Kronologi | Kesetaraan Jender

Suara Perempuan Turun ke Jalan

Gaungan suara dan tuntutan oleh kaum perempuan yang berkumpul di jalan bukanlah sesuatu yang baru. Selama ketidakadilan masih ada, barisan perempuan yang berkumpul menuntut haknya akan terus terlihat.

Kompas/RIZA FATHONI

Sejumlah elemen masyarakat menggelar unjuk rasa di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (8/3/2018). Dalam aksi menyambut Hari Perempuan Internasional itu, mereka menyerukan perlawanan terhadap ketidakadilan berbasis jender, menuntut hak dan upah layak bagi pekerja perempuan, menghentikan perkawinan anak, serta menghentikan kekerasan terhadap perempuan, baik di lingkungan tempat tinggal maupun lingkungan kerja.

Suara-suara dan berbagai tuntutan dari perempuan yang turun ke jalan bukanlah sesuatu yang baru. Berbagai hak dan tuntutan kesetaraan dari berbagai aspek dalam kehidupan perempuan dapat kita saksikan dari rentang waktu yang bisa ditarik cukup jauh. Perempuan dari waktu ke waktu menginginkan hak atas lingkungan kerja yang ramah dari segi upah maupun kondisi kerja, hak atas persamaan kesempatan untuk menempati kursi di pemerintahan, hingga hak atas tubuhnya sendiri yang seringkali dianggap sebatas objek.

Penolakan berbagai undang-undang yang dianggap bersifat diskriminatif terhadap perempuan hingga perjuangan menahun untuk pembentukan payung hukum yang dapat melindungi dan berperspektif perempuan, menandakan bahkan negara ini masih melihat isu perempuan sebagai isu yang tidak substansial. Selama perempuan masih dianggap sebagai gender “kedua”, baik oleh masyarakat maupun negara, suara perempuan akan terus terdengar menggaungkan ketidakadilan demi mendapatkan hak-hak yang sebenarnya adalah hak dasar bagi seluruh manusia.

Isu yang kerap populer dibawa dalam demonstrasi perempuan adalah isu mengenai kesejahteraan buruh perempuan dan kekerasan terhadap perempuan. Disahkannya RUU TPKS (Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual) sebagai RUU inisiatif DPR dapat dikatakan sebagai salah satu buah pencapaian dari perjuangan perempuan, meskipun hal tersebut butuh waktu bertahun-tahun dan menuai kritikan dari berbagai pihak. Perjuangan perempuan masih panjang, sudah selayaknya perempuan dapat merasa aman dan terlindungi baik di ranah privat maupun publik. Berikut beberapa demonstrasi yang pernah dilakukan untuk perempuan dan oleh perempuan di Indonesia yang terekam dalam arsip Kompas.

1 Februari 1994

Unjuk rasa dan mogok kerja ribuan pekerja berlangsung di empat daerah – Solo, Bandung, Bogor, dan Tangerang (Jabar) pada hari Selasa, 1 Februari 1994. Di Solo ribuan wanita turun ke jalan, menyusuri Jalan Slamet Riyadi untuk menemui Mennaker Abdul Latief yang sedang berada di Solo. Namun, usaha mereka untuk menemui menteri gagal karena aparat keamanan mencegahnya. Para buruh menagih janji Menteri yang katanya akan menaikkan upah mereka.

“Menuntut Kenaikan Upah, Ribuan Wanita Solo Turun ke Jalan” (Kompas, 2 Februari 1994, halaman 1)

27 September 1995

Kasus Ny Suni yang kehilangan bayinya di RS Cipto Mangunkusumo membuat Gabungan Perempuan Antikekerasan menyampaikan sikap dan menuntut pertanggungjawaban pihak yang berwenang. Mereka mendatangi RSCM dan Departemen Kesehatan hari Rabu, (27/9/1995), untuk berdialog sambil membawa beberapa poster.

“Gabungan Perempuan Antikekerasan Pertanyakan Kasus Ny Suni” (Kompas, 28 September 1995, halaman 3)

26 Maret 1996

Puluhan ibu sambil menggendong bayi dan membawa spanduk berunjuk rasa di Departemen Sosial (Depsos) Jakarta, Selasa, (26/3/1996). Mereka yang mengatasnamakan diri “Solidaritas Perempuan Pademangan” ini ingin bertemu Mensos Inten Suweno dan menuntut penampungan darurat, perbaikan gizi dan pendidikan anak, serta ganti untung atas penggusuran tempat bermukim mereka. Tempat mereka bermukim digusur karena pembangunan jalan layang. Mereka mengaku sudah bermukim di daerah Penjaringan Pademangan Jakarta Utara itu lebih dari 20 tahun.

