Paparan Topik | Vaksinasi Covid-19

Politisasi Vaksin dan Program Vaksinasi Covid-19 di Indonesia

Vaksinasi sebagai sebuah program kebijakan pemerintah di seluruh dunia tidak pernah menjadi suatu hal yang netral. Pada masa pandemi Covid-19, pro-kontra mewarnai program vaksinasi Covid-19 yang sedang berlangsung di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Kompas/RONY ARIYANTO NUGROHO

Peragaan saat warga menerima suntikan vaksin saat digelar rangkaian simulasi pemberian vaksin anti Covid 19 di Puskesmas Tapos, Kecamatan Tapos, Kota Depok, Jawa Barat, Kamis (22/10/2020). Simulasi ini bertujuan untuk menyiapkan infrastruktur puskesmas yang ditunjuk sebagai pelayanan pemberian vaksin tersebut.

Fakta Singkat

Politisasi Vaksin

  • Vaksinasi Covid-19 sedang dilaksanakan di berbagai negara
  • Terdapat pro-kontra dalam pelaksanaannya
  • Negara-negara kaya berpeluang menguasai pasokan vaksin
  • Covax merupakan upaya memeratakan distribusi vaksin Covid-19 di tingkat dunia

Program Vaksinasi Covid-19 di Indonesia

  • Dimulai 2021
  • Gratis
  • Dipenuhi dengan membuat, membeli, dan kerja sama
  • Menyiapkan distribusi rantai dingin
  • Menyiapkan tenaga vaksinasi nasional
  • Menyiapkan sistem satu data

Program vaksinasi di suatu negara selalu menulai pro dan kontra bahkan dapat dipolitisasi. Dalam sejarah vaksin, terdapat berbagai penolakan terhadap program vaksinasi.

Salah satu penolakan terhadap vaksinasi berkisar pada ketakutan terhadap bahan-bahan yang terdapat dalam vaksin. Muncul pula penolakan vaksinasi karena alasan teori konspirasi, curiga bahwa vaksinasi adalah agenda tersembunyi dari suatu negara untuk mengambil keuntungan dari negara lain.

Alasan penolakan lain adalah anggapan bahwa mekanisme kekebalan yang terbentuk setelah terpapar penyakit lebih kuat daripada kekebalan “buatan” yang dilatihkan melalui vaksinasi. Selain itu, muncul pula penolakan karena vaksinasi dianggap sebagai suatu pilihan pribadi, bukan kewajiban yang harus dijalankan karena program pemerintah.

Tarik-menarik pendapat di atas disebabkan karena mempertentangkan hak privat dan hak publik. Di satu sisi, hak individu untuk menolak setiap intervensi medis dijunjung tinggi. Di sisi lain, hak publik secara umum untuk mendapatkan keamanan dari penularan penyakit seakan mematikan hak individu untuk menolak intervensi medis. Dalam beberapa kesempatan, pengadilan bahkan harus memerintahkan melakukan vaksinasi kepada sekelompok orang yang tidak mau divaksinasi atas nama keamanan dan kesehatan lingkungan.

Di tingkat dunia, politisasi vaksin terkait dengan ketergantungan negara terhadap produsen vaksin dan pemerataan. Para produsen vaksin, dengan kekuatan teknologinya, memiliki daya tawar yang besar di hadapan negara-negara yang sangat membutuhkan vaksin bagi warganya. Di sisi lain, negara-negara yang berpenghasilan tinggi, dengan daya tawar yang besar, dapat memesan vaksin dengan jumlah yang banyak sehingga akan menciptakan kesenjangan dalam hal penyediaan vaksin di tiap negara.

Kompas/RIZA FATHONI

Iklan sosialisasi manfaat vaksin terpasang pada neon boks pilar penyangga Moda Raya Terpadu (MRT) di kawasan Staisun Fatmawati, Jakarta Selatan, Sabtu (12/12/2020). Pemerintah menargetkan jumlah sasaran vaksinasi Covid-19 sekitar 107 juta orang, 67 persen dari populasi berusia 18-59 tahun. Dari jumlah itu, hanya 32 juta orang masuk skema vaksin program pemerintah, sementara 75 juta penduduk lainnya menjadi sasaran vaksin mandiri.

