Paparan Topik | Vaksinasi Covid-19

Vaksin AstraZeneca untuk Covid-19: Kronologi Kasus Pembekuan Darah Pascavaksinasi dan Perkembangan Penggunaannya di Indonesia

Penggunaan vaksin AstraZeneca untuk Covid-19 sempat ditunda di berbagai negara di Eropa karena adanya laporan pembekuan darah pascavaksinasi. Namun, manfaat vaksin tersebut dianggap lebih besar daripada risiko yang ada sehingga direkomendasikan untuk terus digunakan, termasuk di Indonesia. Vaksin AstraZeneca telah masuk daftar vaksin yang dapat digunakan dalam kondisi darurat oleh World Health Organization atau WHO.

KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Kiai Nadlatul Ulama menunggu waktu untuk disuntik vaksin AstraZeneca yang dihadiri oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin di Kantor PWNU Jawa Timur, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (23/3/2021). Sekitar 100 kiai Nahdlatul Ulama (NU) di Jawa Timur disuntik vaksin COVID-19 AstraZeneca pada kesempatan tersebut. Vaksin COVID-19 AstraZeneca pertama kali digunakan di Sidoarjo pada Senin (23/3/2021) dan dihadiri langsung oleh Presiden Jowo Widodo.

Fakta Singkat

Vaksin Covid-19 AstraZeneca

  • Nama: The Oxford-AstraZeneca
  • Pengembang: AstraZeneca dan Universitas Oxford
  • Platform: viral vector non-replicating ChAdOx1-S [recombinant]
  • Tempat Produksi: Eropa, Korea Selatan, India, Thailand
  • Efikasi: 63,1%
  • Penyimpanan: 2-8 derajat celcius

Izin

  • Masuk daftar EUL WHO: 15 Februari 2021
  • Daftar EUL WHO untuk produksi Korsel: 23 Februari 2021
  • Otorisasi pemasaran bersyarat dan penggunaan darurat di 50 negara
  • Dapat diakses oleh 145 negara melalui fasilitas COVAX
  • Sempat ditunda penggunaannya karena kasus pembekuan darah
  • Setelah dievaluasi, direkomendasikan untuk terus digunakan karena manfaat lebih besar daripada risiko

Vaksin AstraZeneca buatan Inggris yang digunakan untuk vaksinasi Covid-19 menyebabkan pro dan kontra di Eropa. Beberapa negara sempat menunda penggunaannya setelah dilaporkan adanya kasus pembekuan darah pascavaksinasi. Sementara itu, beberapa negara lain terus menggunakannya berdasarkan data keamanan dalam uji klinis sebelumnya.

Berbagai negara di Eropa, seperti Perancis, Jerman, Spanyol dan Italia, sempat menunggu klarifikasi dari The European Medicines Agency (EMA) terkait keamanan vaksin tersebut. Sedangkan, Polandia dan Belgia terus melanjutkan penggunaannya.

Beberapa lembaga kesehatan global dan regional pun kemudian mengadakan penyelidikan terhadap adanya kasus yang diduga berkaitan dengan vaksinasi vaksin AstraZeneca. Mereka menyimpulkan bahwa berdasarkan data yang tersedia, tidak menunjukkan adanya peningkatan keseluruhan terhadap pembekuan darah setelah vaksinasi.

Selain itu, ditegaskan pula bahwa manfaat vaksin yang dikembangkan bersama dengan Universitas Oxford tersebut lebih besar daripada risiko yang ada sehingga direkomendasikan untuk terus digunakan dalam program vaksinasi.

Penggunaan vaksin AstraZeneca di Indonesia juga sempat ditunda. Setelah mendapatkan rekomendasi Badan POM, vaksin tersebut kembali digunakan dalam program vaksinasi Covid-19 di Indonesia.

KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI

Vaksinator menyedot cairan vaksin Covid-19 bermerek AstraZeneca sebelum disuntikkan ke lengan penerima, Rabu (24/3/2021), dalam vaksinasi massal di Manado, Sulawesi Utara. Vaksinasi yang digelar di gelanggang olahraga Sekolah Eben Haezer Manado itu ditargetkan dapat menjangkau 400 penerima baru.

Vaksin AstraZeneca untuk Covid-19

Vaksin AstraZeneca adalah vaksin Covid-19 yang dikembangkan oleh AstraZeneca bersama dengan Universitas Oxford. Vaksin tersebut merupakan vaksin viral vector yang disebut ChAdOx1-S [recombinant].

