KOMPAS/RIZA FATHONI
Gedung Pancasila di Kompleks Kementerian Luar Negeri, Pejambon, Jakarta Pusat (18/8/2020). Gedung bersejarah ini pernah menjadi tempat mendidik calon diplomat dan hingga kini menjadi tempat diplomasi melalui penandatanganan perjanjian atau pertemuan bilateral Menteri Luar Negeri dengan pejabat negara lain.
Hubungan dengan sesama negara merdeka dan aktor internasional lain merupakan salah satu hal yang krusial di mana dunia tidak lagi bermasalah dengan jarak. Globalisasi mendorong hubungan ekonomi dan sosial yang saling bergantung satu dengan yang lain. Maka dari itu, diplomasi menjadi salah satu kunci untuk meraih kesuksesan dalam hubungan erat yang tidak hanya menguntungkan namun juga menyejahterakan.
Hal ini terbukti melalui diplomasi vaksin yang dilakukan pada 2020. Departemen Luar Negeri Indonesia yang dipimpin oleh Retno Marsudi memperoleh pujian. Upayanya mengamankan vaksin untuk melawan virus Covid-19 bagi Indonesia telah memantapkan kemampuan diplomasi Departemen Luar Negeri Indonesia di skala internasional.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi disaksikan oleh Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto secara simbolis menyematkan hand badge ke personel tim evakuasi untuk menjemput warga negara Indonesia (WNI) dari Wuhan, China di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten (1/2/2020).
Kabinet pertama RI dibentuk hanya dua hari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dinyatakan oleh Soekarno dan Mohammad Hatta. Ahmad Soebardjo dipilih menjadi Menteri Luar Negeri pertama RI.
Kementerian Luar Negeri Indonesia terbukti telah hadir dalam berbagai forum internasional dan berperan penting dalam hubungan global. Konferensi Asia – Afrika menjadi salah satu contoh legitimasi kekuatan diplomasi Republik Indonesia yang membuktikan diplomasi Indonesia efektif dan berpengaruh pada masa lalu.
19 Agustus 1945
Departemen Luar Negeri (Deplu) dibentuk dua hari setelah Republik Indonesia memproklamasikan diri merdeka. Dipimpin Menteri Luar Negeri pertama Ahmad Subarjo dibantu dua orang tenaga wanita, Herawati dan JO Abdurrachman, beserta beberapa tenaga pemuda, Deplu kala itu berkantor di Jalan Cikini Raya No. 80/82, Jakarta.
Oktober 1945
Deplu mulai berkantor di gedung sendiri yang beralamatkan Jalan Pegangsaan Timur No. 36 dan mulai menjalankan fungsinya yang masih terbatas dikarenakan Republik Indonesia kala itu masih belum memiliki perwakilan-perwakilan di luar negeri.
14 November 1945
Presiden Soekano membubarkan Kabinet Presidensial dan menggantinya dengan Kabinet Parlementer. Sutan Sjahrir pun ditunjuk sebagai Perdana Menteri yang merangkap Menteri Luar Negeri.
17 November 1945
Perundingan pertama berlangsung antara Sutan Sjahrir dan Van Mook di bawah pimpinan Djenderal Chirstion namun tidak menghasilkan keputusan apapun.
9 April – 24 April 1946
Pemerintah RI mengutus delegasi ke Negara Belanda yang terdiri atas Suwandi S.H., Dr. Sudarsono dan A.K. Pringgodigdo S.H. untuk mengadakan perundingan dengan Pemerintah Belanda di Hoge Veluwe. Perundingan tersebut gagal.
2 Oktober 1946
Kabinet RI yang baru dibentuk, dengan Sutan Sjahrir sebagai Perdana Menteri merangkap Menteri Luar Negeri dan H. Agus Salim sebagai Menteri Muda Luar Negeri
3 Juli 1947
Amir Sjarifuddin, S.H. membentuk kabinet baru yang menggantikan Kabinet Sjahrir yang meletakkan jabatan 26 Juni 1947. H. Agus Salim ditunjuk sebagai Menteri Luar Negeri
29 Januari 1948
Kabinet Presidensial yang dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta dibentuk untuk menggantikan Kabinet Amir Sjarifuddin S.H. yang meletakkan jabatannya pada 23 Januari 1948
19 Desember 1949
Kabinet Republik Indonesia Serikat dibentuk dengan Drs. Moh. Hatta sebagai Perdana Menteri merangkap Menteri Luar Negeri
27 April 1951
Kabinet Sukiman menegaskan politik bebas aktif. Indonesia tidak berpihak pada salah satu blok saat perang dingin terjadi. Selain itu, Indonesia juga masih terus berusaha untuk mengupayakan perdamaian dunia.
7 September 1951
Kabinet Indonesia menyetujui untuk menandatangai Perjanjian Perdamaian dengan Jepang di San Fransisco yang diwakili oleh Menteri Luar Negeri A. Subardjo, S.H.
10 Oktober 1951
Menteri Luar Negeri, A Subardjo menandatangani Mutual Security Act yang membuat Indonesia terikat dengan pertahanan dunia bebas. Mutual Security Act merupakan bentuk peraturan hukum yang disahkan pada 10 Oktober 1951, untuk membentuk dewan administrasi keamanan bersama. Tujuannya untuk memberi bantuan militer dan ekonomi. Dua surat kabar di Indonesia, yakni Pedoman dan Indonesia Raya, menentang keputusan penandatanganan MSA Tidak hanya itu, protes dari masyarakat terhadap penandatanganan MSA oleh Menlu juga muncul karena dinilai tidak sesuai dengan kebijakan politik luar negeri Indonesia. Aksi protes ini menyebabkan Kabinet Sukiman dibubarkan pada 1952.
23 Agustus 1953
Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo di depan hadapan Dewan Perwakilan Rakyat Sementara menekankan pentingnya kerja sama antara negara-negara Asia – Afrika dalam mencapai perdamaian dunia
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
61 Tahun KAA — Bendera-bendera negara peserta Konferensi Asia Afrika terpasang di deretan tiang bendera di sekitar Gedung Merdeka, Bandung, Jawa Barat, Senin (18/4/2016).
25 April – 2 Mei 1954
Atas pernyataan PM Ali Sastroamidjojo lahirlah Konferensi Kolombo yang dihadiri India, Sri Lanka, Burma (Myanmar), Pakistan, dan Indonesia atau dikenal sebagai Konferensi Lima Negara
28 – 29 Desember 1954
Untuk mematangkan gagasan itu 5 negara tersebut bertemu lagi di Bogor tanggal 28–29 Desember 1954, dan berhasil merumuskan tujuan KAA, di antaranya mempercepat proses kemerdekaan negara-negara Afrika yang terjajah
18 – 24 April 1955
Konferensi Asia Afrika dilaksanakan di Gedung Merdeka, Bandung, Jawa Barat yang diketuai oleh Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo. KAA dibuka oleh Presiden Soekarno serta dihadiri oleh 29 negara Asia dan Afrika
Referensi
Dua Puluh Lima Tahun Departemen Luar Negeri 1945 – 1970. Jakarta : Percetakan Offset KAWAL.
- “Menyongsong 40 Tahun KAA. Bandung-Jakarta-Cartagena”. Kompas, Minggu, 23 April 1995 hal. 1
- “Indonesia Dapat 10 Juta Dosis Vaksin”. Kompas, Minggu, 23 Agustus 2020 hal. 15