Paparan Topik | Hari Olahraga Nasional

Sejarah dan Sistem Keolahragaan Nasional Indonesia

Cara pandang suatu negara terhadap olahraga menentukan bangunan sistem keolahragaan di negara tersebut. Di Indonesia, olahraga dipandang sebagai sarana untuk mencapai tujuan pembangunan. Bangunan olahraga di Indonesia didasarkan pada pemassalan budaya olahraga yang diharapkan dapat mendukung terwujudnya prestasi olahraga.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Ribuan orang lintas usia mengikuti senam tera massal di kawasan Monas, Jakarta, Minggu (17/6/2012). Senam tera adalah senam olah pernapasan yang mengandalkan energi tenaga dalam tubuh yang diadopsi dari senam Tai Chi yang berasal dari Cina. Saat ini senam tera menjadi salah satu pilihan alternatif masyarakat untuk menjaga kebugaran tubuh.

Fakta Singkat

Sistem Keolahragaan Nasional Indonesia

Sejarah

  • Revolusi: olahraga sebagai sarana perjuangan
  • Orde Lama: olahraga sebagai sarana politik
  • Orde Baru: olahraga sebagai sarana pembangunan

Sistem pembinaan dan pengembangan

  • Tahap pengenalan olahraga
  • Tahap pemantauan dan pemanduan
  • Tahap pengembangan dan peningkatan prestasi

Arah penahapan

  • Pemasalan dan pembudayaan olahraga
  • Meningkatkan prestasi olahraga

Fungsi keolahragaan

  • Mengembangkan kemampuan jasmani, rohani, dan sosial
  • Membentuk watak dan kepribadian bangsa yang bermartabat

Tujuan keolahragaan

  • Memelihara dan meningkatkan kesehatan dan kebugaran, presasi, kualitas manusia
  • Menanamkan nilai moral dan akhlak mulia, sportivitas, disiplin
  • Mempererat dan membina persatuan dan kesatuan bangsa
  • Memperkukuh ketahanan nasional
  • Mengangkat harkat, martabat, dan kehormatan bangsa

Kegiatan olahraga

  • Olahraga pendidikan
  • Olahraga rekreasi
  • Olahraga prestasi

Indonesia menempatkan olahraga sebagai salah satu sarana dalam pembangunan, terutama pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas. Hal tersebut dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Sistem Keolahragaan Nasional.

Posisi olahraga di Indonesia secara konkret dapat dilihat dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), hingga program kerja Kemenpora bidang olahraga. Di dalamnya, olahraga dikaitkan dengan pembangunan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas.

Dengan memandang olahraga sebagai sarana pembangunan, fondasi olahraga di Indonesia adalah budaya olahraga yang diharapkan dapat mendukung prestasi olahraga Indonesia.

Olahraga sebagai sarana pembangunan

Konsep olahraga sebagai sarana bagi pembangunan dapat ditelusuri jejaknya dari gerakan Sports for Development and Peace (SDP) yang dikampanyekan oleh PBB dalam Millennium Development Goals 2000-2015 (MDGs) yang dilanjutkan dengan Sustainable Development Goals 2016-2030 (SDGs).

Sebagai sebuah fenomena, penggunaan olahraga sebagai alat pembangunan dan perdamaian bukanlah hal baru. Pada 1894, pendiri Olimpiade modern, Pierre de Coubertin pernah menyatakan, “Saya tetap yakin bahwa olahraga merupakan salah satu unsur paling kuat untuk menciptakan perdamaian dan saya yakin akan peran tersebut di masa depan.”

Satu abad kemudian, ide senada kembali disampaikan oleh Nelson Mandela sehingga memengaruhi suatu gerakan yang lebih luas. Dalam pidatonya di acara penghargaan Laureus World Sport Awards 2000, ia menyatakan, “Olahraga memiliki kekuatan untuk mengubah dunia. Olahraga memiliki kekuatan untuk mengispirasi, kekuatan untuk menyatukan orang-orang dengan cara tak bisa dilakukan oleh kegiatan lain.”

Nelson Mandela telah mempraktikkan kata-katanya saat Afrika Selatan menjadi tuan rumah dan memenangkan Piala Dunia Rugby tahun 1995. Mandela berhasil menjadikan rugby sebagai sarana persatuan bangsa.

