KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Pengunjung memotret Gunung Bromo di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, Selasa (7/7/2020). Gunung Bromo masih menjadi obyek wisata andalan pariwisata Jawa Timur.
Fakta Singkat
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
- Berlokasi di Kabupaten Pasuruan, Malang, Lumajang, dan Probolinggo
- Luas wilayah: 50.276,3 Ha
- Memiliki cagar alam, taman wisata, dan hutan
- Ditetapkan menjadi taman nasional sejak tahun 1982
- Ditetapkan sebagai salah satu dari 10 “Bali Baru” tahun 2020
- Pengelola: Balai Besar TNBTS
- Terdapat 38 jenis satwa liar yang dilindungi
- Terdapat 1.025 jenis flora, di antaranya 40 anggrek langka
- Jumlah wisatawan: 318 ribu (2022)
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru atau TNBTS merupakan kawasan wisata alam di Jawa Timur yang berlokasi di wilayah administratif Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Malang, Kabupaten Lumajang, dan Kabupaten Probolinggo. Ditetapkan menjadi taman nasional sejak tahun 1982, Bromo Tengger Semeru memiliki uas wilayahnya sekitar 50.276,3 Ha.
Di TNBTS ini, terdapat sejumlah cagar alam, taman wisata, dan hutan. Kawasan taman nasional ini meliputi Cagar Alam Laut Pasir Tengger, Cagar Alam Ranu Kumbolo, Taman Wisata Ranu Pani-Ranu Regulo, Taman Wisata Ranu Darungan, Taman Wisata Tengger Laut Pasir, serta Hutan Produksi dan Hutan Lindung.
Gunung Semeru (3.676 meter di atas permukaan laut/mdpl) tercatat sebagai gunung tertinggi di Pulau Jawa dan sangat aktif. Gunung Bromo (2.392 mdpl) juga aktif dan meletus terakhir tahun 2004. Keduanya berada dalam satu kawasan dengan Pegunungan Tengger, yaitu deretan gunung antara lain Widodaren, Watangan, Kursi, Sepolo, dan Ayeg-ayeg.
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru juga merupakan satu-satunya kawasan konservasi di Indonesia yang memiliki lautan pasir seluas 10 km yang disebut Tengger, tempat di mana empat anak gunung berapi baru berada. Anak gunung berapi tersebut adalah Gunung Batok (2.470 m), Gunung Kursi (2.581 m), Gunung Watangan (2.661 m), dan Gunung Widodaren (2.650 m).
Selain sebagai konservasi, TNBTS terus dikembangkan menjadi kawasan wisata. Banyak wisatawan baik domestik maupun mancanegara berkunjung di kawasan itu. Beberapa area wisata primadona, yaitu Kawah Gunung Bromo dan Gunung Semeru yang masuk area TNBTS. Sementara lokasi wisata lainnya berada di jalur pendakian Gunung Semeru, seperti Desa Wisata Ranu Pane, Ranu Kumbolo, Kalimati, Arcopodo, dan Bukit Teletubbies.
Selain kekayaan flora, fauna, dan ekologi yang luar biasa, di kawasan Tengger bermukim masyarakat Tengger, yaitu masyarakat asli, turun-temurun yang menghuni kawasan Tengger.
Dengan beragam eksotisme alam dan keunikan budaya tersebut, Kawasan wisata Bromo Tengger Semeru telah ditetapkan sebagai salah satu Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) atau terkenal dengan sebutan 10 “Bali Baru” yang terus dikembangkan Pemerintah. Diharapkan pula akan menjadi sektor andalan untuk mendatangkan devisa, membuka lapangan kerja, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal.
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO
Wisatawan menikmati keindahan alam di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dari bukit Mentingen, Ngadisari, Sukapura, Probolinggo, Jawa Timur, Selasa (4/7/2023). Musim liburan sekolah menjadi berkah bagi pariwisata di Jawa Timur dan daerah lain di Indonesia. Pagi itu ribuan wisatawan memenuhi Bukit Mentingen untuk melihat matahari terbit dan keindahan Bromo di pagi hari.
Kilas balik penetapan dan pengelolaan TNBTS
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru memiliki sejarah yang cukup panjang. Keberadaan Gunung Semeru dan Gunung Bromo sudah sejak lama menyita perhatian pemerintah kolonial. Gunung Bromo bahkan menjadi primadona wisata sejak era kolonial. Begitu juga dengan Semeru yang jadi objek penelitian.
