Dibantu penerangan telepon genggam petugas KPPS melakukan perekaman dokumen pemilu untuk diunggah ke aplikasi Sirekap di TPS 27 Kelurahan Lengkong Gudang Timur, Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (14/2/2024). Sampai pukul 22.45 WIB proses rekapitulasi belum selesai.
Fakta Singkat
Sirekap Pemilu 2024:
- Sirekap adalah perangkat aplikasi berbasis teknologi informasi sebagai sarana publikasi hasil penghitungan suara dan proses rekapitulasi hasil penghitungan suara serta alat bantu dalam rekapitulasi hasil penghitungan suara pemilu.
- Sirekap pertama kali dikenalkan dan digunakan saat pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020, menggantikan Sistem Informasi Penghitungan (Situng) yang sebelumnya digunakan pada Pemilu 2019.
- Pada Pemilu 2024, ada dua jenis Sirekap yang digunakan, yakni Sirekap Mobile dan Sirekap Web.
- Sirekap dilengkapi dengan teknologi pengenalan tanda optis (optical mark recognition/OMR) dan pengenalan karakter optis (optical character recognition/OCR).
- Sirekap tidak menjadi penentu hasil rekapitulasi perolehan suara pada Pemilu 2024, hasil pemilu resmi tetap didasarkan pada rekapitulasi manual berjenjang yang dilakukan dari TPS, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, hingga rekapitulasi nasional di KPU RI.
- Berdasarkan analisis Drone Emprit, aplikasi Sirekap mendapat sentimen yang mayoritas negatif di media sosial, dari total 3.105 percakapan terkait Sirekap di platform X pada 8-9 Februari 2024, terdapat 78 persen sentimen negatif.
- Berdasarkan catatan KPU, per Kamis (15/2/2024), sebanyak 43,58 persen TPS dari total lebih dari 823.236 TPS sudah mengunggah datanya ke Sirekap. Dari jumlah tersebut, KPU mendeteksi kesalahan konversi pada 2.325 TPS yang sudah mengunggah datanya.
Aplikasi Sirekap kembali menjadi sorotan publik. Aplikasi besutan Komisi Pemilihan Umum (KPU) ini menjadi trending di platform X (Twitter) sejak proses penghitungan suara Pemilu 2024 dimulai pada Rabu (14/2/2024), siang.
Hal itu dipicu banyaknya warganet yang mengunggah bukti terjadinya kekeliruan konversi hasil penghitungan suara di TPS ke dalam Sirekap. Berdasarkan video yang beredar di X, banyak ditemukan hasil penghitungan di TPS secara fisik angkanya berubah drastis setelah dipindai ke dalam aplikasi Sirekap.
Kesalahan pembacaan scan formulir C-1 (hasil pleno) tersebut menimbulkan pengglembungan atau penyusutan suara peserta pemilu, mulai dari pemilihan umum presiden dan wakil presiden, DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Akun X @azzamrabbani_, misalnya, mengunggah video yang menunjukkan perolehan suara Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam aplikasi Sirekap sebesar 291. Padahal, pada formulir C-1, hasil penghitungan di TPS, pasangan no urut 2 tersebut memperoleh 91 suara.
Sementara itu, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar yang tercatat memperoleh 120 suara pada C-1, namun pada aplikasi Sirekap tercatat hanya 20 suara. Ganjar Pranowo-Mahfud MD yang memperoleh 18 suara pada C1, pada aplikasi Sirekap tercatat 10 suara.
Dalam konferensi pers, Kamis (15/2/2024), Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari mengaku, data yang dihimpun KPU hingga Kamis pukul 19.30 menunjukkan, sebanyak 43,58 persen TPS dari total lebih dari 823.236 TPS sudah mengunggah datanya ke Sirekap. Dari jumlah tersebut, KPU mendeteksi kesalahan konversi pada 2.325 TPS atau 0,64 persen dari TPS yang sudah mengunggah datanya.
Hasyim menegaskan bahwa temuan kesalahan-kesalahan itu akan dikoreksi oleh KPU melalui mekanisme rekapitulasi di tingkat kecamatan dan nanti formulir hasil rekapitulasi tingkat kecamatan juga akan diunggah di dalam Sirekap.