Di tingkat dunia, PBB semakin memandang penting SDP dengan membentuk kantor urusan SDP bernama United Nations Office for Sports and Development and Peace (UNOSDP) pada 2001. Sekjen PBB saat itu, Kofi Annan, untuk pertama kalinya menunjuk penasihat khusus urusan SDP, Adolf Ogi, pada Februari 2001.

Kantor tersebut memiliki tiga peran utama, yakni mendorong dialog SDP, mewujudkan kolaborasi dan kerja sama SDP, serta mendukung organisasi olahraga internasional, civil society, sektor swasta, dan media.

Dari kacamata pembangunan, fokus olahraga adalah olahraga massal, bukan olahraga demi penciptaan atlet elite dunia. Menurut SDP, olahraga memiliki berbagai fungsi, antara lain dalam hal perkembangan individu, kampanye kesehatan dan pencegahan penyakit, kesetaraan gender, integrasi sosial, hingga resolusi konflik dan bantuan pascabencana.

Gerakan SDP menggunakan olahraga sebagai sarana untuk tujuan integrasi sosial di negara-negara berkembang atau di daerah konflik. Berbagai proyek SDP dikembangkan di seluruh dunia dengan menggunakan olahraga, aktivitas fisik, dan permainan untuk mencapai tujuan pembangunan tertentu terutama di negara-negara berkembang.

Berbagai negara berkembang menggunakan olahraga sebagai kendaraan untuk meraih berbagai tujuan sosial dan kemanusiaan, seperti pendidikan, kohesi sosial, reintegrasi, diplomasi, dan perdamaian.

Dalam rencana aksi global Sustainable Development Goals (SDGs) 2016-2030 yang disahkan PBB pada 2015, olahraga secara resmi disebut sebagai pendukung penting bagi pembangunan berkelanjutan dan dimasukkan dalam Agenda PBB 2030.

Paragraf 37 dokumen Agenda PBB 2030 menyebutkan, ”Olahraga merupakan pendorong penting bagi pembangunan berkelanjutan. Kami mengakui kontribusi olahraga yang semakin berkembang untuk merealisasikan pembangunan dan perdamaian dalam mempromosikan toleransi dan rasa hormat dan kontribusinya terhadap pemberdayaan perempuan dan orang muda, individu dan komunitas, serta tujuan di bidang kesehatan, pendidikan, dan keterlibatan sosial.”

Menindaklanjuti pengakuan di atas, UNOSDP merangkum berbagai peran olahraga dalam mendukung seluruh tujuan pembangunan berkelanjutan (17 tujuan) dalam dokumen berjudul “Sport and the SDGs”.

Walaupun kemudian UNOSDP ditutup pada 4 Mei 2017 oleh Sekjen PBB Antonio Guterres, semangat olahraga sebagai sarana pembangunan dan perdamaian (SDP) telah menjadi gerakan yang masuk dalam program pembangunan di berbagai negara.

Selain UNOSDP, pada 17 November 2003, Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi untuk menggunakan olahraga sebagai sarana untuk mempromosikan pendidikan, kesehatan, pembangunan, dan perdamaian. Semangat serupa ditegaskan tepat dua tahun kemudian dalam Konferensi Umum UNESCO dengan menegaskan kembali perjanjian UNESCO 1978 tentang pendidikan fisik, aktivitas fisik, dan olahraga.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Masyarakat memadari jalan protokol MH. Thamrin, Jakarta Pusat saat hari bebas kendaraan bermotor atau car free day, Minggu (8/3/2020). Car free daya yang berlangsung setiap hari Minggu mulai pukul 06:00-11:00 WIB tetap ramai dipadati masyarakat yang berolahraga di tengah kewaspadaan Covid-19. Terkait dengan bertambahnya jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia menjadi empat orang, pemerintah memperkuat pemantauan lebih lanjut terhadap orang dalam pemantauan terkait penularan penyakit akibat virus korona jenis baru ini.

Sarana perjuangan dan pembangunan

Jauh sebelum Sports for Development and Peace (SDP) dikampanyekan oleh PBB sebagai gerakan untuk mendukung pencapaian SGDs, Indonesia telah menggunakan olahraga sebagai sarana perjuangan yang berdimensi politik dan kemudian sebagai sarana pembangunan.