Sebelum menjadi taman nasional, wilayah Pegunungan Tengger telah berstatus cagar alam. Selain itu, kawasan ini juga sudah lama dikelola sebagai hutan wisata, hutan produksi, dan hutan lindung. Namun, status sebagai TNBTS baru keluar pada tanggal 14 Oktober tahun 1982.
Penetapan 14 Oktober 1982 tersebut didasarkan oleh pernyataan Menteri Pertanian pada Kongres Taman Nasional Sedunia Ke III di Bali No. 736/Mentan/X/1982, tanggal 14 Oktober 1982 yang menyatakan sebelas Kawasan Suaka Alam sebagai Calon Taman Nasional (Kawasan Pelestarian Alam). Salah satunya adalah Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
Kawasan Bromo Tengger Semeru ditetapkan sebagai taman nasional, antara lain, karena memiliki ekosistem unik berupa kaldera di dalam kaldera berupa gunung berapi aktif (Gunung Bromo) di dalam kaldera Gunung Tengger dengan laut pasir vulkanik di sekitarnya.
Namun demikian, keputusan resmi mengenai status kawasan Tengger baru muncul pada tanggal 12 Mei 1997. Ketika itu, Menteri Kehutanan menunjuk kawasan tersebut sebagai Taman Nasional Bromo Tengger Semeru seluas 50.276,20 ha melui Surat Penunjukan No. 278/Kpts-VI/1997.
Selanjutnya pada 29 Juni 2005, Menteri Kehutanan menetapkan secara definitif Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.178/Menhut-II/2005 tentang Penetapan Taman Nasional Bromo Tengger seluas 50.276,20 ha yang terletak di Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Lumajang, dan Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Warga Tengger membangun tenda di Lautan Pasir Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, Minggu (4/6/2023). Warga Tengger mulai berdatangan di lautan pasir Bromo untuk menyambut perayaan Kasada yang puncaknya jatuh pada Senin (5/6/2023).
Terakhir, berdasarkan Perpres 18/2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024, TNBTS ditetapkan sebagai salah satu dari 10 “Bali Baru”. Pengembangan 10 “Bali Baru” ini dilakukan dalam program Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Prioritas.
KSPN memiliki fungsi utama sebagai destinasi wisata atau mempunyai potensi pengembangan pariwisata. Perencanaan proyek KSPN diatur pemerintah untuk melaksanakan pembangunan secara terpadu melalui Rencana Induk Pariwisata Terpadu (RIPT) atau Integrated Tourism Master Plan (ITMP). Proyek ini juga didukung oleh empat kementerian atau lembaga lain yang salah satunya adalah Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Dengan status KSPN, diharapkan para wisatawan akan semakin banyak yang tertarik dan tentunya mempengaruhi pendapatan serta ekonomi. Di sisi lain, proyek KSPN ini, khususnya di TNBTS, masih mendapat penolakan sebagian kalangan karena dianggap akan mengancam kelestarian lingkungan dan budaya masyarakat setempat.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Wisatawan bercengkerama di Danau Ranu Regulo di Desa Ranupani, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Sabtu (11/12/2021). Daerah dengan ketinggian 2.100 mdpl ini masuk dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Warga desa yang didominasi oleh Suku Tengger juga menjadi pintu masuk pada pendaki Gunung Semeru. Ada dua danau di Ranupani, yakni Danau Pani dan Danau Regulo.
Di sisi kelembagaan, sejak dinyatakan sebagai Taman Nasional pada tahun 1982, kawasan Bromo Tengger Semeru telah dikelola dengan sistem Taman Nasional oleh Balai KSDA IV Malang melalui Proyek pengembangan Suaka Alam dan Hutan Wisata/Taman Nasional Bromo Tengger Semeru hingga tahun 1992.
Kemudian pada tahun 1992, dibentuk UPT TNBTS yang dikepalai oleh seorang kepala Taman Nasional terpisah dari Balai KSDA IV Malang berdasarkan SK Menhut No. 1049/Kpts-II/1992 tanggal 12 November 1992.
