Suasana pemungutan suara ulang (PSU) di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 12 Desa Sigar Penjalin, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, Rabu (21/2/2024).
Fakta Singkat
- Pemungutan Suara Susulan, Pemungutan Suara Ulang, dan Pemungutan Suara Lanjutan diatur dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan Keputusan Komisi Pemilihan Umum No. 66 Tahun 2024 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilihan Umum.
- Pemungutan Suara Susulan merupakan proses pemungutan suara yang tertunda karena beberapa faktor, misalnya karena terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya, yang mengakibatkan seluruh tahapan penyelenggaraan pemilu tidak dapat dilaksanakan, sehingga dilakukan pemungutan suara susulan.
- Pemungutan Suara Ulang merupakan proses mengulang kembali pemungutan suara atau penghitungan suara di TPS karena pemungutan suara tidak sesuai dengan tata cara yang ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Pemungutan Suara Lanjutan merupakan proses pemungutan suara yang tertunda untuk melanjutkan tahapan yang terhenti dan/atau tahapan yang belum dilaksanakan karena terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya saat pemungutan suara.
- Berdasarkan laporan yang diterima KPU per Rabu (14/2/2024) pukul 18.00 WIB, sebanyak 668 TPS berpotensi melakukan pemungutan suara susulan karena bencana alam, gangguan keamanan, dan kekurangan surat suara.
- Sepekan kemudian, pada Rabu (21/2/2024) Bawaslu merekomendasikan 1.496 TPS untuk pemungutan dan penghitungan suara ulang (PSU), pemungutan dan penghitungan suara lanjutan (PSL), serta pemungutan dan penghitungan suara susulan (PSS).
- Ada empat tantangan dari penyelenggaraan pemungutan suara ulang, susulan, dan lanjutan, yakni penyediaan anggaran ekstra, kesiapan logistik, anjloknya tingkat kehadiran pemilih, dan potensi konflik.
Pemungutan suara Pemilu 2024 telah dilaksanakan secara serentak pada 14 Februari 2024 lalu. Meski demikian, tidak semua daerah dapat menjalankan pemungutan suara secara lancar. Berbagai kendala menyebabkan pemungutan suara di sejumlah daerah tidak berjalan mulus sesuai rencana.
Berdasarkan laporan yang diterima Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Rabu (14/2/2024) pukul 18.00 WIB, sebanyak 668 tempat pemungutan suara (TPS) yang tersebar di lima kabupaten kota pada empat provinsi tidak bisa melaksanakan pemilu serentak pada 14 Februari karena bencana alam, gangguan keamanan, dan kekurangan surat suara, sehingga berpotensi untuk dilakukan pemungutan suara susulan (“668 TPS Berpotensi Pemungutan Suara Susulan”, Kompas, 14 Februari 2024).
Ketua KPU Hasyim Asy’ari merincikan bahwa pemungutan suara susulan (PSS) berpotensi dilakukan di 108 TPS di Demak, Jawa Tengah, akibat 10 desa terendam banjir. Ada juga sebanyak 8 TPS di Batam, Kepulauan Riau, karena kekurangan surat suara.
Kemudian, sebanyak 92 TPS di Paniai dan 456 TPS di Puncak Jaya, Papua Tengah, karena mengalami gangguan keamanan. Begitu pula di 4 TPS di Jayawijaya, Papua Pegunungan, juga terjadi gangguan keamanan sehingga diusulkan pemungutan suara susulan.
Sementara itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pada Rabu (21/2/2024) merekomendasikan untuk dilakukannya pemungutan dan penghitungan suara ulang (PSU), pemungutan dan penghitungan suara lanjutan (PSL), serta pemungutan dan penghitungan suara susulan (PSS) di 1.496 TPS (“KPU Belum Jalankan Semua Rekomendasi Pemungutan Suara Ulang dari Bawaslu”, Kompas, 21 Februari 2024).