Vaksin yang bernama lengkap The Oxford-AstraZeneca tersebut di Inggris diproduksi di Oxford dan Keele. Di luar Inggris, vaksin tersebut diproduksi di beberapa negara, seperti Korea Selatan, India, dan Thailand. ChAdOx1-S memiliki efikasi 63,09 persen dan membutuhkan suhu 2 hingga 8 derajat celcius untuk penyimpanan. Dengan demikian, vaksin ini dapat digunakan di negara-negara berpenghasilan rendah berdasarkan syarat penyimpanannya.

Dari sisi perizinan, dua versi vaksin AstraZeneca untuk Covid-19 telah masuk dalam daftar vaksin yang digunakan dalam kondisi darurat (Emergency Use Listing/EUL). Dua versi vaksin yang masuk dalam daftar EUL tersebut diluncurkan melalui program kerja sama COVAX dan diproduksi oleh AstraZeneca-SKBio (Korea Selatan) serta Serum Institute di India.

Analisis terhadap vaksin tersebut dilakukan pada 8 Februari 2021 oleh WHO’s Strategic Advisory Group of Experts on Immunization (SAGE). Selanjutnya, WHO memasukkannya dalam daftar EUL pada 15 Februari 2021. Dengan demikian, vaksin AstraZeneca merupakan vaksin Covid-19 kedua yang masuk dalam daftar EUL WHO. Sebelumnya, pada 31 Desember 2020, WHO juga telah menambahkan vaksin Pfizer/BioNTech dalam daftar vaksin Covid-19 yang dapat digunakan dalam kondisi darurat.

KOMPAS/RUNIK SRI ASTUTI

Presiden Joko Widodo menyaksikan penyuntikan vaksin Covid-19 AstraZeneca kepada Ketua Rois Syuriah PCNU Sidoarjo KH Rofiq Siroj di pendopo Sidoarjo, Senin (22/3/2021).

Secara khusus, WHO memasukkan vaksin Covid-19 AstraZeneca AB yang diproduksi oleh SK Bioscience Co Ltd., Korea Selatan dalam daftar EUL pada 23 Februari 2021. Emergency Use Listing (EUL) sendiri merupakan prosedur untuk menilai kesesuaian produk kesehatan baru selama kondisi darurat kesehatan masyarakat. Tujuan prosedur tersebut adalah memastikan ketersediaan obat, vaksin, dan diagnosis secepat mungkin untuk menangani keadaan darurat dengan tetap mematuhi kriteria keamanan, khasiat, dan kualitas yang ketat.

Persetujuan yang dikeluarkan oleh WHO atas vaksin tersebut berdasar atas analisis gabungan efikasi dari 11.636 sukarelawan berusia 18 tahun ke atas yang menghasilkan 131 infeksi Covid-19 di UK dan Brasil pada uji klinis tahap 3 yang dilakukan oleh Universitas Oxford.

Sedangkan data keamanan diperoleh dari analisis interim atas data dari uji coba klinis yang dilakukan di Inggris, Brazil, dan Afrika Selatan yang melibatkan 23.745 sukarelawan berusia 18 tahun ke atas. Para sukarelawan berasal dari berbagai kelompok etnis dan geografis yang sehat atau memiliki kondisi medis dasar yang stabil. Hasilnya, vaksin AstraZeneca dapat ditoleransi dengan baik dan tidak terjadi kejadian serius yang terkait dengan vaksin.

Selain program uji klinis yang dilakukan oleh Universitas Oxford, AstraZeneca juga sedang melakukan uji coba besar-besaran di AS dan dunia. Harapannya, sebanyak 60.000 orang peserta dari seluruh dunia dapat berpartisipasi.

Vaksin AstraZeneca sendiri telah mendapatkan otorisasi pemasaran bersyarat atau penggunaan darurat di lebih dari 50 negara. Dengan EUL yang dikeluarkan WHO pada 15 Februari 2021, vaksin Covid-19 AstraZeneca dapat diakses oleh 145 negara melalui fasilitas COVAX.

Tanggapan Otoritas Kesehatan Dunia

Menanggapi adanya kasus pembekuan darah setelah vaksinasi vaksin AstraZeneca, pada 17 Maret 2021 WHO menyampaikan pernyataan bahwa manfaat vaksin Covid-19 AstraZeneca lebih besar daripada risiko yang ada. Selain itu, WHO merekomendasikan agar vaksinasi terus dilanjutkan.