“Sari Berita Sosial-Politik: Puluhan Ibu Gendong Bayi Unjuk Rasa” (Kompas, 27 Maret 1996, halaman 11)

19 April 1996

Karyawan Hongkong Bank yang sebagian besar wanita, kembali melakukan aksi mogok hari Jumat pada 19 April 1996 di kantor mereka di Gedung World Trade Center, menuntut kenaikan imbalan kerja dan tunjangan lainnya. Aksi mogok dengan duduk-duduk dan menggelar poster, sebenarnya sudah berlangsung sejak hari. Aksi ini juga merupakan yang keempat kalinya sejak awal tahun. Pihak Hongkong Bank yang dihubungi mengatakan tuntutan kenaikan imbalan kerja ini tidak logis dan mengancam tidak membayar gaji karyawan yang mogok.

“Foto: Mogok Lagi” (Kompas, 20 April 1996, halaman 2)

Sekitar 2.000 wanita buruh di unit percetakan PT Gudang Garam (GG) melakukan unjuk rasa menuntut perubahan peraturan perusahaan mengenai cuti haid. Mereka bergerombol dan sepakat menghentikan aktivitas selama perusahaan yang berlokasi di Madaeng Sidoarjo itu tidak memenuhi tuntutan.

“2.000 Wanita Buruh PT GG Sidoarjo Tuntut Cuti Haid” (Kompas, 20 April 1996, halaman 9)

21 Agustus 1996

Sekitar 100 karyawati PT Koindo Megatronsejati (KMS) yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, Selasa (20/8/1996), melakukan unjuk rasa di Kawasan Industri Sekupang, Batam.

“Karyawati PT KMS Unjuk Rasa” (Kompas, 21 Agustus 1996, halaman 9)

29 Oktober 1997

Kelompok Solidaritas Perempuan dipimpin Tati Krisnawaty, Rabu, 29 Oktober 1997, mengadakan demo di depan Gedung Balai Sidang Jakarta, saat berlangsungnya konferensi Organisasi Konferensi Islam (OKI). Tuntutan kelompok ini adalah agar masalah tenaga kerja wanita Indonesia di luar negeri, terutama Timur Tengah, lebih mendapat perlindungan dan kepastian hukum.

“Unjuk Rasa Warnai Muktamar Menteri Wakaf OKI” (Kompas, 30 Oktober 1997, halaman 14)

11 November 1997

Unjuk Rasa Masjami di Kedubes Singapura Menuntut Tewasnya Nakerwan Indonesia. Majelis Silaturahmi Pekerja Muslim Indonesia (Masjami) melakukan aksi unjuk rasa di Kedutaan Besar Singapura di Jl HR Rasuna Said Jakarta Selatan, Senin, 11 November 1997 siang. Mereka menuntut penjelasan pemerintah Singapura dalam kasus tewasnya empat tenaga kerja wanita (nakerwan) Indonesia dalam rentang waktu 30 Oktober hingga 3 November 1997.

“Unjuk Rasa Tentang Nakerwan di Kedubes Singapura” (Kompas, 11 November 1997, halaman 3)

19 Desember 1997

Sekitar 30-an TKI buruh migran dan keluarganya, didampingi aktivis Solidaritas Perempuan, Jumat, 19 Desember mendatangi DPR. Mereka melakukan unjuk rasa, minta perhatian tentang berbagai persoalan yang dialami buruh migran. Banyak TKI mendapat perlakuan kurang layak di luar negeri.

“Keluarga Buruh Migran Unjuk Rasa ke DPR” (Kompas, 20 Desember 1997, halaman 13)

17 Maret 1998

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Solidaritas Perempuan (SP) bersama buruh migran Indonesia mengajukan petisi kepada Menteri Tenaga Kerja (Mennaker) Theo L Sambuaga, Selasa (17/3). Mereka mendesak pemerintah memperhatikan nasib para buruh migran Indonesia, karena sekarang ini ada lima buruh migran yang terancam hukuman pancung dan gantung.

