KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Pertempuran antara pejuang dengan tentara sekutu pecah di depan Gedung Grahadi saat Parade Surabaya Juang , Kota Surabaya, Jawa Timur, Minggu (6/11/2022). Parade Surabaya Juang kembali diselenggarakan Pemkot Surabaya setelah ditiadakan selama dua tahun akibat wabah Covid-19. Parade dilakukan untuk menyambut Hari Pahlawan. Parade Surabaya Juang diikuti prajurit TNI, Polri, Perangkat Daerah (PD) di lingkup Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, berbagai komunitas sejarah dan pemuda, serta organisasi kemasyarakatan.
Fakta Singkat
- Tema Hari Pahlawan 2024 yakni “Teladani Pahlawanmu, Cintai Negerimu” Maksud dari tema ini yakni mengajak masyarakat untuk meneladani nilai-nilai perjuangan para pahlawan bangsa, seperti keberanian, pengorbanan, dan rasa cinta terhadap tanah air.
- Kementerian Sosial melalui Direktorat Kepahlawanan, Keperintisan, Kesetiakawanan, dan Restorasi Sosial (K2KRS) merupakan lembaga nasional yang bertanggung jawab terhadap penganugerahan gelar kepahlawanan.
- Istilah “pahlawan” berasal dari kata phala dalam Bahasa Sansekerta yang berarti buah, sementara makna pahlawan atau hero (dalam Bahasa Inggris) berasal dari istilah hḗrōs dari Bahasa Yunani yang berarti pelindung atau pembela.
- Istilah pahlawan harus disesuaikan dengan konteks zaman. Pada masa pandemi, pemaknaan pahlawan harus dihadirkan pada nilai-nilai patriotisme positif-progresif dengan karakter yang lebih feminim.
- Jumlah pahlawan nasional Indonesia sampai tahun 2022 lalu mencapai 200 pahlawan.
- Sebelum UU Nomor 20 Tahun 2009, terdapat istilah lain dari gelar pahlawan nasional, yakni pahlawan perintis kemerdekaan, pahlawan kemerdekaan nasional, pahlawan proklamator, pahlawan kebangkitan nasional, pahlawan revolusi, hingga pahlawan Ampera.
Hari Pahlawan merupakan peringatan untuk mengenang jasa dan pengorbanan pahlawan yang diperingati pada tanggal 10 November setiap tahunnya. Hari Pahlawan erat kaitannya dengan peristiwa pertempuran Surabaya pada tahun 1945.
Peristiwa Pertempuran Surabaya adalah pertempuran yang terjadi antara pasukan Indonesia dan pasukan Belanda. Pertempuran ini merupakan salah satu momen penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Pertempuran Surabaya dimulai pada tanggal 10 November 1945 dan berlangsung selama beberapa minggu. Pasukan Indonesia bertempur melawan pasukan Belanda yang mencoba menguasai kembali wilayah-wilayah di Indonesia.
Meskipun pasukan Indonesia pada akhirnya harus menghadapi superioritas militer Belanda, pertempuran ini menunjukkan semangat perlawanan dan tekad untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Banyak warga sipil dan pejuang kemerdekaan yang gugur berkorban dalam pertempuran ini.
Pertempuran Surabaya memiliki dampak penting dalam mengukuhkan semangat nasionalisme dan tekad Indonesia untuk meraih kemerdekaan. Tanggal 10 November ditetapkan sebagai Hari Pahlawan melalui Keppres No 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959.
Untuk memperingati Hari Pahlawan pada 10 November 2024, pemerintah Indonesia memperkenalkan tema dan logo baru dengan makna yang mendalam. Tema tahun ini, “Teladani Pahlawanmu, Cintai Negerimu,” mencerminkan penghargaan dan penghormatan terhadap jasa pahlawan yang telah berjuang untuk kemerdekaan Indonesia.
