KOMPAS/Kartono Ryadi
Obat jenis antibiotik semakin beragam jenis maupun mereknya relatif mudah diperoleh di pasaran bebas (27/4/1997).
Fakta Singkat
- Pekan Peduli Antimikroba Sedunia 18 – 24 November 2023
- Pekan Kesadaran Antimikroba Dunia 2023 adalah “Mencegah Resistensi Antimikroba Bersama-sama”.
- Antibiotik pertama kali ditemukan oleh Alexsander Fleming tahun 1928.
- WHO mengungkapkan sekitar 700.000 angka kematian akibat resistensi antibiotik per tahun di seluruh dunia.
Pada tahun 2023 ini, tema World Antimicrobial Awareness Week atau Pekan Kesadaran Antimikroba Dunia adalah “Mencegah Resistensi Antimikroba Bersama-sama”. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, Antimicrobial Resistance (AMR) terjadi ketika bakteri, virus, jamur, dan parasit berubah seiring berjalannya waktu dan tidak lagi merespons obat-obatan.
Akibatnya, infeksi menjadi lebih sulit diobati dan meningkatkan risiko penyebaran penyakit, penyakit parah, dan kematian. Dampak resistensi obat, antibiotik dan obat antimikroba lainnya menjadi tidak efektif dan infeksi menjadi semakin sulit atau tidak mungkin diobati.
Tubuh manusia memiliki antibodi alami untuk melawan kuman dan bakteri. Namun, antibodi alami ini tidak cukup mampu melawan infeksi dalam tubuh, sehingga antibiotik digunakan melawan infeksi bakteri.
Antibiotik dapat digunakan untuk melawan infeksi. Namun, penggunaannya harus tepat karena dapat menimbulkan masalah resistensi.
Sejak ditemukannya penisilin, dunia medis menjadi lebih digdaya dalam menyembuhkan pasien. Namun, bakteri pun berkembang mulai terjadi resistensi pada antimikroba sehingga antibiotik pun harus terus meningkatkan kemampuannya.
Dalam penggunaan antibiotik, seorang dokter harus mencermati prinsip-prinsip dalam kaidah pemberian antibiotik agar tidak merugikan pasiennya. Pemberian antibiotik harus dicermati secara tepat.
Pada kasus bayi baru lahir, pemberian antibiotik pada minggu pertama kelahiran berpotensi menurunkan bakteri baik dalam usus untuk mencerna susu dan melawan bakteri jahat.
Artikel Terkait
Sejarah Antibiotik
Pada peradaban kuno Mesir, Cina, Yunani, dan Romawi menggunakan jamur, yaitu gumpalan hijau kebiruan yang muncul di atas roti untuk mengobati infeksi atau yang parah. Kemudian pada tahun 1800, ilmuwan sains modern mulai mencoba mengambil kapang atau kotoran pada roti sebagai riset mereka.
Salah satunya adalah Paul Ehrlich mengambil kapang roti pada cawan yang berisi bakteri. Ternyata kapang itu menyerap bakteri. Paul yakin jika senyawa tersebut dapat bermanfaat dan ia mulai mencoba kembali membuat modifikasi dengan obat lainnya.
Paul kemudian memodifikasi molekul dengan beragam cara dengan membuat 605 kombinasi senyawa kimia yang berbeda. Akhirnya, ia menemukan satu yang dapat membunuh kuman yang menyebabkan penyakit sifilis.
Kisah tentang jamur (kapang) pada roti rupanya dilanjutkan oleh Alexander Fleming, seorang ahli biologi dari Skotlandia. Saat mengikuti wajib militer pada Perang Dunia I, Fleming menyaksikan lebih banyak tentara yang mati karena infeksi pada luka-luka daripada mati karena luka saat bertempur.
Setelah wajib militer, Fleming memutuskan untuk pergi berlibur. Tanpa sengaja, ia meninggalkan cawan petri berisi bakteri di udara terbuka dalam laboratoriumnya. Setelah ia kembali dari berlibur, ia menemukan kapang hijau kebiruan (seperti warna kapang pada roti).