Secara rinci, sebanyak 780 TPS yang direkomendasikan untuk PSU tersebar di 229 kabupaten/kota pada 38 provinsi. Jumlah TPS terbanyak yang direkomendasikan TPU berada di Papua Pegunungan (94 TPS), disusul Sulawesi Selatan (62 TPS). Pemungutan atau penghitungan suara lanjutan di 132 TPS, serta pemungutan atau penghitungan suara susulan di 584 TPS. Hal ini lantaran terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya sehingga sebagian tahapan pemungutan suara atau penghitungan suara tidak dapat dilaksanakan.
Anggota Bawaslu, Lolly Suhenty, mengungkapkan bahwa jajaran pengawas pemilu telah meneliti dan memeriksa persoalan yang terjadi sebelum mengeluarkan rekomendasi. Permasalahan terbanyak yang menyebabkan keluarnya rekomendasi PSU, antara lain, terdapat pemilih yang memberikan suara lebih dari satu kali, diakomodasinya pemilih yang tidak memiliki KTP-el atau suket (surat keterangan pengganti KTP-el), serta tidak terdaftar di daftar pemilih tetap (DPT) dan daftar pemilih tambahan (DPTb), tetapi diperbolehkan mencoblos di TPS.
Selain itu, terdapat pemilih yang mencoblos di luar domisili yang tercantum dalam KTP-el tanpa mengurus pindah memilih. Ada pula pemilih yang terdaftar dalam DPTb tidak mendapatkan surat suara sesuai dengan haknya, seperti tertera dalam formulir pindah memilih.
Sebelumnya, Bawaslu juga merekomendasikan pemungutan suara ulang di Kuala Lumpur, Malaysia. Hal ini berdasarkan laporan yang disampaikan Panitia Pengawas Pemilu Luar Negeri (Panwaslu LN) Kuala Lumpur bahwa terjadi pelanggaran administrasi pemilu di Kuala Lumpur.
Pelanggaran administratif tersebut meliputi Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) luar negeri yang hanya mampu tercoklik sebesar 12 persen, 18 pantarlih fiktif yang tidak pernah berada di Kuala Lumpur, hingga surat suara yang sudah tercoblos.
KOMPAS/KRISTI DWI UTAMI
Calon pemilih mengantre sebelum menggunakan hak suaranya di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 002 Desa Ngelowetan, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Rabu (14/2/2024). Kendati dilanda banjir, sejumlah warga di wilayah itu tetap antusias mengikuti pemilu. Dari sebanyak 227 orang pemilih, sebanyak 150 orang datang ke TPS tersebut untuk menggunakan hak suaranya.
Apa itu PSS, PSU, dan PSL?
Pemungutan Suara Susulan, Pemungutan Suara Ulang, dan Pemungutan Suara Lanjutan merupakan mekanisme prosedural yang dijamin konstitusionalitasnya oleh undang-undang. Hal ini diatur dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum serta Keputusan Komisi Pemilihan Umum No. 66 Tahun 2024 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilihan Umum.
-
Pemungutan Suara Susulan
Pemungutan Suara Susulan merupakan proses pemungutan suara yang tertunda. Berdasarkan ketentuan pasal 432 UU Pemilu, Pemungutan Suara Susulan dilakukan apabila pemungutan suara di tingkat TPS belum diselenggarakan karena beberapa faktor, misalnya karena terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan seluruh tahapan penyelenggaraan pemilu tidak dapat dilaksanakan, sehingga dilakukan pemungutan suara susulan.
Pemungutan Suara Susulan dilaksanakan setelah ada penetapan penundaan pelaksanaan Pemilu. Penetapan penundaan pemilu dilakukan oleh KPU Kabupaten/Kota atas usul PPK apabila penundaan pelaksanaan Pemilu meliputi satu atau beberapa kelurahan/desa; KPU Kabupaten/Kota atas usul PPK apabila penundaan pelaksanaan Pemilu meliputi satu atau beberapa kecamatan; KPU Provinsi atas usul KPU Kabupaten/Kota apabila penundaan pelaksanaan Pemilu meliputi satu atau beberapa kabupaten/kota; KPU atas usul KPU Provinsi apabila pelaksanaan Pemilu lanjutan atau susulan meliputi satu atau beberapa provinsi.