“Nanti siapa pun bisa ngecek ulang, apakah formulir yang, katakanlah, sekiranya atau seandainya, ditemukan yang salah hitung atau salah tulis sudah dikoreksi atau belum di mekanisme rekapitulasi di tingkat kecamatan,” ujar Hasyim.
“Tidak ada niat manipulasi, tidak ada niat untuk mengubah hasil suara, karena pada dasarnya formulir C-Hasil yang plano diunggah apa adanya, sebagaimana situasi yang diunggah oleh teman-teman KPPS itu bisa kita monitor, bisa kita saksikan bersama-sama,” jelasnya.
Anggota KPU, Idham Holik, mengatakan bahwa publik juga dapat berpartisipasi untuk memberikan masukan ke KPU jika menemukan perbedaan data. Masyarakat bisa menyampaikan masukan melalui humas KPU ataupun pusat krisis yang dibentuk di tingkat KPU RI, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota (““Ketika Menemukan Perbedaan Data antara Sirekap dan C.Hasil”, Kompas, 15 Februari 2024).
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Uji coba Aplikasi Rekapitulasi Elektronik (Sirekap) pada pemilihan tahun 2020 di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Selasa (25/8/2020). Simulasi ini juga sebagai sarana untuk mengetahui kekurangan dan kelemahan aplikasi ini. Rekapitulasi elektronik diharapkan bisa diterapkan pada pemilu-pemilu mendatang dengan harapan bisa mempercepat dan mempermudah proses pemilu secara keseluruhan.
Apa itu Sirekap?
Merujuk Keputusan KPU Nomor 66 Tahun 2024 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilu, Sirekap adalah perangkat aplikasi berbasis teknologi informasi sebagai sarana publikasi hasil penghitungan suara dan proses rekapitulasi hasil penghitungan suara serta alat bantu dalam rekapitulasi hasil penghitungan suara pemilu.
Sirekap pertama kali dikenalkan dan digunakan saat pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020. Saat itu, penggunaan Sirekap ditujukan untuk mempercepat proses rekapitulasi, meningkatkan akurasi, transparansi, dan akuntabilitas rekapitulasi perolehan suara. Sirekap ini menggantikan Sistem Informasi Penghitungan (Situng) yang sebelumnya digunakan pada Pemilu 2019.
Namun, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Komisi II mengenai Rancangan Peraturan KPU mengenai Rekapitulasi Penghitungan Suara dan Penetapan Hasil Pemilihan Kepala Daerah tersebut, mayoritas partai politik tidak sepakat jika Sirekap menggantikan rekapitulasi perolehan suara manual di Pilkada 2020 karena berbagai alasan mulai dari ketersedian jaringan internet, kesiapan sumber daya manusia, keamanan siber, hingga keterbatasan waktu persiapan yang ada. Sehingga KPU menggunakan Sirekap pada Pilkada 2020 hanya sebagai data pembanding atau data informasi yang transparan bagi publik.
Pada Pemilu 2024, Komisioner KPU Betty Epsilon Idroos mengatakan bahwa Sirekap adalah alat bantu yang disiapkan oleh KPU untuk melakukan pencatatan dan pendokumentasian dari penghitungan suara di TPS.
Melansir laman resmi KPU, Sirekap dikembangkan sebagai alat bantu untuk menjaga kemurnian hasil perolehan suara di TPS dengan cara merekam data otentik dokumen C.Hasil di TPS, meminimalisir kesalahan entri data, mempermudah proses rekapitulasi di kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan nasional, dan menyajikan informasi hasil penghitungan suara di TPS kepada publik dalam waktu yang tidak terlalu lama. Adapun, hasil resmi pemilu adalah rekapitulasi suara secara berjenjang mulai dari PPK, KPU kabupaten/kota, KPU provinsi, dan KPU Republik Indonesia.
