Paparan Topik | Hari Peduli Sampah

Hari Peduli Sampah Nasional dan Kebijakan Pengelolaan Sampah di Indonesia

Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) diperingati untuk mengenang tragedi longsor sampah di TPA Leuwigajah, Cimahi, pada 21 Februari 2005. Selain HPSN, berbagai kebijakan telah ditempuh pemerintah untuk mengelola sampah.

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Pemulung memilah sampah di Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang, Kota Bekasi, Jawa Barat, Kamis (2/7/2020). Sampah di TPST Bantar Gebang diperkirakan bakal melebihi kapasitas tiga tahun lagi. Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta mencatat, ada 7.700 ton sampah per hari yang masuk ke TPST Bantar Gebang di Kota Bekasi.

Fakta Singkat

Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN)

  • Memperingati tragedi longsor sampah di TPA Leuwigajah (21 Februari 2005) sekaligus untuk menggerakkan masyarakat agar lebih peduli sampah
  • Pertama kali diperingati: 21 Februari 2006

Potret Sampah Nasional

  • 65,8 juta ton/tahun timbulan sampah
  • 6,8 juta ton/tahun sampah plastik
  • 69% sampah perkotaan ditimbun di TPA
  • 620 ribu ton sampah plastik masuk ke sungai, danau, dan laut

Beberapa Regulasi Pengelolaan Sampah

  • UU 18/2008: Pengelolaan Sampah
  • UU 23/2014: Pemerintah Daerah
  • PP 81/2012: Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
  • PP 27/2020: Pengelolaan Sampah Spesifik
  • Perpres 97/2017: Kebijakan dan Strategi Nasional (Jakstranas) Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
  • Permen LH 13/2012: Pedoman Pelaksanaan 3R melalui Bank Sampah
  • Permen PU 03/2013: Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sejenis Sampah Rumah Tangga.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menetapkan tanggal 21 Februari sebagai Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN). Penetapan tanggal itu dimaksudkan untuk mengenang tragedi longsor sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah, Kota Cimahi, Jawa Barat, pada tanggal 21 Februari 2005 silam.

Peristiwa musibah sampah di TPA Leuwigajah 16 tahun lalu itu terjadi akibat longsornya gunungan sampah setinggi 60 meter dan sepanjang 200 meter karena diguyur hujan deras semalam suntuk. Selain itu, juga terpicu tingginya konsentrasi gas metana dari dalam tumpukan sampah.

Bencana longsor sampah itu mengakibatkan korban jiwa sebanyak 137 orang dari 143 warga yang tercatat hilang di Kantor Kepala Desa Batujajar Timur, Batujajar, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Tak hanya itu, longsoran sampah juga menggulung dua kampung di bawahnya, yaitu Kampung Cilimus dan Kampung Pojok (Kompas, 8/3/2005).

Untuk memperingati insiden tersebut, Kementerian Negara Lingkungan Hidup pada tahun 2006 mencanangkan tanggal 21 Februari sebagai Hari Peduli Sampah (HPSN). Selain sebagai peringatan atas bencana dahsyat di TPA Leuwigajah, peringatan HPSN juga dimaksudkan sebagai momentum untuk menggerakkan masyarakat agar lebih peduli sampah.

Pada tahun 2021, peringatan HPSN mengusung tema “Sampah Bahan Baku Ekonomi di Masa Pandemi”. Dengan mengangkat tema itu, peringatan HPSN tahun ini diharapkan dapat menjadi wadah memperkuat posisi sektor pengelolaan sampah sebagai pendorong pertumbuhan perekonomian Indonesia. Selain itu juga sebagai perwujudan dari salah satu prinsip pengelolaan sampah berkelanjutan, yaitu waste to resource melalui pelaksanaan ekonomi sirkular dan sampah menjadi sumber energi.

Fokus kegiatan HSPN dilakukan melalui berbagai upaya pengelolaan sampah yang dapat memberikan kontribusi nyata dalam pertumbuhan ekonomi. Ragam kegiatan peduli sampah dilaksanakan dari tingkat nasional hingga daerah yang melibatkan pemerintah/pemerintah daerah, dunia usaha, dan elemen masyarakat.

Kegiatan ini dimulai dengan membangun partisipasi masyarakat melalui pilah sampah dari rumah sebagai upaya menyediakan bahan baku sampah yang bernilai ekonomi. Kemudian, membangun partisipasi dan peran industri menjadikan sampah sebagai bahan baku industri daur ulang. Selanjutnya, berbagai kampanye tentang menjadikan sampah sebagai bahan baku ekonomi.

KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Pelajar mengikuti kegiatan bersih-bersih Pantai Kenjeran dalam rangka Peringatan Hari Peduli Sampah Nasional 2017 di Surabaya, Selasa (28/2/2017). Puncak peringatan secara nasional tersebut diselenggarakan di Taman Suroboyo dan dihadiri langsung oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Jenis sampah

Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, yang dimaksud sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Sampah ini dihasilkan manusia setiap melakukan aktivitas sehari-hari.

Dalam Kamus Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2018), sampah memiliki dua arti, yaitu pertama bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga untuk maksud biasa atau utama dalam pembikinan atau pemakaian, barang rusak atau bercacat dalam pembikinan (manufaktur), atau materi berkelebihan atau ditolak atau buangan. Kedua, waste (sampah/limbah) merupakan proses teratur dalam membuang bahan tak berguna atau tak layak dinginkan.

Sampah yang diatur dalam UU 18/2008 meliputi tiga jenis sampah. Pertama adalah sampah rumah tangga, yaitu berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik.

Kedua, sampah sejenis sampah rumah tangga, yaitu sampah yang berasal dari  kawasan  komersial,  kawasan  industri,  kawasan  khusus,  fasilitas  sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya.

Ketiga, sampah spesifik yang  meliputi sampah yang mengandung bahan  berbahaya dan beracun (B3), sampah yang mengandung limbah B3, sampah yang timbul akibat bencana, puing bongkaran bangunan, sampah yang secara teknologi belum dapat diolah, dan/atau sampah yang timbul secara tidak periodik.

Berdasarkan sifatnya, terdapat dua jenis sampah. Pertama, sampah organik (degradable) yaitu sampah yang dapat membusuk dan terurai sehingga bisa diolah menjadi kompos. Misalnya, sisa makanan, daun kering, sayuran, dan lain-lain. Kedua, sampah anorganik (undegradable) yaitu sampah yang sulit membusuk dan tidak dapat terurai. Misalnya, botol plastik, kertas bekas, karton, kaleng bekas, dan lain-lain.

Berdasarkan bentuknya, sampah dapat dibagi menjadi dua kelompok. Pertama adalah sampah padat, yaitu material yang dibuang oleh manusia (kecuali kotoran manusia). Jenis sampah ini di antaranya plastik bekas, pecahan gelas, kaleng bekas, sampah dapur, dan lain-lain. Kedua, sampah cair yaitu bahan cair yang tidak dibutuhkan dan dibuang ke tempah sampah. Misalnya, sampah cair dari toilet, sampai cair dari dapur, dan tempat cucian.

KOMPAS/RIZA FATHONI

Pekerja memilah sampah elektronik dari komputer di usaha pengepul rongsokan di kawasan Penjaringan, Jakarta, Selasa (17/4/2018). Perkembangan teknologi produk elektronik yang relatif cepat turut berperan menjadi penyebab tingginya sampah elektronik dari masyarakat.

Regulasi pengelolaan sampah

Penyelenggaraan HPSN merupakan salah satu dari berbagai upaya pengelolaan sampah di Indonesia. Dalam pengelolaan sampah, pemerintah telah mengeluarkan berbagai regulasi dan instrumen kebijakan.

Regulasi tersebut antara lain Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga, Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Spesifik, Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional (Jakstranas) Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, serta sejumlah peraturan menteri.

UU 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah disahkan pada 7 Mei 2008 dan menjadi payung hukum bagi pengelolaan sampah di Indonesia. Dengan ditetapkan UU 18/2008 ini, diharapkan semua pihak mendukung dan menyukseskan pelaksanaan pengelolaan sampah di Indonesia.

Dalam UU tersebut, sampah dimasukkan dalam permasalahan nasional yang pengelolaannya perlu dilakukan secara komprehensif dan terpadu dari hulu ke hilir agar memberikan manfaat secara ekonomi, sehat bagi masyarakat, dan aman bagi lingkungan, serta dapat mengubah perilaku masyarakat.

UU tersebut juga menekankan bahwa untuk mewujudkan pengelolaan sampah yang komprehensif, diperlukan kejelasan tanggung jawab dan kewenangan pemerintah, pemerintah daerah, serta peran masyarakat dan dunia usaha.