Satu hari sesudahnya, pernyataan WHO tersebut ditegaskan kembali oleh hasil penyelidikan EMA. Badan Pengawas Obat Eropa tersebut menyatakan bahwa vaksin tersebut memiliki manfaat yang lebih besar daripada risiko meskipun ada kemungkinan berkaitan dengan pembekuan darah langka.

EMA menyatakan bahwa vaksin AstraZeneca untuk Covid-19 tidak terkait dengan adanya risiko pembekuan darah secara keseluruhan (tromboemboli) pada mereka yang menerimanya. Selain itu, tidak ditemukan adanya bukti persoalan yang terkait dengan batch tertentu dari vaksin atau lokasi produksi vaksin.

Akan tetapi, vaksin tersebut mungkin terkait dengan kasus pembekuan darah yang sangat jarang terjadi yang terkait dengan trombositopenia. Trombositopenia adalah rendahnya tingkat trombosit darah (elemen dalam darah yang membantunya menggumpal) dengan atau tanpa pendarahan, termasuk kasus langka pembekuan di pembuluh darah yang mengalirkan darah dari otak (CVST).

Oleh karena itu, EMA kemudian menginformasikan kepada calon penerima vaksin AstraZeneca sebagai berikut:

  1. Vaksin Covid-19 AstraZeneca tidak terkait dengan adanya seluruh peningkatan risiko gangguan pembekuan darah.
  2. Terdapat beberapa kasus pembekuan darah yang tidak biasa yang disertai dengan rendahnya tingkat trombosit darah setelah vaksinasi. Kasus yang dilaporkan hampir semua terjadi pada wanita di bawah 55 tahun.
  3. Mengingat Covid-19 merupakan penyakit yang bisa sangat serius dan tersebar luas, manfaat vaksin Covid-19 dalam mencegahnya lebih besar daripada risiko efek sampingnya.
  4. Akan tetapi, apabila penerima vaksin mengalami beberapa gejala berikut setelah vaksinasi Covid-19 AstraZeneca, penerima vaksin diminta segera mencari bantuan medis. Beberapa gejala pascavaksinasi Covid-19 yang perlu diwaspadai, antara lain:
    • sesak napas
    • nyeri di dada atau perut
    • bengkak atau dingin di lengan atau tungkai
    • sakit kepala parah atau yang semakin memburuk atau penglihatan yang kabur pascavaksinasi
    • pendarahan yang terus-menerus
    • memar di beberapa tempat, bintik-bintik kemerahan atau keunguan, atau lepuh darah di bawah kulit.

KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Vaksinator menyiapkan vaksin AstraZeneca yang saat Vaksinasi massal kepada kiai Nadlatul Ulama yang dihadiri oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin di Kantor PWNU Jawa Timur, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (23/3/2021). Sekitar 100 kiai Nahdlatul Ulama (NU) di Jawa Timur disuntik vaksin COVID-19 AstraZeneca pada kesempatan tersebut. Vaksin COVID-19 AstraZeneca pertama kali digunakan di Sidoarjo pada Senin (23/3/2021) dan dihadiri langsung oleh Presiden Jowo Widodo.

Pernyataan terkait keamanan vaksin AstraZeneca kembali ditegaskan oleh Komite Penasihat Dunia WHO tentang Keamanan Vaksin (GACVS) pada 19 Maret 2021. Komite tersebut menyatakan bahwa vaksin tersebut memiliki profil manfaat-risiko yang positif disertai dengan potensi pencegahan infeksi dan pengurangan kematian di seluruh dunia. Selain itu, GACVS menyetujui rencana EMA untuk terus memantau kejadian ikutan pascavaksinasi vaksin AstraZeneca.

GACVS juga menyatakan bahwa data yang tersedia tidak menunjukkan adanya peningkatan keseluruhan terhadap pembekuan darah seperti trombosis vena dalam atau emboli paru setelah vaksinasi. Selain itu, adanya kasus tromboemboli yang sangat langka dan unik yang dikombinasikan dengan trombositopenia belum dapat dipastikan disebabkan oleh vaksinasi.

Selain itu, Badan Monitoring dan Pencegahan Efek Samping Obat Eropa dan Komite Asesmen Risiko meninjau 18 kasus CVST atas lebih dari 20 juta vaksinasi vaksin AstraZeneca untuk Covid-19. Hasilnya, hubungan kausal antara kejadian langka tersebut belum terjalin hingga saat penyelidikan (per 19 Maret 2021).