Mengacu buku Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024 oleh KPU, terdapat lima fungsi utama dari Sirekap, yakni:
- Membaca dan merekam Formulir C-1 hasil penghitungan suara di TPS
- Melakukan penghitungan dan tabulasi data perolehan suara hasil Pemilihan di setiap tingkatan rekapitulasi perolehan suara
- Mengirimkan data hasil perolehan suara secara berjenjang sesuai dengan tingkatan rekapitulasi suara, yakni dari KPPS ke PPK, dari PPK ke kabupaten/kota, dari kabupaten/kota ke provinsi
- Alat bantu untuk mencetak formulir sertifikat hasil perolehan suara di setiap tingkatan rekapitulasi
- Mempublikasikan setiap perolehan suara hasil pemilihan di setiap tingkatan rekapitulasi berjenjang.
Ada dua jenis Sirekap yang digunakan, yakni Sirekap Mobile dan Sirekap Web. Sirekap Mobile adalah Sirekap berbasis gawai yang digunakan oleh KPPS untuk memotret C.Hasil Plano di setiap TPS. Aplikasi Sirekap Mobile dapat diunduh melalui Google Playstore atau Apps Store.
Sementara Sirekap Web merupakan Sirekap yang digunakan oleh PPK, KPU kabupaten/kota, KPU provinsi, dan KPU RI untuk merekapitulasi suara secara berjenjang. Sirekap Web dapat dibuka melalui situs sirekap-web.kpu.go.id oleh anggota KPU maupun Badan Adhoc serta orang-orang terkait.
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA
Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat, dan Sumber Daya Manusia KPU Provinsi Bali I Gede John Darmawan memberikan keterangan terkait rekapitulasi suara di Sekretariat KPU Provinsi Bali, Kota Denpasar, Jumat (16/2/2024).
Cara Kerja Sirekap
Sirekap digunakan dengan cara mendokumentasikan hasil pemungutan suara dari setiap TPS. Penggunaan Sirekap pada Pemilu 2024 akan digunakan oleh 1.640.322 akun untuk 820.161 TPS karena setiap TPS ada dua admin Sirekap (“Siapkan Mental Kawal Sirekap”, Kompas, 6 Februari 2024).
Cara kerja Sikerap ini adalah anggota KPPS memotret atau memfoto formulir C-1 untuk diunggah ke server KPU. Formulir C-1 merupakan hasil penghitungan suara dari lima jenis surat suara yang dipilih di Pemilu 2024, yakni untuk pasangan presiden-wakil presiden, DPR RI, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan DPD.
Di Pemilu 2024, KPU menunjuk dua orang di setiap TPS untuk menjadi admin Sirekap. Satu admin menjadi petugas utama Sirekap, sedangkan satu orang lainnya sebagai cadangan.
Pembacaan Sirekap menggunakan kecerdasan buatan sehingga bisa langsung dibaca dan diunduh melalui gawa. Sirekap dilengkapi dengan teknologi pengenalan tanda optis (optical mark recognition/OMR) dan pengenalan karakter optis (optical character recognition/OCR).
Teknologi tersebut membuat pola dan tulisan tangan yang tertera pada formulir langsung dikenali dan dapat diubah menjadi data numerik melalu Sirekap Mobile untuk dikirim ke server. Petugas KPPS kemudian dapat melakukan verifikasi hasil pengenalan Sirekap sudah presisi dengan data pada formulir C-1.
Agar data bisa dikonversi secara digital, saat menuliskan hasil penghitungan suara di formulir C-1, huruf harus rapi dan menggunakan huruf kapital. Jika ada yang keliru, tulisan dihapus menggunakan tipe-x, bukan dicoret. KPPS harus memastikan seluruh kolom dan baris terisi agar bisa dibaca oleh Sirekap.
Ketika memfoto formulir C-1, posisi gawai harus tegak lurus dan penanda di pojok kertas tertangkap kamera. Sebelum gambar dikirim, KPPS mesti memeriksa kesesuaian angka yang ada di formulir C-1 dengan pembacaan di Sirekap. Jika ada angka yang tidak terbaca, KPPS mesti mengambil ulang foto formulir.
