Paparan Topik | Pemilihan Umum

Sejarah Debat Calon Presiden di Indonesia

Konsep debat calon presiden dan calon wakil presiden pertama kali terlaksana pada tahun 1999 dan sejak itu rutin dilangsungkan hingga kini. Masing-masing periode pemilu menyimpan cerita tersendiri, termasuk polemik dan kontroversinya.

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Acara debat calon pasangan presiden-wakil presiden yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum pada hari pertama menampilkan pasangan Amien Rais-Siswono Yudo Husodo dan Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (30/6/2004). Debat ini dinilai tidak maksimal, antara lain karena waktu yang disediakan begitu terbatas. 

Fakta Singkat

Debat Capres dan Cawapres

  • Eksperimen debat capres pertama kali diwujudkan oleh ITB dan UI pada tahun 1999.
  • Debat tahun 1999 disambut dengan begitu antusias oleh mahasiswa dan masyarakat yang berebut untuk bisa menyaksikan langsung.
  • UU Nomor 23 Tahun 2003 mengamanatkan bahwa paslon pemilu wajib menyampaikan visi, misi, dan program secara lisan maupun tertulis kepada masyarakat
  • Debat capres-cawapres 2004 merupakan debat secara formal yang pertama kali diselenggarakan KPU. Wacana penyelenggaraan debat diwarnai polemik yakni perlu tidaknya acara debat.
  • Debat capres-cawapres 2004 dilaksanakan pada dua hari berbeda, dengan masing-masing hari dihadiri oleh kontestan capres-cawapres yang berbeda.
  • Debat 2009 diwarnai dengan polemik soal frekuensi debat, antara tiga atau lima kali.
  • Dengan basis regulasi yang sama, yakni UU Nomor 23 Tahun 2003, format pelaksanaan debat capres dan cawapres 2009 dan 2014 serupa.
  • Debat tahun 2019 diwarnai oleh sejumlah polemik dan kontroversi, antara lain, penyampaian pertanyaan ke capres-cawapres seminggu sebelum debat, pencoretan nama panelis, dan terbatasnya kedalaman debat.
  • Debat capres-cawapres Pemilu 2024 diwarnai dengan wacana dan polemik soal debat cawapres.
  • Dalam debat capres-cawapres Pemilu 2024 masing-masing capres atau cawapres  tampil sesuai dengan jadwal.

 

Polemik soal debat capres dan cawapres mewarnai perjalanan menuju Pemilu 2024. Masyarakat media sosial terlibat dalam pro-kontra soal format debat. Dalam wacana yang sempat muncul, capres dan cawapres akan tampil dan berbicara secara bersamaan. Hal ini dinilai kebanyakan masyarakat menguntungkan salah satu pasangan calon (paslon). Selain itu, banyak pula yang mempertanyakan esensi format debat.

Polemik berlangsung hingga akhirnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan format debat capres dan cawapres secara resmi. Pengumuman disampaikan pada 6 Desember di kantor KPU, Jakarta usai rapat koordinasi persiapan pelaksanaan debat selama tiga jam. Rapat sendiri tidak hanya melibatkan struktur KPU, tapi juga tim pemenangan dari ketiga capres dan cawapres, yakni Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, serta Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

KPU memutuskan bahwa seluruh sesi debat akan menampilkan capres dan cawapres secara bersamaan. Meski begitu, sesuai dengan jadwal-jadwal yang telah ditetapkan, hanya capres atau cawapres yang boleh bicara. ”Yang boleh bicara sepenuhnya kalau debat capres ya sepenuhnya capres. Kalau debat cawapres, sepenuhnya yang boleh bicara adalah cawapres,” ujar Ketua KPU Hasyim Asy’ari (Kompas.id, 7/12/2023, “Akhir Perdebatan Panggung Debat Capres-Cawapres”).