Pada masa Revolusi Kemerdekaan, Indonesia menggunakan olahraga sebagai sarana perjuangan politik. Salah satu peristiwa yang dapat dirujuk adalah penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) I/1948 di Solo.

Penyelenggaraan PON pertama di Solo dipicu salah satunya oleh kegagalan Indonesia mengikuti Olimpiade London tahun 1948. Pada saat itu, Indonesia belum dikenal luas sebagai negara dan belum diakui sebagai anggota International Olympic Committee (IOC).

PON I/1948 merupakan salah satu upaya untuk menunjukkan keberadaan Indonesia kepada dunia. Penyelenggaraan PON pertama di Solo kemudian memiliki dimensi politik, yakni meyakinkan bahwa negara Republik Indonesia benar-benar ada, benar-benar memiliki pemerintahan, dan benar-benar didukung oleh rakyat. Tanpa ada dukungan rakyat terhadap pemerintahan, tak mungkin terwujud kegiatan olahraga tingkat nasional (Kompas, 10/9/1983).

Penggunaan olahraga sebagai kendaraan politik juga terlihat dalam penyelenggaraan Games of the New Emerging Forces (Ganefo) di Jakarta pada tahun 1963. Sebelumnya, Indonesia diancam untuk dikeluarkan dari keanggotaan IOC karena menolak keikutsertaan Taiwan dan Israel dalam Asian Games IV di Jakarta pada 1962.

Ancaman tersebut disambut oleh Presiden Soekarno dengan menarik diri dari IOC. Selanjutnya, dibentuklah organisasi tandingan IOC untuk mewadahi semangat olahraga di antara negara-negara Dunia Ketiga dan NonBlok, yakni Ganefo. Salah satu kegiatan Ganefo adalah menyelenggarakan pertandingan olahraga multicabang dua tahun sekali.

Pada masa Orde Baru, olahraga ditempatkan sebagai sarana pembangunan. Hal ini tampak dari munculnya panji olahraga dan penetapan hari olahraga nasional pada tahun 1980-an.

Pada tahun 1981, muncul slogan “memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat”. Secara resmi, ungkapan tersebut muncul dalam pidato kenegaraan Presiden Soeharto di depan sidang DPR, 15 Agustus 1981. Olahraga disebutkan sebagai bagian dari upaya untuk membangun bangsa dan negara. Slogan tersebut kemudian disebut sebagai panji olahraga.

Penggunaan olahraga sebagai sarana pembangunan juga dapat dilihat pada saat pencanangan Hari Olahraga Nasional pada tahun 1983. Pencanganan Haornas dilatarbelakangi semangat pembangunan. Menurut Presiden Soeharto dalam pencanangan Haornas, “Kita tidak mungkin mewujudkan masyarakat maju, adil, dan sejahtera lahir batin seperti yang kita cita-citakan jika masyarakat kita lemah jasmani dan rohaninya.” (Kompas, 10/9/1983).

KOMPAS/WISNU WIDIANTORO

Presiden Joko Widodo (tengah) memerhatikan medali yang diraih dalam Olimpiade Rio 2016, dari kiri, Tontowi Ahmad, Liliyana Natsir, Sri Wahyuni dan Eko Yulianto di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (24/8). Dalam kesempatan itu Presiden mengucapkan terima kasih atas perjuangan yang telah dilakukan dan akan fokus dalam pembinaan olahraga yang berpotensi tinggi dalam prestasi.

Sistem Keolahragaan Nasional

Pada tahun 2005, posisi olahraga sebagai sarana pembangunan kembali ditegaskan dalam UU 3/2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional.

Bagian penjelasan UU tersebut menyebutkan, “Olahraga merupakan bagian dari proses dan pencapaian tujuan pembangunan nasional sehingga keberadaan dan peranan olahraga dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara harus ditempatkan pada kedudukan yang jelas dalam sistem hukum nasional.”

Selain itu, disebutkan pula bahwa keolahragaan nasional berkaitan dengan dinamika sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat dan bangsa serta tuntutan perubahan global. Oleh karena itu, penanganan keolahragaan tidak dapat lagi ditangani secara sekadarnya, tetapi harus ditangani secara profesional.