Fleming mendapati bakteri yang berkembang itu tidak mau berada dekat dengan kapang tersebut. Ia pun mengambil kapang untuk diteliti, ternyata kapang tersebut merupakan spesies Penicillum notatum yang menghasilkan zat membunuh bakteri jahat.
Temuan baru yang ia beri nama penisilin tersebut kemudian menjadi antibiotik pertama yang diproduksi dari organisme hidup dan berhasil diekstraksi dan dideskripsikan. Namun, Fleming membutuhkan waktu hingga 10 tahun untuk mengkestraksi penisilin dalam jumlah banyak agar ampuh dalam mengatasi infeksi.
Alexander Fleming bekerja di rumah sakit St. Mary di London yang memulai penelitiannya dengan mengamati koloni bakteri umum Staphylococcus aureus yang telah mati oleh jamur yang tumbuh pada cawan petri. Ia melihat jamur tersebut menghasilkan zat yang dapat melarutkan bakteri.
Selama dua dekade Fleming melakukan percobaan dengan mengamati kultur jamur yang memiliki kemampuan menghacurkan bakteri menular. Zat itu kemudian diberi nama Penicillin sesuai dari nama jamurnya.
Antibiotik ditemukan pertama kali tahun 1928 oleh Alexander Fleming dan menjadi salah satu pencapaian medis yang sangat signifikan pada abad ke-20. Penemuan ini dikembangkan Howard Florey dan Ernst Chain dari Universitas Oxford akhir tahun 1930-an dan mulai digunakan pengobatan tahun 1941. Penisilin bermanfaat menyembuhkan berbagai infeksi yang sangat serius dan mampu menyelamatkan banyak nyawa.
Penisilin mengubah drastis pengobatan medis, dokter kini dapat mengatasi berbagai penyakit dan mengurangi banyak kematian. Dokter dapat mengatasi berbagai penyakit berat, seperti meningitis (radang selaput otak), endokarditis (infeksi pada jantung), penumonia, gonore, dan sifilis.
Segera saja perusahaan farmasi saat itu tertarik membuat penisilin untuk tujuan komersial. Dalam situasi Perang Dunia II, penisilin sangat diandalkan untuk menyembuhkan penyakit infeksi dan pneumonia serta luka di medan perang.
Penisilin kemudian menjadi obat bebas yang dapat diakses oleh masyarakat luar. Segera saja keberadaannya mendapat pujian dari berbagai surat kabar saat itu. Dengan keberhasilan penisilin, berbagai perusahaan farmasi mulai memproduksi antibiotik lain.
Sebelum adanya antibiotik, hampir 90 persen anak-anak yang menderita meningitis bakterial akhirnya meninggal. Kalaupun mereka hidup, sebagian besar menderita kecacatan yang parah, seperti tuli hingga keterbelakangan mental. Ketika itu, penyakit yang dipandang ringan saat ini, seperti radang tenggorokan, dapat berakibat fatal karena dapat menjadi infeksi telinga hingga otak.
Infeksi serius, seperti TBC, pneumonia, dan batuk rejan yang disebabkan oleh bakteri dapat berkembang biak menjadi penyakit serius hingga terjadi kematian. Dahulu kala sebelum ditemukan antibiotik, beragam penyakit tersebut dapat membunuh ribuan anak-anak setiap tahunnya.
Antibiotik berasal dari bahasa Yunani, yaitu anti (melawan) dan bios (kehidupan), artinya melawan bakteri yang hidup dalam tubuh manusia atau hewan. Sebenarnya tubuh memiliki kekebalan sendiri, sayangnya bakteri terlalu kuat mengancam tubuh manusia. Karenanya, ketika tubuh sudah tidak mampu lagi melawan bakteri, dibutuhkan antibiotik.
Dalam perkembangannya, Staphlylococcus tercatat kebal terhadap penisilin, maka dikembangkanlah penisilin generasi kedua berupa penisilin semisintetik, yaitu metisilin dan oksasilin. Namun, metisilin tidak bertahan lama karena muncul resistensi Staphylococcus, selain juga karena metisilin dapat menyebabkan gangguan ginjal.
