para pejuang dan pendiri negara berupaya mencapai kebebasan  serta merumuskan dasar negara sebagai tumpuan untuk berdirinya suatu negara.

Perumusan dasar negara harus menghadapi beragam hal yang kompleks dan rumit, terlebih karena Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai pulau, suku, dan ras. Namun, para pendiri negara tetap gigih mengurai dasar negara untuk dapat memeluk berbagai kemajukan sehingga menjadi satu dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kegigihan para pendiri negara berbuah manis.

Pada 1 Maret 1945, Pemerintah Jepang secara resmi membentuk Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). BPUPKI memiliki tugas untuk mempelajari dan memeriksa hal-hal yang krusial dalam pembentukan negara Indonesia yang merdeka.

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Lambang negara Indonesia, Garuda Pancasila di Taman Kebhinnekaan di pintu air Kanal TImur di Duren Sawit, Jakarta Timur, Sabtu (7/7/2018). Pengenalan dan peneguhan kembali nilai-nilai Pancasila serta kebihnnekaan, kini ditampilkan di ruang publik.

Sidang pertama BPUPKI berlangsung tanggal 29 Mei 1945 hingga 1 Juni 1945.  Para anggota sidang membahas berbagai hal terkait dengan persiapan kemerdekaan Indonesia, antara lain syarat-syarat hukum berdirinya suatu negara, bentuk negara, pemerintahan negara, dan dasar negara. Dasar negara kala itu menjadi salah satu pembahasan pada sidang pertama dengan tiga anggota mengutarakan pendapatnya melalui pidato yakni Muh. Yamin (sidang 29 Mei 1945), Soepomo (31 Mei 1945), dan Soekarno  (1 Juni 1945).

Muh. Yamin mengatakan bahwa perumusan pokok-pokok aturan dasar Negara Indonesia harus disusun berdasarkan watak peradaban Indonesia. Dalam pidatonya, Muh. Yamin mengemukakan lima hal sebagai dasar negara, yaki peri kebangsaan,  peri kemanusiaan, peri Ketuhanan, peri kerakyatan, dan kesejahteraan Rakyat yang dicantumkan pada naskah rancangan Undang-undang Dasar :

  1. Ke-Tuhanan Yang Maha Esa
  2. Kebangsaan Persatuan Indonesia
  3. Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sedangkan pada 31 Mei 1945, Soepomo dalam pidatonya mengemukakan tiga permasalahan yang dia temukan dalam sidang yakni pemerintahan negara, hubungan negara dan agama, dan bentuk negara. Beliau menjelaskan bahwa dasar dan bentuk susunan negara berhubungan erat dengan riwayat hukum (reschtgeshichte) dan lembaga sosial dari suatu negara. Sehingga, setiap negara memiliki keunikan masing-masing.

Soepomo pun mengajukan kerangka pemikiran dengan beberapa ciri yang menggambarkan alam pikiran kebudayaan Indonesia  yakni cita-cita persatuan, keseimbangan lahir dan batin, musyawarah, persatuan antara rakyat dan pemimpinnya, antar sesama golongan yang diliputi dengan semangat gotong royong dan kekeluargaan.

Soepomo juga mengutarakan hakikat cita-cita negara. Sehingga, beliau menyampaikan tiga teori negara yakni teori perseorangan, teori golongan, dan teori integralistik. Ketiga teori ini dapat menjadi rujukan soal cita-cita negara.

KOMPAS/WAWAN H PARBOWO

Pesepeda melintas di depan Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Senin (1/6/2020). Ditahun-tahun sebelumnya, Gedung Pancasila digunakan sebagai pusat peringatan Hari Lahir Pancasila. Dikarenakan ada pandemi Covid-19, maka Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menggelar acara peringatan Hari Lahir Pancasila secara virtual. Foto ketiga: Pesepeda melintas di depan Gedung Mahkamah Konstitusi terbentang spanduk Hari Lahir Pancasila.