Kerja sama dunia

Untuk menghadapi pandemi Covid19, WHO dan aliansi vaksin dunia (GAVI) membentuk fasilitas yang disebut COVAX untuk menjawab persoalan di atas. Fasilitas COVAX berfungsi sebagai platform untuk mendukung riset, pengembangan, dan produksi massal kandidat vaksin Covid-19, hingga menegosiasikan harganya.

Fasilitas ini merupakan salah satu dari empat pilar kerangka kerja sama yang disebut The Access to Covid-19 Tools (ACT) Accelerator. The ACT Accelerator sendiri dibentuk pada akhir April 2020 untuk melakukan akselerasi pengembangan, produksi, dan akses yang memadai bagi tes, pengobatan, dan vaksin Covid-19. Kerja sama tersebut disusun dalam empat pilar, yakni penguatan diagnosis, perawatan, vaksin, dan sistem kesehatan.

Fasilitas COVAX dibentuk untuk memastikan bahwa vaksin Covid-19 dapat dibagikan secara adil ke seluruh dunia. Prinsip kerja COVAX adalah memaksimalkan kemungkinan masyarakat dari negara-negara yang terlibat untuk mendapatkan vaksin Covid-19 secara cepat, adil, dan aman. Di sisi lain, COVAX mendukung pembangunan kemampuan produsen dan membeli pasokan vaksin lebih awal sehingga sejumlah dua miliar dosis vaksin dapat didistribusikan secara adil pada akhir tahun 2021.

Umumnya, perusahaan pembuat vaksin enggan untuk membuka investasi bagi produksi massal vaksin sebelum mendapatkan izin produksi dan edar vaksin. Akan tetapi, dalam konteks pandemi, COVAX menyuntikkan pendanaan dan insentif untuk memastikan bahwa perusahaan siap untuk memproduksi vaksin sesuai kebutuhan begitu mendapatkan izin produksi dan izin edar. COVAX akan menggunakan kekuatan kerja samanya untuk melakukan negosiasi dengan harga yang kompetitif dari produsen vaksin kemudian mendistribusikan kepada negara yang berpartisipasi.

KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA

Suasana ruang pengemasan vaksin di Gedung 43 PT Bio Farma, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (12/8/2020). Jika uji klinis berhasil, vaksin Covid-19 akan diproduksi di gedung ini.

Bagi negara-negara peserta, keikutsertaan dalam kerja sama COVAX menjadi jaminan untuk mengamankan ketersediaan vaksin bagi mereka. Negara-negara yang bergabung dengan fasilitas ini diberi kesempatan untuk membeli vaksin antara 20 hingga 50 persen dari jumlah populasi mereka. Uang urunan yang dikumpulkan dari tiap negara peserta akan dilihat sebagai gambaran permintaan vaksin bagi negara tersebut.

Hingga 23 Desember 2020, terdapat 40 negara donor, 26 donor perusahaan atau pribadi, dan 3 donor multilateral yang terlibat dalam kerangka kerja sama Fasilitas COVAX. Dana yang terkumpul sebesar 5,838 miliar dollar AS, dengan perincian, sejumlah 4,153 miliar dollar AS dari negara donor, 711 juta dollar AS dari donor perusahaan/pribadi, dan sejumlah 973 juta dollar AS dari donor multilateral. Di Asia Tenggara, pada waktu yang sama terdapat tiga negara yang terlibat kerangka COVAX dengan ikut memberikan dukungan dana, yakni Indonesia, Singapura, dan Thailand.

Berdasarkan pemantauan WHO hingga 10 Desember 2020, terdapat 214 kandidat vaksin Covid-19 yang sedang dikembangkan di seluruh dunia. Di antaranya, terdapat 52 vaksin yang ada dalam tahap pengujian klinik dan 162 vaksin yang ada dalam tahap praklinik.