Logo Hari Pahlawan 2024 menampilkan simbol nasional yang khas, dengan dominasi warna merah dan putih, yang merupakan warna bendera Indonesia. Di tengah logo, terdapat gambar siluet seorang pahlawan dengan posisi tegap, melambangkan keteguhan dan semangat juang yang tidak pernah pudar.
Tema “Teladani Pahlawanmu, Cintai Negerimu,” juga mengingatkan untuk meneruskan semangat patriotisme dengan cara mencintai dan berkontribusi positif terhadap negara, baik melalui karya, pengabdian, maupun kebijakan yang mendukung kemajuan dan kesejahteraan bersama.
Selain itu, tema ini mengundang refleksi tentang pentingnya menghargai jasa pahlawan dan melanjutkan perjuangan mereka melalui tindakan nyata untuk kemajuan dan kekesejahteraan. Dengan meneladani pahlawan, diharapkan masyarakat dapat menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta memperjuangkan Indonesia yang lebih baik.
Sosok pahlawan adalah bagian dari kesadaran bangsa terhadap perjalanan panjang sejarah bangsa ini. Kehadiran sosok pahlawan kerap menjadi simbol perjuangan terhadap nilai-nilai luhur bangsa.
Untuk mengenang kesosokan tersebut, berbagai negara pun menetapkan Hari Pahlawan atau National Heroes’s Day dalam kalender nasional mereka. Tidak terkecuali Indonesia, yang menetapkan Hari Pahlawan setiap tanggal 10 November.
Penetapan tanggal 10 November memiliki landasan historis yang kuat. Mengacu pada artikel Kompaspedia (10/11/2020), pada tahun 1945 di tanggal tersebut, terjadi pertempuran besar di Surabaya antara tentara Indonesia dan Inggris. Perang dengan pasukan asing ini menjadi yang pertempuran pertama setelah proklamasi kemerdekaan, dan tercatat menjadi salah satu yang pertempuran terbesar dalam perjuangan kemerdekaan.
Selama kurang lebih tiga minggu lamanya, perang tersebut mengakibatkan setidaknya 20.000 korban meninggal dari pihak Indonesia, 1.600 korban Inggris tewas atau terluka, dan 150.000 warga sipil yang harus meninggalkan kota Surabaya.
Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat yang menjadi korban menunjukkan semangat membara yang ditunjukkan rakyat Surabaya. Termasuk yang menjadi korban adalah KH. Hasyim Asj’ari, Gubernur Surjo, Bung Tomo, dan Moestopo. Penetapan 10 November sebagai Hari Pahlawan pun menjadi bentuk penghargaan atas jasa dan pengorbanan para pahlawan tersebut.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Pemuda menyerbu Hotel Yamato saat rekontruksi perristiwa perobekan bendera merah putih biru 19 September 1945 di Jalan Tunjungan, Surabaya, Senin (19/9/2016). Perobekan bendera oleh pemuda Surabaya tersebut merupakan awal dari perjuangan pemuda Surabaya mempertahankan kemerdekaan dan puncaknya adalah diturunkannya ultimatum oleh sekutu pada 10 November 1945 yang berakhir dengan pertempuran besar dan diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Kebangkitan dari Kemiskinan dan Kebodohan
Makna Hari Pahlawan adalah penghormatan terhadap pahlawan-pahlawan yang telah memberikan kontribusi besar dalam sejarah negara, baik dalam pertempuran, perjuangan politik, atau dalam upaya mempertahankan nilai-nilai dan identitas bangsa.
Namun, Hari Pahlawan bukan hanya dirayakan untuk mengenang masa lalu saja, tetapi juga untuk memaknai semangat para pahlawan dalam konteks hari ini dan masa depan.
Pintu kemerdekaan yang telah dibuka lebar oleh para pahlawan harus dimanfaatkan dengan baik oleh para generasi penerus untuk bergerak dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan.