Penetapan format debat Pemilu 2024 juga diikuti dengan penetapan jadwal debat. Debat akan diadakan sebanyak lima kali, dengan detail tiga kali debat capres dan dua kali debat cawapres yang dilakukan secara bergantian. Debat pertama berlangsung pada 12 Desember 2023, sementara debat terakhir adalah pada 10 Februari 2024.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Ketiga calon presiden (kanan ke kiri) Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo mengikuti debat yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di kantor KPU, Jakarta, Selasa (12/12/2023). Debat pertama dari total lima debat capres-calon wakil presiden selama gelaran Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 ini mengangkat tema pemerintahan, hukum, hak asasi manusia, pemberantasan korupsi, penguatan demokrasi, pelayanan publik, penanganan disinformasi, dan kerukunan warga. Debat menjadi momentum bagi kandidat untuk menyampaikan visi, misi, dan program kerjanya guna meyakinkan pemilih.

Format Debat dalam Pemilu 2024

Usai diputuskan KPU, format debat dengan kehadiran capres dan cawapres akan diterapkan sejak debat pertama. Meski begitu, sesuai sesinya, hanya capres atau cawapres yang boleh berbicara. Selain itu, masing-masing sesi debat akan memiliki tema berbeda.

Pada debat capres pertama, yakni 12 Desember 2023, tema yang diusung adalah hukum, HAM, pemerintahan, pemberantasan korupsi, dan penguatan demokrasi. Pada debat kedua, dengan gilirannya cawapres pada tanggal 22 Desember 2023. Tema yang diangkat adalah ekonomi kerakyatan dan digital, keuangan, investasi, pajak, perdagangan, pengelolaan APBN/APBD, dan perkotaan.

Kemudian debat ketiga akan dilangsungkan setelah tahun baru, pada 7 Januari 2024. Sebagai giliran pada capres, mereka akan membicarakan isu pertahanan, keamanan, geopolitik, dan hubungan internasional. Debat keempat akan digelar pada 21 Januari 2024. Giliran para cawapres yang membahas tema pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat adat, dan desa.

Terakhir, debat kelima akan digelar pada 10 Februari 2024 atau empat hari sebelum pemungutan suara digelar. Pada sesi ini, para capres akan membicarakan tema kesejahteraan sosial, kebudayaan, pendidikan, teknologi informasi, kesehatan, ketenagakerjaan, sumber daya manusia, dan inklusi.

Baik debat capres maupun cawapres memiliki format yang sama persis. Debat terbagi menjadi enam segmen, dengan empat di antaranya memunculkan interaksi antar-kandidat. Pada segmen pertama, capres atau cawapres akan menyampaikan visi, misi, dan program kerja yang mereka tawarkan.

Dilanjutkan oleh segmen kedua dan ketiga adalah pendalaman visi, misi, dan program kerja selaras dengan tema debat yang telah ditetapkan. Pada kedua segmen ini, kandidat akan menjawab pertanyaan secara acak yang telah dibuat oleh 11 panelis dan pertanyaannya dibacakan oleh moderator.

Adapun segmen keempat dan kelima merupakan segmen tanya jawab di antara ketiga kandidat. Segmen ini akan menunjukkan interaksi yang lebih dinamis dan terbuka. Pertanyaan diajukan oleh masing-masing kandidat terhadap kandidat lainnya sesuai dengan tema debat. Sementara segmen keenam menjadi momen kalimat penutup oleh para kandidat tentang topik yang dijadikan bahan debat.

Dalam konteks durasi waktu, debat dalam enam segmen dinilai KPU sudah sesuai dengan kesepakatan awal. Lamanya durasi debat adalah 120 menit, dengan masing-masing segmen berdurasi 20 menit. KPU juga meluangkan 30 menit untuk pariwara, membuat total durasi tayangan debat mencapai 150 menit.

Usai debat capres pertama, muncul sejumlah masukan bahwa waktu debat yang disediakan terlalu pendek padahal tema yang dihadirkan cukup banyak, membuat substansi debat menjadi kurang mendalam. Meski begitu, karena sudah sesuai dengan kesepakatan masing-masing tim pemenangan, ditambah lagi para kandidat terbukti bisa menjawab dan merespons seluruh pertanyaan, KPU pun memutuskan agar durasi debat dipertahankan (Kompas.id, 18/12/2023, “Format Debat Cawapres Didesain seperti Debat Capres”).