Di antara vaksin yang telah masuk tahap klinik, terdapat 13 vaksin Covid-19 yang telah masuk fase III. Vaksin tersebut dikembangkan oleh Sinovac, Wuhan Institute of Biological Product/Sinopharm, Beijing Institute of Biological Product/Sinopharm, Bharat Biotech, Universitas Oxford/AstraZeneca, CanSino Biological Inc./Beijing Institute of Biothecnology, Gamaleya Research Institute, Janssen Pharmaceutical Companies, Novavax, Anhui Zhifei Longcom Biopharmaceutical/Institute of Microbiology-Chinese Academy of Sciences, Moderna/NIAID, BioNTech/Fosun Pharma/Pfizer, dan Medicago Inc.

Program vaksinasi Covid-19 di Indonesia

Sebagai salah satu upaya menangani pandemi Covid-19, pemerintah Indonesia merancang program vaksinasi yang akan dimulai pada tahun 2021. Program tersebut bertujuan untuk menurunkan kesakitan dan kematian karena Covid-19, mencapai kekebalan kelompok (herd immunity), melindungi dan memperkuat sistem kesehatan secara menyeluruh, serta menjaga produktivitas dan meminimalkan dampak sosial dan ekonomi pandemi.

Sebagai salah satu tujuan program vaksinasi, kekebalan kelompok akan dihasilkan dengan vaksinasi terhadap 70 persen populasi. Oleh karena itu, pemerintah menetapkan sasaran optimal vaksinasi sebesar 80 persen dari penduduk yang berisiko tertular. Sedangkan, sasaran ideal vaksinasi Covid-19 adalah seluruh penduduk Indonesia.

Sebagai tahap awal, pemerintah akan memprioritaskan program vaksinasi kepada garda terdepat perlawanan terhadap Covid-19, yakni paramedis, pelayan publik, serta TNI/Polri dan aparat penegak hukum. Prioritas selanjutnya diberikan kepada para tokoh masyarakat/agama, perangkat daerah dari tingkat RT hingga kecamatan, sebagian pelaku ekonomi, seluruh tenaga pendidik, aparatur pemerintah pusat dan daerah, anggota legislatif, serta peserta BPJS penerima bantuan iuran (PBI).

Setelah prioritas tersebut, akan dilaksanakan vaksinasi terhadap masyarakat umum dan pelaku sektor perekonomian lain. Total terdapat 160 juta orang yang akan masuk dalam program vaksinasi nasional dengan kebutuhan 320 juta dosis vaksin.

TANGKAPAN AKUN SEKRETARIAT PRESIDEN DI KANAL YOUTUBE

Presiden Joko Widodo memastikan vaksin Covid-19 gratis untuk masyarakat Indonesia. Hal ini disampaikan dari Istana Merdeka secara daring, Rabu (16/12/2020).

Untuk memenuhi kebutuhan vaksin, pemerintah mempertimbangkan kualitas vaksin yang akan digunaan. Kriteria ideal vaksin yang berkualitas, di antaranya adalah efikasi dan efektivitas. Efikasi merupakan besarnya kemampuan vaksin mencegah penyakit dan menekan penularan pada individu pada konsisi ideal dan terkontrol. Sedangkan, efektivitas adalah kemampuan vaksin mencegah penyakit dan menekan penularan terhadap individu pada lingkup masyarakat luas.

Berbagai hal dapat mempengaruhi efektivitas sebuah vaksin. Faktor pertama ialah penerima vaksin, seperti usia, komorbid (penyakit penyerta), riwayat infeksi sebelumnya, serta jangka waktu sejak vaksinasi dilakukan. Faktor kedua adalah karakteristik dari vaksin tersebut, seperti jenis vaksin, active atau inactivated , komposisi vaksin dan cara penyuntikannya. Sedangkan, faktor ketiga adalah kecocokan strain pada vaksin dengan strain pada virus yang beredar di masyarakat.

Langkah pemerintah dalam program vaksinasi nasional juga tampak dari dana yang dialokasikan. Dari sisi anggaran, pemerintah Indonesia mengalokasikan dana sebesar Rp 35,1 triliun untuk program vaksinasi dan pengadaan vaksin pada tahun 2020. Pada tahun 2021, total anggaran kesehatan mencapai Rp 169,7 triliun, dengan Rp 60,5 triliun dialokasikan khusus untuk pengadaan vaksin dan penanganan Covid-19.

