IPPHOS
Teks Proklamasi
Fakta Singkat
Penyebaran Berita Proklamasi
- Menggunakan berbagai media seperti telegram, radio, surat kabar, pamflet, mulut ke mulut, hingga saat kotbah salat Jumat.
- Tak semua wilayah Indonesia menerima berita proklamasi dalam waktu yang sama. Beberapa daerah menerima berita setelah satu bulan.
- Secara resmi disampaikan oleh para delegasi daerah yang pulang dari rapat PPKI di Jakarta.
Penerimaan Berita Proklamasi
- Sumatera: Berita proklamasi diterima pada 17 Agustus 1945 di Palembang, Bukittingi, Padang. Diterima secara resmi pada 24 Agustus 1945.
- Jawa: Berita proklamasi diterima pada 17 Agustus 1945 di Bandung, Bekasi, Karawang, Bogor, Cirebon, Yogyakarta, Surakarta, Pekalongan, dan Surabaya.
- Sunda Kecil: Berita proklamasi diterima pada 17 Agustus 1945 di Singaraja. Diterima secara resmi pada 23 Agustus 1945.
- Kalimantan: Berita proklamasi diterima pada 18 Agustus 1945 di Pontianak.
- Sulawesi: Berita proklamasi diterima pada 17 Agustus 1945 di Poso.
Proklamasi kemerdekaan Indonesia dibacakan oleh Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta pada 17 Agustus 1945 atas nama bangsa Indonesia. Sesuai dengan makna katanya, proklamasi merupakan pemberitahuan resmi kepada seluruh rakyat. Proklamasi semakin bermakna ketika isinya didengar oleh semakin banyak orang. Oleh karena itu, berita proklamasi kemudian disebarkan ke berbagai wilayah di Indonesia hingga ke luar negeri.
Dari Jakarta, berita proklamasi disebarkan ke seluruh wilayah di Indonesia terutama melalui telegram dan radio. Berita tersebut menyebar ke berbagai wilayah Indonesia hingga ke luar negeri. Bahkan, ada wilayah di Indonesia yang mendapatkan berita proklamasi dari siaran berita luar negeri.
Berita proklamasi tersebar ke berbagai wilayah di Indonesia dengan kecepatan dan cara yang berbeda-beda. Ada wilayah yang menerima berita tersebut pada hari itu juga, ada pula yang baru mendengar berita tersebut beberapa bulan setelahnya. Penyampaian berita proklamasi secara resmi kebanyakan dilakukan oleh delegasi dari daerah yang baru pulang dari rapat PPKI di Jakarta.
Menurut Iskandar, Suroso dan Idris (2001), perbedaan kecepatan penerimaan berita proklamasi disebabkan oleh minimnya sarana perhubungan serta komunikasi yang dapat menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Perbedaan juga ditemukan dari cara memperoleh berita proklamasi, ada yang mendapatkan informasi dari telegram, radio, surat kabar, pamflet, orang per orang, hingga dalam perayaan Idul Fitri.
Dirangkum dari buku Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (2015), penyebaran berita proklamasi di Indonesia mengalami berbagai macam tantangan dan respons dari masyarakat yang menerima. Ada warga daerah yang langsung mempercayai berita tersebut, ada yang meragukan, bahkan ada yang tidak menyukai Indonesia merdeka.
IPPHOS
Bung Karno membaca naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Sumatera
Berita proklamasi Indonesia diterima oleh masyarakat Sumatera dalam waktu dan cara yang berbeda-beda. Ada daerah yang mengetahui sejak tanggal 17 Agustus, ada pula yang mendengar kabar proklamasi hingga tiga minggu setelah peristiwa. Selain itu, berita proklamasi diterima lewat berbagai cara, mulai dari pegawai Pos Telegram dan Telepon (PTT), penyiar radio, hingga informasi saat hari raya Idul Fitri pada 9 September 1945.
Perbedaan penerimaan berita proklamasi tersebut turut disebabkan oleh adanya kontrol ketat dari Jepang terhadap semua aktivitas politik di Sumatera. Sejak 15 Agustus 1945, masyarakat Sumatera secara umum terisolasi dari dunia luar. Mereka tidak bisa lagi mendengar dan membaca berita melalui Radio Sumatera, Keresidenan dan surat kabar, karena para pegawainya diliburkan.
Di sisi lain masyarakat juga dilarang mendengarkan siaran radio asing (Sekutu). Meskipun demikian, beberapa pegawai Kantor Berita Domei masih diizinkan beraktivitas guna menerima berita. Selain itu, beberapa pegawai radio karesidenan masuk kantor walaupun tidak ada siaran. Keleluasaan tersebut membuat berita proklamasi dapat ditangkap dan disebarkan di wilayah Sumatera. Selain itu, berita proklamasi juga dibawa melalui jalur darat.
Di Palembang, berita proklamasi sudah diketahui pada malam tanggal 17 Agustus 1945 oleh para pemimpin pergerakan. Informasi tersebut disampaikan oleh pemuda Mailan dan Nungcik AR yang masing-masing bekerja sebagai operator di Biro Perkabaran Jepang Domei dan Palembang Shimbun. Berita tersebut ditanggapi para pemimpin daerah di Sumatera Selatan dengan pertemuan membahas langkah-langkah menyambut proklamasi.