Pemungutan Suara Susulan dilaksanakan paling lambat 10 hari setelah hari pemungutan suara dan dilakukan untuk seluruh tahapan pemungutan suara.
-
Pemungutan Suara Ulang
Pemungutan Suara Ulang merupakan proses mengulang kembali pemungutan suara atau penghitungan suara di TPS karena pemungutan suara tidak sesuai dengan tata cara yang ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
PSU diusulkan oleh KPPS dengan menyebutkan keadaan yang menyebabkan diadakannya PSU. Usul KPPS tersebut diteruskan kepada PPK dan selanjutnya diajukan kepada KPU Kabupaten/Kota untuk pengambilan keputusan.
Menurut ketentuan pasal 372 UU Pemilu sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2023 pemungutan suara di TPS wajib diulang apabila:
- Hasil penelitian dan pemeriksaan pengawas TPS terbukti terdapat keadaan pembukaan kotak dan/atau berkas pemungutan dan penghitungan suara tidak dilakukan menurut tata cara yang ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;
- Petugas KPPS meminta pemilih memberikan tanda khusus, menandatangani, atau menuliskan nama atau alamat pada surat suara yang sudah digunakan;
- Petugas KPPS merusak lebih dari satu surat suara yang sudah digunakan oleh pemilih sehingga surat suara tersebut menjadi tidak sah;
- Pemilih yang tidak memiliki kartu tanda penduduk elektronik dan tidak terdaftar di daftar pemilih tetap dan daftar pemilih tambahan.
Sama halnya dengan Pemungutan Suara Susulan, PSU dilaksanakan paling lama 10 hari setelah hari pemungutan suara dan dapat dilaksanakan pada hari kerja, hari libur, atau hari yang diliburkan.
-
Pemungutan Suara Lanjutan
Pemungutan Suara Lanjutan merupakan proses pemungutan suara yang tertunda untuk melanjutkan tahapan yang terhenti dan/atau tahapan yang belum dilaksanakan karena terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya saat pemungutan suara.
Sama dengan Pemungutan Suara Susulan, Pemungutan Suara Lanjutan dilaksanakan setelah ada penetapan penundaan pelaksanaan pemilu yang dilakukan oleh KPU Kabupaten/Kota atas usul PPK apabila penundaan pelaksanaan Pemilu meliputi satu atau beberapa kelurahan/desa; KPU Kabupaten/Kota atas usul PPK apabila penundaan pelaksanaan Pemilu meliputi satu atau beberapa kecamatan; KPU Provinsi atas usul KPU Kabupaten/Kota apabila penundaan pelaksanaan Pemilu meliputi satu atau beberapa kabupaten/kota; KPU atas usul KPU Provinsi apabila pelaksanaan Pemilu lanjutan atau susulan meliputi satu atau beberapa provinsi.
Pemungutan Suara Lanjutan dilaksanakan paling lama 10 hari setelah hari pemungutan suara dan dilakukan dari tahap penyelenggaraan pemilu terhenti.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Suasana penyaluran suara Pemilu 2024 di TPS 20 di Kelurahan Larangan Utara, Larangan, Kota Tangerang, Banten, yang terendam banjir, Rabu (14/2/2024). Meskipun dikepung banjir, antusiasme masyarakat setempat cukup tinggi untuk mendatangi TPS guna menyalurkan suaranya.