“Unjuk Rasa Soal Buruh Migran di Depnaker * LimaTerancam Hukuman” (Kompas, 18 Maret 1998, halaman 13)

17 Juli 1998

Pada tanggal 17 Juli 1998 terdapat Aksi Damai Pertanggungjawaban Kekerasan Seksual Kerusuhan 1998 di Dephankam. Jajang C Noer membacakan orasi dalam aksi demo Koalisi Perempuan Indonesia untuk Keadilan dan Demokrasi yang menuntut ABRI untuk bertanggung jawab atas tindak kekerasan seksual terhadap perempuan sejak peristiwa kerusuhan pertengahan Mei 1998. Aksi damai ini berlangsung di luar pagar Departemen Pertahanan dan Keamanan, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta,

“Foto: Koalisi Perempuan” (Kompas, 18 Juli 1998, halaman 9)

25 Agustus 1998

Lebih dari 600 buruh PT Tyfountex, sebuah perusahaan PMA (penanaman modal asing) di Solo, Jawa Tengah, Selasa, 25 Agustus 1998 melakukan unjuk rasa di halaman kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta. Sebelumnya, mereka sempat bentrok fisik dengan aparat keamanan di depan gedung YLBHI. Aksi para buruh, sebagian besar perempuan, itu merupakan kelanjutan aksi pemogokan yang sudah berlangsung selama 23 hari untuk menuntut diberlakukannya UMR (upah minimal regional) baru yang nilainya Rp4.300 per hari. Selama ini, upah yang mereka terima sebesar Rp4.010 per hari ditambah uang makan Rp 00 per hari.

“Unjuk Rasa Buruh di Depnaker, Belum Ada Penyelesaian” (Kompas, 28 Agustus 1998, halaman 17)

KOMPAS/ARBAIN RAMBEY

Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan 25 November diperingati dengan unjuk rasa para aktivis dan berbagai LSM serta elemen Perempuan Ibu Kota, Rabu (25/11/1998). Mereka berkumpul di bundaran Hotel Indonesia dengan membawa spanduk yang berisikan suara anti kekerasan terhadap perempuan. Aksi serupa juga marak diberbagai kota di Indonersia dalam hari yang sama.

25 November 1998

Seruan aktivis dan awam kaum perempuan di berbagai kota besar hari Rabu, melakukan berbagai kegiatan yang fokusnya menuntut penghentian segala bentuk kekerasan khususnya yang terhadap dan yang diderita wanita. Aksi ini berjalan dengan tertib dan damai, diwarnai pembagian bunga dan selebaran kepada siapapun hadirin atau publik.

“Aksi Perempuan: Stop Kekerasan” (Kompas, 26 November 1998, halaman 8)

23 Juni 1999

Demo para aktivis KIPP (Komite Independen Pemantau Pemilu) di depan gedung DPR/MPR menuntut hak kaum perempuan untuk berpolitik hak untuk dipilih menjadi presiden RI. Hal ini sehubungan Megawati Soekarno Puteri yang partainya PDIP memenangi Pemilu 1999, dihadang untuk mencalonkan diri sebagai presiden oleh sekelompok yang menggunakan kekuatan agama.

“Foto: Demonstrasi Aktivis KIPP Tuntut Hak Politik Perempuan” (Kompas, 24 Juni 1999, halaman 1)

29 Maret 2000

Puluhan wanita yang tergabung dalam Forum Perempuan Indonesia Untuk Demokrasi, Selasa, 28 Maret 2000, mendatangi Mabes Polri di Jakarta Selatan. Mereka menuntut untuk dihentikannya segala bentuk kekerasan yang terjadi di pertambangan PT IMK di Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah.

“Foto: Stop Kekerasan” (Kompas, 29 Maret 2000, halaman 6)

16 Agustus 2000

Sejumlah aktivis perempuan melakukan unjuk rasa ke Pengadilan Negeri Bekasi, Rabu (16/8/2000). Mereka khawatir hakim dalam kasus pelaku perkosaan terhadap 2 remaja dibawah umur yang hanya dituntut 4 tahun, akan memutuskan lebih ringan lagi. Para aktivis perempuan itu meminta hakim bertindak obyektif dalam memutus perkara itu nantinya.

“Aktivis Perempuan Unjuk Rasa ke PN” (Kompas, 17 Agustus 2000, halaman 6)

8 Maret 2001

Sekitar 50 orang yang tergabung di dalam Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia melakukan aksi unjuk rasa di Bundaran Hotel Indonesia, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Kamis, 8 Maret 2001, dalam rangka peringatan Hari Perempuan Internasional. Beberapa tuntutan para pengunjuk rasa seperti persamaan hak, dan pembubaran Partai Golkar mewarnai aksi unjuk rasa damai mereka.