Data yang diunggah lewat Sirekap Mobile kemudian dikumpulkan lewat Sirekap Web dari setiap hasil rekapitulasi di tingkat kecamatan, kabupaten/kota, dan provinsi. Data hasil penghitungan suara dapat dilihat publik di Sirekap dalam bentuk diagram.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) membuka lembaran hasil penghitungan suara TPS untuk dicatat dalam rekapitulasi hasil penghitungan suara tingkat kecamatan di GOR Duren Sawit, Jakarta Timur, Sabtu (17/2/2024). Proses rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara untuk Pemilu 2024 dilakukan setelah proses penghitungan suara selesai mulai Kamis (15/2/2024) hingga Rabu (20/3/2024). Rekapitulasi dimasukkan ke dalam web KPU melalui Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap).
Sentimen Negatif Sirekap
Mendekati hari pencoblosan, keraguan publik terhadap aplikasi Sirekap sudah mengemuka. Ini dipicu oleh beredarnya bukti berupa video dan foto di media sosial terkait aplikasi Sirekap untuk KPPS yang banyak bermasalah. Dari sejumlah video yang beredar, pada saat simulasi dan bimbingan teknis (bimtek) ditemukan banyak petugas KPPS yang terkendala menggunakan Sirekap. Salah satu kendala yang sering ditemukan adalah tidak bisa login ke dalam server dan aplikasi yang lambat.
Selain itu, aplikasi Sirekap juga kerap keliru dalam pengenalan tanda dan karakter. Sehingga menyebabkan angka yang tertera pada formulir C-1 berbeda dengan yang diterjemahkan oleh Sirekap. Pemindaian juga sering tidak terbaca dan gagal.
Alhasil, di jagat maya, warganet mempertanyakan, mengkritik, dan menilai sistem Sirekap yang masih banyak kendala. Warganet juga meragukan keandalan Sirekap yang disiapkan untuk membantu kerja KPU.
Pendiri lembaga analisis media sosial Drone Emprit Ismail Fahmi mengungkapkan, aplikasi Sirekap mendapat sentimen yang mayoritas negatif di media sosial. Berdasarkan hasil analisis percakapan publik di X terkait Sirekap pada 8-9 Februari 2024, dari total 3.105 percakapan, terdapat 78 persen sentimen negatif dan 22 persen sentimen positif.
Secara rinci, terdapat 2.413 percakapan menyebut Sirekap di X dengan sentimen negatif, sedangkan 674 percakapan memiliki sentimen positif dan 18 lainnya netral.
Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Drone Emprit, ada sejumlah alasan yang menyebabkan Sirekap banyak mendulang sentimen negatif. Salah satunya adalah terkait transparansi sistem Sirekap.
Sirekap bekerja dengan membaca foto hasil penghitungan suara yang tercatat di formulir C-1 plano. Namun, data yang bisa dilihat publik di situs dan aplikasi itu bukan lagi data berupa foto mentah formulir seperti ditampilkan di Situng melainkan hanya akan dalam bentuk diagram. Hal ini menjadi sorotan warganet sebab dianggap berpotensi menjadi celah kecurangan.
Selain itu, warganet juga mempertanyakan keandalan aplikasi Sirekap. Banyak laporan petugas KPPS yang mengeluhkan server Sirekap yang kerap error sehingga tidak dapat login ke dalam sistem.
Sejumlah anggota KPPS juga melaporkan pengenalan tanda dan karakter yang kerap keliru oleh Sirekap. Hal ini menyebabkan angka yang tertera pada formulir C-1 berbeda dengan yang diterjemahkan oleh Sirekap. Mereka juga tidak dapat merevisi angka yang telah diterjemahkan Sirekap dari foto formulir C-1.
Melihat aneka kendala dalam penggunaan aplikasi Sirekap tersebut, Drone Emprit menemukan adanya skeptisisme publik terhadap hasil penghitungan suara oleh aplikasi Sirekap. Hal ini berimplikasi pada penurunan kepercayaan publik terhadap proses Pemilu dan pengelolaan data pemungutan suara.
KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH
Petugas menerima logistik Pemilu dari Panitia Pemungutan Suara di tingkat kelurahan ke Panitia Pemilihan Kecamatan di Kantor Camat Ilir Timur 3, Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (15/2/2024). Proses rekapitulasi perhitungan suara di PPK akan berlangsung selama 16-20 Februari. Sejauh ini, tidak ada hambatan berarti kecuali Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara yang sempat terhambat dalam mengunggah data ke aplikasi Sirekap yang sempat mengalami gangguan server.
Kejanggalan Sirekap
Kejanggalan demi kejanggalan dalam Pemilu 2024 yang bermunculan itu mendorong berbagai pihak untuk mengecek satu per satu data C1 Hasil dengan data tabulasi di sistem pemilu2024.kpu.go.id.
KPU pun sudah mengklarifikasi temuan kejanggalan itu. Mereka mengakui terdapat kesalahan akibat ketidaksempurnaan pembacaan (optical character recognition/OCR) dokumen C1 yang diunggah melalui Sirekap. Kesalahan itu terjadi di 2.325 Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Komunitas Cyberity melakukan investigasi gabungan untuk mendalami sistem keamanan web aplikasi Sirekap (sirekap-web.kpu.go.id) dan pemilu2024.kpu.go.id.
Cyberity merupakan komunitas yang fokus pada isu keamanan siber dan perlindungan data di Indonesia. Komunitas ini beranggotakan para pegiat dan praktisi keamanan siber dan masyarakat sipil yang concern terhadap masalah siber dan perlindungan data.
Dari penelusuran situs yang dilakukan komunitas Cybercity, diperoleh beberapa temuan sebagai berikut:
- Sistem pemilu2024.kpu.go.id dan sirekap-web.kpu.go.id menggunakan layanan cloud yang lokasi servernya berada di RRC, Perancis dan Singapura.
- Layanan cloud tersebut merupakan milik layanan penyedia internet (ISP) raksasa Alibaba.
- Posisi data dan lalu lintas email pada dua lokasi di atas, berada dan diatur di luar negeri, tepatnya, di RRC.
- Terdapat celah kerawanan keamanan siber pada aplikasi pemilu2024.kpu.go.id.
- Ketidakstabilan aplikasi Sirekap, Sistem Informasi Rekapitulasi Suara dan Manajemen Relawan terjadi justru ketika pada masa krusial, masa pemilu dan beberapa hari setelahnya.
Berdasar temuan tersebut, Cybercity menyatakan bahwa menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE) dan Undang Undang No. 27/2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (PDP), karena menyangkut sektor publik dan dihasilkan oleh APBN, dana publik dan sejenisnya, maka data penting seperti data pemilu mestinya diatur dan berada di Indonesia (Pasal 20 PP Nomor 71/2019).
Cybercity menegaskan kejanggalan-kejanggalan pada sistem IT KPU sudah terjadi sejak lama. Masalah ini terkesan dibiarkan begitu lama dan menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Hingga saat ini KPU belum menunjukkan niat untuk memperlihatkan kepada publik audit keamanan IT-nya.
Untuk mendukung Pemilu 2024 jujur, transparan dan adil, komunitas Cybercity meminta KPU memperlihatkan kepada publik perihal audit keamanan sistem dan audit perlindungan data WNI agar tidak menimbulkan keresahan di masyarakat.
KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH
Warga Palembang sempat mengunggah perbedaan antara data formulir c hasil dan data yang terekam di aplikasi Sirekap dalam akun Instagram @agung.darmaone pada Kamis (15/2/2024) sekitar pukul 10.30. Unggahan itu menunjukkan perbedaan data hitung suara presiden/wakil presiden di TPS 013, Kelurahan Karya Mulya, Kecamatan Sematang Borang, Palembang.
Pemanfaatan Teknologi dalam Penghitungan Suara
Pada dasarnya, Sirekap adalah salah satu strategi KPU untuk menciptakan efisiensi dan transparansi dalam proses rekapitulasi suara. Sirekap juga merupakan upaya KPU dalam pemanfaatan teknologi dalam Pemilu.