Selain itu, ruang debat juga akan dihadiri oleh sejumlah tamu. Pada kelima sesi debat, capres dan cawapres diizinkan untuk membawa serta 75 orang tim pendukungnya. Baik capres maupun cawapres sendiri akan duduk terpisah dari pendukungnya. Turut hadir di lokasi debat adalah para tamu yang diundang langsung oleh KPU. Tamu-tamu ini berasal dari kementerian lembaga, penyelenggara, duta besar, dan lainnya.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Tiga calon wakil presiden, yaitu Muhaimin Iskandar, Gibran Rakabuming Raka, dan Mahfud MD (dari kiri kanan), dalam Debat Calon Wakil Presiden Pemilu 2024 di Ballroom Jakarta Convention Center, Jakarta, Jumat (22/12/2023). Debat kedua Pemilu 2024 menyajikan gagasan para calon wakil presiden yang berkontestasi dalam Pemilihan Presiden 2024. Debat kedua ini mengangkat tema Ekonomi (Ekonomi Kerakyatan dan Ekonomi Digital), Keuangan, Investasi Pajak, Perdagangan, Pengelolaan APBN-APBD, Infrastruktur, dan Perkotaan.

Esensi Debat dan Konsep Perdana

Pelaksanaan debat kandidat merupakan perwujudan demokrasi sebagai hasil perjuangan reformasi. Dalam demokrasi, masyarakat memiliki hak untuk terlibat langsung dalam dinamika pemilu dan memperoleh informasi atas calon pemimpin mereka. Untuk itu, calon pemimpin itu sendiri harus secara terbuka memberikan informasi atas dirinya, termasuk visi dan misi yang diusung.

Hal ini termaktub dalam UU Nomor 23 Tahun 2003 sebagai sebuah produk perundangan yang lahir pasca-otoritarianisme Orde Baru dan menjadi rujukan pelaksanaan Pemilu 2004 dan 2009. Dalam Pasal 36 ayat (2), tertulis bahwa pasangan calon wajib menyampaikan visi, misi, dan program secara lisan maupun tertulis kepada masyarakat. Hal ini menjadi bagian wajib dalam kampanye yang ideal, yang salah satunya bisa diwujudkan dalam debat publik atau debat terbuka antarcalon.

Era Reformasi yang digadang-gadang sebagai pengusung demokrasi pun menjadi kali pertama pelaksanaan debat publik peserta pemilu. Sebelum Reformasi sendiri, masyarakat Indonesia tidak pernah sekalipun menyaksikan debat capres. Apalagi, baru pada pemilu 2004 masyarakat Indonesia kembali menyaksikan konsep pemilu yang demokratis sejak 1955. Maka dari itu, seiring dengan proses demokratisasi ini, mulai muncul berbagai usulan agar para calon presiden diadu dalam sebuah debat.

Konseps debat sendiri mengacu pada tradisi debat capres di Amerika Serikat yang telah terselenggara sejak tahun 1858. Waktu itu, debat terbuka mempertemukan capres Abraham Lincoln dan Stephen A. Douglas. Momentum pertemuan demikian diharapkan dapat mendorong khalayak pemilih untuk secara langsung dan rasional memilah siapa pemimpin terbaik yang akan menjadi pilihannya dalam pemilu nanti.

Akhirnya, debat kandidat pertama kali diselenggarakan secara formal pada Pemilu 2004. Meski begitu, dalam perbincangan soal kesejarahan debat capres dan cawapres, justru kerap luput dalam perhatian soal upaya merintis debat capres. Padahal, usaha-usaha tersebut telah tampak segera setelah keruntuhan Orde Baru.

