Paparan Topik | Virus Korona

Memahami Endemi, Epidemi dan Pandemi Covid-19

Dalam konteks penyakit yang menular, terdapat tiga istilah dalam dunia epidemiologi, yaitu endemi, epidemi, dan pandemi. Ketiga istilah tersebut merujuk pada situasi yang berbeda untuk mengategorikan wabah yang ada.

KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Penumpang memanfaatkan fasilitas cuci tangan setelah turun dari bus di Halte Transjakarta Senen, Jakarta Pusat, Selasa (3/11/2020). Pengguna transportasi umum yang disiplin menerapkan protokol kesehatan pencegahan penularan Covid-19 turut berkontribusi dalam menekan penambahan kasus baru Covid-19.

Fakta singkat

Endemi:

  • Populasi yang terdampak kecil
  • Peningkatan jumlah kasus signifikan
  • Contoh: malaria, demam berdarah, campak

Epidemi

  • Populasi terdampak relatif lebih luas
  • Terjadi secara tiba-tiba
  • Penularan sulit dihambat
  • Contoh: SARS, Ebola, flu burung

Pandemi

  • Skala penularan internasional
  • Terjadi secara tiba-tiba
  • Penularan terjadi di luar kendali
  • Contoh: Covid-19, flu Spanyol, Pes

Pengertian Endemi, Epidemi, dan Pandemi

Endemi adalah penyakit yang menjangkiti sebuah daerah atau suatu golongan masyarakat. Dalam kondisi endemi, penyakit muncul secara konstan dan berada dalam sebuah populasi atau area geografis tertentu. Contoh penyakit yang menjadi endemi di Indonesia adalah malaria dan demam berdarah dengue (DBD).

Dalam pengertian lain, situasi endemi atau wabah ini terjadi secara luar biasa namun populasi yang terdampak hanya terbatas. Meskipun penyebarannya kasusnya pun terjadi secara signifikan, namun populasi yang terdampak relatif kecil.

Jika endemi menjangkiti area yang realif kecil, lain halnya dengan epidemi. Dalam situasi epidemi, tingkat keparahan penyakit lebih tinggi dan area penyebarannya pun lebih luas. Selain penyebarannya yang lebih luas, penyakit yang termasuk epidemi akan menjangkiti sebuah populasi secara tiba-tiba dan penularannya pun sulit dihambat.

Sebagai contoh penyakit yang menimbulkan situasi epidemi adalah SARS di beberapa wilayah, termasuk Indonesia. Ebola juga pernah menjadi epidemi yang menjangkiti wilayah Afrika, sebagian besar di Republik Demokratik Congo, pada tahun 2019. Selain itu virus flu burung (H5N1) juga pernah menyebar di Indonesia pada tahun 2012.

Selanjutnya untuk tingkat penularan dan keparahan penyakit dalam level paling tinggi digunakan istilah pandemi. Tidak hanya relatif luas, pandemi menyebar secara internasional dan sangat luas dengan tingkat penularan yang sangat tinggi dan di luar kendali. Selain cepat menular dan berdampak terhadap banyak negara, pandemi terjadi secara tiba-tiba. Secara singkat dapat dimengerti bahwa pandemi adalah epidemi yang terjadi secara bersamaan di banyak negara.

Pandemi terbaru yang melanda dunia adalah pandemi Covid-19 yang terjadi pertama kali di China pada akhir 2019 dan secara cepat meluas ke seluruh penjuru dunia. Di Indonesia varian terbaru virus Covid-19 yang menjangkiti Indonesia adalah Omicron yang mencapai puncaknya pada Februari 2022. Hingga saat ini Indonesia masih terus berusaha mengatasi penyebaran virus ini.

KOMPAS/INGKI RINALDI
Petugas membakar puluhan ayam milik warga di Kampung Sikumbang, Kelurahan Lubuk Lintah, Kecamatan Kuranji, Kota Padang, Sumatera Barat, Senin (7/3/2011). Unggas itu positif terinfeksi virus H5N1 penyebab flu burung. Pembakaran bertujuan mencegah penyebaran virus.

Pandemi vs Endemi Covid-19

Memasuki tahun 2022, isu mengenai berakhirnya pandemi Covid-19 menjadi endemi terus bermunculan. Bahkan Denmark menjadi negara pertama di Uni Eropa yang mencabut semua kebijakan pembatasan. Artinya, memakai masker dan menunjukkan sertifikat vaksin tidak lagi menjadi kewajiban.

Pembatasan hanya berlaku untuk pendatang yang belum divaksin dari negara di luar kawasan Schengen. Kebijakan ini tak mengindikasikan bahwa Denmark sudah terlepas dari kasus covid-19. Pada Februari 2022, masih sekitar 40.000—50.000 kasus muncul dalam sehari. Angka ini sekitar 1 persen dari seluruh penduduk Denmark.