Langkah tersebut mendahului utusan resmi pemerintah pusat yang diutus untuk mengabarkan berita Proklamasi ke wilayah Sumatera. Utusan pemerintah pusat yang terdiri atas dr. M. Amir, Mr. Teuku Muhammad Hassan, dan Mr. Abbas, baru tiba di Palembang pada 24 Agustus 1945 dengan membawa salinan naskah proklamasi kepada A.K. Gani.
Selanjutnya, pada 25 Agustus 1945, para tokoh pergerakan di Palembang secara resmi memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Palembang. Bersamaan dengan itu, surat kabar Palembang Shimbun edisi 25 Agustus 1945 juga menyebarkan berita tentang proklamasi kemerdekaan RI, termasuk pembentukan pemerintahan bangsa Indonesia untuk wilayah Palembang (Kompas, 15/8/1995).
Pada tanggal 17 Agustus pula, berita proklamasi ditangkap oleh beberapa pemuda yang bekerja pada jawatan Pos Telegraf dan Telepon (PTT) di Sumatera Barat (Kompas, 20/8/1995). Seorang pegawai PTT yang diperbantukan pada Kantor Berita Domei Bukittinggi bernama Ahmad Basya menangkap berita proklamasi yang terjadi di Jakarta. Berita tersebut kemudian diketik rangkap 10 oleh Asri Aidid Sutan Rajo Nan Sati kemudian ditempelkan di berbagai tempat di Bukittinggi. Di Padang, berita proklamasi juga diketahui tanggal 17 Agustus malam oleh pegawai PTT yang dipekerjakan di kantor radio keresidenan bernama Aladin. Berbeda dengan yang terjadi di Bukittinggi, berita proklamasi disampaikan kepada masyarakat banyak oleh pegawai jawatan radio tersebut secara lisan.
Dari Palembang, berita proklamasi diteruskan ke Keresidenan Bengkulu pada 20 Agustus 1945 melalui telegram. Hal ini kembali menunjukkan peran pegawai jawatan PTT dalam penyampaian berita proklamasi.
Berita proklamasi diteruskan ke Aceh melalui pegawai yang bekerja di Kantor Berita Domei, yakni Gazali Yunus beserta teman-temannya. Selanjutnya, informasi proklamasi kemerdekaan beredar secara terbatas di Aceh. Baru pada 24 Agustus 1945, Teuku Nyak Arief memperoleh informasi kemerdekaan dari Palembang, yakni dr. A.K. Gani. Informasi yang sama kemudian disampaikan juga oleh Mohammad Syafei dan Adinegoro pada 26 Agustus 1945. Sesudahnya, berita kemerdekaan disebarkan ke tengah masyarakat luas di Aceh.
Di Pekanbaru, berita proklamasi diketahui oleh dua pegawai PTT yang bertugas, yakni Saari dan Azwar Apin, pada akhir Agustus 1945. Berita lisan tersebut kemudian tersebar di antara masyarakat, tetapi belum membuat warga yakin. Sikap warga segera berubah sejak 30 Agustus ketika teks lengkap proklamasi sampai di Pekanbaru. Teks tertulis proklamasi tersebut dibawa dari Bukittinggi oleh tiga pemuda anggota Giyugun, yaitu Mansyurdin, Nur Rauf, dan Rajab, serta ditempelkan di beberapa tempat di Pekanbaru.
Dari Palembang pula, berita proklamasi diteruskan ke Bangka-Belitung. Tokoh pergerakan Palembang, dr. A.K Gani, menyebarkan berita proklamasi kepada tokoh masyarakat Bangka-Belitung, Sulaiman. Ke tempat lain, dr. A.K. Gani mengirimkan berita proklamasi kepada Ir. Sudarsono, pimpinan buruh di pertambangan minyak Jambi pada 18 Agustus 1945. Dalam waktu singkat, informasi ini tersiar luas di Sarolangun, Bangko, Bungo, Tebo, Batanghari, Tungkal, serta Kerinci.
Di Lampung, berita proklamasi ikut disebarluaskan oleh Kepala Penerangan daerah Lampung, Amir Hasan, setelah kembali dari Jakarta. Informasi tersebut dipertegas oleh Mr. Abdul Abbas di Lampung setelah ia kembali dari Jakarta melalui Palembang pada 24 Agustus 1945.
Perjalanan berita proklamasi lewat jalur darat juga sampai di wilayah Sumatera Utara. Informasi berita proklamasi ke Sibolga dibawa oleh Hadely Hasibuan dari Jakarta. Informasi tersebut kemudian dilanjutkan dengan penyebaran berita proklamasi di daerah Tapanuli Tengah dengan memanfaatkan perayaan Idul Fitri yang jatuh pada tanggal 9 September 1945.
Di daerah Tarutung, berita kemerdekaan diketahui secara resmi oleh dr. F.L. Lumbing Tobing pada 27 Agustus 1945 dari T.M. Moh. Hassan, Gubernur Sumatera yang baru saja menempuh perjalanan panjang dari Palembang, sekembalinya dari Jakarta.
IPPHOS
Upacara penaikan bendera sang merah putih di halaman gedung pegangsaan timur 56. Tampak, antara lain Bung Karno, Bung Hatta, Letkol Latief Hendraningrat (menaikkan bendera), Ny. Fatmawati Sukarno, dan Ny.S.K Trimurti.
Jawa dan Sunda Kecil
Jawa Barat
Berita proklamasi disebarkan ke seluruh Jawa dengan berbagai media, baik telegram, surat kabar, radio, mobil, maupun pamflet.