Institut Teknologi Bandung (ITB) merupakan kampus yang pertama kali mewujudkan wacana tersebut. Setelah awalnya direncanakan untuk dilaksanakan pada Maret 1999, debat akhirnya digelar pada tanggal 23 April 1999. Menurut Pembantu Rektor III ITB Isnuwardianto, pelaksanaan debat dalam ruang kampus perlu disambut baik. Kehadirannya, yang waktu itu belum pernah terwujud dalam ruang-ruang publik, akan menjadi bagian dari proses pendidikan politik.

“Kampanye dan debat calon presiden di kampus jangan diartikan sebagai upaya mengumpulkan dan mengerahkan massa, apalagi mencari pendukung. Tetapi, sebagai ajang menguji visi dan wawasan calon pimpinan nasional. Di zaman keterbukaan ini, sudah tidak tabu mengetahui karakter dan latar belakang seorang calon presiden,” kata Isnuwardianto (Kompas, 1/3/1999, “Debat Kandidat Presiden di Kampus: Bagian dari Pendidikan Politik Mahasiswa”).

KOMPAS/JOHNNY TG

Dari kiri Amin Rais, Didin Hafidudin, Sri Bintang Pamungkas, Yusril Ihza Mahendra dalam Debat calon presiden berlangsung hangat, bukan hanya karena aula Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia disesaki penonton yang jauh melebihi kapasitas (27/04/1999).

Lebih lanjut, giliran Universitas Indonesia (UI) melalui Forum Salemba yang menghelat debat capres Pemilu 1999. Acara dipandu oleh tiga dosen UI, yakni Imam Prasojo, Eep Saefulloh Fatah, dan Harkristuti Harkrisnowo. Hanya empat capres yang hadir, yakni Amien Rais (Partai Amanat Nasional), Yusril Ihza Mahendra (Partai Bulan Bintang), Sri Bintang Pamungkas (Partai Uni Demokrasi Indonesia), dan Didin Hafiduddin (Partai Keadilan).

Capres Akbar Tandjung (Golkar) berhalangan karena memilih mendampingi Presiden BJ Habibie. Budiman Sudjatmiko (Partai Rakyat Demokratik) tidak bisa hadir karena tidak mendapatkan izin dari Menteri Kehakiman. Budiman dianggap masih memiliki status sebagai tahanan di penjara. Sementara Megawati Soekarnoputri (PDI Perjuangan) tidak ikut serta setelah menyatakan ketidaksediaan hadir.

Meski format acara lebih menyerupai talk show daripada sebuah debat, namun pembahasan berlangsung sangat bermutu. Para capres bisa secara fleksibel bertanya dan menjawab berbagai hal, termasuk yang bernada humor. Sejumlah tema persoalan juga masuk dalam pembahasan, seperti hubungan antara agama dan politik, revisi UUD 1945, serta pengadilan Soeharto berikut keluarga dan kroninya (Kompas, 28/4/1999, “Ribuan Mahasiswa dan Masyarakat Sambut Debat Capres”).

Rupanya, gagasan-gagasan untuk mempertemukan para capres dalam suatu forum debat terbuka mendapatkan sambutan luar biasa dari masyarakat. Dalam sesi debat di UI, ribuan mahasiswa dan warga masyarakat antusias berebut mendapatkan tempat untuk menyaksikan secara langsung di aula Fakultas Kedokteran.

Ketidaksiapan panitia yang menyediakan ruang sempit membuat hanya sebagian warga yang bisa mengikuti perdebatan secara langsung. Yang lainnya harus berpuas diri mendengarkan di luar lewat pengeras suara seadanya. Banyak yang bertengger di tangga-tangga bahkan nongkrong di atap, pun mereka yang berhasil lolos masuk ke aula menjadi bermandikan keringat karena panasnya ruangan akibat kerumunan orang.

Artinya, debat eksperimental yang dihelat oleh mahasiswa dan perguruan tinggi ini begitu menarik antusiasme masyarakat Indonesia. Mengacu pada Kompas (29/4/1999, “Tajuk Rencana: Debat Calon Presiden Menarik Perhatian Besar Mahasiswa dan Masyarakat”), antusiasme demikian hidup setelah 30 tahun lamanya masyarakat dihadapkan pada calon tunggal presiden.