“Foto: Demokrasi Peringatan Hari Perempuan Internasional” (Kompas, 9 Maret 2001, halaman 10)

KOMPAS/NASRULLAH NARA

Memperingati Hari Kartini, Minggu (21/4/2002), Komite Aksi Perempuan “Aufklarung” (pencerahan) menggelar “happening art” di depan Istana Negara Gedung Agung, Jalan Ahmad Yani, Yogyakarta. Mereka mengkritisi eksploitasi tubuh perempuan untuk pemasaran produk tertentu.

11 Maret 2001

Sekitar 500 buruh perempuan yang tergabung dalam tiga elemen prodemokrasi berunjuk rasa di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Minggu (11/3/2001). Salah satu tuntutannya, seluruh komponen bangsa harus menghantikan segala bentuk kekerasan dan marjinalisasi terhadap perempuan.

Foto: Hari Perempuan Sedunia (KOMPAS, 12 Maret 2001, halaman 10)

28 November 2002

Sejumlah aktivis perempuan menggelar aksi menentang penolakan terhadap kuota perempuan dalam RUU Partai Politik yang disahkan DPR pada Rapat Paripurna, Kamis, 28 November 2002. Para aktivis tersebut menghendaki kuota 30 persen perempuan untuk kepengurusan partai politik dalam RUU Partai Politik tersebut.

Foto: Aktivis Perempuan Unjuk Rasa Menolak RUU Partai Politik (KOMPAS, 29 November 2002, halaman 1)

15 Januari 2003

Sekitar seribu perempuan dari Forum Solidaritas Muslimah Peduli Nasib Rakyat menggelar aksi unjuk rasa di depan Istana Merdeka Jakarta, Selasa, (14/1/2003), sebagai bagian dari rangkaian demonstrasi sejak pekan sebelumnya. Tidak seperti pada kelompok demonstran lain umumnya, kelompok yang satu ini semata-mata hanya menuntut pembatalan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), tarif dasar listrik (TDL), dan tarif telepon. Tak satu pun dari mereka meminta mundurnya Presiden Megawati Soekarnoputri.

Sekitar Seribu Perempuan Unjuk Rasa di Istana Merdeka (KOMPAS, 15 Januari 2003, halaman 1)

21 April 2004

Sejumlah aktivis perempuan merayakan Hari Kartini dengan menggelar unjuk rasa di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Rabu, 21 April 2004. Mereka menolak poligami karena hanya akan merugikan kaum perempuan. Selain di Ibu Kota, perayaan Hari Kartini juga berlangsung di berbagai daerah. Korps Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)-Wati (Kohati) Cabang Makassar Timur menggelar aksi damai menyebarkan selebaran berisi pernyataan keprihatinan terhadap nasib perempuan yang terpinggirkan. Adapun di Bandung, Jawa Barat, ratusan pelajar dan mahasiswa perempuan dari Pokja Perempuan Bangkit menggelar aksi unjuk rasa untuk menuntut pemerintah agar menjamin kesejahteraan kaum perempuan Indonesia.

Foto: Unjuk Rasa Penolakan Poligami (KOMPAS, 25 April 2004, halaman 21)

22 Desember 2004

Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Surakarta berunjuk rasa dalam rangka memperingati Hari Ibu di Bundaran Gladag Solo, Rabu, 22 Desember 2004. Dalam aksi tersebut, mereka mendesak pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk segera menerapkan kebijakan-kebijakan yang melindungi perempuan dari segala bentuk kekerasan.

Unjuk Rasa Untuk Peringati Hari Ibu (KOMPAS, 23 Desember 2004, halaman 6)

8 Maret 2005

Peringatan Hari Perempuan Internasional di Kota Solo yang bertepatan dengan tanggal 8 Maret diwarnai dengan unjuk rasa oleh perwakilan perempuan dari seluruh wilayah eks Karesidenan Surakarta. Unjuk rasa oleh Aliansi Perempuan eks Karesidenan Surakarta itu mengusung agenda menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

Unjuk Rasa Perempuan Surakarta (KOMPAS, 9 Maret 2005, halaman 5)

11 Agustus 2005

Sejumlah perempuan yang tergabung dalam Muslimah Peduli Umat melakukan aksi damai memenuhi Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Kamis (11/8/2005). Mereka antara lain menolak segala bentuk penjajahan terhadap perempuan, termasuk pornografi dan pornoaksi yang melecehkan kehormatan perempuan itu sendiri.