Selesai upacara, berita proklamasi langsung disebar ke pelosok Jakarta, Jawa Barat, dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Penyampaiannya menggunakan berbagai media. Ada yang langsung dari mulut ke mulut oleh para pemuda yang menyaksikan proklamasi, telegram, radio, dan dan surat kabar. Dari beberapa media, yang paling cepat adalah menggunakan teknologi telekomunikasi telegram.
Berita proklamasi dikirim ke Bandung melalui telegram ke kantor berita Domei pada tanggal 17 Agustus 1945. Berita tersebut dituliskan di papan pengumuman di depan kantor sehingga menarik perhatian setiap orang yang melintas dan menyebar ke seluruh kota. Selain itu, berita proklamasi juga dimuat di buletin Domei dan disiarkan oleh radio Bandung hingga ke luar negeri pada malam harinya (Kompas, 18/8/2010).
Harian di Bandung, Tjahaja, menerima berita proklamasi dari kantor Domei Jakarta melalui telegram pada 17 Agustus siang. Wartawan Tjahaja, Bari Lukman, setelah mendapat izin dari Moh. Kurdi, menuliskan teks proklamasi pada papan tulis di depan kantor Tjahaja. Berita tersebut kemudian menyebar ke seluruh kota. Beberapa kali, tulisan teks proklamasi di depan kantor Tjahaja dihapus oleh tantara Jepang, tetapi kembali dipasang kembali. Akhirnya, para wartawan memutuskan mencetak sejumlah pamflet sebagai sarana penyebaran berita proklamasi di Bandung.
Meskipun berita proklamasi sudah diterima sejak tanggal 17 Agustus, surat kabar Tjahaja pertama kali memunculkan berita proklamasi pada edisi 19 Agustus dengan halaman ekstra, cetakan huruf paling besar, dan memuat konfirmasi tentang proklamasi dan teks pembukaan Undang-Undang Dasar. Pada edisi 18 Agustus, Tjahaja menayangkan berita dari Jakarta yang singkat, tapi dengan kepala berita yang besar.
Sementara itu, percetakan Siliwangi yang dipimpin Ili Sasmita berinisiatif mencetak naskah proklamasi dalam bentuk selebaran dengan huruf bertinta merah. Selebaran itu kemudian dibagi-bagikan kepada masyarakat.
Berita proklamasi juga disebarkan melalui radio. Pada 18 Agustus malam, proklamasi diperdengarkan menggunakan alat pemancar di wilayah Palasari. Melalui Radio Bandung, Proklamasi dibacakan pada pukul 20.00 dan 21.00 dengan menggunakan bahasa Indonesia dan Inggris kemudian ditutup dengan lagu Indonesia Raya.
Selain itu, beberapa hari kemudian, sejumlah pegawai teknik dan penyiaran Studi Radio Bandung (RRI Bandung) berkeliling kota menggunakan dua mobil pick-up. Mereka menyebarkan berita proklamasi hingga ke daerah sekitar Bandung, seperti Dayeuhkolot, Banjaran, Soreang, Majalaya, Ciparay, Rancaekek, Ujungberung, Lembang, Padalarang, dan Cimahi.
Penyebaran berita proklamasi ke wilayah Jawa Barat tak hanya dilakukan melalui telegram, radio, dan mobil. Masyarakat Jawa Barat lainnya ada yang menerima kabar proklamasi dari Bandung secara berantai maupun langsung dari Jakarta dan kota-kota lain. Penyebaran secara berantai dilakukan oleh para pemuda Bandung, Jerman Prawirawinata, dan pemuda Bekasi, Madnuin Hasibuan dan Yakub Gani. Mereka ikut menyaksikan Soekarno membacakan teks proklamasi pada pukul 10.00 di Jalan Pengangsaan Timur Nomor 56 Jakarta.
Pemuda Bekasi, seperti Yakub Gani, langsung kembali ke Bekasi mengabarkan berita proklamasi kepada Guru Noer Alie. Usai salat Jumat, Noer Alie mengumumkan berita proklamasi kepada santri dan masyarakat di Masjid Kampung Ujung Malang.
Kabar proklamasi merembet sampai ke Karawang melalui para pemuda yang menyaksikan langsung pembacaan proklamasi di Jakarta pada 17 Agustus siang. Tokoh pemuda Karawang, seperti Mohammad Kosim, lantas mengumumkan proklamasi kepada penduduk Kampung Babakan Cianjur, Karawang. Di tempat lain, berita proklamasi tiba di Bogor pada 17 Agustus 1945 siang, disampaikan dari mulut ke mulut dan melalui radio yang umumnya diletakkan di tempat-tempat strategis. Berita proklamasi juga tiba di Desa Pasarean, Cibungbulang, Bogor, melalui radio milik H. Mohammad Arif yang diletakkan di rumah Sholeh Iskandar.
Di Cirebon, anggota PETA di Arjawinangun, Nasuha, memperoleh berita proklamasi dari siaran radio di kantor Kewedanaan Arjawinangun pada 17 Agustus. Nasuha lantas menyampaikan kabar proklamasi melalui sambungan telepon kepada aparat pemerintah dan teman-temannya di sejumlah kecamatan di Kewedanaan Arjawinangun. Dari kecamatan-kecamatan berita itu disebarkan ke seluruh pelosok desa dan kampung oleh para opas kecamatan.
Rakyat Garut pimpinan Ajengan Yusuf Tajiri juga telah mendengar kabar tentang proklamasi kemerdekaan secara resmi melalui radio pada 17 Agustus. Proklamasi kemerdekaan didengar para aktivis pergerakan di Sukabumi, terutama yang sering berkumpul di Jalan Cikiray 10B, pada 17 Agustus sore.