Masyarakat merasakan kejenuhan dan kebosanan akan dinamika pemilu yang begitu korup dan telah diatur. Baru sekaranglah, masyarakat bisa mengakses pengetahuan dan pilihan pemimpin mereka sendiri. Dalam arti lain, masyarakat Indonesia telah begitu lama memimpikan demokrasi dengan perkenalan pada calon pemimpin mereka, di mana hal tersebut berhasil disediakan melalui debat capres terbuka untuk pertama kalinya.

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Empat calon wakil presiden (cawapres), (dari kiri) Siswono Yudo Husodo, Agum Gumelar, Jusuf Kalla, dan Salahuddin Wahid, mengikuti debat cawapres yang diadakan TransTV di Jakarta, Senin (21/6/2004) malam. Debat yang dipandu Riza Primadi itu menghadirkan panelis, antara lain pengamat politik Eep Syaefullah Fatah, pengamat ekonomi Lin Che Wei. Dalam kesempatan itu, antara lain dipertanyakan asal muasal kekayaan para calon presiden, termasuk investasi apa yang mereka lakukan.

Debat Capres dan Cawapres 2004

Pemilu 2004 menjadi tonggak sejarah baru praktik demokrasi di Indonesia. Untuk pertama kalinya sejak tahun 1955, masyarakat memiliki hak untuk memberikan suaranya langsung. Bahkan, berbeda dengan Pemilu 1955 yang hanya diperuntukkan bagi pemilihan anggota parlemen dan konstituante. Pemilu 2004 menjadi ajang pertama dalam sejarah Indonesia modern seorang presiden dipilih langsung oleh rakyat.‌

Pada saat bersamaan, proses menyambut Pemilu 2004 ini juga menghadirkan debat antar-calon secara formal yang dihelat oleh KPU. Isu soal pengadaan debat capres dan cawapres ikut masuk dalam penyusunan regulasi Pemilu 2004. Meski begitu, soal ini menjadi salah satu isu yang alot diperdebatkan. PDI-P menjadi satu-satunya fraksi di DPR yang getol menolaknya karena dinilai bahwa kualitas pemimpin tidak bisa diukur dari kepintaran berdebat. Sementara mayoritas fraksi lainnya menilai debat perlu untuk meyakinkan publik soal visi, misi, dan program calon.

Dengan banyaknya pasangan capres dan cawapres yang ikut serta dalam kontestasi Pemilu 2004 ini, maka KPU membagi jadwal debat ke dalam dua hari berbeda. Hari pertama debat dilaksanakan pada Rabu, 30 Juni 2004. Hadir dalam hari tersebut adalah pasangan Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi yang berhadapan dengan pasangan Amien Rais-Siswono Yudo Husodo.

Sementara debat kedua, yakni pada Kamis, 1 Juli 2004, menghadirkan tiga pasangan. Tampil Wiranto-Salahuddin Wahid, Susilo Bambang Yudhoyono-M Jusuf Kalla, dan Hamzah Haz-Agum Gumelar.

Debat dimoderatori oleh satu orang moderator, yakni Ira Koesno. Mirip dengan format debat terkini, masing-masing pasangan akan memberikan tanggapan terhadap pertanyaan yang dilontarkan panelis. Nantinya, tanggapan ini dapat ditanggapi oleh pasangan calon yang lain, untuk kemudian kandidat diberikan kesempatan untuk memberikan tanggapan balik.

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Tiga pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (dari kiri) Wiranto-Salahuddin Wahid, Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla, dan Hamzah Haz-Agum Gumelar hadir dalam debat kandidat yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (1/7/2004).

Dalam debat itu, tampil empat panelis, yaitu Ikrar Nusa Bhakti (peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), Harkristuti Harkrisnowo (dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia), Aditiawan Chandra (Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia), dan Eko Budihardjo (Rektor Universitas Diponegoro), serta moderator Ira Koesno (mantan presenter satu stasiun televisi swasta).