Foto: Aksi Damai Menentang Pornografi (KOMPAS, 12 Agustus 2005, halaman 4)

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Sejumlah perempuan yang tergabung dalam Muslimah Peduli Umat melakukan aksi damai memenuhi Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Kamis (11/8/2005). Mereka antara lain menolak segala bentuk penjajahan terhadap perempuan, termasuk pornografi dan pornoaksi yang melecehkan kehormatan perempuan itu sendiri.

8 Maret 2006

Ratusan perempuan dari berbagai elemen yang tergabung dalam Gerakan Tolak Pemiskinan Perempuan berunjuk rasa memperingati Hari Perempuan Internasional di Jakarta, Rabu, 8 Maret 2006. Dalam kesempatan itu, mereka juga menyatakan menolak Rancangan Undang-Undang Antipornografi dan Pornoaksi yang dinilai diskriminatif terhadap perempuan.

Perempuan Tolak Diskriminasi: Ruu Antipornografi Dan Pornoaksi Ditolak (KOMPAS, 9 Maret 2006, halaman 1)

24 Oktober 2007

Sidang pertama kasus pembakaran Winarti (33) di PN Tanjungkarang, Rabu (24/10/2007), diwarnai unjuk rasa perempuan simpatisan kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT. Selain kasus Winarti, demonstran mendesak jaksa dan hakim untuk menyelesaikan kasus KDRT yang cenderung meningkat.

Kasus KDRT Meningkat * Kesadaran Masyarakat Masih Sangat Minim (KOMPAS Sumbagsel, 25 Oktober 2007, halaman 27)

15 Januari 2008

Ratusan perempuan dari berbagai kelurahan di Kota Lubuk Linggau, Sumatera Selatan, berunjuk rasa di halaman Markas Kepolisian Resor Kota Lubuk Linggau, Selasa (15/1). Mereka meminta polisi mengusut kisruhnya pendataan pemilih dalam pilkada di “Kota Transit” ini. Pelaksanaan Pilkada Lubuk Linggau diundur dari rencana awal 14 Januari 2008 menjadi 23 Januari 2008.

Foto: Pengunduran Pilkada (KOMPAS, 16 Januari 2008, halaman 23)

12 Maret 2008

Unjuk rasa perempuan pekerja dalam memperingati “Women’s Day” di Jakarta, Rabu (12/3/2008). Mereka menuntut penghapusan diskriminasi, hak produktif dalam bekerja dan mendapat upah yang layak. Pengunjuk rasa diterima Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan (Menneg PP) Meutia Farida Hatta Swasono di kantornya.

Masalah Sosial: Hak Perempuan Pekerja Masih Sering Diabaikan (KOMPAS, 13 Maret 2008, halaman 12)

KOMPAS/WISNU WIDIANTORO

Dengan membawa peralatan memasak, ibu-ibu rumah tangga yang tergabung dalam Koalisi Perempuan Indonesia mengikuti aksi unjuk rasa di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, Minggu (25/5/2008). Aksi itu untuk menolak kenaikan harga bahan bakar minyak.

15 Februari 2009

Sekitar 400 perempuan warga Gunung Kidul yang tergabung dalam organisasi Wanita Islam Gunung Kidul menggelar aksi keprihatinan untuk beberapa persoalan kemanusiaan, seperti mengutuk maraknya penggunaan narkoba dan serangan Israel ke Palestina, Minggu (15/22009). Mereka mengajak kaum ibu dan masyarakat untuk berdoa serta terlibat aktif dalam penyelamatan generasi muda lewat tindakan nyata.

Kaum Ibu Mengutuk Narkoba * Unjuk Rasa di Wonosari Prihatinkan Serangan Israel terhadap Palestina (KOMPAS Jogya, 16 Februari 2009, halaman 1)

22 Desember 2009

Jaringan Nasional Perempuan Mahardhika Yogyakarta memperingati Hari Ibu dengan berunjukrasa di depan Gedung Agung Yogyakarta, Selasa (22/12/2009). Mereka menuntut penghapusan peraturan perundang-undangan yang mendiskriminasi perempuan.