Di samping itu, GACVS merekomendasikan agar tiap negara terus memantau penggunaan vaksin Covid-19 beserta Kejadian Ikutan Pasca Imunisasinya.

Penggunaan di Indonesia

Indonesia termasuk salah satu negara yang menggunakan vaksin AstraZeneca dalam program vaksinasi Covid-19. Selain vaksin tersebut, terdapat lima jenis vaksin lain yang digunakan dalam program vaksinasi nasional, yakni vaksin Covid-19 buatan PT Bio Farma (persero), China National Pharmaceutical Group Corporation (Sinopharm), Moderna, Pfizer Inc and BioNTech, dan Sinovac Biotech Ltd.

Pada 8 Maret 20219, sejumlah 1,1 juta dosis vaksin AstraZeneca tiba di Tanah Air. Kedatangan vaksin ini merupakan bagian dari batch pertama yang direncanakan sebanyak 11.704.800 dosis vaksin hingga Mei 2021. Indonesia mendapatkan vaksin ini berdasarkan partisipasi dalam kerja sama multilateral fasilitas COVAX.

Vaksin AstraZeneca untuk Covid-19 didaftarkan ke Badan POM melalui dua jalur, yakni jalur bilateral oleh PT AstraZeneca Indonesia dan jalur multilateral melalui mekanisme fasilitas COVAX yang didaftarkan oleh PT Bio Farma. Vaksin yang masuk dari fasilitas COVAX ini diproduksi oleh SK Bioscience Co.Ltd., Andong, Korea Selatan. Sementara, vaksin yang masuk melalui jalur bilateral adalah produksi AstraZeneca Eropa dan Siam Bio Science Thailand.

Meskipun vaksin tersebut telah masuk dalam daftar yang disetujui oleh WHO Emergency Use Listing, Badan POM kembali melakukan evaluasi untuk memastikan kesesuaian khasiat, keamanan, dan mutu vaksin tersebut. Evaluasi yang dilakukan melibatkan tim ahli yang tergabung dalam Komite Nasional Penilai Obat, Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), dan ahli klinis lain.

Dari sisi keamanan, berdasarkan data hasil uji klinis yang disampaikan, pemberian vaksin AstraZeneca untuk Covid-19 pada 23.745 subjek dinyatakan aman dan dapat ditoleransi dengan baik. Selain itu, dari sisi khasiat, vaksin tersebut menunjukkan kemampuan yang baik dalam merangsang pembentukan antibodi.

Sedangkan dari sisi efikasi, vaksin tersebut menunjukkan efikasi sebesar 62,1 persen. Penyelidikan dari dokumen mutu yang disampaikan juga menunjukkan bahwa mutu vaksin tersebut secara umum telah memenuhi syarat.

KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Vaksinator memberikan vaksin AstraZeneca kepada kai Nadlatul Ulama yang dihadiri oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin di Kantor PWNU Jawa Timur, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (23/3/2021). Sekitar 100 kiai Nahdlatul Ulama (NU) di Jawa Timur disuntik vaksin COVID-19 AstraZeneca pada kesempatan tersebut. Vaksin COVID-19 AstraZeneca pertama kali digunakan di Sidoarjo pada Senin (23/3/2021) dan dihadiri langsung oleh Presiden Jowo Widodo.

Berdasarkan evaluasi tersebut, Badan POM kemudian menerbitkan izin penggunaan dalam masa darurat (EUA) vaksin AstraZeneca untuk Covid-19 pada 22 Februari 2021. EUA dengan nomor EUA2158100143A1 tersebut kemudian disampaikan dalam siaran pers pada 9 Maret 2021.

Pemerintah Indonesia terus memantau perkembangan penggunaan vaksin tersebut di dunia. Setelah ditemukan adanya kasus yang diduga berkaitan dengan penggunaan vaksin tersebut, pada 12 Maret 2021 pemerintah melalui Satgas Covid-19 menegaskan bahwa vaksin AstraZeneca tidak terindikasi menyebabkan pembekuan darah.

Di sisi lain, MUI memperbolehkan (mubah) penggunaan vaksin tersebut. Penegasan tersebut dinyatakan dalam Fatwa Nomor 14 Tahun 2021 terkait penggunaan vaksin Covid-19 AstraZeneca yang diterbitkan pada 16 Maret 2021.