Pada Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 185/Kpts-II/1997 tanggal 31 Maret 1997, struktur organisasi TNBTS berubah menjadi Balai Taman Nasional Bromo Tengger Semeru berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 6186/Kpts-II/2006 sebagaimana telah diubah dengan Permenhut Nomor P.29/menhut-II/2006.
Terakhir Balai Taman Nasional Bromo Tengger Semeru berubah lagi menjadi Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BBTNBTS). Adapun tugas dari BBTNBTS adalah melakukan penyelenggaraan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan pengelolaan kawasan Taman Nasional berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
KOMPAS/AMBROSIUS HARTO
Sejumlah pendaki beraktivitas di Ranu Kumbolo, sebuah danau di jalur pendakian Mahameru, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Jawa Timur (18/08/2005). Kawasan danau bisa digunakan untuk berkemah dan airnya bisa digunakan untuk memasak dan persediaan air untuk pendakian ke Mahameru.
Kekayaan dan Potensi TNBTS
TNBTS memiliki potensi kekayaan alam yang luar biasa. Di kawasan ini, setidaknya terdapat 1.025 jenis flora. Penelitian yang dilakukan oleh LIPI dan BBTNBTS mengungkapkan, zona inti kawasan TNBTS didominasi oleh beberapa famili, yaitu Moraceae, Araliaceae, Meliaceae, Euphorbiaceae, dan Apocynaceae.
Pada tingkatan semak belukar, hutan didominasi oleh famili Solanaceae, Rubiaceae, Verbenaceae dan Zingiberaceae serta beberapa jenis liana yang termasuk dalam anggota famili Piperaceae, Araceae, dan Polypodiaceae.
Di kawasan ini juga terdapat 158 jenis anggrek yang 40 jenis di antaranya tergolong langka. Beberapa di antaranya, yaitu Malaxis purpureonervosa (endemik Semeru Selatan) dan Habenaria tosariensis (endemik TNBTS). Sementara itu, Macodes Pentola merupakan jenis anggrek yang dilindungi undang-undang.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Bunga iris di Desa Ranupani, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Sabtu (11/12/2021). Daerah dengan ketinggian 2.100 mdpl ini masuk dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Warga desa yang didominasi oleh Suku Tengger juga menjadi pintu masuk pada pendaki Gunung Semeru. Ada dua danau di Ranupani, yakni Danau Pani dan Danau Regulo.
Kawasan TNBTS juga dikenal sebagai “Land of Edelweiss”. Di kawasan ini, telah teridentifikasi tiga jenis edelweiss, yaitu Anaphalis longofilia, Anaphalis javanica, dan Anaphalis viscida.
Tak hanya flora, di TBTS juga terdapat satwa langka yang dilindungi. Berdasarkan data TNBTS tahun 2015, terdapat 38 jenis satwa liar yang dilindungi. Beberapa di antaranya adalah luwak (Paradoxurus hermaphroditus), rusa (Rusa timorensis), kera ekor panjang (Macaca fascicularis), kijang (Muntiacus muntjak), ayam hutan merah (Gallus gallus), macan tutul (Panthera pardus melas), ajag (Cuon alpinus javanicus).
Kemudian, berbagai jenis burung seperti alap-alap (Accipiter virgatus), rangkong (Buceros rhinoceros silvestris), elang ular bido (Spilornis cheela bido), srigunting hitam (Dicrurus macrocercus), elang bondol (Haliastur indus), dan belibis yang hidup di Ranu Pani, Ranu Regulo, dan Ranu Kumbolo.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Salah satu dari 41 ekor lutung jawa (Trachypitecus auratus) yang terdiri dari enam pejantan dan 35 betina yang akan dilepasliarkan ke alam oleh Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Petungsewu, Kabupaten Malang, Jawa Timur, tengah berada di kandangnya, Selasa (8/8/2006). Selain lutung jawa, PPS Petungsewu juga akan melepaskan empat ekor kijang (Mumtiacus muntjak) terdiri dari dua pejantan dan dua betina. Kedua spesies tersebut akan dilepasliarkan ke kawasan Taman Nasional Bromo Tengger, Semeru, Rabu (9/8/2006).
Selain itu, setidaknya terdapat 11 jenis reptil dalam kawasan TNBTS. Beberapa di antaranya Ular Sendok Jawa atau Ular Kobra Jawa (Naja sputatrix), Ular Air (Cerberus rynchops), Ular Ganduk Luwu atau Ular Pohon Hijau (Cryptelytrops albolabris), Ular Tanah (Agkistrodon rhodostoma), dan Bunglon (Bronchocela kuhlii).