Pidato Soekarno soal Pancasila

Sementara,  Soekarno dalam pidatonya tanggal 1 Juni 1945 mengutarakan pendapat tentang dasar negara dalam 6.480 kata, Soekarno menyampaikan kepada anggota ulasannya mengenai arti merdeka yaitu Philosophische grondslag,  yaitu fundamen, filsafat, jiwa, dan hasrat sedalam-dalamnya untuk mendirikan Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi.

Kemudian, Soekarno melanjutkan dengan menyampaikan tentang dasar negara dengan melemparkan pertanyaan retoris mengenai Weltanschauung untuk mendirikan Indonesia yang merdeka. Weltanshcauung adalah orientasi kognitif mendasar  yang mencakup seluruh pengetahuan dan sudut pandang individu atau masyarakat.  Soekarno meneruskan dengan pemaparan pandangannya mengenai dasar-dasar Indonesia Merdeka.

Pada urutan pertama, beliau menyebutkan dasar yang baik dijadikan dasar pertama untuk Indonesia adalah dasar kebangsaan. “Kita mendirikan satu Negara Kebangsaan Indonesia”. Dasar yang kedua adalah internasionalisme. Menurut Soekarno, selain mendirikan Indonesia Merdeka, kekeluargaan antar bangsa-bangsa juga harus dijunjung. Dasar yang ketiga adalah dasar mufakat, perwakilan, dan dasar permusyawaratan. Bahwa Indonesia bukan negara untuk satu golongan saja namun untuk semua dimana satu untuk semua, dan semua untuk satu.

Dasar yang keempat yang dikemukakan Soekarno adalah kesejahteraan. Ia mengatakan bahwa selain persamaan politik, persamaan ekonomi dalam bentuk kesejahteraan bersama juga perlu diadakan sebagai prinsip dimana tidak ada kemiskinan di masa Indonesia Merdeka. Sedangkan pada dasar kelima dan terakhir, Soekarno mengutarakan prinsip ketuhanan dimana bangsa Indonesia merupakan negara yang bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa. Rakyat Indonesia dijamin untuk memiliki keleluasan  menyembah Tuhannya masing-masing tanpa egoisme agama dan tetap satu sebagai Negara Indonesia.

Setelah menjelaskan lima dasar negara tersebut, Soekarno kemudian membicarakan nama yang tepat tentang dasar negara.  Panca dharma dinilai tidak tepat digunakan dikarena dharma sendiri berarti kewajiban, sedangkan bahasannya merupakan dasar. Soekarno kemudian menyatakan, atas petunjuk dari seorang ahli bahasa, dasar negara ini dirangkum dengan nama “Panca Sila”. Sila sendiri memiliki arti dasar. Sehingga, di atas lima dasar Indonesia berdiri sebagai negara yang kekal dan abadi.

Baca juga: Pancasila dan Tugas Sejarah Kita

KOMPAS/RONNY ARIYANTO NUGROHO

Sejumlah gambar lambang negara Republik Indonesia, Garuda Pancasila, digambarkan para pengunjung Braga Festival 2008 di Bandung (30/12/2008). Hasil karya ini diprakarsai seniman Nanang R Hidayat yang menemukan adanya keberagaman persepsi warga masyarakat terhadap bentuk lambang negara.

Sidang BPUPKI dan Perumusan Pancasila

Panitia delapan kemudian dibentuk untuk mempersiapkan perumusan dasar negara. Panitia delapan mengadakan rapat pada masa reses sidang BPUPKI pada 22 Juni 1945. Panitia delapan mengadakan rapat di gedung Kantor Besar Jawa Hokokai, Lapangan Banteng untuk membahas rancangan pembukaan (preambule) Undang-Undang Dasar (UUD), mengelompokan usulan anggota, dan menyepakati pembentukan panitia sembilan untuk menyusun rumusan dasar negara.