Semangat para pahlawan itulah yang menjadi inspirasi dalam memerangi kemiskinan dengan menciptakan kesetaraan, menciptakan lapangan pekerjaan, dan menginspirasi generasi muda untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik. Upaya lainnya yakni memerangi kebodohan dilakukan dengan mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pengetahuan dan literasi.
Sebagai anak bangsa, warga masyarakat di tanah air memiliki tanggung jawab untuk mewarisi semangat pahlawan dalam upaya melanjutkan perjuangan mereka untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil, berpendidikan, dan sejahtera.
Hari Pahlawan adalah waktu yang tepat untuk merenungkan kontribusi setiap warga negara dalam untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan, diantaranya mengatasi kemiskinan dan kebodohan serta menjadikan masa depan bangsa lebih adil, cerdas, dan makmur.
Dengan menghadirkan kembali memori historis para pahlawan, masyarakat diharapkan memperoleh motivasi dan inspirasi atas perjuangan dan pengorbanan yang telah dilakukan.
Motivasi dan inspirasi tersebut terutama ditujukan untuk meneruskan pembangunan dan mengisi kemerdekaan secara utuh. Kemensos menekankan bahwa setiap manusia Indonesia dapat menjadi pahlawan. Caranya adalah dengan menghidupkan kemampuan, keahlian, dan keterampilan masing-masing untuk berkontribusi bagi bangsa.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto (tengah) dan Dewi Yull yang menjadi perwakilan keluarga keturunan RM Tirto Adhi Soerjo (kanan) saat acara peresmian Jalan RM Tirto Adhi Soerjo di Kota Bogor, Jawa Barat, bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan, Rabu (10/11/2021).
Definisi Pahlawan dan Kepahlawanan
Tema “pahlawan” dalam kebahasaan Indonesia memiliki padanan kata dengan “hero” dalam Bahasa Inggris. Kata itu sendiri berangkat dari istilah “hḗrōs” dari bahasa Yunani. Menurut Goethals dan Allison, dalam artikel akademik “Making Heroes: The Construction of Courage, Competence, and Virtue”, diksi tersebut memiliki arti harafiah sebagai pelindung atau pembela. Hḗrōs berasal dari nama sesosok perempuan dalam mitologi Yunani, yang memilih untuk menenggelamkan dirinya demi pengorbanan atas sebuah cita-cita.
Kesosokan Hḗrōs tersebut selaras dengan mitos kepahlawanan dalam Yunani. Namanya pun digunakan untuk mengacu pada orang-orang dengan keberanian dan kekuatan yang besar, yang terkenal karena keberaniannya akan tujuan mulia atau pencapaiannya. Seiring dengan perkembangan zaman, eksploitasi konsep pahlawan kian masif dilakukan oleh sastra, drama, dan film.
Dari sini, Goethals dan Allison merumuskan setidaknya dua dimensi utama sosok pahlawan. Yang pertama, pahlawan adalah orang yang melakukan sesuatu yang bermoral. Kedua, pahlawan adalah orang yang berpahala, yang perbuatannya berujung pada manfaat kepentingan orang banyak. Kedua dimensi pahlawan tersebut membuat sosoknya dinilai mulia dan bermanfaat bagi kepentingan masyarakat bangsa atau umat manusia.
Dengan pemahaman yang sama, istilah pahlawan dalam Bahasa Indonesia juga berangkat dari Bahasa Sansekerta, yakni phala. Artinya secara harafiah adalah buah. Dalam pemahaman literal tersebut, phala-wan berarti sosok yang tindakannya memiliki buah (berpahala) bagi kepentingan negara maupun suatu masyarakat. Buah tersebut diperoleh karena orang tersebut memiliki nilai-nilai yang menonjol, seperti keberanian, kebaikan, dan pengorbanan.
Pemahaman literal dari Sansekerta demikian lantas diadopsi oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Dalam sumber tersebut, pahlawan dipahami sebagai “orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran” atau “pejuang yang gagah berani”.