UU tersebut menata sistem pembinaan dan pengembangan keolahragaan pertama-tama dengan tahapan pengenalan olahraga yang dilanjutkan dengan tahap pemantauan dan pemanduan, baru kemudian pengembangan bakat dan peningkatan prestasi.

Penahapan diarahkan untuk pemassalan dan pembudayaan olahraga, dan peningkatan prestasi olahraga pada tingkat daerah, nasional, dan internasional.

Secara umum, UU ini menyebutkan fungsi keolahragaan bagi bangsa, yakni mengembangkan kemampuan jasmani, rohani, dan sosial serta membentuk watak dan kepribadian bangsa yang bermartabat. Di dalamnya, olahraga dipahami sebagai segala kegiatan yang sistematis untuk mendorong, membina, serta mengembangkan potensi jasmani, rohani, dan sosial.

Selain itu, UU ini juga menyebutkan berbagai tujuan dari keolahragaan nasional, yakni memelihara dan meningkatkan kesehatan dan kebugaran, prestasi, kualitas manusia, menanamkan nilai moral dan akhlak mulia, sportivitas, disiplin, mempererat dan membina persatuan dan kesatuan bangsa, memperkukuh ketahanan nasional, serta mengangkat harkat, martabat, dan kehormatan bangsa.

Kegiatan olahraga yang menjadi ruang lingkup sistem keolahragaan nasional adalah olahraga pendidikan, olahraga rekreasi, dan olahraga prestasi.

Olahraga pendidikan diselenggarakan sebagai bagian dari proses pendidikan. Untuk mendukung kegiatan olahraga pendidikan, UU ini mewajibkan setiap satuan pendidikan untuk menyiapkan sarana dan prasarana olahraga. Selain itu, setiap satuan pendidikan diperbolehkan untuk mengikuti kejuaraan olahraga.

Olahraga rekreasi dilakukan sebagai bagian dari proses pemulihan kembali kesehatan dan kebugaran. Olahraga rekreasi dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh kesehatan, kebugaran jasmani, dan kegembiraan; membangun hubungan sosial; melestarikan dan meningkatkan kekayaan budaya daerah dan nasional.

Olahraga prestasi dilakukan dengan dua tujuan. Pertama, sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan dan potensi olahragawan. Kedua, untuk meningkatkan harkat dan martabat bangsa.  UU tersebut mengatur bahwa olahraga prestasi dilaukan melalui proses pembinaan dan pengembangan secara terencana, berjenjang, dan berkelanjutan dengan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Selain itu, berkewajiban menyelenggarakan, mengawasi, dan mengendalikan kegiatan olahraga prestasi.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Anak-anak mengikuti lomba pushbike di RPTRA Kalijodo, Jakarta, Kamis (19/12/2019). Kawasan yang dahulu menjadi kawasan lokalisasi tersebut kini berubah wajah menjadi ruang publik yang ramai dikunjungi warga, terutama saat musim libur sekolah. Ruang bermain dan olahraga yang mempunyai standar kelayakan seperti ini menjadi salah satu sarana mengembangkan diri dan dapat melahirkan bibit-bibit olahragawan baru.

Olahraga dalam RPJP 2005-2025

Selain tampak dalam UU 3/2005, fungsi olahraga juga disebutkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025. Di dalamnya, olahraga disebut sepintas sebagai bagian dari penjelasan kondisi umum persoalan pembangunan sumber daya manusia (SDM) di Indonesia.

Disebutkan bahwa “Masalah dan tantangan lain [menyangkut pembangunan SDM di Indonesia] adalah masih rendahnya budaya dan prestasi olahraga.”

Olahraga kembali disinggung dalam penjelasan arah pembangunan jangka panjang bidang SDM. RPJPN 2005-2025 menempatkan budaya olahraga (dan kesehatan jasmani) sebagai cara untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Tiga kata kunci yang digunakan adalah pemasyarakatan olahraga, pembentukan budaya olahraga, serta peningkatan prestasi olahraga.