Terdapat lima pertimbangan yang mendasari dikeluarkannya fatwa tersebut.

  1. Ada kondisi kebutuhan mendesak (hajah syar’iyyah) yang menduduki kondisi darurat syar’iy (dlarurah syar’iyyah).
  2. Ada keterangan ahli yang kompeten dan tepercaya tentang adanya bahaya (risiko fatal) jika tidak segera divaksinasi Covid-19.
  3. Ketersediaan vaksin Covid-19 yang halal dan suci tidak mencukupi untuk pelaksanaan vaksinasi Covid-19 dalam rangka ikhtiar mewujudkan kekebalan kelompok.
  4. Adanya jaminan keamanan penggunaannya oleh pemerintah.
  5. Pemerintah tidak memiliki keleluasaan memilih jenis vaksin Covid-19 mengingat keterbatasan vaksin yang tersedia.

Oleh karena itu, MUI kemudian menegaskan bahwa tak perlu ada keraguan dalam berpartisipasi dalam program vaksinasi Covid-19 yang dilakukan pemerintah.

Penundaan di Indonesia

Mengikuti penangguhan penggunaan vaksin AstraZeneca untuk Covid-19 di berbagai negara, Badan POM mengeluarkan klarifikasi terkait informasi keamanan keamanan vaksin Covid-19 AstraZeneca pada 17 Maret 2021. Badan POM merekomendasikan bahwa selama masih dalam kajian, vaksin tersebut direkomendasikan untuk tidak digunakan.

Beberapa klarifikasi Badan POM tersebut, antara lain:

  • Meskipun terdapat penangguhan penggunaan vaksin Covid-19 AstraZeneca di banyak negara Eropa, izin penggunaan kondisi daruratnya tidak dicabut.
  • WHO juga menegaskan bahwa tidak ada alasan untuk menghentikan penggunaan vaksin tersebut.
  • Beberapa negara tetap melanjutkan program vaksinasi karena mendasarkan pada bukti ilmiah uji klinis bahwa tak ada indikasi keterkaitan antaran vaksin dengan kejadian pembekuan darah.
  • Badan POM telah melakukan pengkajian lengkap aspek mutu yang komprehensif terhadap vaksin Covid-19 AstraZeneca. Secara umum, manfaatnya lebih besar daripada risikonya. Dari data keamanan, terdapat efek ringan sampai sedang dan tak ada efek samping yang bersifat serius dan terkait dengan pembekuan darah.
  • Batch produk vaksin Covid-19 AstraZeneca yang datang ke Indonesia berbeda dengan batch produk yang diduga menyebabkan pembekuan darah dan diproduksi di fasilitas produksi yang juga berbeda.
  • Badan POM terus melakukan komunikasi dengan WHO dan badan otoritas obat negara lain untuk mendapatkan hasil investigasi dan kajian lengkap terkini terkait keamanan vaksin Covid-19 AstraZeneca.

Dengan dasar rekomendasi Badan POM tersebut, pada 19 Maret 2021, pemerintah menunda distribusi vaksin tersebut atas dasar kehati-hatian. Tindakan tersebut diambil sambil menunggu hasil proses kontrol kualitas oleh Badan POM.

KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memantau pemberian vaksin AstraZeneca kepada kiai Nadlatul Ulama di Kantor PWNU Jawa Timur, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (23/3/2021). Sekitar 100 kiai Nahdlatul Ulama (NU) di Jawa Timur disuntik vaksin COVID-19 AstraZeneca pada kesempatan tersebut. Vaksin COVID-19 AstraZeneca pertama kali digunakan di Sidoarjo pada Senin (23/3/2021) dan dihadiri langsung oleh Presiden Jowo Widodo.

Informasi Lanjutan dari Badan POM

Berdasarkan kajian lebih lanjut Badan POM bersama tim pakar Komnas Penilai Obat, Komnas PP KIPI, dan ITAGI, disampaikan klarifikasi terkait kejadian pembekuan darah dan rekomendasi Badan POM atas vaksin AstraZeneca.

Penjelasan lanjut yang disampaikan pada 23 Maret 2021 tersebut menyimpulkan bahwa tidak ditemukan bukti peningkatan kasus tromboemboli setelah penggunaan vaksin tersebut.

Selain itu, disebutkan pula bahwa vaksinasi Covid-19 tidak akan menurunkan angka kesakitan dan kematian yang disebabkan hal lain. Kesakitan dan kematian karena penyebab lainnya akan terus terjadi walaupun telah divaksinasi. Akan tetapi, kejadian tersebut tidak berhubungan dengan vaksin.

