Foto | Hari Radio

Sandiwara Radio Pernah Ada di Hati Pendengar

Mengenang kejayaan sandiwara radio pada era 1980-an

KOMPAS/Don Sabdono

Suasana rekaman sandiwara radio  di Sanggar Pratiwi Jakarta pada September 1983. Mereka merekam program renungan yang diterjemahkan dalam sandiwara, berjudul “Yang Mampu dan Yang Tidak Mampu.

Sandiwara radio adalah sebuah pertunjukan drama yang mengandalkan suara melalui dialog, musik dan efek suara yang disiarkan di radio. Karena tidak ada unsur visual, masing-masing pendengar bisa membayangkan dan berimajinasi sendiri tentang adegan dan tokoh yang diceritakan. Program acara radio ini pernah sangat digemari di beberapa belahan dunia. Di Indonesia sendiri sandiwara radio mulai berkembang sejak tahun 1960 dan mencapai puncaknya pada tahun 1980-an.

Beberapa judul sandiwara radio terkenal mungkin masih melekat di sebagian hati pendengar sampai saat ini, seperti Ibuku Sayang Ibuku Malang, Misteri Gunung Merapi, Mak Lampir, dan tentu saja yang paling fenomenal adalah Saur Sepuh dengan tokohnya Brama Kumbara. Sandiwara Saur Sepuh diproduksi pertama kali tahun 1985 dan disiarkan setiap hari oleh 250 radio di seluruh Indonesia. Ceritanya merupakan kisah fiktif yang mengisahkan kedikdayaan para pendekar sakti di negeri impian, Kerajaan Madangkara.

Ada tokoh sakti berhati baik dan ada tokoh sakti berhati jahat, sehingga melahirkan moralitas yang bersifat hitam-putih. Waktu itu banyak pendengar yang kecanduan sandiwara tersebut. Mereka rela meninggalkan segala aktivitas dan pekerjaan untuk memasang telinga mendengarkan suara radio agar tak ketinggalan alur ceritanya.

Layaknya penggemar sinetron dewasa ini, pada masa jayanya, sandiwara radio juga memiliki banyak penggemar. Mereka tidak hanya kecanduan tetapi juga ada yang fanatik dengan tokoh-tokoh tertentu. Mereka tersihir oleh suara  pemain yang dianggap cocok dengan peran yang dibawakan.

Sambutan antusias juga selalu mewarnai setiap acara jumpa bintang sandiwara radio. Banyak penggemar yang penasaran dan ingin melihat langsung tokoh pujaan yang biasanya hanya didengar lewat radio. Namun,usai acara tidak sedikit penggemar yang kecewa karena wajah dan bentuk tubuh tokoh yang selama ini dibayangkan tidak sesuai dengan kenyataan. Demikianlah sandiwara radio, lebih asyik untuk didengarkan dan dibayangkan tanpa perlu melihat siapa pemainnya.

KOMPAS/Don Sabdono

Para pengisi suara sandiwara radio sedang mempelajari naskah ceritadi Sanggar Pratiwi Jakarta pada September 1983. Mereka akan merekam program renungan yang diterjemahkan dalam sandiwara, berjudul “Yang Mampu dan Yang Tidak Mampu.

KOMPAS/Soelastri Soekirno

Warga menyambut dengan antusias artis atau pengisi suara sandiwara radio Saur Sepuh dalam acara jumpa penggemar di Stadion Kridosono, Yogyakarta (10/1/1988).

KOMPAS/Soelastri Soekirno

Beberapa artis atau pengisi suara sandiwara radio Saur Sepuh dalam acara jumpa penggemar di Stadion Kridosono, Yogyakarta (10/1/1988).

KOMPAS/Soelastri Soekirno

Meski hujan mengganggu, peragaan drama radio Saur Sepuh di Stadion Krisdosono, Yogyakarta (10/1/1988) mampu memikat ribuan hadirin.

KOMPAS/Soelastri Soekirno

Meski kelihatan aneh mengubah adegan sandiwara radio ke atas panggung namun para penggemar Sandiwara Saur Sepuh di Yogyakarta tetap antusias.

Beberapa Tokoh Sandiwara Radio

KOMPAS/Djoko Poernomo

SOEMARDJONO

Soemardjono ialah penulis naskah, sutradara sekaligus pemain sandiwara radio pada tahun 1960 hingga sekitar 1980-an. Pegawai RRI Nusantara II Yogyakarta ini menghasilkan lebih dari 780 naskah berbahasa Jawa baik berupa karya asli maupun saduran. Atas karyanya itu semua penggemar sandiwara radio mengenal siapa Sumardjono. Tak terbatas hanya di Yogyakarta tetapi ia juga dikenal sampai ke Negeri Belanda. Mahasiswa Universitas Leiden sering mendiskusikan naskah pria kelahiran tahun 1930 ini dalam acara yang bernama telaah bahasa Jawa.

KOMPAS/Hasanuddin  Assegaff

NIKI KOSASIH

Bernama asli Iki Kosasih, dia adalah penulis dan sutradara sandiwara radio terkenal Saur Sepuh. Pria kelahiran Sukabumi, 16 Desember 1943 sejak kuliah sudah aktif di dunia teater. Ia penah ikut WS Rendra di Bengkel Teater Yogya. Kemudian, mendirikan Teater Alam bersama Azwar AN, dilanjutkan dengan membangun Teater Ave dan Teater Putri Sedaya. Pada tahun 1970-an Niki Kosasih yang saat itu bekerja di sebuah surat kabar, bergabung dengan Dewan Kesenian Surabaya.

KOMPAS/Arbain Rambey

FERRY FADLY

Dunia sandiwara radio Indonesia tidak bisa dipisahkan dari seorang Ferry Fadly. Ia merupakan pengisi suara Brama Kumbara yang menjadi tokoh sentral sandiwara radio Saur Sepuh yang hit pada era 1980-an. Sebelum menjadi pengisi suara sandiwara radio, pria kelahiran 1 April 1956 ini memulai karier dari dunia teater tahun 1973 dan kemudian menjadi dubber komersial pada 1976.

KOMPAS/Marselli

MARIA OENTOE

Maria Oentoe ialah seorang pengisi suara senior. Selain pemain sandiwara radio dan televisi, wanita Menado kelahiran Ciamis, 4 Maret 1946 juga seorang penyiar radio, pengisi suara untuk iklan dan film. Sejak berkarier dalam bidang suara pada akhir tahun 1960, bermain sandiwara untuk televisi atau radio adalah bagian masa lalu yang sudah ditinggalkan pemilik suara lembut ini. Sejak tahun 1990-an, tepatnya tahun 1992, Maria lebih fokus menekuni dunia pengisian suara (dubbing) saja. Foto tahun 1982.

Foto lainnya dapat diakses melalui http://www.kompasdata.id/
Klik foto untuk melihat sumber.