Pengaturan hukum pengelolaan sampah berdasarkan asas tanggung jawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai ekonomi.

KOMPAS/RYAN RINALDY

Petugas Pusat Daur Ulang Jambangan, Surabaya, Jawa Timur, Senin (11/9/2017), memilah sampah botol plastik serta kaleng untuk kemudian dijual. Setiap hari, ada sekitar 6 ton sampah yang masuk ke PDU Jambangan. Sekitar 50 persen sampah tersebut bisa diolah dan didaur ulang.

Pada tataran pelaksanaan, pemerintah menetapkan dua peraturan pemerintah sebagai turunan dari UU 18/2008. Pertama, PP 81/2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Kedua,  PP 27/2020 tentang Pengelolaan Sampah Spesifik.

PP 81/2012 dibentuk dengan tujuan untuk melindungi kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan, menekan terjadinya kecelakaan dan bencana yang terkait dengan pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga, serta mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.

Pengelolaan sampah menurut PP 81/2012 adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.

PP 81/2012 juga memberikan landasan bagi penyelenggaraan pengelolaan sampah di Indonesia, khususnya di daerah. Dengan lahirnya PP 81/2012, pemerintah daerah berkewajiban untuk segera membentuk peraturan daerah terkait dengan pengelolaan sampah.

Adapun PP 27/2020 yang ditetapkan pada tanggal 8 Juni 2020 mengatur tentang pengelolaan sampah spesifik. Menurut PP ini, sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi dan/atau volumenya memerlukan pengelolaan khusus.

Sampah spesifik yang diatur dalam PP ini terdiri atas sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) dan limbah B3, sampah yang timbul akibat bencana, sampah puing bongkaran bangunan, sampah yang secara teknologi belum dapat diolah, dan/atau sampah yang timbul secara tidak periodik.

Terkait pengelolaan sampah ini, pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib membiayai penyelenggaraan pengelolaan sampah. Pembiayaan ini bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Dalam melakukan pengelolaan sampah, pemerintah daerah dapat melakukan kerja sama antar-pemerintah daerah. Kerja sama ini dapat diwujudkan dalam bentuk pembuatan usaha bersama pengelolaan sampah.

Di samping itu, pemerintah daerah kabupaten/kota secara sendiri-sendiri atau bersama-sama juga dapat bermitra dengan badan usaha pengelolaan sampah dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah. Kemitraan tersebut dituangkan dalam bentuk perjanjian antara pemerintah daerah kabupaten/kota dan badan usaha yang bersangkutan.

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Ramli menimbang sampah plastik botol minuman di Bank Sampah, RW 3 Kelurahan Malaka Sari, Duren Sawit, Jakarta Timur, Selasa (12/9/2017). Bank sampah yang berdiri sejak tahun 2008 tersebut mempunyai 340 anggota aktif dan rata-rata perbulan menampung 2 ton sampah untuk didaur ulang.

Kebijakan pengelolaan sampah

Sebagai pedoman pengelolaan sampah secara terintegrasi dari hulu ke hilir, pemerintah menerbitkan Perpres 97/2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional (Jakstranas) Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.

Perpres 97/2017 itu memuat arah kebijakan pengurangan dan penanganan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga serta strategi, dan program, target pengurangan dan penanganan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga. Di lampiran Jakstranas, disebutkan pula tahap per tahun pada proyeksi timbulan sampah, target penurunan, dan pengelolaan.

Jakstranas menjadi pedoman bagi pemerintah daerah menerapkan program pengelolaan sampah. Dari jakstranas, pemda wajib menyusun kebijakan dan strategi daerah (jakstrada) dengan target penurunan timbunan sampah sesuai kapasitas daerah.

Berdasarkan data KLHK, pada tahun 2020, sudah ada 21 provinsi dan 353 kabupaten/kota yang telah menetapkan dokumen kebijakan dan strategi daerah (jakstrada) dalam pengelolaan sampah sesuai Perpres 97/2017, dengan target pengelolaan sampah 100 persen pada tahun 2025. Target tersebut dihitung dari 70 persen penanganan sampah dan 30 persen pengurangan sampah.

Jakstranas juga menjadi acuan penilaian Adipura, termasuk pengelolaan anggaran, sumber daya manusia, dan sistem pendukung pengelolaan sampah di daerah. Selama ini, penilaian Adipura mengacu kondisi fisik saja. Gerakan warga di daerah juga menjadi acuan penilaian Adipura.