Anggota panitia Sembilan diantaranya Soekarno, Mohammad Hatta, Muhammad Yamin, Ahmad Soebardjo, AA Maramis, Abdulkahar Muzakkir, Wahid Hasyim, H. Agus Salim, dan Abikusno Tjokrosujoso. Panitia Sembilan mengadakan pertemuan di rumah Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta.  Pertemuan tersebut menghasilkan rumusan pembukaan Undang-Undang Dasar yang dikenal dengan Piagam Jakarta (Jakarta Charter) yang didalamnya termuat rumusan kolektif dasar negara Indonesia Merdeka, yaitu:

  1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab;
  3. Persatuan Indonesia;
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan;
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pembahasan Pancasila masih berlanjut dalam masa persidangan kedua BPUPKI. yang berlangsung 10 Juli hingga 13 Juli 1945. Sidang kedua BPUPKI diselenggarakan.  Soekarno menyampaikan laporan hasil kerja selama masa reses. Sidang ini menghasilkan keputusan tentang bentuk negara republik bagi Indonesia merdeka dan perumusan terakhir draft dasar negara.

Pada sidang ini, J. Latuharhary menyampaikan keberatannya terhadap sila pertama “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya” karena berakibat besar terhadap pemeluk agama lain. Sehingga, dibentuk panitia kecil perancang Undang-Undang Dasar yang diketuai oleh Soepomo yang bertugas untuk merancang Undang-Undang Dasar dengan memperhatikan pendapat dari rapat besar dan kecil. Hasil kerja panitia kecil yang diketuai Soepomo disempurnakan bahasanya oleh sebuah “Panitia Penghalus Bahasa” yang terdiri dari Hoesein Djajadiningrat, Agus Salim, dan Soepomo.

Setelah melalui beberapa proses persidangan, Pancasila akhirnya dapat disahkan pada Sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945. Pada siding tersebut, disetujui bahwa Pancasila dicantumkan dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar negara Indonesia yang sah.

Lima Sila Pancasila tersebut adalah:

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat, kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Makna Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup

  1. Pancasila sebagai Dasar Negara

Rumusan Pancasila yang terdapat dalam alinea keempat Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara yuridis-konstitusional sah, berlaku, dan mengikat seluruh lembaga negara, lembaga masyarakat, dan setiap warga negara, tanpa kecuali. Rumusan lengkap sila dalam Pancasila telah dimuat dalam Instruksi Presiden RI Nomor 12 Tahun 1968 tanggal 13 April 1968 tentang Tata Urutan Dan Rumusan Pancasila, sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Peneguhan Pancasila sebagai dasar negara sebagaimana terdapat pada Pembukaan, juga dimuat dalam Ketetapan MPR Nomor XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara.

  1. Pancasila sebagai Pandangan Hidup

Pancasila dijadikan dasar dan motivasi dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pancasila dijadikan dasar untuk mencapai tujuan negara sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

  1. Arti Penting Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup

Pancasila sebagai dasar negara dibentuk setelah menyerap berbagai pandangan yang berkembang secara demokratis dari para anggota BPUPKI dan PPKI sebagai pendiri negara Indonesia merdeka. Apabila dasar negara Pancasila dihubungkan dengan cita-cita negara dan tujuan negara, maka Pancasila merupakan ideologi negara. Sejak disahkan secara konstitusional pada 18 Agustus 1945, Pancasila dapat dikatakan sebagai dasar negara, pandangan hidup, ideologi negara dan ligatur (pemersatu) dalam peri kehidupan kebangsaan dan kenegaraan Indonesia.

Baca juga: Organisasi Pemuda Indonesia, Sumbu Pemersatu Bangsa

Masa Orde Baru

Masa Orde Baru (1966-1998) menjadi masa ketika Pancasila menjadi ideologi yang diindoktrinasikan secara tertib kepada hampir semua warga negara. Hal itu tercantum dalam melalui Ketetapan MPR No.II/MPR/1978.

Lewat Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), Pancasila dibedah dan nilai baru dirumuskan. Panduan P4 dibentuk dengan Ketetapan MPR no. II/MPR/1978. Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia Pancakarsa menjabarkan kelima asas dalam Pancasila menjadi 36 butir pengamalan sebagai pedoman praktis bagi pelaksanaan Pancasila.