Setidaknya terdapat 14 jenis insecta yang terdapat di Kawasan TNBTS, di antaranya, yaitu: Kupu-Kupu (Delias aurantiaca), Kupu-Kupu (Appias lyncida), Kupu-kupu Sayap Biru (Graphium sarpedon), Kupu-kupu Raja (Papilio amphrysus), Kupu-kupu Jeruk (Papilio paris), dan Kupu-kupu Besar (Triodes cuneifera).
Masyarakat Suku Tengger
Di samping kekayaan flora, fauna, dan ekologi yang luar biasa, salah satu yang menarik di kawasan Tengger, Bromo, dan Semeru adalah menjadi tempat bermukimnya masyarakat Tengger, yaitu masyarakat asli, turun-temurun yang menghuni kawasan Tengger.
Mereka tersebar di lebih dari 20 desa di Kecamatan Tosari dan Puspo (Kabupaten Pasuruan), Ngadisari dan Sukapura (Kabupaten Probolinggo), dua desa di Kabupaten Malang, serta Desa Ranu Pani di Kabupaten Lumajang.
Namun demikian, belum ada data valid tentang jumlah mereka karena sebagian sudah berbaur dengan subkultur lain. Banyak juga yang menyebut masyarakat Tengger dengan “suku” Tengger. Suku Tengger juga dikenal dengan berbagai sebutan seperti wong Brama, orang Bromo, atau wong Tengger.
Secara etimologi, istilah ‘tengger’ berasal dari bahasa Jawa yang artinya tegak, diam tanpa bergerak yang apabila dikaitkan dengan kepercayaan masyarakat, tengger juga bisa berasal dari singkatan tengering budi luhur.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Warga Tengger di kawah Gunung Bromo saat Perayaan Yadnya Kasada di Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, Senin (5/6/2023). Yadnya Kasada sendiri merupakan sebuah Upacara persembahan untuk Sang Hyang Widhi dan para leluhur Suku Tengger yang digelar setiap Bulan Kasada hari-14 dalam penanggalan kalender tradisional Hindu Tengger. Puncaknya warga Suku Tengger akan melemparkan hasil panen dan ada juga yang mengorbankan hewan ternak ke Kawah Gunung Bromo. Selama perayaan wisata Gunung Bromo ditutup dari tanggal 3-5 Juni.
Masyarakat Tengger sebagai suku tersendiri berbeda dengan Jawa atau Madura. Namun, kalau merunut kategorisasi Ron Harley yang membagi struktur sosial-budaya masyarakat Jawa Timur dalam subkultur Arek, Mataraman, dan Pendalungan, masyarakat Tengger adalah subkultur.
Bahasa masyarakat Tengger berinduk pada bahasa Jawa Kuna dengan dialek yang berbeda dengan Jawa Mataraman. Mereka juga memiliki sistem kepercayaan yang mirip dengan varian masyarakat Jawa abangan dalam kategorisasi Clifford Geertz (Religion of Java).
Misalnya, kepercayaan terhadap danyang atau sing mbaureksa (roh penguasa tempat atau bidang tertentu). Menjalankan ritual siklus slametan. Menggunakan petungan (sistem numerasi) seperti masyarakat Jawa yang tertera dalam kitab Betal Jemur Adam Makna. Lafal mantra mereka mirip dengan mantra masyarakat Jawa.
Dilansir dari pemberitaan Kompas.com, terdapat beberapa teori tentang asal usul dari suku Tengger. Namun, masyarakat setempat percaya jika nenek moyang masyarakat suku Tengger berasal dari Majapahit.
Hal ini berkaitan dengan masa kerajaan Hindu di Pulau Jawa, di mana pegunungan Tengger diakui sebagai tempat suci yang dihuni abdi spiritual dari Sang Hyang Widi Wasa yang disebut juga sebagai hulun.