KOMPAS/ADITYA PUTRA PERDANA

Suasana pameran stan pada Kongres Sampah di Desa Kesongo, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (12/10/2019). Acara yang diinisiasi oleh Pemerintah Provinsi Jateng itu digelar 12-13 Oktober 2019 dan bertujuan untuk membangun kepedulian masyarakat dalam pengelolaan sampah.

Berdasarkan Perpres 97/2017, semua pemangku kepentingan harus terlibat mengelola sampah, mulai dari pengelolaan di sumber penghasil sampah hingga ke pemrosesan akhir.

Adapun di tingkat kementerian, sejumlah kementerian terkait seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kementerian Pekerjaan Umum telah menerbitkan aturan-aturan turunan terkait pengelolaan sampah.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, antara lain menerbitkan PermenKLH 16/2011 tentang Pedoman Materi Muatan Rancangan Perda tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sejenis. Kemudian  PermenLH 13/2012 tentang Pedoman Pelaksanaan 3R melalui Bank Sampah, PermenKLH P.10/2018 tentang Pedoman Penyusunan Kebijakan dan Stategi Daerah Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis, serta PermenKLN P.75/2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen.

Adapun Kementerian Pekerjaan Umum menerbitkan PermenPU 21/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (KSNP-SPP).

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Tumpukan sampah dari aliran Kali Jambe mengendap di kolong jembatan Kali Graha Prima, Desa Mangunjaya, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Kamis (5/11/2020). Sampah yang menumpuk dan mengendap tersebut mengurangi laju aliran kali karena terjadi pendangkalan.

Tantangan pengelolaan sampah di Indonesia

Tiap tahun, volume sampah di Indonesia terus meningkat sejalan dengan peningkatan aktivitas penduduk, pertumbuhan penduduk, dan keterbatasan lahan untuk pembuangan akhir.

Proyeksi timbulan sampah di Indonesia yang tertuang di dalam Kebijakan dan Strategi Nasional (Jaktranas) Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga adalah sebanyak 67,8 juta ton pada tahun 2020 dan 70,8 juta ton pada tahun 2025. Jumlah sampah tersebut diprediksi akan meningkat dua kali lipat pada tahun 2050.

Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menunjukkan, jumlah timbulan sampah di Indonesia mencapai 65,8 juta ton per tahun. Sebanyak 44 persen merupakan sisa makanan dan 15 persen ranting, daun, atau sampah organik. Sedangkan, sebanyak 41 persen dari sampah itu merupakan sampah anorganik yang terdiri dari plastik (15 persen), kertas (11 persen), kain/tekstil (3 persen), logam (2 persen), karet/kulit (2 persen), dan lain-lain (8 persen).

Dari jumlah itu, 60 persen dibuang begitu saja di tempat pembuangan akhir (TPA), 10 persen dikelola atau didaur ulang, dan 30 persen lainnya tidak dikelola dan mencemari lingkungan.

Menurut data BPS (2017), sekitar 69 persen sampah pada area urban/perkotaan di Indonesia masih ditangani dengan cara ditimbun ke TPA sampah. Hal ini berarti pola penanganan sampah yang berlangsung selama ini masih menggunakan pendekatan tradisional, yaitu “Kumpul – Angkut – Buang”.

Adapun pengelolaan sampah dengan konsep 3R (reduce-reuse-recycle) masih relatif terbatas kendati menunjukkan kenaikan volume dalam periode 2015-2019. Volume pengurangan sampah yang mampu ditangani pada tahun 2019 sebanyak 7,34 juta ton/tahun.

Hingga Desember 2019, jumlah bank sampah yang telah dikelola sebagai circular economy sebanyak 8.434 buah yang terdiri dari bank sampah pusat, unit, induk, dan sektor. Pada Juni 2020, jumlah bank sampah bertambah hingga 11 ribu dengan nasabah hampir 299 ribu orang. Omset yang dihasilkan mencapai hampir Rp 45 miliar per tahun.

KOMPAS/RIZA FATHONI

Pengelola bank sampah di kawasan Petamburan, Tanah Abang, Jakarta memilah beragam jenis sampah yang dikumpulkan dari masyarakat, Selasa (3/4/2018). Eksistensi bank sampah di berbagai wilayah di ibukota turut membantu beban pengelolaan sampah rumah tangga.