Dukungan lain tampak dari fasilitas fiskal dan anggaran khusus untuk mendukung program vaksinasi dan penangangan Covid-19. Menteri Keuangan Sri Mulyani, pada 7 Desember 2020 mengatakan, “Perkiraan fasilitas fiskal yang diperoleh dari importasi vaksin Covid-19 ini adalah sebesar Rp 50,95 miliar. Di mana untuk pembebasan bea masuk sebesar Rp 14,56 miliar dan pajak dalam rangka impor sebesar Rp 36,39 miliar.”

Hingga tahun 2020, Kementerian Kesehatan telah membelanjakan Rp 637,3 miliar, untuk pengadaan vaksin. Untuk pemenuhan alat pendukung program vaksinasi Covid-19, Kemenkeu telah membelanjakan mulai dari jarum suntik, alkohol swab, dan safety box sebanyak Rp 277,45 miliar. Juga karena vaksin harus disimpan di tempat pendingin, dibelanjakan vaksin refrigerator 249 unit, cold box 249 unit, alat pemantau suhu vaksin 249 unit, vaksin carrier 498 unit, dan alat pelindung diri (APD), dengan total pembelanjaan sebesar Rp 190 miliar.

Pemenuhan kebutuhan vaksin

Untuk memenuhi kebutuhan vaksin dalam negeri, Indonesia menempuh tiga langkah. Pertama, mengembangkan vaksin Covid-19 Merah Putih serta melakukan kerja sama dengan pembuat vaksin dalam dan luar negeri. Kedua, melakukan pembelian vaksin dari luar negeri setelah disetujui oleh WHO. Ketiga, menggandeng lembaga internasional, yakni CEPI dan Gavi Alliance untuk mendapatkan akses vaksin dalam kerangka kerja sama multilateral (COVAX).

Sebagai upaya jangka panjang pemenuhan kebutuhan vaksin Covid-19, pemerintah mengembangkan vaksin Covid-19 Merah Putih. Vaksin Merah Putih merupakan vaksin Covid-19 yang menggunakan isolat virus yang bertransmisi di Indonesia. Pengembangan vaksin ini dikerjakan oleh ahli Indonesia dan produksi di Indonesia demi kemandirian vaksin mengingat banyaknya penduduk Indonesia yang perlu divaksin. Pemerintah memperkirakan, vaksin Merah Putih  dapat memperoleh izin pada akhir tahun 2021 dan dapat didistribusikan pada awal tahun 2022.

Terdapat enam institusi yang mengembangkan vaksin Merah Putih dengan platform yang berbeda, yakni Lembaga Eijkman Bandung, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Airlangga (Unair). Pada 24 Desember 2020, vaksin Merah Putih yang dikembangkan oleh Lembaga Biologi Molekuler Eijkman telah melewati 60 persen proses laboratorium. Dijadwalkan, vaksin merah putih dapat selesai dibuat pada Maret 2021 untuk kemudian diberikan ke Bio Farma dan diuji secara klinis.

Langkah kedua adalah membeli vaksin dari luar negeri setelah disetujui oleh WHO. Langkah ini dimulai dengan penetapan enam jenis vaksin Covid-19 untuk program vaksinasi di Indonesia, Keenam jenis vaksin tersebut, yakni vaksin yang diproduksi oleh PT Bio Farma, AstraZeneca, Sinopharm, Moderna, Pfizer Inc. – BioNTech, dan Sinovac Biotech Ltd.

DOKUMENTASI KEMENTERIAN BUMN

Presiden Joko Widodo meninjau laboratorium Bio Farma, Bandung, Jawa Barat pada hari Selasa (11/8/2020). Bio Farma kini dalam proses pengembangan dan pembuatan vaksin antivirus baru korona atau Covid-19.