Sementara kepahlawanan, sebagai kata turunan pahlawan, mengacu pada hal-hal yang terkait sifat pahlawan. Termasuk di dalamnya adalah keberanian, keperkasaan, kerelaan berkorban, dan kekesatriaan.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Sejumlah anak melihat gambar wajah para pahlawan nasional yang dipasang di pintu masuk SD Assalam yang berlokasi di Jalan Sasak gantung, Bandung, Jawa Barat, Senin (10/11/2008). Pemasangan gambar seperti ini secara tidak langsung telah mengajak mereka mengenal para pahlawan nasional pada usia dini.
Makna Pahlawan dalam Perubahan Zaman
Perubahan zaman, dengan konteks berbagai dimensi kehidupan yang berbeda, mendorong pemahaman atas pahlawan dan kepahlawanan yang juga berbeda. Pahlawan tidak lagi bisa dipahami semata sebagai orang yang melakukan perjuangan fisik, apalagi dalam perihal pembebasan bangsa dari penjajah. Kompas (10/11/2021, “Makna Kepahlawanan Bergeser”) mencatat bahwa pemahaman atas sosok pahlawan kini adalah mereka yang mengupayakan kemandirian dan kemajuan rakyat Indonesia.
Pada konteks aktual pandemi, justru orang-orang terdekat dengan peran kecil yang kerap krusial menjadi pahlawan dalam menghadapi ancaman virus Covid-19. Survei yang dilakukan oleh Kompas pada Oktober 2021 menunjukkan sebanyak 42,3 persen dari 510 responden berusia minimal 17 tahun di seluruh Indonesia beranggapan bahwa nilai-nilai kepahlawanan di lingkungan sekitar kian menguat justru di masa pandemi.
Sebagian besar responden (49,8 persen) juga menyatakan bahwa membantu tetangga atau keluarga sekitar yang mengalami persoalan ekonomi dan kesehatan menjadi nilai kepahlawanan yang paling penting saat ini.
Dengan pemahaman tersebut, tenaga kesehatan dinilai menjadi sosok pahlawan yang paling relevan (39,5 persen). Setelah itu, sosok pahlawan lain hadir lewat keluarga (33,1 persen) dan pemerintah (17,1 persen).
Pergeseran makna kepahlawanan tersebut juga disampaikan oleh tokoh Aliansi Kebangsaan, Yudi Latif. Menurutnya, pergeseran tersebut terjadi dari sosok pahlawan yang identik dengan sifat maskulinitas dan patriotisme negatif-defensif (seperti sikap melawan, menyerang), menjadi nilai patriotisme positif-progresif. Konsep terakhir mengacu pada sikap-sikap membangun, merawat, mengolah, dan menata bangsa. (Kompas, 12/11/2020, “Kepahlawanan Kemanusiaan”).
Artikel Terkait
Pahlawan Nasional Indonesia
Mengacu pada laman resmi Kemensos, hingga tahun 2022, tercatat Indonesia telah secara resmi memiliki 200 pahlawan nasional.
Gelar pahlawan pertama kali diberikan kepada sastrawan Abdul Muis. Penganugerahan dilakukan oleh Presiden Soekarno pada 30 Agustus 1959. Masih pada tahun yang sama, penganugerahan gelar pahlawan diberikan kepada tokoh pendidikan Ki Hajar Dewantara dan tokoh perburuhan sekaligus kakak sulung Ki Hajar Dewantara, Surjopranoto.
Pemberian gelar pada masa itu mengacu pada Keppres 217/1957 tentang Pahlawan Kemerdekaan Nasional dan Keppres 241/1958 tentang Tata Cara Penetapan Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Memasuki Orde Baru, barulah penggunaan gelar Pahlawan Nasional digunakan. Pada masa tersebut, dilahirkan sejumlah istilah pahlawan baru, seperti pahlawan Ampera dan Pahlawan Revolusi.