Pada Maret 1979, pemerintah juga membentuk Badan Pembina Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7). Dalam pelaksanaannya, badan ini dibantu Penasihat Presiden tentang Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P7).

Setiap sila diurai dan dikembangkan dalam puluhan butir makna dan kewajiban yang harus dilakukan. Indoktrinasi yang dilakukan secara masif sejak 1978 terbukti ampuh untuk memaksa orang mengingat bunyi sila-sila dalam Pancasila,  P-4 dirancang agar dapat menjaga kelestarian dan keampuhan Pancasila demi tercapainya tujuan nasional dan cita-cita bangsa seperti yang tercantum pada UUD 1945.

Penataran P4 dipraktekkan sebagai kewajiban yang bersifat indoktrinatif dan dijadikan persyaratan untuk jabatan formal. Bersamaan dengan jatuhnya kekuasaan Soeharto, fondasi ideologi yang dibangun untuk melanggengkan rezim totaliternya pun dilengserkan. P4 diusulkan dihapus lewat ketetapan MPR tahun 1998.

Setelah Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta membekukan program penataran P4 bagi mahasiswanya tahun 1998, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Juwono Sudarsono membekukan penataran P4 bagi semua mahasiswa baru di perguruan tinggi. (Kompas, 16 Agustus 2010).

Baca juga: Sejarah Lahirnya Budi Utomo dan Kongres 1908

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Presiden Joko Widodo  di Istana Bogor memimpin Upacara peringatan Hari Lahir Pancasila secara virtual dan disiarkan langsung melalui akun Youtube Sekretariat Presiden, Senin (1/6/2020). Dalam pidatonya, Jokowi mengatakan bahwa pandemi Covid-19 yang melanda saat ini menguji daya juang, pengorbanan, dan kedisiplinan bangsa Indonesia. Presiden menyampaikan Pancasila ibarat bintang yang menjadi pemersatu bangsa dalam melewati ujian pandemi ini.

Kedudukan dan Fungsi Pancasila

Kedudukan dan fungsi Pancasila senantiasa dinyatakan secara jelas dalam Ketetapan MPR. Secara umum, fungsi dan peranan Pancasila menurut Tap MPR No. III/ MPR/2000 tentang Sumber Hukum Nasional dan Tata Urutan Perundangan dinyatakan bahwa Pancasila berfungsi sebagai dasar negara. Hal ini mengandung maksud bahwa Pancasila digunakan sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan ketatanegaraan negara, yang meliputi bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.

Fungsi dan peranan Pancasila:
1) Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia
Pancasila sebagai jiwa bangsa berfungsi agar Indonesia tetap hidup dalam jiwa Pancasila.

2) Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia
Pancasila sebagai pribadi Bangsa Indonesia memiliki fungsi, yaitu sebagai hal yang memberikan corak khas Bangsa Indonesia dan menjadi pembeda yang membedakan bangsa kita dengan bangsa yang lain.

3) Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum
Pancasila sebagai sumber hukum berfungsi sebagai sumber hukum yang mengatur segala hukum yang berlaku di Indonesia.

4) Pancasila sebagai perjanjian luhur
Pancasila sebagai perjanjian luhur telah berfungsi dan disepakati melalui sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia tanggal 18 Agustus 1945.

5) Pancasila sebagai cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia
Pancasila sebagai cita-cita bangsa memiliki fungsi, yaitu untuk menciptakanmasyarakat yang adil dan makmur.

6) Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

7) Pancasila sebagai moral pembangunan.

Penerapan Nilai Pancasila

Pancasila sebagai ideologi negara perlu dijaga dari pengaruh ideologi lain yang dapat mengancam persatuan bangsa Indonesia. Pancasila diciptakan sebagai landasan ideal bagi kehidupan bernegara.

Membangun mental warga negara yang  berideologi Pancasila menjadi semakin penting. Ketahanan Ideologi harus tertanam kokoh di seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Aspek politik, sosial, budaya dan ekonomi harus mencerminkan ideologi Pancasila.