Tantangan PSS, PSU, PSL
Pada prinsipnya Pemungutan Suara Ulang, Pemungutan Suara Susulan, dan Pemungutan Suara. Lanjutan merupakan upaya untuk memperbaiki prosedur pada pemungutan suara yang terhambat baik karena bencana alam, gangguan keamanan, dan atau adanya pelanggaran sehingga dianggap “cacat”. Tujuannya adalah untuk menjaga kualitas pemilu agar sah dan dapat diterima oleh seluruh pemangku kepentingan pemilu.
Meski demikian, penyelenggaraan pemungutan suara tersebut membawa sejumlah tantangan. Hamdan Kurniawan dalam artikel jurnal berjudul “Pemungutan Suara Ulang: Menyoal Batas Waktu dan Faktor Penyebab” menyebutkan bahwa tantangan tersebut di antaranya menyangkut penyediaan anggaran ekstra, kesiapan logistik, anjloknya tingkat kehadiran pemilih hingga berpotensi menimbulkan konflik di wilayah tertentu.
Dalam studi kasus penelitian Hamdan di Daerah Istimewa Yogyakarta pada Pilpres 2019, terkait penyediaan anggaran, sekurang-kurangnya dibutuhkan anggaran kurang lebih Rp 6 juta untuk penyelenggaraan PSU di setiap TPS. Komponen anggaran yang utama adalah honor untuk KPPS beserta 2 petugas keamanan, biaya pembuatan TPS, dan konsumsi.
Sementara pada Pemilu 2024, sekurang-kurangnya dibutuhkan anggaran kurang lebih Rp 12 juta untuk PSU di setiap TPS. Anggaran tersebut berdasarkan perhitungan, dalam 1 TPS Pemilu 2024 ada sebanyak tujuh orang KPPS, terdiri atas seorang ketua dan enam anggota. Honor Ketua KPPS Rp 1,2 juta dan anggota KPPS Rp 1,1 juta. Juga terdapat 2 orang linmas, dengan honor Rp 700 ribu, serta biaya pembuatan TPS dan operasional sebesar Rp 3,5 juta.
Terkait penyediaan logistik, rentang waktu paling lama 10 hari untuk menyelenggarakan PSU, memaksa KPU Kabupaten menyediakan logistik PSU dengan cepat. Jenis logistik yang paling mendesak keberadaannya adalah surat suara dan formulir.
Pendeknya jarak rekomendasi dengan waktu pelaksanaan PSU dapat menyebabkan KPU Kabupaten/Kota kedodoran mempersiapkan logistik. Terlebih, apabila surat suara PSU yang tersedia tidak lagi mencukupi karena banyaknya PSU yang harus diselenggarakan.
Contohnya seperti yang terjadi di Jakarta Utara. Sebanyak 18 TPS menggelar pemilu susulan karena logistik pemilu terendam banjir pada Rabu (14/2/2024). Berdasarkan keputusan, pemilu susulan akan digelar pada Minggu (18/2/2024). Namun, kembali ditunda karena terjadi kendala persiapan logistik (“Logistik Belum Siap, Pemilu Susulan di Jakarta Utara Kembali Ditunda”, Kompas, 19 Februari 2024).
Komisioner KPU Jakarta Utara Divisi Teknis, Ibnu Affan, mengatakan bahwa perusahaan cetak surat suara yang berada di luar Jakarta belum bisa menyanggupi untuk menyelesaikan pencetakan sebelum hari Minggu. Hal ini membuat pemungutan suara susulan dijadwalkan ulang pada Sabtu (24/2/2024).
Konsekuensi lainnya adalah menurunnya tingkat partisipasi pemilih di TPS. Dalam catatan Kompas, pada Pemilu 2019, partisipasi masyarakat mengikuti PSU yang digelar serentak di beberapa wilayah, antara lain, Sumatera Barat, Jawa Tengah, DKI Jakarta, dan Yogyakarta menurun jika dibandingkan dengan hari pencoblosan (“Tingkat Partisipasi Pemilih pada PSU Menurun”, Kompas, 28 April 2019).