Badan POM juga menyimpulkan bahwa hingga 23 Maret 2021, manfaat vaksin AstraZeneca masih lebih besar dibandingkan risikonya. Berdasarkan kesimpulan tersebut, Badan POM merekomendasikan beberapa hal, antara lain:

  • Masyarakat tetap harus mendapatkan vaksinasi Covid-19 sesuai jadwal yang ditetapkan karena risiko kematian karena Covid-19 jauh lebih tinggi daripada kemungkinan adanya KIPI.
  • Vaksin Covid-19 AstraZeneca dapat mulai digunakan karena manfaat pemberian vaksin Covid-19 AstraZeneca lebih besar dibandingkan risiko yang ditimbulkan.
  • Dalam informasi produk vaksin Covid-19 AstraZeneca telah dicantumkan peringatan kehati-hatian penggunaan vaksin Covid-19 AstraZeneca pada orang dengan trombositopenia dan gangguan pembekuan darah.
  • Vaksin Covid-19 AstraZeneca yang diterima di Indonesia melalui fasilitas COVAX facility telah diproduksi dengan jaminan mutu sesuai standar persyaratan global terkait Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).

Vaksin AstraZeneca telah mendapatkan rekomendasi dari Badan POM untuk digunakan dalam program vaksinasi Covid-19. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia melanjutkan penggunaan vaksin tersebut dalam program vaksinasi Covid-19. (LITBANG KOMPAS)

KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI

Petugas penapisan Satuan Tugas Covid-19 Sulawesi Utara mengukur tekanan darah calon penerima vaksin, Rabu (24/3/2021), dalam vaksinasi massal di Manado. Setidaknya 400 guru dan karyawan Sekolah Eben Haezer serta pekerja pariwisata diharapkan mendapatkan suntikan pertama vaksin bermerek AstraZeneca yang mulai digunakan di Sulut.

Catatan Akhir

Rekomendasi WHO atas vaksin Covid-19 AstraZeneca buatan Korea Selatan

Rekomendasi WHO atas vaksin Covid-19 AstraZeneca buatan Korea Selatan.

  • Tipe Vaksin: vaksin Covid-19 (ChAd0x-S) rcombinant
  • Nama Komersial: tidak ada
  • Pabrik pembuat: AstraZeneca/SK Bioscience Co.Ltd.
  • Negara: Korea Selatan
  • Link:
  • Penanggung Jawab NRA: Kementerian Keamanan Makanan dan Obat-obatan
  • Negara: Korea Selatan
  • Rekomendasi WHO efektif: 15 Februari 2021
  • Bentuk: larutan untuk suntikan
  • Kemasan: vial
  • Jalur suntikan: intramuskular (otot)
  • Masa hidup: 6 bulan dalam temperatur antara 2 hingga 8 derajat celcius

Sumber: WHO Recommendation AstraZeneca/SKBio – COVID-19 Vaccine (ChAdOx1-S [recombinant])

Kandidat Vaksin Covid-19 per 23 Maret 2021

Kandidat Vaksin Covid-19 per 23 Maret 2021

  • 83 kandidat vaksin Covid-19 telah masuk dalam uji klinis
  • 184 kandidat vaksin Covid-19 masih dalam tahap uji praklinis
  • 5 vaksin Covid-19 telah masuk uji klinis tahap IV

Uji Klinis Fase 4:

Telah mendapatkan persetujuan dari suatu negara serta terdapat kebutuhan untuk tes dalam populasi yang lebih luas dalam kurun waktu yang lebih lama.

Lima vaksin Covid-19 telah masuk uji klinis tahap IV, diproduksi oleh:

  1. Sinovac Reasearch and Development Co. Ltd. (Platform: inactivated virus)
  2. Sinopharm and China National Biotec Group dan Beijing Institute of Biological Products. (Platform: inactivated virus)
  3. AstraZeneca dan Universitas Oxford (Platform: viral vector non-replicating)
  4. Moderna dan National Institute of Allergy and Infectious Diseseases (NIAID) (Platform: RNA based vaccine)
  5. serta Pfizer/BioNTech dan Fosun Pharma (Platform: RNA based vaccine)

Sumber: “Draft landscape and tracker of COVID-19 candidate vaccines”,  WHO, 23 Maret 2021

Referensi