Sila Pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Nilai yang terkandung dalam sila pertama Pancasila adalah nilai Ketuhanan. Hal ini bisa dimaknai sebagai nilai kepercayaan dan ketakwaan.

Nilai kepercayaan berarti percaya dan mengakui adanya Tuhan Yang Maha Esa. Nilai ketakwaan berarti bertakwa dan menjalankan kewajiban agamanya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Untuk mewujudkan hal ini, maka masyarakat Indonesia memiliki kebebasan untuk memeluk agama dan menjalankan kewajibannya kepada Tuhan Yang Maha Esa, tanpa melalui paksaan.

Sila Kedua, “Kemanusiaan yang adil dan beradab”, mengandung rasa semangat yang diusung pendiri.  Sila kedua dapat dimaknai bahwa manusia yang menjadi subyek dan obyek pembangunan harus mengembangkan keadilan serta keadaban bagi kemajuannya.

Nilai kemanusiaan terkandung dalam sila kedua Pancasila. Artinya kemanusiaan harus dijunjung tinggi serta diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Negara menjamin adanya persamaan kedudukan bagi setiap masyarakat Indonesia, baik dalam bidang hukum maupun pemerintahan.

Nilai kemanusiaan dijunjung tinggi karena masyarakat Indonesia terdiri atas berbagai suku, agama, ras dan golongan. Sila kedua Pancasila memiliki makna menghargai dan menghormati antar sesama manusia serta memiliki persamaan derajat.

Sila Ketiga “Persatuan Indonesia” terwujud dalam bentuk upaya menjaga kesatuan dan persatuan  Republik Indonesia. Salah satu bentuk nilai persatuan adalah dengan berjiwa nasionalisme tinggi. Berjiwa nasionalisme berarti mencintai negara Indonesia. Hal ini akan menciptakan masyarakat yang saling bersatu dan berpadu dalam persatuan Indonesia.

Sila Keempat “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”. Sila ini mengandung nilai kerakyatan. Artinya kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Nilai ini erat kaitannya dengan sistem pemerintahan demokrasi di Indonesia, yakni pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat serta untuk rakyat.

Hikmat kebijaksanaan dapat diartikan selalu menggunakan akal sehat dalam bertindak. Sedangkan permusyawaratan diartikan sebagai musyawarah dalam pengambilan keputusan untuk mencapai mufakat.

Perwakilan berarti sistem yang dianut dalam perwakilan rakyat. Selain nilai kerakyatan, sila keempat Pancasila juga berarti melakukan dan mengutamakan musyawarah dalam pengambilan keputusan serta menghormati perbedaan pendapat yang ada.

Sila kelima Pancasila, “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” adalah bahwa setiap orang Indonesia berhak mendapatkan perlakuan yang adil dalam segala bidang. Bidang hukum, politik, ekonomi, maupun kebudayaan.

Keadilan yang dicita-citakan adalah keadilan yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke, bukan untuk golongan atau kelompok tertentu. Perwujudan nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yakni setiap warga Negara Indonesia harus mengembangkan sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.

Menghormati hak-hak orang lain, suka memberi pertolongan kepada orang lain agar mandiri, suka bekerja keras, menghargai hasil karya orang lain, juga merupakan nilai-nilai yang terkandung dalam sila kelima Pancasila.

Baca juga: Lagu Kebangsaan Indonesia Raya

KOMPAS/ALIF ICHWAN

Warga memandang lukisan mural lambang negara Indonesia, Garuda Pancasila, yang terpampang di daerah Pasar Minggu, Jakarta (2/2/2020). Mural ini mengingatkan kita sebagai bangsa Indonesia harus dapat menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Badan Pembinaan Ideologi Pancasila

Dalam rangka aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, pemerintah Republik Indonesia  memandang perlu kembali dilakukan pembinaan ideologi Pancasila terhadap seluruh penyelenggara negara yang terencana, sistematis, dan terpadu.

Pada 19 Mei 2017, Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2017 tentang Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila.