Misalnya saja di TPS 38 Kelurahan Kubu Dalam Parak Karakah, Kecamatan Padang Timur, Kota Padang, yang mengadakan PSU untuk lima jenis surat suara, hingga pukul 11.00, jumlah pemilih yang mencoblos baru 98 orang dari 168 orang yang terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT) dan 26 orang yang terdaftar dalam daftar pemilih tambahan (DPTb). Padahal saat pemilu serentak, jumlah pemilih mencapai 173 orang dari total 194 DPT dan DPTb (“Perantau Ikut Picu Rendahnya Partisipasi Pemilu Ulang di Padang”, Kompas, 27 April 2019).
Kondisi tersebut salah satunya dipicu oleh keengganan pemilih datang untuk kedua kali. Sebab, sebagian pemilih yang terdaftar merupakan perantau. Mereka sudah kembali ke tempat domisili di luar kota sehingga tidak bisa memilih.
Pemungutan suara ulang, susulan maupun lanjutan, juga berpotensi menimbulkan dan atau meningkatkan konflik. Menurut penelitian Hamdan, rekomendasi untuk melaksanakan PSU bisa memicu ketegangan baik di kalangan penyelenggara pemilu, peserta pemilu, maupun masyarakat secara umum. Sebab, dengan adanya PSU bisa terjadi perubahan hasil suara yang signifikan. Hal ini berpotensi menimbulkan ketegangan, terutama bagi pihak yang merasa dirugikan akibat adanya perubahan hasil suara.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Panitia pengawas dan saksi mengamati proses penghitungan surat suara presiden dan wakil presiden Pemilu 2024 di TPS 26 Kelurahan Lengkong Gudang Timur, Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (14/2/2024).
Masifnya Pelanggaran saat Pemungutan Suara
Bawaslu menemukan 13 masalah saat proses pemungutan suara. Mulai dari intimidasi terhadap pemilih, pemilih menggunakan hak pilihnya lebih dari satu kali, hingga surat suara yang tertukar. Data ini diperoleh dari hasil patroli pengawasan di 38 provinsi yang dituangkan melalui aplikasi Sistem Informasi Pengawasan Pemilu (Siwaslu) hingga 15 Februari 2024 pukul 06.00 WIB (“Bawaslu: Ada Mobilisasi dan Intimidasi di Ribuan TPS”, Kompas, 15 Februari 2024).
Secara rinci, saat pemungutan suara berlangsung, Bawaslu menemukan terjadinya mobilisasi dan atau upaya mengarahkan pilihan pemilih untuk menggunakan hak pilihnya di 2.632 TPS. Terduga pelaku mobilisasi pemilih adalah tim sukses, peserta pemilu, dan penyelenggara pemilu. Paling banyak ditemukan di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, Banten, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, DI Yogyakarta, dan Riau.
Bawaslu juga menemukan intimidasi kepada pemilih dan penyelenggara pemilu di 1.271 TPS. Intimidasi paling banyak ditemukan di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, DKI Jakarta, Sumatera Utara, Lampung, Sumatera Selatan, DI Yogyakarta, dan Nusa Tenggara Timur.
Selain itu, Bawaslu menemukan pembukaan TPS lebih dari pukul 07.00 (37.446 TPS), pemilih yang menggunakan hak pilihnya lebih dari satu kali (2.413 TPS), saksi mengenakan atribut yang memuat unsur atau nomor urut peserta pemilu (3.521 TPS), dan saksi yang tidak dapat menunjukan surat mandat tertulis dari tim kampanye atau peserta pemilu (2.509 TPS).
Bawaslu juga menemukan pemilih khusus yang menggunakan hak pilih tidak sesuai domisili (8.219 TPS), dan pendamping pemilih penyandang disabilitas yang tidak menandatangani surat pernyataan pendamping (5.836 TPS).