Foto: Aksi pada Hari Ibu (KOMPAS, 23 Desember 2009, halaman 24)

8 Maret 2010

Aktivis perempuan Sumatera Utara yang tergabung dalam Jaringan Aktivis/Pendukung Gerakan Perempuan Sumut (Jarak) memperingati tepat 100 tahun hari Perempuan Internasional dengan berdemonstrasi di Bundaran SIB, Medan, Senin (8/3/2010). Jarak mencatat kekerasan terhadap perempuan, khususnya kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan seksual, masih tinggi.

Perempuan: KDRT dan Kekerasan Seksual Mendominasi (KOMPAS Sumbagut, 9 Maret 2010, halaman 17)

27 November 2011

Memperingati Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Gerakan Perempuan Anti Kekerasan (GAPRAK) berunjuk rasa di Jalan Darmo, Surabaya, Minggu, 27 November 2011. Kegiatan yang ditandai dengan pembagian brosur dan bunga tersbut mengajak masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam tindakan pencegahan dan penanganan korban kekerasan terhadap perempuan.

Foto: Tolak Kekerasan Terhadap Perempuan (KOMPAS, 28 November 2011, halaman 3)

8 Maret 2012

Warga yang tergabung dalam Forum Keadilan Perempuan mengikuti unjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta, 8 Maret 2012. Aksi dalam rangka Hari Perempuan Internasional tersebut untuk menolak segala bentuk pelecehan seksual terhadap perempuan.

Foto: Tolak Kekerasan Seksual (KOMPAS, 9 Maret 2012, halaman 5)

13 Januari 2013

Warga membentangkan spanduk saat mengikuti aksi unjukrasa menolak kejahatan seksual yang digelar oleh Koalisi Aksi Solidaritas Darurat Nasional Kejahatan seksual Terhadap Anak di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, Minggu, 13 Januari 2013. Selain meminta pemerintah untuk membangun sistem perlindungan anak dan perempuan, aksi itu juga meminta peningkatan hukuman penjara minimal 20 tahun bagi pelaku.

Foto: Menolak Kejahatan Seksual Terhadap Anak (KOMPAS, 14 Januari 2013, halaman 26)

24 April 2014

Gerakan Perempuan Aceh melakukan unjuk rasa di Kantor Polisi Resor Kota Banda Aceh, Kamis, 24 April 2014. Gerakan ini terdiri dari ibu-ibu, perempuan remaja, dan laki-laki remaja menuntut aparat penegak hukum mengusut tuntas dan tegas tanpa pandangan bulu kepada setiap pelaku kekerasan seksual. Unjuk rasa ini sekaligus menindaklanjuti kasus pencabulan yang dilakukan personel Kepolisian Daerah Aceh Brigadir M (33) kepada paling tidak lima siswi di Kecamatan Meuraxa, Banda Aceh.

Kasus Polisi Cabul Segera Dilimpahkan ke Pengadilan (KOMPAS, 24 April 2014, halaman 8)

15 Februari 2015

Sejumlah perempuan bergabung dalam kampanye anti korupsi oleh Gerakan Perempuan Anti Korupsi di Taman Alun-alun, Bandung, Jawa Barat, Minggu (15/2/2015). Melalui gerakan ini, sejumlah perempuan mengajak masyarakat memerangi perilaku korupsi di sekitarnya.

Foto: Gerakan Perempuan Indonesia Anti Korupsi (KOMPAS, 16 Februari 2015, halaman 2)

8 Maret 2015

Unjuk rasa pekerja rumah tangga memperingati Hari Perempuan Internasional di Jakarta, Minggu (8/3/2015). Dalam aksinya, mereka menuntut pemerintah dan DPR untuk segera mengesahkan RUU PRT (Perlindungan Pekerja Rumah Tangga), serta memberikan jaminan perlindungan, upah layak, dan kesejahteraan.

Negara Belum Lindungi Pekerja Rumah Tangga (KOMPAS, 9 Maret 2015, halaman 12)

13 Maret 2016

Aktivis dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat menggelar aksi damai memperingati Hari Perempuan Internasional di Jalan Darmo, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/3/2016). Mereka menuntut penghentian segala bentuk tindak kekerasan terhadap perempuan.

Foto: Hari Perempuan Internasional (KOMPAS, 14 Maret 2016, halaman 2)

KOMPAS/IRMA TAMBUNAN

Koalisi perempuan yang tergabung dalam “Save Our Sister” berunjuk rasa di depan Kejaksaan Tinggi Jambi, Kamis (26/7/2018). Mereka menuntut pembebasan WA (15), korban pemerkosaan yang divonis penjara 6 bulan karena menggugurkan kandungannya.