Dalam perkembangannya, UKP-PIP dirasa perlu disempurnakan dan direvitalisasi organisasi maupun tugas dan fungsinya dan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2017 perlu diganti dalam rangka penguatan pembinaan ideologi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Atas dasar pertimbangan tersebut, pada tanggal 28 Februari 2018, Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2018 tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila.

Dengan revitalisasi dari bentuk unit kerja menjadi bentuk badan, diharapkan BPIP akan tetap keberadaannya walaupun pemerintahannya terus berganti. Dengan adanya Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2018, maka Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2017 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Badan Pembinaan Ideologi Pancasila atau disingkat BPIP adalah lembaga yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden, dengan tugas membantu Presiden dalam merumuskan arah kebijakan pembinaan ideologi Pancasila. BPIP merupakan revitalisasi dari Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKPIP).

Lembaga ini bertugas melaksanakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian pembinaan ideologi Pancasila. Secara menyeluruh dan berkelanjutan, melaksanakan penyusunan standarisasi, menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan.

BPIP juga  memberikan rekomendasi kepada lembaga tinggi negara, kementerian, pemerintah daerah, dan lembaga lainnya berdasarkan hasil kajian terhadap kebijakan atau regulasi yang bertentangan dengan Pancasila.

Pemerintah merancang RUU BPIP yang mengatur tentang Pancasila dan Lembaga BPIP. RUU BPIP disusun agar posisi pancasila dan lembaga BPIP makin kokoh. Sebagai dasar negara, Pancasila memang tak tergantikan. RUU BPIP diperlukan sebagai panduan untuk menjaga dan melestarikan Pancasila serta panduan untuk  menanamkan nilai cinta tanah air. (LITBANG KOMPAS)

Baca juga: Napak Tilas Kemerdekaan Melalui Pidato Presiden

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Para menteri Kabinet Indonesia Maju menyimak pemaparan Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Megawati Soekarnoputri dalam acara Presidential Lecture Internalisasi dan Pembumian Pancasila, di Istana Negara, Jakarta, Selasa (3/12/2019). Megawati menyampaikan bahwa agenda tersebut merupakan kegiatan lanjutan dari program-program BPIP yang sudah diterapkan di tingkat kementerian.

Referensi

Buku

Pranarka, A.M.W. (1985), Sejarah Pemikiran Tentang Pancasila, Jakarta : Yayasan Proklamasi Centre For Strategic and International Studies Jakarta

Bouchier, David, 2007, Pancasila Versi Orde Baru: Dan Asal Muasal Negara Organis (Integralistik). Yogyakarta: Aditya Media Yogyakarta bekerja sama dengan Pusat Studi Pancasila UGM.

Rindu Pancasila (2010), Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Abdulgani, Roeslan, 1998, Pancasila Perjalanan Sebuah Ideologi. Jakarta: PT Grasindo.

Swie Ling, Tan. 2014, Masa Gelap Pancasila: Wajah Nasionalisme Indonesia. Jakarta: Ruas

Arsip Kompas

“Bersatu Berbagi Prestasi”, Kompas, 31 Mei 2018, hlm. 6

“Dasar Negara: Pancasila Hanya Sekadar Kata”, Kompas, 29 Agustus 2006, hlm 07.

“Masyarakat Pancasilais adalah Tujuan Agama”, Kompas, 10 Agustus 2010, hlm.37.

“Toleransi Kian Terkikis”, Imam Prasodjo: Tak Ada Lagi Tokoh Masyarakat yang Dihormati”, Kompas, 29 Maret, hlm 04.

“Ideologi Bangsa: Pemerintah Belum Jalankan Pancasila”, Kompas, 1 Juni 2011, hlm.01.

“Kita Harus Hidup Bersama *Pancasila Fondasi Bangsa”, Kompas, 2 Juni 2012, hlm 01, 15.

“Pancasila dan Paradigma Pembangunan”, Kompas, 2 Juni 2018, hlm 06.

“Demokrasi Pancasila”, Kompas, 19 Juli 2017, hlm. 06.

“Jajak Pendapat Kompas: Meyakini Pancasila di Tengah Ancaman”, Kompas, 4 Juni 2018, hlm 05.