Dalam catatan Kompas, penggunaan teknologi dalam Pemilu mulai dilakukan di era reformasi. Mulai diterapkan di Pemilu 1999, terutama terkait pengelolaan perolehan suara hasil pemilu. Perolehan suara hasil pemilu dimasukkan ke komputer oleh KPU kabupaten/kota kemudian dikirim ke pusat data utama KPU Pusat (“Memperkuat Pemilu melalui Teknologi”, Kompas, 10 September 2021).
Saat itu, KPU menggunakan teknologi data entry dan satelit VSAT yang selama ini dimiliki oleh jaringan perbankan nasional, yakni BRI dan BNI. Namun, pemanfaatan infrastruktur teknologi ini masih sebatas mendukung pengiriman data dari daerah ke KPU Pusat.
Kemudian, pada Pemilu 2004, KPU kembali menghubungkan pemanfaatan teknologi dalam pemilu dengan membentuk Pusat Tabulasi Nasional Pemilu (PTNP) sebagai media informasi dan publikasi hasil pemilu secara cepat kepada publik. Tabulasi ini berbasiskan pada data entry dokumen perolehan suara di TPS ke komputer yang disediakan di setiap kecamatan. Namun, pusat data ini belum maksimal menampung 100 persen data perolehan suara di seluruh Indonesia. Hal ini tidak lepas di proses entry data yang masih menemui kendala.
Informasi dipublikasikan melalui situs web http://tnp.kpu.go.id. Laman ini secara khusus dibentuk untuk menjadi referensi utama publik dalam mengikuti hasil pemilu.
Pada Pemilu 2009, KPU menggunakan teknologi intelligent character recognition (ICR). Teknologi ini secara teknis digunakan untuk proses pemindaian data yang dilakukan pada level KPU kabupaten/kota yang sudah dilengkapi mesin perangkat keras pemindaian scanner dan komputer yang sudah terpasang di aplikasi. Hasil pemindaian formulir C-1 IT dikirimkan ke pusat data KPU untuk dipublikasikan dalam situs web KPU.
Sayangnya, pemakaian introduksi sistem pembaca karakter ini justru disebut menjadi salah satu penyebab lambatnya tabulasi data hasil pemilu. Padahal, penerapan teknologi diharapkan mempercepat pemasukan data perolehan suara dari lembar C-1 IT yang telah ditabulasi di tingkat kecamatan.
Menurut Hemat Dwi Nuryanto, seorang pakar teknologi informasi, ICR memiliki akurasi yang relatif rendah dalam membaca karakter tulisan dan gambar yang begitu beragam. Oleh karena itu, proses verifikasi oleh tim independen menjadi lama. Kemampuan pemindai dalam memindai memang tergolong cepat, 10 detik per halaman, tetapi proses verifikasinya bisa memakan waktu sekitar 10 menit (“Teknologi Informasi: ICR Penyebab Kelambatan Tabulasi Data”, Kompas, 14 April 2009).
Penggunaan teknologi ini dilanjutkan di Pemilu 2014 dengan menggunakan teknologi data entry dan memindai formulir C-1. Kemudian, KPU memublikasikan formulir C-1 di TPS dalam bentuk image yang kemudian ditampilkan di situs yang disediakan untuk diakses publik.
Komisioner KPU saat itu, Ferry Kurnia, menuturkan bahwa langkah itu diambil agar hasil pemilu segera bisa diketahui masyarakat melalui situs web KPU. Data dari pemindaian juga bisa menjadi arsip KPU (“Keamanan Pemindaian Jadi Prioritas”, Kompas, 10 Maret 2014).
Pasca-Pemilu 2014, KPU terus mengembangkan pemanfaatan teknologi dalam pemilu. Pada pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) 2015, KPU mulai memperkenalkan sistem penghitungan suara (situng) yang menyajikan data pemilih jauh lebih interaktif dengan menampilkan jumlah daftar pemilih, pengguna hak pilih, angka partisipasi, hingga perolehan suara yang didapatkan tiap-tiap calon.
Mulai Pilkada 2015 inilah terbuka peluang soal penggunaan elektronik di pilkada di regulasi. Hal ini tertuang di Pasal 111 UU Pilkada. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa mekanisme penghitungan dan rekapitulasi suara pemilihan secara manual dan/atau menggunakan sistem penghitungan suara secara elektronik diatur dengan peraturan KPU.