Di bagian lampiran, yakni UU 17/2007 tentang RPJPN 2005-2025, olahraga kembali disebut dalam penjelasan kondisi umum dan cara membangun SDM yang berkualitas. Disebutkan bahwa salah satu cara membangun SDM yang berkualitas adalah “pembangunan olahraga diarahkan pada peningkatan budaya olahraga dan prestasi olahraga di kalangan masyarakat.”

KOMPAS/RIZA FATHONI

Warga berolahraga dengan fasilitas fitnes luar ruang di Gelanggang Sunter, Jakarta Utara, Jumat (19/6/2020). Gelanggang tersebut telah dibuka untuk umum sejak seminggu lalu. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi yang masih diberlakukan Pemda DKI Jakarta dimanfaatkan masyarakat untuk berolahraga bersama rekan atau keluarganya di tempat tersebut.

Bangunan olahraga nasional

Pembangunan olahraga Indonesia mendapat perhatian khusus dalam kajian Bappenas dalam rangka penyusunan RPJMN 2010-2014. Dalam konteks pembangunan, olahraga dijadikan instrumen untuk membentuk karakter bangsa. Olahraga juga dianggap sebagai investasi jangka panjang dalam rangka membentuk manusia Indonesia seutuhnya.

Untuk mewujudkan hal tersebut, dimunculkan model bangunan olahraga Indonesia yang mengambil inspirasi dari piramida model pembangunan olahraga Hylton dan House of Sport Inggris. (Hylton 2007).

Model tersebut dirancang seperti sebuah rumah dengan tiga lantai. Fondasi rumah adalah budaya olahraga yang meliputi olahraga rekreasi, olahraga pendidikan, serta komunitas olahraga. Di atasnya ditempati prestasi olahraga, di dalamnya meliputi olahraga prestasi, atlet pilihan, dan atlet unggulan.

Dalam model tersebut, budaya olahraga menjadi fondasi dalam pembangunan olahraga nasional. Pengembanganya dilakukan melalui peran serta keluarga, masyarakat, dan institusi pendidikan melalui pemassalan olahraga rekreasi, olahraga pendidikan di sekolah, serta pembinaan olahraga melalui klub dan komunitas olahraga.

Di atas fondasi budaya olahraga, mereka yang memiliki bakat dan prestasi di bidang olahraga akan memperoleh pembinaan lebih lanjut dalam rangka pengembangan olahraga prestasi. Upaya ini didukung oleh pengurus pusat/besar masing-masing cabang olahraga, pemerintah daerah, serta instansi terkait.

Di posisi atasnya, terdapat atlet pilihan dan atlet unggulan. Atlet berbakat dan berprestasi mendapat pelatihan untuk dikembangkan menjadi atlet pilihan dan unggulan pada masing-masing cabang olahraga. Atlet pilihan dan unggulan ini dipersiapkan untuk berprestasi di tingkat internasional.

Beberapa atlet unggulan yang berprestasi di tingkat internasional masuk dalam jajaran atlet dunia yang menempati posisi teratas bangunan, yakni penthouse.

KOMPAS/AMBROSIUS HARTO

Suasana program Yunior NBA yang diikuti oleh sekitar 350 anak usia 5-14 tahun, Sabtu (25/2), di Sekolah IPH, Surabaya, Jawa Timur. Program Yunior NBA merupakan pembinaan global untuk memasyarakatkan basket dan gaya hidup aktif atau senang olahraga untuk anak-anak. Peserta dilatih dasar basket dan nilai-nilai luhur olahraga yakni sportivitas, kerja sama, sikap positif, dan saling menghargai.

Olahraga dalam RPJM

Mengadopsi rencana aksi global SDGs, Indonesia menetapkan Perpres 59/2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

Dalam perpres tersebut tidak disebutkan secara eksplisit peran olahraga dalam pembangunan. Satu-satunya peran olahraga muncul dalam fungsi yang diemban oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga sebagai salah satu instansi pelaksana salah satu sasaran RPJMN 2015-2019. Sasaran yang dimaksud adalah sasaran 4.3, yakni tidak meningkatnya prevalensi obesitas pada penduduk usia 18 tahun ke atas pada tahun 2019 menjadi 15,4 persen (2013: 15,4 persen).

Lima tahun kemudian, dalam RPJM 2020-2024, olahraga disebutkan dalam kaitan dengan peningkatan SDM berkualitas, membangun budaya dan karakter bangsa, serta menuju Indonesia 2025 di bidang sosial budaya.