Mengikuti penetapan tersebut, pada 6 Desember 2020, sejumlah 1,2 juta dosis vaksin Covid-19 dalam bentuk jadi buatan Sinovac telah tiba di Indonesia sebagai tahap awal. Pengadaan tersebut akan ditambah sebanyak 1,8 juta dosis vaksin dalam bentuk jadi yang akan dikirim pada Januari 2021. Selain itu, pemerintah juga akan mendatangkan bahan baku vaksin (bulk vaccine) hingga Januari 2021 untuk memproduksi 45 juta dosis vaksin melalui Bio Farma.

Selain menetapkan jenis vaksin yang akan digunakan, pada 16 Desember 2020, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa vaksin Covid-19 akan diberikan secara gratis kepada masyarakat Indonesia. Untuk mendukung hal itu, Presiden meminta kabinet, lembaga, dan pemda untuk memprioritaskan anggaran vaksinasi untuk anggaran 2021. Bahkan, Presiden Joko Widodo juga menegaskan akan menjadi penerima vaksin yang pertama.

Konsekuensinya, dari sisi anggaran Presiden meminta Kementerian Keuangan memprioritaskan anggaran untuk menyiapkan vaksinasi sehingga tidak ada alasan bagi masyarakat untuk tidak mendapatkan vaksin.

Langkah ketiga adalah terlibat dalam kerja sama multilateral, yakni dengan CEPI dan Gavi Alliance untuk mendapatkan akses vaksin dalam kerangka kerja sama COVAX. Dalam komitmennya, pemerintah Indonesia ikut memberikan dukungan dana dalam kerja sama COVAX sebesar 1 juta dollar AS. Dengan komitmen tersebut, Indonesia akan mendapatkan alokasi pembelian vaksin yang masuk dalam kerja sama COVAX.

Izin penggunaan vaksin Covid-19

Vaksin buatan Sinovac yang telah tiba Indonesia sedang diuji untuk mendapatkan izin emergency use of authorization (EUA) yang akan dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Pemerintah menjelaskan, pemilihan vaksin produksi Sinovac didasarkan pada beberapa pertimbangan. Pertama, vaksin buatan Sinovac merupakan salah satu vaksin yang sudah masuk tahap uji klinis fase 3. Kedua, sistem penjamin mutu Sinovac telah diakui oleh WHO. Ketiga, vaksin tersebut dibuat dengan virus yang telah dimatikan (inactivated) yang teknologinya telah dikuasai oleh Bio Farma. Dengan demikian, transfer teknologi dalam kerja sama yang dilakukan dapat berjalan lebih lancar.

Di Indonesia, BPOM menjadi institusi yang bertanggung jawab terhadap peredaran vaksin. BPOM memiliki standar dalam pemberian izin penggunaan vaksin, yakni harus melalui proses uji klinik atau uji kepada manusia untuk membuktikan khasiat dan keamanannya. Selain itu, produk vaksin juga harus dijamin melalui evaluasi persyaratan mutu dan pemastian pembuatan vaksin sudah sesuai dengan cara pembuatan obat yang benar (CPOB).

Izin yang diberikan oleh BPOM bisa berupa izin edar maupun emergency use authorization (EUA). EUA merupakan suatu mekanisme registrasi khusus untuk obat dan vaksin pada kondisi darurat seperti pandemi Covid-19 yang mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh WHO. Dengan pemberian EUA berarti industri farmasi bertanggung jawab terhadap mutu vaksin, mulai dari bahan baku, pembuatan, pelulusan batch vaksin, hingga peredaran dan penggunaan pada pasien.

Menurut Peraturan BPOM Nomor 27 Tahun 2020 tentang Kriteria dan Tatalaksana Registrasi Obat, EUA dapat diberikan untuk vaksin Covid-19 dengan syarat digunakan dan didistribusikan secara terbatas dengan peninjauan rutin terus-menerus.

KOMPAS/SAMUEL OKTORA

Seorang peneliti (kanan) dari PT Bio Farma (Persero) sedang memandu peserta lokakarya dari negara-negara Organisasi Kerjasama Islam (OKI) yang meninjau fasilitas pengembangan dan penelitian Bio Farma di Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (2/10/2019). Lokakarya bertajuk bertajuk ”Cold Chain Vaccine Management”itu digelar sebagai rangkaian kegiatan setelah Indonesia ditunjuk sebagai “Center of Excellence”, pusat unggulan dalam hal pengembangan produk bioteknologi dan vaksin di negara-negara OKI tahun 2017. Program ini bertujuan mencapai kemandirian vaksin di negara-negara OKI.