Demikian halnya oksasilin kemudian menjadi pengganti metisilin. Namun, muncul lagi bakteri yang resisten terhadap oksasilin dan tercatat oksasilin dapat menggangu fungsi ginjal, hati, dan sistem saraf. Setelahnya, muncul generasi berikutnya dari penisilin, yaitu amoksilin, penisilin G (benzilpenisilin), dan penisilin V (fenoksimetilpenisilin).
Antibitoik tersebut efektif terhadap Escherichia coli (penyebab diare), Proteus mirabilis (penyebab infeksi daluran kemih), Shigella sonnei (penyebab disentri), dan Salmonela (penyebab demam tifoid).
Istilah antibiotik secara harafiah berarti “melawan kehidupan”, yaitu mikroba. Beberapa jenis obat efektif melawan banyak organisme hingga disebut antibiotik spektrum luas, sedangkan antibiotik yang hanya mampu melawan beberapa organisme disebut antibiotik spektrum sempit.
KOMPAS/IWAN SETIYAWAN
Peneliti Lembaga Ilmu Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Yantyati Widyastuti, menunjukkan contoh penyimpanan mikroba Actinomycetes di lemari pendingin di Laboratorium Pusat Penelitian Bioteknologi di Cibinong Science Centre di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (24/10/2011). Mikroba ini merupakan hasil penelitian bersama lembaga riset Jepang dan dapat dimanfaatkan untuk bahan antibiotik.
Resistensi Antibiotik
Berbeda dengan awal masa 1900-an, kini banyak spesies bakteri yang makin resisten dengan penisilin. Resistensi antibiotik terjadi ketika beberapa bakteri memperoleh gen yang memungkinkan mereka untuk bertahan dari serangan antibiotik yang seharusnya membunuh mereka.
Gen-gen baru tersebut dapat berkembang melalui mutasi, ataupun ditansfer dari satu bakteri ke bakteri lainnya melalui proses yang disebut transfer gen horisontal. Ketika sekelompok bakteri menggandakan diri dan menyebar, maka akan banyak orang yang sakit.
Resistensi mikroba terhadap antimikroba (antimicrobial resistance, AMR) telah menjadi masalah global yang pada akhirnya menurunkan mutu pelayanan kesehatan.
Dalam perjalanan penggunaan antibiotik di masyarakat, dokter menemukan bahwa dalam beberapa kasus, penisilin tidak mampu melawan strain Staphylococcus aureus tertentu. Sejak ditemukan pada tahun 1928, diketahui pada tahun 1947 bahwa terdapat beberapa kasus resistensi penisilin. Bahkan, resistensi semakin parah karena melibatkan bakteri lain dan antibiotik, sehingga terkadang dokter memberikan pengobatan antibiotik yang kedua atau ketiga ketika pengobatan pertama dan kedua tidak berhasil.
Hal tersebut membuat dokter sangat berhati-hati dalam memberikan antibiotik. Jika sangat dibutuhkan, baru diberikan antibiotik. Survei yang dimuat dalam JAMA: The Journal American Medical Association tahun 2002 memperlihatkan dokter menurunkan jumlah resep antibiotik yang diresepkan pada anak-anak.
Kasus resitensi antibiotik telah menjadi perhatian global, hasil studi Universitas Sydney yang dipublikasikan dalam The Lancet Regional Health-Southeast Asia mengungkapkan beberapa hal terkait resistensi.
Obat-obatan untuk mengobati infeksi umum pada anak-anak dan bayi seperti meningitis, penumonia, sepsis tidak lagi efektif karena tingginya resistensi antibiotik. Hal itu telah menjadi gejala umum di dunia dan yang paling parah dampaknya terjadi di Asia Tenggara dan Pasifik. Di dalamnya, termasuk Indonesia dan Filipina, dengan ribuan kasus kematian anak-anak akibat resistensi antibiotik setiap tahun.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), tercatat sekitar 700.000 angka kematian akibat resistensi antibiotik per tahun di seluruh dunia. Bahkan, para ahli memprediksi angka tersebut dapat menyentuh 10 juta pada tahun 2050. Menurut WHO, hal itu terjadi karena para pembuat kebijakan gagal mengatasi tantangan resistensi antibiotik.