Masalah lain yang ditemukan adalah ada KPPS yang tidak menjelaskan tata cara pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara (5.449 TPS), serta tidak adanya papan pengumuman daftar pemilih tetap (3.724 TPS).
Terkait logistik pemungutan suara, Bawaslu menemukan tidak tersedianya alat bantu bagi penyandang disabilitas netra (12.284 TPS), logistik pemungutan suara tidak lengkap (10.496 TPS), dan surat suara tertukar (6.084 TPS).
Padahal, menurut Anggota Bawaslu Puadi, jajaran pengawas pemilu telah menyampaikan saran kepada para pihak untuk mematuhi aturan dan tidak melakukan tindakan yang melanggar pemilu.
Masalah dalam pemungutan suara tidak hanya terjadi di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Ini diketahui dari laporan Migrant Care yang melakukan pemantauan pemilu luar negeri di sejumlah wilayah. Migrant Care termasuk pemantau pemilu luar negeri yang terakreditasi Bawaslu (“Koalisi Masyarakat Sipil Temukan Indikasi Awal Kecurangan Pemilu”, Kompas, 17 Februari 2024).
Misalnya, di Kuala Lumpur, Malaysia, ada kontestan yang melakukan kampanye pada hari pencoblosan, yaitu Uya Kuya di depan WTC Kuala Lumpur di depan orang-orang yang sedang registrasi di TPS.
Sengkarut pemungutan suara juga terjadi di Hong Kong. Ada 70.000 orang yang tidak bisa menggunakan hak pilihnya karena ada perubahan mendadak dari mekanisme TPS ke pemilihan lewat pos.
Perubahan metode pemilihan di Hong Kong itu sebagian besar tidak diketahui oleh para pemilih yang sebelumnya telah mendapatkan undangan pencoblosan di TPS sehingga mereka masih berbondong-bondong datang ke Konsulat Jenderal RI (KJRI) untuk memilih. Hal itu sempat menimbulkan kericuhan.
Temuan lain dari Migrant Care adalah dugaan penggelembungan suara di Daerah Pemilihan (Dapil) DKI Jakarta II. Pihaknya menemukan total perolehan suara caleg di Dapil Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, dan luar negeri itu mencapai 8.279.233. Padahal seharusnya di dapil tersebut perolehan suara hanya sekitar 4,3 juta. Artinya, ada indikasi penggelembungan suara hingga 190 persen di dapil tersebut.
DOKUMENTASI BPMI SETWAPRES
Sebelum bertolak ke tanah air usai melakan rangkaian kunjungan kerja ke Uni Emirat Arab dan Arab Saudi, Wakil Presiden Ma’ruf Amin sempat meninjau Sekretariat Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Jeddah di Kompleks Konsulat Jenderal Republik Indonesia Jeddah, Jeddah, Arab Saudi, Rabu (7/2/2024). Pada kesempatan ini, Wapres mengecek secara langsung kesiapan PPLN Jeddah dalam melaksanakan pemungutan suara Pemilihan Umum 2024 bagi Warga Negara Indonesia di Arab Saudi.
Profesionalitas Penyelenggara Pemilu
Banyak kasus pemungutan suara yang harus diulang, terutama karena adanya pelanggaran dan prosedur yang tidak ditaati dalam pemungutan suara mengindikasikan bahwa profesionalitas penyelenggara pemilu belum optimal.
Sebelumnya, kekhawatiran akan penyelenggaraan pemilu yang tak bersih, jujur, dan adil terus bergema seiring adanya putusan pelanggaran kode etik oleh penyelenggara pemilu. Pada Senin (5/2/2024), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menyatakan bahwa ketua dan enam anggota KPU melanggar etik terkait tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai syarat pencalonan presiden dan wakil presiden (“Ketua DKPP: Putusan Etik KPU Tidak Berpengaruh pada Pencalonan Gibran”, Kompas, 5 Februari 2024)
Pengajar Hukum Pemilu di Universitas Indonesia, Titi Anggraini, mengatakan bahwa putusan tersebut menegaskan bahwa ada pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu atas prinsip kepastian hukum dan profesional.