Sampah plastik

Di sisi lain, tantangan pengelolaan sampah yang masih dihadapi Indonesia saat ini adalah pencemaran sungai, danau, dan laut oleh sampah plastik. Menurut estimasi Indonesia National Plastic Association, setiap tahun, Indonesia menghasilkan sampah plastik sebanyak 6,8 juta ton. Dari jumlah ini, 9 persen atau sekitar 620.000 ton masuk ke sungai, danau, dan laut. Hasil penelitian LIPI (2019) menunjukkan bahwa di Teluk Jakarta, dari 8,32 ton sampah yang masuk setiap hari, sebesar 59 persen berupa sampah plastik (Kompas, 19/9/2020).

Untuk mengurangi sampah plastik, sejak tahun 2016, pemerintah salah satunya, menerapkan kebijakan penggunaan kantong plastik berbayar di 22 kota di Indonesia. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menetapkan harga Rp 200 untuk setiap kantong plastik. Harga tersebut merupakan harga minimal yang disepakati bersama dengan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

Ketentuan mengenai tas plastik berbayar itu sesuai surat edaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya dan Beracun Nomor S1230/ PSLB3-PS/2016 tentang Harga dan Mekanisme Penerapan kantong plastik berbayar. Hal itu merupakan salah satu strategi pengurangan sampah, terutama sampah plastik. (LITBANG KOMPAS)

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA

Pekerja memilah berbagai jenis botol plastik yang akan dijual kembali untuk didaur ulang di Desa Jambu, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Minggu (20/9/2020). Botol kemasan plastik saat ini sebagai salah satu penghasil sampah yang banyak ditemukan di berbagai tempat dan berpotensi mencemari lingkungan ketika tidak didaur ulang.

Referensi

Arsip Kompas
  • “Longsor di TPA Leuwigajah: 32 Orang Meninggal Tertimbun Sampah”, Kompas, 22 Februari 2005, hlm. 1.
  • “Evakuasi Korban Longsor TPA Leuwigajah Dihentikan”, Kompas, 8 Maret 2005, hlm. 29.
  • “Menneg LH Akui Longsor Leuwigajah Kesalahannya”, Kompas, 21 Maret 2005, hlm. 29.
  • “Pelajaran Berharga dari Bencana Leuwigajah *Ilmu Pengetahuan”, Kompas, 24 Maret 2005, hlm. 56.
  • “Pengelolaan Sampah: Peraturan Pemerintah Masih Tertahan”, Kompas, 1 Maret 2011, hlm. 13.
  • “Pengelolaan Sampah: Antara Berkah dan Musibah”, Kompas, 7 Maret 2014, hlm. 14.
  • “Pengelolaan Sampah: Pembatasan Kantong Keresek Mulai Februari”, Kompas, 9 Januari 2016, hlm. 13.
  • “Sampah Plastik: Uji Coba ”Keresek” Berbayar di 22 Kota”, Kompas, 22 Januari 2016, hlm. 1.
  • “Surat Kepada Redaksi: Tanggapan Kementerian LHK * Tanggapan Kompas 11/07/2016”, Kompas, 21 Juli 2016, hlm. 7.
  • “Pengelolaan Sampah: Perubahan Perilaku Masyarakat Menjadi Kunci”, Kompas, 1 Maret 2017, hlm. 14.
  • “Sampah Kian Membebani * Sistem Pengumpulan Sampah Perlu Dibenahi”, Kompas, 22 April 2017, hlm. 14.
  • “Pemilahan Belum Mutlak”, Kompas, 22 Januari 2018, hlm. 23.
  • “Volume Sampah Diturunkan”, Kompas, 10 Februari 2018, hlm. 14.
  • “Pengelolaan Sampah: Perkuat Komitmen dari Hulu ke Hilir”, Kompas, 22 Februari 2018, hlm. 14.
  • “Kelola Sampah: Capaian Pemerintah Daerah Diukur”, Kompas, 25 Mei 2018, hlm. 13.
  • “Tajuk Rencana: Komitmen Menangani Sampah”, Kompas, 23 Februari 2019, hlm. 6.
  • “Plastik Kian Cemari Laut”, Kompas, 19 September 2020, hlm. 8.
  • “Pengelolaan Sampah: Ekonomi Sirkular Menjadi Tumpuan”, Kompas, 26 Januari 2021, hlm. 8.
Internet
Aturan Pendukung