Teori ini dibuktikan dengan Prasasti Walandhit yang berangka 851 Saka atau tahun 929 Masehi yang menceritakan adanya sebuah desa bernama Walandhit di Pegunungan Tengger merupakan tempat suci yang dihuni oleh Hyang Hulun atau abdi Tuhan.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Warga merawat ladang bawang prei di lereng pegunungan di kawasan Gunung Bromo, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Sabtu (22/7/2023). Kecamatan Sukapura merupakan salah satu kawasan agrowisata unggulan Jawa Timur yang dikelo oleh Suku Tengger. Sejumlah komoditas yang dihasilkan dari daerah tersebut yaitu kentang, bawang prei, kubis, cabai dan tomat. Hasil sayuran dari kawasan tersebut kemudian dijual hingga Papua.
Prasasti berikutnya ditemukan di daerah Penanjakan (Desa Wonokitri) Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan yang berangka tahun 1327 Saka atau 1405 M. Kemunculan Kerajaan Mataram Islam yang memperluas kekuasaannya hingga ke Jawa Timur pada awal abad ke-17 tidak memengaruhi kepercayaan rakyat di daerah Tengger yang masih mempertahankan identitasnya.
Selain itu, legenda nenek moyang masyarakat suku Tengger juga disebut terkait dengan cerita rakyat Rara Anteng dan Jaka Seger. Semua masyarakat Tengger meyakini, mereka adalah keturunan Rara Anteng dan Jaka Seger.
Akan tetapi, siapa mereka, di kalangan mereka sendiri terdapat beberapa versi. Ada yang bilang Rara Anteng adalah putri Kerajaan Majapahit yang menikah dengan anak brahmana bernama Jaka Seger.
Ada yang berpendapat keduanya adalah bangsawan Majapahit yang melarikan diri ke Tengger menghindari kejaran tentara Islam. Prof Nancy (1985) ataupun Simanhadi, guru besar Universitas Negeri Jember, mengaitkan keberadaan mereka dengan Majapahit.
Masyarakat suku Tengger memiliki ciri khas. Dalam kesehariannya, masyarakat suku Tengger berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Jawa-Tengger sebagai bahasa daerah.
Sebagian besar suku Tengger memeluk agama Hindu, dengan ditandai adanya bangunan pura seperti Pura Luhur Poten. Rumah adat Suku Tengger dikenal dengan keunikan bentuk atapnya yang memiliki bentuk meruncing dan meninggi yang menumpuk ke atas.
Terdapat ragam bentuk tradisi yang dilakukan oleh suku Tengger yang hingga kini menarik perhatian. Beberapa di antaranya adalah Upacara Kasada atau Yadnya Kasada, Hari Raya Karo atau Yadnya Karo, dan Tradisi Unan-unan.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Warga Suku Tengger yang berprofesi sebagai penunggang kuda berpacu dalam Lomba Pacuan Kuda Tradisional Kapolres Probolinggo di Lautan Pasir Gunung Bromo, Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Minggu (30/06/2019). Selain untuk meningkatkan angka kunjungan wistawawan, kegiatan tersebut dilakukan untuk meningkatkan potensi pacuan kuda tradisonal di daerah tersebut.
Upaya pengembangan dan kunjungan wisata
Seiring ditetapkannya TNBTS sebagai KSPN, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) secara bertahap terus membangun sejumlah infrastruktur untuk mendukung pengembangan kawasan Bromo Tengger Semeru menjadi destinasi wisata unggulan di Jawa Timur.
Salah satu pengembangannya, Kementerian PUPR melalui Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) Jawa Timur, Ditjen Cipta Karya menyiapkan dukungan pembangunan empat gerbang wisata yang dilengkapi rest area sebagai penanda fisik titik strategis jalur masuk menuju KSPN Bromo-Tengger-Semeru.
Keempat gerbang dan rest area yang dibangun berada di Desa Ngadiwono Kecamatan Tosari sebagai pintu masuk dari arah Kabupaten Pasuruan, gerbang di Desa Sukapura sebagai pintu masuk dari arah Kabupaten Probolinggo, gerbang di Desa Wringinanom Kecamatan Poncokusumo sebagai pintu masuk dari arah Kabupaten Malang, dan gerbang di Desa Senduro sebagai pintu masuk dari arah Kabupaten Lumajang.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Di tengah kabut dan dingin wisatawan menanti kehadiran matahari di awal tahun 2018 di Bukit Cinta, Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan, Senin (1/1/2018). Kabut dan mendung menghalangi mereka melihat matahari terbit.