Di Uni Eropa sekitar 33.000 kematian akibat resistensi antibiotik terjadi setiap tahunnya. Amerika Serikat mengalami 35.000 orang meninggal akibat hal yang sama. Di Thailand mencapai 38.000 setiap tahunnya, tetapi Indonesia tidak memiliki catatan tentang angka kematian akibat resistensi antibiotik per tahun. Perkembangan temuan antibiotik baru ternyata tidak dapat mengimbangi laju resistensi anti mikroba.
Indonesia pernah mengalami kasus luar biasa resistensi antibiotik tahun 2020 di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Ada tujuh tenaga medis yang sempat terpapar bakteri hingga dinas kesehatan setempat menetapkan status KLB (kejadian luar biasa). Tujuh tenaga medis tersebut merawat seorang penderita pneumonia, lalu mereka terpapar bakteri Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA).
Kasus itu diketahui saat rumah sakit mendapat pasien pneumonia tersebut ternyata menderita MRSA, hingga akhirnya melakukan tes pada tenaga medis dan dokter di rumah sakit terebut. Akhirnya diketahui tiga dokter dan empat perawat positif terpapar MRSA.
Bakteri yang umum terdapat di kulit manusia ini sebenarnya tidak berbahaya, tetapi jika masuk ke dalam tubuh lewat luka ataupun saluran pernapasan dapat menimbulkan sakit pneumonia. Hal tersebut membuat tujuh staf medis tersebut harus menjalani dekolonisasi sehingga bersih kembali.
KOMPAS/ADHITYA RAMADHAN
Ternak ayam petelur di Desa Muktisari, Kecamatan Cipaku, Kabupaten Ciamis, Rabu (25/4/2018). Peternak ayam petelur di Ciamis mengklaim, sejak komponen antibiotik tidak terdapat dalam pakan, produktivitas ayam petelur mereka menurun 5-10 persen. Antibiotik sebagai pemacu pertumbuhan telah dilarang Kementerian Pertanian sejak Januari 2018 karena berisiko menimbulkan resistensi antibiotik.
Antibiotik pada Hewan Ternak
Salah satu penyebab resistensi anti-mikroba adalah lewat rantai pangan, karena pangan berperan sangat penting dalam pengembangan dan penyebaran resistensi antibiotik. Produsen hewan ternak telah lama menggunakan antibiotik untuk membantu hewan mencapai berat badan yang ditargetkan saat pemotongan sekaligus mencegah penularan infeksi.
Pada data tahun 2015 ditemukan 40 persen sampel pangan hewan mengandung bakteri resisten terhadap satu atau lebih antibiotik, yaitu campylobacter, salmonella dan escheria coli. Hal itu tentu saja membahayakan kesehatan manusia, karena bakteri dan gen resisten antibiotik dapat mudah menyebar pada tiap tahap rantai pangan mulai dari peternakan hingga konsumen.
Menurut estimasi para ilmuwan, sekitar 75 persen dari antibiotik global diberikan pada hewan ternak. Studi tahun 2020 mencatat estimasi penggunaan antibiotik global pada ternak sebesar 93.300 ton pada tahun 2017. Angka tersebut diprediksi akan meningkat 11,5 persen menjadi 104,1 ton pada 2030.
Hal tersebut sangat berbahaya bagi manusia karena akan terpapar, misalnya ayam yang mengandung bakteri patogen dapat menyebabkan sakit. Jika bakteri tidak patogen, hal itu tetap akan berkontribusi mentransfer gen resisten ke bakteri patogen lainnya.
Salah satu hal yang harus diwaspadai adalah pemberian antibiotik pada ayam broiler atau ayam pedaging. Jika dosisnya tidak tepat, hal ini justru akan membuat bakteri dalam daging tersebut menjadi resisten pada antibiotik. Hal itu tentu sangat berbahaya bagi manusia yang mengkonsumsinya.