Ada pula daerah-daerah di Jawa Barat yang memperoleh kabar proklamasi sehari atau lebih dari 17 Agustus. Tangerang yang letaknya tidak jauh dari Jakarta baru menerima berita proklamasi pada 18 Agustus oleh para pegawai Kabupaten Tangerang, Marto Sugriwo dan Abdel Hanan. Berita tersebut diterima melalui Mr. Datuk Jamin dan Mr. Sumanang, utusan dari Asrama Menteng 31 Jakarta. Rakyat Jawa Barat di Kabupaten Serang juga mendengar berita proklamasi dari mulut ke mulut, kemudian mereka menyambutnya dengan rasa gembira dan pengibarkan bendera merah putih.
Jawa Tengah dan Yogyakarta
Di Jawa Tengah, berita kemerdekaan Indonesia diterima dalam waktu berbeda. Ada wilayah yang menerima berita itu selang beberapa jam setelah diproklamasikan, ada pula yang baru menerimanya selisih hari, minggu, bahkan bulan.
Kabar proklamasi pertama kali diterima Kantor Berita Domei Yogyakarta pukul 12.00. Namun, izin penyiaran tidak diberikan. Kabar tersebut akhirnya disebarluaskan melalui khotbah Jumat di Masjid Besar Alun-alun Utara dan Masjid Pakualaman. Berita proklamasi semakin menyebarluas berkat upaya Ki Hajar Dewantara bersama dengan guru dan siswa Taman Siswa yang melakukan pawai sepeda, meriakkan kemerdekaan Indonesia dan membagikan selebaran proklamasi kemerdekaan Indonesia di Jakarta.
Surat kabar Sinar Matahari juga ikut berperan menyebarluaskan berita proklamasi di Yogyakarta. Surat kabar yang sebelumnya bernama Sedya Tama itu memuat berita proklamasi Indonesia serta teks Undang-Undang Dasar yang disahkan PPKI tanggal 18 Agustus 1945.
Di Surakarta, kabar proklamasi diterima pada 17 Agustus 1945 melalui siaran radio. Pada sore hari, kabar itu pun telah menyebar luas, secara khusus di wilayah kota. Tersiarnya berita proklamasi membuat Rahinten yang saat itu menjadi guru sekaligus anggota Fujinkai mendapat tugas untuk memberikan pengarahan kepada masyarakat desa tentang makna kemerdekaan dan penjajahan. Selain itu, ia pun memberitahu dan menganjurkan nyanyian lagu Indonesia Raya di sekolah-sekolah maupun berbagai kelurahan.
Kabar proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia sampai di wilayah Pekalongan melalui radio pada 18 Agustus 1945. Sarli, salah seorang anggota Barisan Pelopor yang mendengar berita proklamasi pagi itu, segera menurunkan bendera Jepang dan menggantinya dengan bendera merah putih. Selain radio, penyebarluasan berita proklamasi di Keresidenan Pekalongan tidak lepas dari jaringan komunikasi telepon dan kereta api. Gerbong-gerbong kereta api Jakarta-Semarang yang melewati keempat kabupaten dan karesidenan Pekalongan itu banyak bertuliskan “merdeka atau mati”.
Kurir dari Jakarta bernama B. Suprapto, seorang karyawan penerbang, juga berperan menyebarkan berita proklamasi dengan datang ke Pekalongan pada 17 Agustus 1945. Ia berpesan kepada Angkatan Muda Republik Indonesia (AMRI) untuk menyebarluaskan berita itu ke pelosok desa
Di Semarang, berita proklamasi pertama kali diterima oleh Sugiarin, markonis Kantor Berita Domei Semarang. Kabar itu selanjutnya disampaikan kepada Syarief Soelaiman dan M.S. Mintardjo, dan diteruskan ke Gedung Djawa Hookookai tempat rapat persiapan kemerdekaan tengah digelar. Kabar itu dibacakan oleh Mr. Wongsonegoro sampai dua kali dan segera disambut dengan tepuk tangan dan kegembiraan meluap. Berita proklamasi ikut disebarluaskan oleh Semarang Hoso Kyoku (siaran radio Semarang). Penyebarluasan berita itu mendahului siaran salat Jumat.
Berita proklamasi di wilayah Kedu diterima dalam waktu berbeda. Di Magelang, proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia diterima tanggal 25 Agustus 1945 dan memicu rapat kecil-kecilan anggota eks kelompok paramiliter Jepang. Hasil rapat-rapat yang dipimpin oleh Ashari, mantan komandan Seinendan, adalah kesepakatan untuk menghadap residen guna meminta izin mengambil alih kekuasaan dan menuntut agar rakyat di seluruh Kedu sepakat untuk menjadi bagian Negara Republik Indonesia.
Sementara di Kebumen, berita proklamasi tersebar luas berkat peran asisten wedana dan lurah di masing-masing desa. Di samping itu, berita itu pun diterima dari markas Jepang di benteng pendem di wilayah pesisir Kebumen. Hingga bulan September 1945, berita proklamasi Indonesia telah diterima di pedesaan Kebumen.