Tidak itu saja, di Pasal 98 Ayat 3 juga disebutkan bahwa dalam hal pemberian suara dilakukan secara elektronik, penghitungan suara dilakukan secara manual dan atau elektronik.
Artinya, secara regulasi, meskipun pemungutan suara belum bisa dilakukan secara elektronik (e-voting), sebenarnya terbuka peluang penghitungan suara dibuka secara manual dan elektronik. Kesuksesan situng ini kemudian juga digunakan di Pilkada 2018 dan Pemilu 2019.
Pengalaman penggunaan elektronik ini kemudian diikuti dengan penggunaan Sirekap di Pilkada 2020. Sirekap ini berbentuk pemindaian dari formulir C Hasil-KWK (hasil penghitungan suara di TPS).
Merujuk laman resmi KPU, saat itu, Sirekap diharapkan menjadi titik awal proses perubahan penyelenggaraan pemilu yang efektif dan efisien. Sebelumnya, KPU sering dikritik dengan kerja KPPS yang over time, karena selain menyelenggarakan pemungutan suara di TPS, KPPS juga harus membuat salinan berita acara yang banyak untuk para peserta pemilu. Melalui Sirekap, waktu kerja KPPS diharapkan dapat dipangkas, karena capturing dari petugas KPPS tersebut juga bisa menjadi salinan hasil pemilu di tingkat TPS.
Penggunaan Sirekap di pilkada 2020 relatif sukses karena partisipasi jajaran penyelenggara pemilu di daerah cukup tinggi. Hal ini terbukti dengan data masuk pilkada yang relatif terpenuhi.
Data pemilihan gubernur sudah sampai 100 persen masuk pada sistem Sirekap, sedangkan data pilkada tingkat kabupaten/kota yang masuk mencapai 97,2 persen dalam waktu tujuh hari seusai pemungutan suara.
Penggunaan Sirekap kemudian dilanjutkan pada Pemilu 2024. Anggota KPU, Idham Holik, menuturkan, penggunaan Sirekap di Pemilu 2024 merupakan upaya KPU mewujudkan prinsip-prinsip penyelenggaraan pemilu. Tujuan penggunaan Sirekap antara lain untuk menjaga kemurnian hasil perolehan suara di TPS dengan cara merekam data otentik dokumen C.Hasil di TPS sebagai implementasi prinsip akuntabel (“KPU Tegaskan Buka Data Sirekap, Publik Diajak Ikut Mengawal Suara”, Kompas, 10 Februari 2024).
Meski demikian, Sirekap tidak menjadi penentu hasil rekapitulasi perolehan suara pada Pemilu 2024. Sebab, masih banyak ditemukan persoalan dalam penggunaan Sirekap. Selain itu, payung hukum pun belum siap.
Berdasarkan peraturan perundang-undangan, hasil pemilu resmi yang akan ditetapkan didasarkan pada rekapitulasi manual berjenjang yang dilakukan dari TPS, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, hingga rekapitulasi nasional di KPU RI. (LITBANG KOMPAS)
Referensi
- Keputusan KPU Nomor 66 Tahun 2024 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilu.
- “Teknologi Informasi: ICR Penyebab Kelambatan Tabulasi Data”, Kompas, 14 April 2009.
- “Keamanan Pemindaian Jadi Prioritas”, Kompas, 10 Maret 2014.
- “Memperkuat Pemilu melalui Teknologi”, Kompas, 10 September 2021.
- “Siapkan Mental Kawal Sirekap”, Kompas, 6 Februari 2024.
- “KPU Tegaskan Buka Data Sirekap, Publik Diajak Ikut Mengawal Suara”, Kompas, 10 Februari 2024.
- “Ketika Menemukan Perbedaan Data antara Sirekap dan C.Hasil”, Kompas, 15 Februari 2024.
- “Bawaslu Optimalkan Siwaslu untuk Cek Data Sirekap yang Tidak Aktual”, Kompas, 16 Februari 2024.