Kepada ayam broiler, biasanya diberikan antibiotic growth promoter pada pakan ayam. Hal ini dilakukan untuk mencegah penyakit dan ternak cepat besar. Walaupun seharusnya hanya diberikan ketika ayam sakit, ada saja peternak yang memberikan antibiotik meskipun ternaknya tidak sakit. Bahkan, Yayasan Konsumen Indonesia pernah menemukan bakteri kebal antibiotik pada rantai pakan ayam broiler.
Dalam hal ini gagasan One Health dapat menjadi salah satu upaya untuk keseimbangan dan mengoptimalkan kesehatan manusia, hewan, dan ekosistem berkelanjutan. Strategi One Health berfokus pada pengurangan antibiotik pada manusia dan hewan, serta memastikan penggunaan antibiotik yang bijak dan bertanggung jawab.
Salah satunya adalah menjalankan praktik higienis dan sanitasi di sepanjang rantai makanan, mulai dari peternakan, rumah potong hewan, gerai ritel, restoran, hingga konsumen. Hal itu dilakukan guna meningkatkan status keamanan pangan dan menjadi kunci dalam mengatasi resistensi antibiotik.
Hal lain yang harus dilakukan adalah sistem monitoring dan surveilans yang efektif hingga mampu menelusuri penggunaan antibiotik dan identifikasi penyebaran resistensi di rantai pangan. Dalam hal ini dibutuhkan komitmen patuh pada regulasi, persyaratan label produk, kesadaran konsumen dan peran media menjadi faktor penting dalam mencapai sasaran perbaikan dalam rantai makanan.
Namun demikian, masyarakat tidak perlu menghilangkan daging ayam dalam menu mereka, tetapi perhatikan dan lakukan prosedur kesehatan yang baik. Saat masih mentah, daging ayam harus disimpan dengan dibungkus atau ditutup rapat agar tidak ada air menetes. Hal ini mencegah penyebaran bakteri di dalam kulkas.
Setelah mencuci daging ayam mentah, harus mencuci tangan dengan air hangat dan sabun guna menghindari penyebaran bakteri dan kontaminasi silang. Daging harus dimasak hingga matang untuk mencegah bakteri berkembang biak atau mempropagasi diri. Serta, semua peralatan yang digunakan untuk mencuci dan memasak ayam harus dibersihkan dengan sabun.
KOMPAS/IRWAN JULIANTO
Obat-obat telarang yang ternyata masih beredar seperti Reducdyn (obat lever), Essentiale (obat lever) Kenacomb (obat gatal-gatal), Ampiclox (obat antibiotik), Padibu (obat kuat). Foto dimuat Kompas pada 2 September 1992.
Pedoman Penggunaan Antibiotik
Pedoman antibiotik ini bertujuan untuk mewujudkan pengendalian resistensi antimikroba, penggunaan antibiotik yang tepat, efektif dan efisien, serta aman dalam pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
Untuk mendukung tujuan tersebut Kementrian Kesehatan mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2406/Menkes/Per/XII/2011, tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik.
Peraturan ini menjadi pedoman bagi praktik mandiri dokter atau dokter, pusat kesehatan masyarakat, klinik, dan rumah sakit. Selain itu, peraturan ini menjadi acuan bagi apoteker dalam memberikan pelayanan kefarmasian berdasarkan resep dokter atau dokter gigi. Dengan demikian, penggunaan antibiotik harus berdasarkan resep dokter atau dokter gigi.
Salah satu upaya nyata untuk meningkatkan kesadaran dokter tentang pentingnya memahami resistensi antibiotik dilakukan pelatihan kompetensi dasar mikrobiologi. Hal itu disebabkan karenaa dokter ahli mikrobiologi sangat terbatas, apalagi jumlah laboratorium biologi yang mampu melakukan pemeriksaan kultur dan resistensi kuman terbatas pula.