Pada era Reformasi, landasan hukum pemberian gelar pahlawan diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Pelaksanaan UU tersebut diturunkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2010. Kehadiran UU tersebut juga meluruskan berbagai jenis gelar pahlawan yang pernah diberikan.
Sebelumnya, berbagai istilah pahlawan kerap digunakan dalam pemberian gelar. Seperti misalnya gelar pahlawan perintis kemerdekaan, pahlawan kemerdekaan nasional, pahlawan proklamator, pahlawan kebangkitan nasional, pahlawan revolusi, hingga pahlawan Ampera (Kompas.id, 7/11/2020, “Pahlawan Nasional: Apa, Siapa, dan Bagaimana”).
UU Nomor 20 Tahun 2009 juga menggariskan definisi yang baku atas gelar Pahlawan Nasional. Didefinisikan Pahlawan Nasional adalah “gelar yang diberikan kepada Warga Negara Indonesia atau seseorang yang berjuang melawan penjajahan di wilayah yang sekarang menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang gugur atau meninggal dunia demi membela bangsa dan negara, atau yang semasa hidupnya melakukan tindakan kepahlawanan atau menghasilkan prestasi dan karya yang luar biasa bagi pembangunan dan kemajuan bangsa dan negara Republik Indonesia.”
Selain UU tersebut, sejumlah landasan hukum juga digunakan sebagai rujukan untuk hal-hal yang menyangkut pahlawan nasional, termasuk terkait penyelengaraan Hari Pahlawan. Landasan hukum tersebut, antara lain, UU Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan UU Nomor 20 Tahun 2009, Keputusan Presiden RI No. 316 Tahun 1959 tentang Hari-Hari Nasional yang Bukan Hari Libur, dan Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 2016 tentang Penetapan Gambar Pahlawan Nasional Sebagai Gambar Utama pada Bagian Depan Rupiah Kertas dan Rupiah Logam.
Artikel terkait
Kategori Pahlawan Nasional
Di Indonesia, pemberian gelar Pahlawan Nasional ditetapkan secara legal oleh pemerintah. Kehadiran UU Nomor 20 Tahun 2009 pun digunakan untuk menjadi patokan legalnya. UU tersebut tidak hanya digariskan definisi objektif atas sosok pahlawan nasional. Di dalamnya juga digariskan hak dan kewajiban dari ahli waris pahlawan nasional beserta persyaratan untuk memperoleh gelar Pahlawan Nasional.
Mengacu pada Kompas.id (7/11/2020, “Pahlawan Nasional: Apa, Siapa, dan Bagaimana”), terdapat syarat umum dan syarat khusus untuk hal tersebut. Yang termasuk ke dalam syarat umum adalah:
- WNI atau seseorang yang berjuang di wilayah yang sekarang menjadi wilayah NKRI.
- Memiliki integritas moral dan keteladanan.
- Berjasa terhadap bangsa dan negara.
- Berkelakuan baik.
- Setia dan tidak menghianati bangsa dan negara.
- Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.
Sementara itu, yang termasuk ke dalam syarat khusus:
- Pernah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata atau perjuangan politik atau perjuangan dalam bidang lain untuk mencapai, merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa.
- Tidak pernah menyerah pada musuh dalam perjuangan.
- Melakukan pengabdian dan perjuangan yang berlangsung hampir sepanjang hidupnya dan melebihi tugas yang diembannya.
- Pernah melahirkan gagasan atau pemikiran besar yang dapat menunjang pembangunan bangsa dan negara.
- Pernah menghasilkan karya besar yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat luas atau meningkatkan harkat dan martabat bangsa
- Memiliki konsistensi jiwa dan semangat kebangsaan yang tinggi.
- Melakukan perjuangan yang mempunyai jangkauan luas dan berdampak nasional.