Meski begitu, Kompas (2/5/2024, “Lumayan Ada Debat Capres”) mencatat bahwa debat pertama ini masih cenderung kaku dan canggung. Masing-masing capres menyampaikan pandangan dan gagasan yang cenderung normatif. Aksi saling mendebat sendiri begitu kurang, seperti misalnya melontarkan ketidaksetujuan terhadap pandangan kandidat lain.

Tanggapan terhadap pasangan lain cenderung hanya berupa ungkapan persetujuan pendapat, yang dilanjutkan dengan lontaran beberapa buah kalimat tambahan. Unsur pembeda dan serangan yang seharusnya hadir secara proporsional dalam sebuah debat tersia-siakan. Menyerang lawan politik secara terbuka di depan publik masih dianggap tabu dan bertentangan dengan budaya ketimuran.

Oleh karena itu, kesan umum dari debat capres pertama ini masih belum mencerminkan substansi dari perdebatan politik. Apalagi, KPU menolak penyebutan acara sebagai debat, melainkan dialog.

Meski begitu, bagaimanapun juga, acara pada tahun 2004 ini menjadi sebuah momentum penting. Debat perdana ini menjadi rintisan tradisi politik yang baik dalam kerangka menambah bobot demokratisasi di Indonesia.

Di putaran kedua Pemilu 2004, dialog kembali digelar. Namun kali ini, interaksi antarcalon yakni Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi dan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla, justru sama sekali tidak ada. Dialog hanya berlangsung antara panelis dan calon. Panelis bertanya, calon menjawab. Selain itu, kedua pasangan tampil terpisah, sehingga hanya menunjukkan monolog, bukan dialog.

Debat Capres dan Cawapres 2009

Memasuki Pemilu 2009, lagi-lagi gagasan pelaksanaan debat capres dan cawapres menimbulkan polemik. Kali ini, bukan soal ada atau tidaknya acara debat, melainkan frekuensi pelaksanaan debat. PDI-P kembali berbeda dengan mayoritas fraksi lainnya, di mana hanya sepakat untuk mengadakan debat maksimal tiga kali. Sementara mayoritas fraksi lain mengharapkan pelaksanaan debat minimal lima kali.

Lagi-lagi, argumen yang diangkat oleh fraksi PDI-P adalah soal tujuan debat, bahwa acara debat bukan ditujukan bagi pencarian presiden yang jago berdebat, sehingga debat tidak perlu dibuat terlalu banyak. Pandangan ini kembali berbeda dengan pandangan mayoritas fraksi lain yang melihat debat sebagai kesempatan penyampaian visi, misi, dan program calon. Hasilnya disepakati, frekuensi debat lima kali.

KOMPAS/ALIF ICHWAN

Acara debat calon presiden putaran pertama berlangsung di salah satu studio televisi swasta di Jakarta, Kamis (18/6/2009) malam. Debat dihadiri ketiga calon presiden (kiri ke kanan), yakni Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Jusuf Kalla. Ketiga capres menjelaskan kepada pemirsa dan masyarakat mengenai visi dan misi mereka.

Secara detail, debat pertama dan ketiga ditujukan bagi capres. Debat kedua dan keempat untuk cawapres. Sementara debat kelima dihadiri oleh pasangan capres dan cawapres, dengan pembicaraan didominasi oleh para capres.

Alokasi waktu pelaksanaan debat adalah 30 menit untuk penyampaian visi dan misi kandidat, 30 menit pertanyaan pendalaman oleh moderator, dan 30 menit pertanyaan dan jawaban antar-kandidat. Rentang waktu antara debat pertama pada Juni – Juli 2009.

Ketiga pasangan capres dan cawapres hadir mengikut debat, yakni pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto, pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono, dan pasangan Jusuf Kalla-Wiranto.

Selain itu, tema debat juga bervariasi, mulai dari strategi tata kelola pemerintahan, penegakan supremasi hukum, hingga upaya mengatasi kemiskinan (Kompas.id, 12/12/2023, “Debat Capres Sudah Ada Ratusan Tahun Silam, Begini Jejak Sejarahnya”).