Penyebarluasan berita proklamasi di wilayah Banyumas tidak lepas dari peran Sudirman yang pada tanggal 19 Agustus memutuskan untuk pulang ke Kroya. Sementara itu, 5 September 1945, Mr. Iskaq Tjokrohadisurjo, residen Banyumas, mengumumkan kemerdekaan Indonesia dan menyatakan Banyumas sebagai bagian Indonesia
Di Pati, penyebarluasan berita proklamasi dilakukan oleh S. Suhud dari Barisan Pelopor. Sementara di Demak, informasi tentang penyebarluasan berita proklamasi diketahui dari pemberitaan Sinar Baru tanggal 22 Agustus 1945. Selanjutnya, para pembaca itulah yang menyebarluaskan berita proklamasi di wilayah tersebut.
Jawa Timur
Penyebaran berita proklamasi di Jawa Timur, khususnya Surabaya, dilakukan melalui radio dan surat kabar.
Berita proklamasi kemerdekaan Indonesia dari pemancar radio kantor berita Domei di Jakarta dapat ditangkap oleh kantor berita Domei Surabaya dalam bentuk morse oleh petugas bernama Yacob. Berita tersebut lantas diserahkan kepada bagian redaksi, yakni R. Bintarti dan Bung Tomo. Seperti di Bandung, berita tersebut juga tempelkan di muka kantor Domei Surabaya sehingga menyebar.
Selain itu, berita tersebut diteruskan kepada redaksi Suara Asia yang terletak bersebelahan dengan kantor berita Domei Surabaya. Berita tersebut dimuat dalam terbitan tanggal 17 Agustus 1945 sore. Namun, Suara Asia baru memuat teks proklamasi beserta keputusan PPKI pada 20 Agustus 1945. Berita proklamasi juga dicetak dalam bentuk selebaran dan ditempel di depan kantor.
Selain itu, pada tanggal 18 Agustus pukul 19.00 Radio Surabaya menyiarkan teks proklamasi dengan bahasa Madura. Alasannya, siaran itu tidak dimengerti oleh pihak Jepang, tetapi dapat ditangkap oleh sebagian penduduk Jawa Timur di Madura dan di kawasan tapal kuda.
Penyiaran teks proklamasi kemerdekaan baru dapat dilakukan dalam bahasa Indonesia pada 19 Agustus 1945 saat pihak Jepang yang bertugas mengawasi lengah. Kelengahan itu dimanfaatkan oleh Syahrudin yang berhasil menyelundupkan bunyi teks Proklamasi ke Soerabaja Hosokyoku meskipun kantor itu telah diblokir Jepang. Berita itu diulang setiap setengah jam, sampai pukul 16.00 saat siaran berita berhenti.
Sejalan dengan itu, Radio Surabaja berusaha memanfaatkan pemancarnya untuk memobilisasikan rakyat guna mendukung proklamasi dengan memanfaatkan mata acara Pancaran Asia yang telah dikumandangkan sejak zaman Jepang. Usaha yang sama juga dilakukan melalui kolom Pro Patria yang selalu dimuat dalam harian Asia Raja. Selain itu, rakyat Surabaya dapat mengikuti berita proklamasi dari surat kabar Suara Asia.
Berita proklamasi RI telah sampai di Malang melalui siaran Hosokyoku, tetapi kemudian menimbulkan tanda tanya dengan adanya siaran susulan yang menyatakan bahwa berita proklamasi menurut Jepang tidak benar. Setelah berita itu dicek, baik lewat telepon hingga kepada penumpang kereta api yang berangkat dari Gubeng dan Pasar Turi, keragu-raguan itu hilang. Terlebih, setelah diadakan rapat di Surabaya pada 19 Agustus 1945.
Sementara di Madiun, berita proklamasi diterima dari berbagai media, seperti radio, pemberitaan para pemimpin Surabaya kepada rekannya di Madiun, serta informasi dari penumpang kereta api yang tiba dari Jakarta tanggal 18 dan 19 Agustus.
Sunda Kecil
Seperti halnya daerah-daerah lain di Indonesia, berita tentang proklamasi kemerdekaan Indonesia telah terdengar di Sunda Kecil tidak lama setelah 17 Agustus 1945. Berita tersebut pertama kali diterima di Singaraja, Bali, oleh kelompok elite pemuda dan sebagian kecil warga masyaraka, setelah mendengar siaran radio oleh Ide A.A. Gede Agung pada tanggal 17 Agustus 1945. Selain itu, kontak pemuda Bali dengan kawan-kawan pemuda di Jawa juga memfasilitasi tersebarnya berita proklamasi.
Berita resmi proklamasi kemerdekaan diperoleh dari I Gusti Ketut Pudja, delegasi yang mewakili Sunda Kecil di PPKI, yang kembali ke Singaraja pada 23 Agustus 1945. Selanjutnya, Gubernur Pudja dan Ketua Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) Putra Manuaba melakukan sosialisasi dan menyebarkan berita proklamasi dan pemerintahan baru Republik ke seluruh daerah.
Gubernur Pudja juga dibantu oleh para elite pelajar yang tergabung dalam Ikatan Siswa Seklah Menengah (ISSM) yang terbentuk pada akhir pendudukan Jepang di Kota Denpasar. Mereka menyebarkannya ke kota-kota lainnya di Bali dan ke pulau lain, tetapi hanya sampai di Lombok pada pertengahan Oktober 1945. Baru kemudian berita tersebut tersebar pula ke Pulau Sumbawa.
IPPHOS
Hadir pada upacara proklamasi kemerdekaan RI, 17 Agustus 1945. Tampak antara lain di barisan depan: Latuharhary S.H. , Suwirjo, Ibu Fatmawati Sukarno, Dr. Samsi, dan Ny.S.K. Trimurti. Di barisan belakang antara lain tampak A.G pringgodigdo S.H dan Sudjono S.H.