Apabila dinilai memenuhi berbagai kriteria di atas, seorang tokoh yang sudah meninggal dari suatu daerah dapat diusulkan sebagai pahlawan nasional. Pengusulan harus melalui berbagai prosedur birokratis dan administratif yang mencakup beragam level lembaga negara. Prosedur pengusulan ditetapkan oleh Kemensos melalui Peraturan Menteri Sosial (Permensos) Nomor 15 Tahun 2012 tentang Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional, yang kemudian diperbaharui dengan Permensos Nomor 13 Tahun 2018.
Nama yang diusulkan pertama-tama diserahkan kepada bupati atau wali kota setempat. Dari situ, proses pengajuan akan melalui berbagai tahap kajian, penelitian, dan verifikasi. Dimulai dari Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD), dilanjutkan ke Kemensos, barulah mencapai Presiden melalui Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Setelah memperoleh persetujuan akhir dari Presiden, penganugrahan gelar akan diberikan melalui keluarga pahlawan atau ahli warisnya.
Panjangnya prosedur berjenjang pengusulan tersebut berangkat dari sulit dan vitalnya penetapan gelar Pahlawan Nasional pada seseorang. Kompas (10/11/2020, “Menulis Pahlawan: Kejujuran Sejarah dan Kejujuran Berbangsa”) mencatat bahwa permintaan usulan tersebut sangat tidak mudah bagi peneliti sejarah. Masalah utamanya adalah persoalan sumber dan metodologi. Keduanya menjadi alat utama untuk menyaring sejarah yang objektif.
Persoalan pokok dalam penelitian sejarah kepahlawanan bukan semata soal menyingkap memori sejarah. Selain itu, para peneliti sejarah memiliki tuntutan ketelitian, kedetailan, dan memegang prinsip kejujuran dalam merekonstruksi suatu sejarah. Sebab, memori suatu masyarakat yang telah turun-temurun kerap bias dan subyektif dan ada potensi simpang siur. Fakta sejarah pun memiliki potensi kerentanan ideologis dan politis. Hal-hal demikian dapat menjauhkan suatu cerita kepahlawanan dari peristiwa sejarah yang sesungguhnya.
Sejarah kepahlawanan bukan semata soal selebrasi atas catatan para tokoh bangsa. Lebih dari itu, sejarah tersebut menjadi sumber pencerahan sebuah bangsa dalam pergulatan perjuangannya. Oleh karenanya, konstruksi kejujuran terhadap narasi para pahlawan nasional penting untuk dijaga. (LITBANG KOMPAS)
Referensi
- Kompas (2020, November 12). “Kepahlawanan Kemanusiaan, Opini, Yudi Latif”. Jakarta: Harian Kompas. Hlm 1 & 15.
- Kompas, (2020, November 10). “Menulis Pahlawan: Kejujuran Sejarah dan Kejujuran Berbangsa”. Jakarta: Harian Kompas. Hlm 7.
- Kompas, (2021, November 11). “Jasa Pahlawan Diperingati dengan Khidmat”. Jakarta: Harian Kompas. Hlm 2.
- Kompas, (2021, November 10). “Makna Kepahlawanan Bergeser”. Jakarta: Harian Kompas. Hlm 3.
- Kompas, (2022, November 7). “Parade Surabaya Juang”. Jakarta: Harian Kompas. Hlm 11.
- Kompas.id. (2020, November 7). “Pahlawan Nasional: Apa, Siapa, dan Bagaimana”. Diambil kembali dari Kompas.id: https://www.kompas.id/baca/paparan-topik/2020/11/07/pahlawan-nasional-apa-siapa-dan-bagaimana
- R.Goethals, G., & T.Allison, S. (2012). Making Heroes: The Construction of Courage, Competence, and Virtue. Advances in Experimental Social Psychology Volume 46, 183-235
- Kementerian Sosial Republik Indonesia. (2023). Pedoman Hari Pahlawan Tahun 2023.
Artikel terkait