Di samping itu, Kementerian PUPR melalui Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) terus berupaya menata infrastruktur penunjang pariwisata BTS, seperti menata bangunan kawasan Mata Air Umbulan di Kabupaten Pasuruan, pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM), dan pembangunan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah di Kota Malang.
Kemudian, di Kabupaten Malang, kegiatan yang dilakukan berupa rehabilitasi jaringan irigasi, pembangunan sanitasi, dan bantuan pembangunan Prasarana Sarana dan Utilitas (PSU), serta ada juga peningkatan kualitas rumah swadaya dan preservasi Tempat Pembuangan Sampah (TPS). Sedangkan, di Kabupaten Pasuruan dilakukan penataan sumber daya air dengan membangun embung, membangun pengendali banjir.
KOMPAS/IWAN SETIYAWAN
Wisatawan menyaksikan terbitnya matahari di puncak Gunung Bromo yang berada di kawasan konservasi Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Kabupaten Probolinggo, Minggu (6/9/2009). Gunung Bromo masih menjadi tujuan utama wisata di Jawa Timur karena keindahan alamnya dan keunikan budaya suku Tengger yang mendiami kawasan sekitarnya.
Upaya lainnya mencakup pengembangan akses darat, laut, dan udara untuk menunjang konektivitas menuju destinasi Kawasan BTS rehabilitasi jalan Sidoarjo-Pandaan-Purwosari-Malang-Kepanjen dan Gempol-Bangil-Pasuruan-Probolinggo.
Sementara itu, akses udara menuju Kawasan BTS didukung dengan pengembangan Bandar Udara (Bandara) Internasional Juanda dan Bandara Abdulrachman Saleh. Sedangkan, jalur laut mencakup pelabuhan Tanjung Perak, Gresik, Tanjung Wangi, Tanjung Tembaga, Panarukan dan Brondong.
Dengan beragam pengembangan dari pemerintah tersebut, diharapkan banyak wisatawan yang akan berkunjung ke TNBTS. Selama pandemi Covid-19 yang berlangsung tahun 2020, Balai Besar TNBTS mencatat 196.391 wisatawan berkunjung ke kawasan TNBTS. Rinciannya, 193.733 orang wisatawan nusantara dan 2.658 orang wisatawan mancanegara.
Sepanjang 2022, kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dikunjungi sebanyak 318 ribu wisatawan. Jumlah itu mengalami kenaikan jika dibanding tahun sebelumnya yang sebanyak 138 ribu orang. (LITBANG KOMPAS)
Referensi
- “Tanah Air: Pesona dan Misteri Bromo Tengger Semeru”, Kompas, 17 Juli 2010, hlm. 24
- “Pesona Nusantara: Ranu Kumbolo Jadi Penghapus Lelah…”, Kompas, 11 Juni 2013, hlm. 23
- “Ekowisata untuk Menjaga TN Bromo Tengger Semeru”, Kompas, 26 Juli 2013, hlm. 40
- “Tanah Air: Mentari Pagi Bromo, Pesona Tengger”, Kompas, 06 September 2014, hlm. 24
- “Grebeg Tengger, Syukur pada Alam * Tanah Air”, Kompas, 05 Mei 2018, hlm. 22
- “Destinasi Baru Hadir di Bromo”, Kompas, 27 Maret 2022, hlm. 04
- Haliim, Wimmy. 2018. Dinamika Implementasi Kebijakan Konservasi Lahantaman Nasional Bromo Tengger Semeru. Jurnal Borneo Administrator/Volume 14/No. 1/2018
- Adawiyah, Robiatul; Susilo, Heryanto. 2020. Pengembangan Ekowisata Untuk Meningkatkan Keberdayaan Masyarakat Desa Ranupani Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. J+PLUS UNESA, Vol 9, Nomer 2, Tahun 2020
- Mewujudkan 10 Bali Baru dan KEK. Diakses dari laman Kompas.id
- Wisata Anggrek dan Burung, Destinasi Baru Kawasan Bromo Tengger Semeru. Diakses dari laman Kompas.id
- Pesona dan Misteri Bromo Tengger Semeru. Diakses dari laman Kompas.com
- Mengenal Suku Tengger, dari Asal Usul hingga Tradisi. Diakses dari laman Kompas.com
- Perpres 18/2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024
Artikel terkait