Kalimantan
Seperti halnya di daerah lain, berita tentang proklamasi kemerdekaan Indonesia terlambat sampai ke Kalimantan. Informasi proklamasi kemerdekaan Indonesia terdengar di Kalimantan melalui radio, surat kabar, para pejuang yang datang dari Jawa, pamflet, serta ekspedisi pemuda Jawa ke Kalimantan.
Di Pontianak, berita proklamasi didengar oleh seorang pemuda, M. Sukandar, melalui radio yang berhasil disembunyikan pada 18 Agustus 1945. Informasi tersebut tidak segera disebar luaskan, tetapi disampaikan secara sembunyi-sembunyi.
Berita proklamasi juga sampai di Ketapang, kota lain di Kalimantan Barat. Berita proklamasi secara resmi diterima melalui seorang pejuang yang baru datang dari Jawa, yaitu A. Halim H. Abdul pada 24 Agustus 1945. Di Singkawang dan Bengkayang, berita proklamasi diterima dari pejuang anggota PPRI, Ya’ Ahmad Dundik, pada 2 Oktober 1945, yang memang ditugaskan PPRI untuk menyebarkan berita proklamasi di daerah.
Begitu juga apa yang terjadi di Sambas yang letaknya cukup jauh dari Singkawang. Berita Proklamasi kemerdekaan Indonesia telah diketahui oleh rakyat Sambas melalui siaran radio Sarawak. Rakyat Sambas mendapatkan kepastian tentang berita proklamasi kemerdekaan Indonesia dari pemuda Sambas, Zainuddin Nawawi dan Gifni Ismail, yang tinggal di Pontianak. Di Kota Pemangkat, berita proklamasi diterima dari seorang pemuda yang baru pulang dari Semarang, yaitu M. Akir, pada pertengahan Oktober 1945.
Di Sintang, berita proklamasi diketahui setelah beberapa pemimpin perjuangan mendengar siaran radio pada 15 Oktober 1945. Informasi tersebut diperkuat dengan salinan teks proklamasi yang dibawa oleh pemuda Sintang, H.M. Yusuf Aris, dari Sumater pada bulan Desember.
Berita proklamasi Kemerdekaan Indonesia juga diterima oleh para pejuang Landak yang kebetulan pada saat itu berada di Pontianak, antara lain Abdul Hamid, dari tentara Australia yang datang ke Pontianak pada permulaan Oktober 1945. Tentara Australia membawa dokumen yang berisi tentang strategi perjuangan yang ditulis oleh aktivis Indonesia yang berada di Australia. Oleh Abdul Hamid, informasi itu dikirim ke Landak melalui telepon.
Di Banjarmasin, berita proklamasi secara resmi diperoleh dari seorang pejuang Banjarmasin, A.A Hamidhan, yang diutus oleh Jepang sebagai perwakilan dari surat kabar Borneo Simboen terbitan Banjarmasin untuk meliput kegiatan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI ) di Jakarta. Ia menyampaikan berita proklamasi dengan menyerahkan koran Asia Raya yang memuat berita proklamasi dan teks proklamasi. Koran tersebut diberikan kepada Pangeran Musa Andi Kesuma, Mr. Roesbandi, dan Dokter Sosodoro Djatikesuma. Pada tanggal 26 Agustus 1945, koran Borneo Simboen edisi Banjarmasin baru diizinkan oleh pemerintah Jepang untuk memuat berita proklamasi.
Di Kandangan, berita proklamasi justru disiarkan oleh surat kabar Borneo Simboen terbitan Hulu Sungai, yang langsung mendapatkan sumber berita dari radio Domei di Jakarta secara diam-diam. Berita proklamasi juga disebarkan lewat Pasar Malam yang diselenggarakan di Kandangan tanggal 20–30 Agustus 1945. Selain itu, berita proklamasi juga diterima dari bocoran para pegawai Indonesia yang bekerja di siaran Radio Banjarmasin Hosokyoku khususnya kepada pelajar Tyugakko.
Di wilayah lain di Kalimantan, berita proklamasi diterima melalui laut. Kota Baru, Tanah Bumbu, lebih mudah dijangkau lewat laut dari Jawa, Sulawesi, dan Balikpapan, daripada dari Banjarmasin. Oleh karena itu, berita proklamasi di Kota Baru diterima dari para pelaut dari Jawa yang berlabuh di Kota Baru. Berita tersebut kemudian menyebar ke berbagai daerah, termasuk Pagatan.
Penyebaran berita proklamasi di Kalimantan juga dilakukan dengan pamflet. Pada tanggal 1 Oktober 1945, pamflet disebarkan ke seluruh masyarakat Kalimantan Selatan secara serempak. Di Banjarmasin, penyebaran dipelopori oleh Hadhariyah M, F. Mohani, Hamli Tjarang, dan Abdurrahman Noor. Di Rantau dan Kandangan dipelopori oleh H.M. Rusli dan Hasnan Basuki, di Barabai oleh H. Baderun. Sementara di tempat lain seperti Puruk Cahu, Martapura , Marabahan, dan Pelaihari dibawa oleh tentara Australia yang bertugas melucuti tentara Jepang.
Rakyat Kota Waringin mendengar berita proklamasi langsung dari Jawa melalui beberapa pelabuhan, yakni Sampit, Pangkalan Bun, Pagatan/Mendawai, Kuala Kapuas, dan Pulang Pisau. Berita proklamasi di Kumai diterima melalui seorang pejuang Kota Waringin bernama Abdullah Machmud pada 12 Oktober 1945 yang baru pulang dari Jawa.