12 Februari 2018

Sejumlah perempuan petani dari Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK) menggelar aksi di depan Istana Merdeka, Jakarta, Senin (12/2/2018). Mereka mempertanyakan kembali tentang Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) di sepanjang Pegunungan Kendeng Utara sebagai sumber kehidupan dan sumber mata air bagi warga. Para Kartini Kendeng ini juga menagih komitmen pemerintah untuk menghentikan penambangan batu kapur dan aktivitas produksi pabrik semen di Rembang.

Pegunungan Kendeng: Istana Undang Perempuan Kendeng dan Semen Indonesia (KOMPAS, 14 Februari 2018, halaman 13)

8 Maret 2018

Sejumlah elemen masyarakat menggelar unjuk rasa di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (8/3/2018). Dalam aksi menyambut Hari Perempuan Internasional itu, mereka menyerukan perlawanan terhadap ketidakadilan berbasis jender, menuntut hak dan upah layak bagi pekerja perempuan, menghentikan perkawinan anak, serta menghentikan kekerasan terhadap perempuan, baik di lingkungan tempat tinggal maupun lingkungan kerja.

Foto: Aksi Hari Perempuan (KOMPAS, 9 Maret 2018, halaman 11)

8 Maret 2019

Perempuan dari berbagai organisasi memperingati Hari Perempuan Internasional 2019 dengan berunjuk rasa di Taman Aspirasi, di depan Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (8/3/2019). Mereka, antara lain, mendesak agar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual disahkan.

Foto: Peringatan Hari Perempuan Internasional 2019 (KOMPAS, 9 Maret 2019, halaman 9)

12 Februari 2020

Wanita buruh bersemangat mengikuti unjuk rasa dari Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) di depan Gedung DPR, Jakarta, Rabu, 12 Februari 2020. Mereka menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Lapangan Kerja yang dapat mengancam kesejahteraan hidup buruh seperti pengurangan pesangon.

Foto: Unjuk Rasa Menolak RUU Cipta Kerja (KOMPAS, 13 Februari 2020, halaman 13)

21 Juli 2020

Massa yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Perempuan Anti Kekerasan melakukan Aksi Selasa di depan Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Selasa (21/7/2020). Mereka mendesak DPR dan pemerintah untuk kembali memasukkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ke dalam Prolegnas Prioritas 2020 serta membahas dan mengesahkan RUU tersebut guna menghentikan kekerasan terhadap perempuan dan kekerasan seksual di Indonesia.

Kilas Politik & Hukum: Foto – Aksi Dukung RUU PKS (KOMPAS, 22 Juli 2020, halaman 2)

8 Maret 2021

Para Perempuan melakukan aksi menyambut Hari Perempuan Sedunia di kawasan Bundaran Bank Indonesia, Jakarta, Senin (8/3/2021). Mereka menyuarakan berbagai permasalahan yang dihadapi perempuan di Indonesia, di antaranya masih terjadinya kekerasan terhadap perempuan serta ketidaksetaraan dalam berbagai hal.

Perempuan Punya Kesempatan yang Setara (KOMPAS, 9 Maret 2021, halaman 5)

25 November 2021

Anggota Jaringan Peduli Perempuan Sumatera Barat berorasi dalam aksi damai antikekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di Jalan Jenderal Sudirman depan Kantor Gubernur Sumatera, Padang, Sumatera Barat, Kamis (25/11/2021). Aksi ini menyikapi maraknya kasus kekerasan seksual, terutama terhadap anak, sekaligus memperingati Hari Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan Internasional.

Foto: Aksi Antikekerasan Seksual (KOMPAS, 26 November 2021, halaman 11)

KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Beragam sepatu diletakkan di depan gerbang Gedung DPR, Senayan, Jakarta, dalam aksi 500 Langkah Awal Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, Rabu (25/11/2020). Aksi itu bagian dari Kampanye 16 Hari Antikekerasan terhadap Perempuan untuk mendorong upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia.

Referensi

Arsip Kompas
  • “Menuntut Kenaikan Upah. Ribuan Wanita Solo Turun ke Jalan”. Kompas, 2 Februari 1994, hlm 1.
  • “Quo Vadis Kebebasan Berekspresi”. Kompas, 29 Agustus 2002, hlm 4.