Langkah Denmark ini didasari keyakinan bahwa Covid-19 sudah mencapai puncaknya dan lebih dari 60 persen sudah mendapat vaksin Covid-19 dosis ketiga. Angka ini menjadi yang tertinggi di antara negara-negara lain di Uni Eropa yang rata-rata baru sekitar 45 persen warganya mendapat vaksin dosis ketiga.

Keputusan yang sama diambil oleh Inggris. Pembatasan dicabut di negara ini sebab 84,6 persen penduduknya sudah mendapat vaksin booster Covid-19. Selain itu stok obat Covid-19 juga tersedia dengan baik, dan efek dari varian omicron tidak semenakutkan varian delta.

Apa yang dilakukan Inggris ini menunjukkan bahwa Covid-19 sudah diperlakukan sama seperti flu biasa di negara tersebut. Meskipun demikian, terdapat pertanyataan kritis terhadap kebijakan ini. Keputusan ini dianggap keputusan politis. Pakar epidemiologi di King’s College London Tim Spector menyatakan, “Itu keputusan politis tanpa dasar ilmiah. Pemerintah hanya mau mengklaim jadi negara pertama yang berhasil menundukkan Omicron.”

Selain Denmark dan Inggris, Swedia juga menerapkan kebijakan yang sama. Warga tidak lagi diwajibkan mengenakan masker saat naik kendaraan umum. Selain itu, tak perlu juga menunjukkan bukti vaksinasi untuk masuk fasilitas publik. Sementara itu, angka vaksinasi di Swedia sudah mencapai 90 persen.

Hal berbeda dilakukan oleh Norwegia. Meskipun sudah 91 persen penduduknya mendapat vaksinasi lengkap, namun masker tetap wajib dikenakan saat naik kendaraan umum. Selain itu di lokasi yang sulit untuk menjaga jarak, masker juga wajib dikenakan.

Melihat semakin banyak negara yang mencabut pembatasannya, WHO masih cemas bahwa langkah itu terlalu dini diambil. WHO masih belum mencabut status pandemi Covid-19 menjadi endemi. Sebab Omicron bukan varian terakhir Covid-19. Masih dimungkinkan varian baru muncul dan belum dapat dipastikan seperti apa dampaknya.

Dirjen WHO Tedros Adhanom mengimbau agar pembatasan tak dicabut secara menyeluruh dalam satu waktu, namun bertahap. ”Kami tidak meminta negara kembali memberlakukan lockdown, tetapi meminta agar rakyat dilindungi dengan segala cara, jangan hanya mengandalkan vaksin. Masih terlalu dini jika ada negara yang menyerah atau menyatakan menang melawan korona,” kata Tedros (Kompas, 14/2/2022).

Selain di Eropa, Singapura sebenarnya juga mencoba untuk mencabut pembatasan ketat saat vaksinasi sudah berhasil. Pembatasan ketat hanya diperuntukkan bagi penduduk yang belum lengkap vaksinasinya.

”Kesuksesan Singapura terletak pada akses vaksin yang mudah dan membatasi gerak mereka yang tidak atau belum divaksin,” kata Alex Cook, pakar penyakit menular dan statistik di Sekolah Kesehatan Masyarakat Saw Swee Hock National University of Singapore (Kompas, 14 Februari 2022).

Selain kebijakan pemerintah, peran warga tetap menjadi faktor penting yang memengaruhi kesanggupan sebuah negara hidup berdampingan dengan Covid-19. Tanggung jawab sosial seperti menjaga kesehatan diri sendiri, menjauhi kerumunan, dan isolasi mandiri saat tak merasa sehat menjadi hal yang penting untuk hidup berdampingan bersama Covid-19.

KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Petugas dari Dinas Pertanian dan Kehewanan Kota Yogyakarta Sub Dinas Kehewanan menyemprotan cairan disinfektan untuk mengantisipasi mewabahnya flu burung (Avian Influenza) di Pasar Burung dan Unggas Ngasem, Yogyakarta, Sabtu (30/7/2005). Selain lokasi ini, penyemprotan juga dilakukan di Pasar Ayam Terban.

Fase Endemi Covid-19 di Indonesia

Setelah kurang lebih dua tahun berjibaku dengan pandemi covid-19, Indonesia secara bertahap hendak menyiapkan transisi dari pandemi menuju fase endemi. Meski demikian di sisi lain WHO masih menyatakan bahwa pandemi masih jauh dari usai jika kasus Covid-19 masih terjadi di banyak negara serta masih terjadi ketimpangan jumlah vaksinasi.