Masyarakat Balikpapan terlambat menerima berita proklamasi. Mereka baru mendapatkan informasi tentang proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia melalui pekerja BPM yang datang dari Pulau Jawa untuk merehabilitasi kilang minyak yang rusak akibat perang. Berita itu pun tidak langsung disebarkan tetapi hanya beredar di kalangan terbatas. Setelah berita proklamasi diterima masyarakat Balikpapan, mereka mengibarkan bendera pada 13 November 1945 sebagai bentuk dukungan pada pemerintah Republik Indonesia.
Di Samarinda, informasi proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia juga datang terlambat. Kira-kira sebulan sesudah berita proklamasi di kumandangkan, rakyat Samarinda baru menerima berita tersebut. Situasi tersebut juga terjadi di Sanga-sanga, Kutai Kertanegara. Berita proklamasi kemerdekaan Indonesia disampaikan Sudirin, seorang petugas penerima berita dari stasiun radio tentara Sekutu, setelah kurang lebih sebulan setelah proklamasi itu dikumandangkan di Jakarta.
IPPHOS
Rapat raksasa menyambut Proklamasi Kemerdekaan RI di Lapangan Ikada Jakarta (lapangan Monas) tanggal 19 September 1945.
Sulawesi
Berita proklamasi disebarkan di wilayah Sulawesi melalui beberapa jalan, mulai dari tokoh PPK dan delegasi Sulawesi yang ada di Jakarta, majalah, koran, radio, hingga informasi yang dibawa oleh para tokoh PPKI dan delegasi Sulawesi. Empat tokoh Sulawesi yang menjadi anggota PPKI adalah Dr. G.S.S.J. Ratulangie (Sam Ratulangie), Andi Pangerang Daeng Parani, Andi Sultan Daeng Raja, dan Mr. Andi Zaenal Abidin.
Sebelum para delegasi Sulawesi pulang dari Jakarta, beberapa pemuka masyarakat telah mendengar kabar proklamasi di Jakarta melalui radio. Berita proklamasi didengar melalui siaran Kantor Berita Jepang (Domei) pada 18 Agustus 1945 oleh para pemuda di Tondano.
Setelah tiba di Makassar dari Jakarta, Gubernur Sulawesi Sam Ratulangie menyusun strategi penyebaran berita proklamasi di Hotel Empress bersama Mr. Andi Zainal Abidin. Di tempat itu, Sam Ratulangie sempat bertemu utusan dari Palopo, Sanusi Daeng Mattata, pada 26 Agustus 1945. Pertemuan antara Sanusi mendorong segera diumumkannya berita proklamasi secara resmi. Pernyataan kemerdekaan yang disampaikan oleh Gubernur Sam Ratulangie kemudian dimuat di harian Pewarta Selebes pada 29 Agustus 1945.
Selanjutnya, berita proklamasi disebarkan oleh Tim Sam Ratulangie ke wilayah utara dan Tim Lanto Daeng Pasewang ke selatan. Sam Ratulangie mengadakan perjalanan ke Pare-pare terus ke Wajo dan Watampone, sedangkan ke Luwu dikirim A.N. Hajarati yang meneruskan perjalanan ke Poso Sulawesi Tengah.
Daerah-daerah sebelah selatan Kota Makassar dikunjungi Lanto Daeng Pasewang, mulai dari Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng (Bonthain), Bulungkumba; Lanto Daeng selanjutnya menuju ke wilayah utara bersama A.N Hajarati menemui Andi Burhanuddin dan Andi Mallarangeng di Pankajene Kepulauan. Kemudian, pada awal September 1945, dia menuruskan perjalanan ke Pare-pare menemui Andi Abdullah di Bau Masspe. Dua bangsawan terkemuka di Pare-pare, Andi Abdullah Bau Masspe dan Andi Makkasau, yang sekaligus sebagai tokoh utama SUDARA, menjadi pelapor penyebarluasan berita proklamasi.
Dari Kota Pare-pare, berita resmi proklamasi kemerdekaan disebarluaskan ke Rappang, Sidenreng, Enrekang bahkan terus ke Tanah Toraja. Berita proklamasi juga disebarkan ke arah utara Kota Pare-pare, yakni Suppa, Pindrang, terus ke Daerah Mandar. Berita resmi kemerdekaan bangsa Indonesia telah tersebar luas dan diketahui penduduk Sulawesi Selatan menjelang pertengahan bulan September 1945.
Selain disebarkan secara resmi melalui delegasi PPKI dan timnya, berita proklamasi disebarkan di Sulawesi melalui radio serta informasi dari pihak Jepang yang bersimpati kepada perjuangan Indonesia. Di Sopeng, berita proklamasi disebarkan sejak 22 Agustus 1945. Pada saat itu, Andi Mahmud, Kepala Distrik Sopeng, mendengar berita proklamasi dari radio yang ia miliki. Berita proklamasi juga didengar oleh Andi Abdullah Bau Masspe di Pare-pare. Berita tersebut ia sebarkan kepada kerabat dan rakyat Pare-pare.
Situasi lain terjadi di Kolaka. Berita Proklamasi 17 Agustus 1945 di Kolaka pertama-tama diterima dari orang Jepang yang mendengar melalui radio, yaitu oleh Kabasima Taico, Komandan tentara Jepang yang bertugas di daerah pertambangan Nikel Pomalaa-Kolaka.