Potret tersebut perlu menjadi catatan bagi para penyelenggara pemilu. Sebab, pada dasarnya, para penyelenggara pemilu adalah para wakil masyarakat yang diberi kepercayaan untuk menyelenggarakan pesta demokrasi secara berkualitas. Penyelenggaraan pemilu yang profesional merupakan salah satu parameter pemilu berkualitas.
Menurut Guru Besar Perbandingan Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga, Ramlan Surbakti, kunci mewujudkan pemilu yang berkualitas dan demokratis adalah menyelenggarakan pemilu dengan sepenuhnya berbasiskan UU Pemilu dan kode etik penyelenggara pemilu. Jika tidak, legitimasi penyelenggara dan penyelenggaraan pemilu bisa diragukan. Ujungnya, hasil pemilu bisa saja dinyatakan sah, tetapi kurang dipercaya oleh masyarakat (“Pelanggaran Etik Berulang, KPU Diminta Lebih Cermat”, Kompas, 5 Februari 2024).
Bagi sebuah negara demokrasi, pemilu menjadi salah satu sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat. Perwujudan kedaulatan rakyat tersebut dilaksanakan melalui pemilu sebagai sarana bagi rakyat untuk memilih pemimpin. Agar pemilu menghasilkan pemimpin berintegritas dan amanah, salah satu caranya dimulai dengan memastikan bahwa para penyelenggara pemilu juga berintegritas dan amanah. (LITBANG KOMPAS)
Referensi
- Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
- Keputusan Komisi Pemilihan Umum No. 66 Tahun 2024 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilihan Umum.
- Kurniawan, Hamdan. 2020. “Pemungutan Suara Ulang: Menyoal Batas Waktu dan Faktor Penyebab”. kpu.go.id.
- Silalahi, Wilma. 2022. “Integritas dan Profesionalitas Penyelenggara Pemilu Demi Terwujudnya Pemilu yang Demokratis”. Jurnal Bawaslu Provinsi Kepulauan Riau, 4(1), pp.71-83.
- “Perantau Ikut Picu Rendahnya Partisipasi Pemilu Ulang di Padang”, Kompas, 27 April 2019.
- “Tingkat Partisipasi Pemilih pada PSU Menurun”, Kompas, 28 April 2019.
- “Legitimasi Penyelenggaraan Pemilu”, Kompas, 28 April 2023.
- “Ketua DKPP: Putusan Etik KPU Tidak Berpengaruh pada Pencalonan Gibran”, Kompas, 5 Februari 2024.
- “Pelanggaran Etik Berulang, KPU Diminta Lebih Cermat”, Kompas, 5 Februari 2024.
- “Konsolidasi Pengawas Pemilu, Mencari Pemimpin Bukan Pilihan Pemerintah”, Kompas, 13 Februari 2024.
- “Menjaga Marwah Demokrasi Penyelenggara Pemilu di Indonesia”, Kompas, 13 Februari 2024.
- “668 TPS Berpotensi Pemungutan Suara Susulan”, Kompas, 14 Februari 2024.
- “2.413 TPS Berpotensi Pemungutan Suara Ulang”, Kompas, 15 Februari 2024.
- “Bawaslu: Ada Mobilisasi dan Intimidasi di Ribuan TPS”, Kompas, 15 Februari 2024.
- “Koalisi Masyarakat Sipil Temukan Indikasi Awal Kecurangan Pemilu”, Kompas, 17 Februari 2024.
- “Logistik Belum Siap, Pemilu Susulan di Jakarta Utara Kembali Ditunda”, Kompas, 19 Februari 2024.
- “KPU Belum Jalankan Semua Rekomendasi Pemungutan Suara Ulang dari Bawaslu”, Kompas, 21 Februari 2024.