Niat negara Indonesia di atas nampak dalam pernyataan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Juru bicara vaksinasi Kemenkes Siti Nadia Tarzimi menyatakan, “Kami yakin Indonesia bisa masuk ke fase endemi karena sebelum gelombang Omicron kita juga pernah bisa menurunkan kasus sangat rendah. Kita punya alat dan upaya untuk itu.” (Kompas, 12/3/2022)

Akan tetapi, hal ini dinilai harus dilakukan secara hati-hati sebab kenaikan dan penurunan kasus tidak terjadi secara bersamaan di Indonesia. Ada wilayah seperti Jawa barat dan DKI yang menunjukkan penurunannya di awal Maret 2022. Sebaliknya, di wilayah lain seperti Yogyakarta dan Kepulauan Riau kasus Covid-19 sedang melonjak.

Hal senada diungkapkan oleh Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Tjandra Yoga Aditama. ”Pertama harus dipahamipengertian pandemi. Pan arti-nya adalah semua, atau setidaknya banyak. Jadi, pandemi Co-vid-19 artinya ada epidemi dibanyak sekali negara di dunia,” ujar Yoga (Kompas, 12/3/2022).

Masih menurut Yoga, dengan konteks situasi yang menjangkiti banyak negara, maka semestinya hanya lembaga internasional, yakni WHO, yang berhak memberikan label sebuah situasi merupakan pandemi atau endemi. Menurut WHO, pandemi masih jauh dari selesai meskipun sudah terjadi penuruan kasus dan juga beberapa negara telah mencabut pembatasan. Pandemi dianggap belum usai jika wabah Covid-19 masih ditemukan di banyak negara.

Di Indonesia sendiri, sebanyak 144.505.806 orang sudah lengkap mendapatkan vaksinasi dosis pertama dan kedua hingga awal Maret 2022. Ini berarti sudah 69 persen dari target 208.265.720 orang divaksin demi mencapai kekebalan komunitas.

Hingga saat yang sama, Indonesia telah mengalami tiga gelombang besar penularan masif, yakni varian awal, delta dan terbaru Omicron. Varian Omicron menjadi varian terbaru yang menjangkiti masyarakat namun dengan tingkat fatalitas yang relatif lebih rendah dibandingkan varian sebelumnya. Artinya meskipun lebih cepat menular, namun tingkat keparahannya lebih rendah dibandingkan varian delta.

Untuk dapat mencabut darurat pendemi Covid-19 menuju endemi, maka salah satu langkah yang harus terus diusahakan adalah penggenjotan vaksinasi. Setelah target vaksinasi tercapai, bukan berarti virus Covid-19 akan hilang. Virus Covid-19 akan tetap ada namun tingkat penularan dan keparahannya dapat dikendalikan sebagaimana yang terjadi pada malaria, demam berdarah, dan hepatitis B.

Niat pemerintah untuk bertransisi secara bertahap menuju Endemi sudah dimulai salah satunya dengan kebijakan baru perihal perjalanan dalam negeri. Jika sebelumnya orang yang melakukan perjalanan dengan transportasi udara wajib menyertakan bukti negatif tes Covid-19 baik bagi yang sudah vaksin lengkap maupun belum, aturan itu diubah pada tanggal 8 Maret 2022.

Perubahan ini ditandai dengan diterbitkannya Surat Edaran Kementerian Perhubungan Nomor SE 2022 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perjalanan Orang Dalam Negeri dengan Transportasi Udara Pada Masa Pandemi (Covid-19. Dalam aturan terbaru ini pengguna transportasi udara yang sudah mendapatkan vaksinasi dosis kedua atau vaksinasi booster tidak perlu lagi menunjukkan hasil tes negatif PCR maupun antigen.

Syarat menunjukkan hasil negatif tes PCR kurun waktu 3 x 24 jam dan tes antigen 1 x 24 jam hanya berlaku untuk penumpang pesawat yang baru mendapatkan vaksinasi dosis pertama maupun yang berada dalam kondisi kesehatan khusus sehingga tidak dapat menerima vaksin. Meskipun ada pelonggaran aturan, surat edaran ini tetap menekankan protokol kesehatan ketat masih harus diperhatikan oleh para pelaku perjalanan. (LITBANG KOMPAS)

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Warga yang harus rela antre panjang sebelum naik KRL dengan tujuan arah Jakarta saat akan masuk Stasiun Bogor, Kota Bogor, Senin (8/6/2020). Sejumlah pekerja dan pelaku ekonomi dari wilayah Bogor Raya mulai harus berangkat ke Jakarta karena sejumlah perkantoran dan kegiatan perekonomian mulai buka. Karena terbatasnya jumlah KRL serta pemberlakukan jumlah terbatas pada sarana transportasi ini mengakibatkan antrean panjang dengan jarak yang berdekatan antar orang terjadi di sejumlah stasiun yang dilewati KRL, termasuk seperti yang trelihat di Stasiun Bogor. Antrean di Stasiun Bogor sendiri sudah terlihat sejak sekitar pukul 05.00 hingga pukul 09.00 pagi.