Di Kepulauan Wakatobi, Sulawesi Tenggara, berita proklamasi dibawa oleh para pelayar yang baru datang dari Jawa dan Sumatera, seperti yang dilakukan oleh La Ola pada bulan September 1945.
Berita proklamasi kemerdekaan di Daerah Sulawesi Tengah mula-mula terdengar dan diketahui oleh tokoh-tokoh pejuang di Poso dari pemberitaan orang Jepang sendiri. Pada tanggal 17 Agustus 1945 sore, tokoh pergerakan, Abdul Latief Mangitung di tempat penginapannya dikunjungi seorang perwira Jepang. Sang perwira mengabarkan bahwa Indonesia telah merdeka. Informasi tersebut diperkuat dengan kesaksian dua orang Heiho yang mendengarkan langsung siaran berita tentang proklamasi Indonesia saat bertugas. Selanjutnya, berita proklamasi secara resmi tiba di Poso bersama dengan utusan Sam Ratulangie dari Makassar, yakni A.N. Hajarati dan Hamzah Ilahude.
Berita proklamasi sampai di Tanah Toraja pada tanggal 24 Agustus 1945. Seorang pimpinan pemuda, bernama Mahmud (biasa disebut Guru Mude), menjadi pelopor dalam penyebarluasan berita proklamasi. Di Kota Makale, ibukota Afdeling Tanah Toraja, Mahmud bekerja sama dengan A.Y.K. Andi Lolo dan Baledeng Makawaru menyusun rencana menyebarluaskan berita kemerdekaan.
Berita proklamasi kemerdekaan dibawa oleh Andi Pageran Daeng Parani ke Watampone ketika ia kembali dari Jakarta tanggal 19 Agustus 1945. Melalui istana Mangkau (raja) Bone, berita penting ini tersebar dari mulut ke mulut. Pihak Dari istana Raja Bone, berita kemerdekaan disebarkan ke pedalaman.
IPPHOS
Rapat raksasa menyambut Proklamasi Kemerdekaan RI di Lapangan Ikada Jakarta (lapangan Monas) tanggal 19 September 1945.
Maluku dan Papua
Berita proklamasi tidak dapat diterima langsung di Maluku dan Irian Barat (Papua). Kondisi wilayah Maluku yang terdiri atas banyak pulau serta minimnya radio dan surat kabar menyulitkan penyebaran berita proklamasi. Sementara, di Irian Barat, kondisi geografis menyulitkan komunikasi antarpenduduk.
Berita proklamsi 17 Agustus 1945 di Maluku diterima para pemuda dan rakyat di Maluku melalui radio dan dan surat kabar. Mr J. Latuharhary yang sebelumnya adalah anggota BPUPKI (Badan Persiapan Umum Kemerdekaan Indonesia) diangkat presiden sebagai gubernur Maluku dengan kantornya berpusat di Jakarta melakukan berbagai upaya agar berita proklamasi dapat didengar dan dipahami rakyat Maluku di berbagai tempat.
Di Irian Barat (Papua), berita proklamasi diterima melalui radio. Seorang penyiar radio Biak, Aryoubaba, menangkap dan merekam berita proklamasi dari siaran radio Singapura. Hasil rekaman itu lalu disebarluaskan ke seluruh Irian. Peristiwa penyiaran berita proklamasi itu menyebabkan Aryoubaba dipenjarakan di Digul (Kompas, 15/8/2005).
IPPHOS
Parade kemerdekaan rakyat indonesia.
Referensi
- “Peran Penting Kepialangan Palembang di Masa Revolusi”, Kompas, 15 Agustus 1995, hlm. 24.
- “Tapak: Dari Jalan Antara, Indonesia Terkabarkan”, Kompas, 5 Juli 2005.
- “Dinamika Lokal Tidak Boleh Diabaikan. Usai Revolusi Muncul Kekecewaan”, Kompas, 15 Agustus 2005.
- “70 Tahun Antara: Membangun Kemitraan Strategis”, Kompas, 15 Desember 2007, hlm. 03.
- “Pers Perjuangan: Dari Pasar Baroe, Dunia Mendengar Proklamasi”, Kompas, 18 Agustus 2006, hlm. 27.
- “Pemancar YBJ-6 Bukittinggi Tembus Blokade Belanda”, Kompas, 20 Agustus 1995, hlm. 24
- “Tatar Sunda : Di Mana Proklamasi Kemerdekaan di Bandung? * Akademia”, Kompas, 18 Agustus 2010, hlm. 09.
- “Jusuf Ronodipuro, Sekali di Udara Tetap di Udara”, Kompas 11 September 1999, hlm. 28.
- 1993. Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI (Republik Indonesia: DSri Proklamasi sampai Demokrasi Terpimpin). Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional.
- Gunawan, dkk. 2015. Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. 2015. Jakarta: Ditjen Kemendikbud.
- Iskandar, G., Suroso & Idris, Z. 2001. Kurir-kurir Kemerdekaan (kisah nyata para pemuda pembawa berita proklamasi 1945). Jakarta: Balai Pustaka.
- Isnaeni, H. F. 2015. Seputar Proklamasi Kemerdekaan: kesaksian, penyiaran dan keterlibatan Jepang. Jakarta: Kompas.
- Shahab, M. A. 2017. Sang Penyebar Berita Proklamasi RI: Perjuangan M. Asad Shahab & Arabian Press Board. Jakarta: Change.