Hingga 26 Desember 2020, beberapa jenis vaksin Covid-19 telah mendapatkan beberapa jenis izin penggunaan yang berbeda-beda di tiap negara.

Vaksin buatan Moderna/NIAID/Lonza/Catalent/Rovi/Medidata/BIOQUAL telah mendapatkan izin “emergency use” di AS. Vaksin buatan BinNTech/Pfizer/Fosun Pharma/Rentscheler Biopharma mendapatkan izin “conditional marketing authorisation” (CMA) dari Komisi Eropa, emergency use of authorization (EUA) di AS, emergency use of authorization (EUA) di Meksiko, “approved the registration” di Arab Saudi, “authorized” di Kanada, EUA di Bahrain, dan “temporary authorization for emergency use” di Inggris. Sedangkan, vaksin Covid-19 yang dikembangkan oleh Gamaleya Reserch Institute telah mendapatkan izin “registered” di Rusia.

Selain itu, vaksin Covid-19 yang dikembangkan oleh CanSino Biologics/Beijing Institute of Biotehcnology/Petrovax digunakan untuk militer di China. Sedangkan, vaksin Covid-19 buatan Wuhan Institute of Biological Products/Sinopharm mendapatkan izin “emergency use” di China dan Uni Emirat Arab. Vaksin Covid-19 buatan Sinovac/Instituto Butantan/Bio Farma telah mendapatkan izin “emergency use” di China. Terdapat juga vaksin Covid-19 buatan Beijing Institute of Biological Products/Sinopharm yang mendapatkan izin “emergency use “di China dan Uni Emirat Arab.

Di sisi lain, untuk memastikan kehalalannya, Tim dari MUI telah melakukan beberapa tahapan, bekerja sama dengan Bio Farma, Kementerian Kesehatan, dan BPOM.

Distribusi dan dukungan program vaksinasi Covid-19

Vaksin, termasuk vaksin Covid-19, membutuhkan kondisi penyimpanan khusus pada temperatur dingin, umumnya 2-8 derajat celcius. Beberapa jenis vaksin membutuhkan temperatur yang lebih dingin. Oleh karena itu, distribusi vaksin membutuhkan penangangan khusus yang disebut manajemen rantai dingin, mulai dari produsen hingga sampai kepada pengguna.

Hingga 26 November 2020, pemerintah Indonesia telah menyiapkan manajemen rantai dingin dengan kesiapan mencapai 97 persen. Selanjutnya, akan ditentukan daerah prioritas yang akan mendapatkan vaksin dengan mempertimbangkan jumlah kasus positif, jumlah penduduk, luas wilayah, dan aspek lain.

Di Indonesia, Bio Farma dan anak perusahaannya mendapat mandat untuk melakukan pengadaan, pengemasan, dan distribusi vaksin Covid-19. Tanggung jawab distribusi yang diemban Bio Farma dilakukan hingga Dinas Kesehatan Provinsi. Dari tempat penyimpanan di tiap provinsi, vaksin akan diedarkan kepada fasilitas yang akan menjalankan program vaksinasi, yakni RS pemerintah, RS swasta, serta Puskesmas.

Selain membutuhkan pendingin medis dengan spesifikasi tertentu, program vaksinasi nasional membutuhkan pula tenaga vaksinasi yang sangat banyak. Hingga 20 November 2020, pemerintah Indonesia telah melatih 7.000 dari 23.000 tenaga kesehatan yang dipersiapkan sebagai vaksinator.

Dukungan lain terhadap program vaksinasi Covid-19 nasional adalah pembangunan infrastruktur sistem satu data. Sistem satu data telah di dua tempat berbeda. Pertama di Puskesmas Tanah Sareal, Kota Bogor dan kedua di Puskesmas Cikarang, Bekasi. (LITBANG KOMPAS)

Referensi