KOMPAS/ALIF ICHWAN

Acara Debat Calon Wakil Presiden yang dihadiri ketiga kandidat, yaitu Prabowo Subianto (kiri), Boediono (tengah), dan Wiranto, membahas tema “Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia”. Debat calon wakil presiden yang diadakan stasiun televisi TV One di Jakarta, Selasa (30/6/2009) malam, tersebut dihadiri pula oleh calon presiden Megawati Soekarnoputri.

Debat Capres dan Cawapres 2014

Penyusunan regulasi pemilu hanya terjadi menjelang Pemilu 2004 dan 2009. Pada Pemilu 2014 sendiri, regulasi pemilu yang digunakan merujuk kembali pada Pemilu 2009. Alhasil, tidak ada lagi perdebatan di tubuh legislatif perihal perlu tidaknya debat atau frekuensi debat.

Format debat yang digunakan sama persis dengan depat capres dan cawapres 2009. Sesi debat tetap dilaksanakan sebanyak lima kali dengan tema yang berbeda-beda.

Penyelenggaraan debat berlangsung dari periode 8 Juni 2014 hingga 5 Juli 2014. Peruntukkan debat bagi capres atau cawapres pun juga dibuat bergiliran, sebelum nantinya pasangan berdiri bersama pada debat kelima. Debat diikuti oleh kedua kandidat capres-cawapres, yakni Joko Widodo-Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.

KOMPAS/ALIF ICHWAN

Pasangan Peserta Pemilu Presiden 2014 Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla menyampaikan visi dan misinya saat Debat Capres-Cawapres yang pertama di Jakarta, Senin (9/6/2014) malam. Debat pertama tema Pembangunan Demokrasi, Pemerintahan Yang Bersih dan Kepastian Hukum, di hadiri undangan dan pendukung kedua kubu.

Kompas (10/5/2014, “Debat Tunjukkan Perbedaan Capres”) memberikan catatan apresiasi terhadap pelaksanaan debat kali ini. Berbeda dengan debat-debat sebelumnya pada pemilu terdahulu, masing-masing kandidat telah lebih berani menunjukkan perbedaan dan ketidaksetujuan gagasan dalam menyikapi persoalan bangsa. Saat sesi tanya jawab antarcalon, perbedaan itu jelas terlihat.

Selain itu, antusiasme masif juga mewarnai pelaksanaan debat. Nonton bareng atau nobar tampak berlangsung secara organik oleh masyarakat. Di salah satu pusat perbelanjaan misalnya, para pengunjung berkumpul untuk menyaksikan tayangan debat yang ditayangkan di salah satu stan penjualan TV berbayar.

Hal menarik lain, acara debat ini hanya dipandu seorang moderator tanpa kehadiran panelis. Tidak hadirnya panelis ini juga terjadi pada debat capres dan cawapres 2009. KPU memperoleh masukan agar pada debat pemilu mendatang, panelis perlu dihadirkan untuk ikut serta membacakan pertanyaan,  bukan hanya menitipkannya pada moderator.

KOMPAS/LUCKY PRANSISKA

Calon wakil presiden nomor urut 2, Jusuf Kalla, diberi kesempatan pertama menyampaikan visi dan misi disimak calon wakil presiden nomor urut 1, Hatta Rajasa, dalam acara debat di Hotel Bidakara, Jakarta, Minggu (29/6/2014). Tema debat keempat adalah “Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi”.

Debat Capres dan Cawapres 2019

Memasuki Pemilu 2019, debat kembali diselenggarakan. Kali ini, DPR bersama pemerintah merumuskan kembali regulasi pemilu untuk penyelenggaraan Pemilu 2019. Setelah sebelumnya pelaksanaan pemilu 2004 dan 2009 mengacu pada UU Nomor 23 Tahun 2003, DPR lantas menerbitkan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sebagai penggantinya.

Kali ini, meski terjadi perumusan kebijakan, isu debat masuk dengan mulusnya. UU Nomor 7 Tahun 2017 mengakomodir debat sebagai bagian dalam metode kampanye. Hanya saja, dalam pelaksanaanya, KPU bersama tim sukses dari kedua pasangan capres-cawapres, yakni Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno, memodifikasi sejumlah hal.