Di bidang peningkatan SDM, olahraga ditempatkan sebagai salah satu indikator daya saing SDM. Mengingat budaya dan prestasi olahraga Indonesia masih dianggap tertinggal, dibuat rencana pembangunan olahraga.

Pembangunan olahraga akan ditempuh dengan pemassalan olahraga. Target dan indikator yang digunakan adalah meningkatkan persentase penduduk 10 tahun ke atas yang melakukan kegiatan olahraga serta meningkatkan peringkat Indonesia di Asian Games dan Olimpiade.

Olahraga juga digunakan sebagai salah satu cara meningkatkan produktivitas dan daya saing SDM Indonesia. Arah kebijakan yang diambil adalah mengembangkan budaya dan meningkatkan prestasi budaya olahraga di tingkat regional dan internasional.

Beberapa langkah di dalamnya, antara lain mengembangkan budaya olahraga di masyarakat, penataan sistem pembinaan olahraga, penataan kelembagaan olahraga, peningkatan ketersediaan tenaga keolahragaan berstandar internasional, peningkatan prasarana dan sarana olahraga berstandar internasional, serta pengembangan peran swasta dalam pendampingan pembiayaan keolahragaan.

Di sisi lain, olahraga digunakan sebagai salah satu sasaran membangun kebudayaan dan karakter bangsa, yakni dengan pengembangan atraksi budaya berbasis seni, tradisi, permainan rakyat, dan olahraga tradisional.

Menuju Indonesia 2025, RPJM 2020-2024 memproyeksikan bahwa di bidang sosial budaya, budaya dan prestasi olahraga Indonesia akan meningkat. Hal tersebut didukung dengan penyediaan prasarana dan sarana olahraga serta penataan sistem pembinaan olahraga berbasis cabang olimpiade.

Dalam penjabaran program kegiatan RPJMN 2020-2024, olahraga dikembangkan dalam olahraga pendidikan, olahraga rekreasi, pusat dan sekolah khusus olahraga, standardidasi infrastruktur olahraga, kemitraan olahraga, tenaga keolahragaan, serta olahraga prestasi.

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA

Salah satu peserta Pekan Olah Raga Daerah (Popda) 2020 saat bertanding dalam cabang olahraga pingpong di Gor Tri Lomba Juang, Kota Semarang, Jawa Tengah, Selasa (28/1/2020). Sebanyak 1.700 pelajar mengikuti Popda Kota Semarang dengan berbagai macam cabang olahraga.

Program kerja Kemenpora

Dalam praktiknya, RPJMN 2020-2024 mulai dimasukkan dalam program kerja Kemenpora bidang olahraga 2020, khususnya deputi bidang pembudayaan olahraga dan deputi peningkatan prestasi olahraga.

Program kegiatan deputi bidang pembudayaan olahraga 2020-2024 adalah meningkatkan pemassalan dan pemasyarakatan olahraga di kalangan masyarakat. Sasaran program tersebut adalah menimbulkan kegemaran untuk hidup lebih sehat dan bugar di kalangan masyarakat dengan persentase partisipasi masyarakat berolahraga menjadi 33,87 persen.

Di sisi lain, deputi peningkatan prestasi olahraga memiliki program pembinaan atlet usia dini yang terencana dan berkesinambungan. Program ini dilaksanakan dengan cara memfasilitasi dan melakukan pembibitan dan pemanduan bakat olahraga cabang unggulan 10.000 orang, bantuan sarana dan prasarana olahraga bagi 128 lembaga, memfasilitasi pengembangan tenaga keolahragaan sebanyak 1.820 orang, serta mewujudkan partisipasi atlet dalam 109 kompetisi tingkat nasional-regional-internasional.

Selain itu, muncul juga program mewujudkan prestasi olahraga Indonesia. Indikator program tersebut, yakni perolehan 2 emas olimpiade dan 1 emas paralimpik.

Beberapa program di atas merupakan konkretisasi cara pandang pemerintah Indonesia terhadap olahraga, yakni sebagai sarana bagi pembangunan, terutama pembangunan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas. (LITBANG KOMPAS)

Referensi

Arsip Kompas
Buku dan Jurnal