Salah satu hal yang dimodifikasi tersebut adalah soal mekanisme debat. Jika sebelumnya debat hanya terjadi di satu atau dua segmen akhir, kali ini debat dimungkinkan terjadi sejak awal atau setelah penyampaian visi dan misi calon yang menjadi pembuka acara. Artinya, pertanyaan dari panelis kepada salah satu calon pun bisa ditanggapi calon lain.

Meski demikian, modifikasi tak selamanya berjalan mulus. Terdapat modifikasi lain yang lantas menuai kontroversi. Pasalnya di debat kali ini, pertanyaan dari panelis debat sudah diberikan sebelumnya kepada capres-cawapres satu pekan sebelum debat. Ke-20 pertanyaan disampaikan ke calon, untuk nantinya beberapa pertanyaan akan dipilih panelis untuk diajukan saat debat.

Hal demikian dikhawatirkan hanya bisa mendegradasi kualitas debat. Sebab, dengan pertanyaan yang sudah diberikan terlebih dulu, jawaban calon dikhawatirkan akan seperti hafalan.

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Joko Widodo – Ma’ruf Amin bersama pasangan capres-cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto – Sandiaga Uno bertemu dalam Debat Kelima Capres-Cawapres Pemilu 2019 di Hotel Sultan, Jakarta, Sabtu (13/4/2019).

Selain itu, kontroversi juga mewarnai soal penetapan panelis. Terdapat dua nama panelis, yakni mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto dan Ketua Indonesia Corruption Watch Adnan Topan Husodo, yang dicoret dari daftar nama panelis. Pencoretan dilakukan sehari sebelum panelis rapat untuk merumuskan pertanyaan bagi para capres-cawapres.

Usulan pencoretan sendiri lahir dari masukan kedua tim sukses itu untuk kemudian diakomodasi oleh KPU. Hal ini menjadi kasus pertama dalam sejarah debat capres-cawapres, yakni polemik soal panelis. Masing-masing tim sukses mengkhawatirkan keberpihakan Bambang Widjojanto dan Adnan terhadap salah satu paslon.

Selain itu, kritik juga datang dari peneliti Departemen Politik dan Hubungan Internasional dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes. Menurutnya, yang paling menjadi catatan soal format debat di Indonesia adalah ketiadaan ruang bagi panelis untuk lebih berinteraksi dengan kandidat. Akibatnya, panelis tak bisa mendalami lebih jauh hubungan antara tema dan program kandidat (Kompas.id, 17/1/2019, “Debat dari Pemilu ke Pemilu”).

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 01 Ma’ruf Amin bersama cawapres nomor urut 02 Sandiaga Salahuddin Uno didampingi Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman saat tampil dalam Debat Cawapres pada Pilpres 2019 yang digelar oleh KPU di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/3/2019) malam. Debat yang dimoderatori oleh Putri Ayuningtyas dan Alfito Deannova Ginting itu mengangkat empat tema yakni pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, serta sosial dan budaya.

Pada akhirnya, lintasan sejarah politik Indonesia menunjukkan bahwa kehadiran acara debat capres dan cawapres selalu menghadirkan polemik, baik itu antara tim pemenangan dari masing-masing capres-cawapres, fraksi di DPR, maupun kritik dan masukan terhadap KPU oleh masyarakat sipil. Hal ini menunjukkan bahwa format serta pelaksanaan debat capres dan cawapres Indonesia masih mencari bentuk paripurnanya.

Meski demikian, kembali merujuk pada catatan historis, pelaksanaan debat capres dan cawapres menjelang pemilu merupakan suatu kemajuan bagi demokrasi. Hadirnya debat menjadi sarana pemenuhan hak pengetahuan dan informasi bagi masyarakat terhadap visi, misi, program, dan bahkan kepribadian calon pemimpin mereka. (LITBANG KOMPAS)

Referensi

Arsip Kompas