Oleh karena itu, perlu dilakukan pelatihan dasar mikrobiologi bagi para dokter khususnya dokter di daerah-daerah di Indonesia. Dalam hal ini, dokter ahli mikrobiologi yang akan menyusun modul panduan pelatihan tentang resistensi antimikroba/antibakteri.
Resistensi yang dipicu oleh kuman dapat menimbulkan infeksi baru, kemudian memunculkan kejadian luar biasa pada penyakit menular tertentu, serta menimbulkan resistensi ganda hingga menimbulkan kematian. Pada tahun 2009 Indonesia menduduki peringkat ke-8 dari 27 negara yang memiliki resistensi multiantibiotika tertinggi di dunia.
Infeksi penyakit kini muncul dengan variasi beragam, sehingga dibutuhkan ahli mikrobiologi di rumah sakit untuk menangani infeksi dan menahan luasnya resistensi terhadap antibiotika.
Beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum pasien menerima antibiotik, yaitu:
- Dokter perlu mengetahui riwayat alergi pasien, beberapa jenis antibiotik tidak akan diberikan bila pasien memiliki riwayat alergi tertentu.
- Selain riwayat alergi, pasien juga perlu memberitahu riwayat kesehatan yang dimiliki. Terutama bagi pasien yang menderita penyakit ginjal, lupus, atau liver.
- Pasien perlu memberitahu apabila sedang mengonsumsi suplemen, obat-obatan, atau produk herbal.
- Beberapa jenis antibiotik berisiko menurunkan efektivitas vaksin. Karena itu, pasien perlu memberitahukan kepada dokter apabila ada rencana vaksinasi dalam waktu dekat.
- Dokter perlu tahu apabila pasien sedang hamil, menyusui, atau berencana untuk hamil.
- Pasien diharapkan segera menemui dokter apabila merasakan gejala yang tidak normal setelah mengonsumsi antibiotik.
Dalam kasus infeksi, pemberian antibiotik harus memenuhi prinsip-prinsip yang telah ditetapkan, yaitu:
- Tepat diagnosis, harus melalui prosedur pemeriksaan klinis, laboratorium, dan pemeriksaan penunjang lain.
- Tepat pasien, mempertimbangkan faktor resiko penyakit lain yang menjadi penyakit penyerta. Harus dilihat kelompok khusus seperti ibu hamil, anak dan bayi; dokter juga harus mempertimbangkan riwayat alergi sera tingkat derajat keparahan pasien.
- Tepat jenis antibiotik; dalam hal ini antibiotik harus menjangkau tempat infeksi, faktor keamanan, resiko resistensi dan hasil pemeriksaan mikrobiologi.
- Tepat regimen dosis, harus memperhatikan dosis, interval pemberian dan rute pemberian dan lama pemberian obat.
- Waspada efek samping dan interaksi obat.
KOMPAS/IWAN SETIYAWAN
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia menunjukkan simpanan mikroba Actinomycetes di lemari pendingin di Laboratorium Pusat Penelitian Bioteknologi di Cibinong Science Centre di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (24/10/2011). Mikroba ini hasil penelitian bersama lembaga riset Jepang sebagai bahan pembuatan obat antibiotika. Tiga tahun disimpan, tak satu pun perguruan tinggi dan perusahaan farmasi di Indonesia menyewanya untuk riset. Di Jepang, simpanan mikroba yang sama sudah disewa sepuluh kali.
Pengelompokan Antibiotik
Penggunaan antibiotik secara bijak dikenal dengan penatagunaan antibiotik yang bertujuan meningkatkan kualitas penggunaan antaibiotik. Hal itu dapat dilakukan dengan penegakan diagnosis, pemilihan jenis antibiotik, dosis, interval, rute, dan lama pemberian yang tepat.
Pengendalian penggunaan antibiotik dilakukan dengan pengelompokan antibiotik dalam kategori Aware, Access, Watch dan Reserve. Hal itu bertujuan memudahkan penerapan penatagunaan antibiotik di tingkat lokal, nasional, dan global untuk memperbaiki hasil pengobatan serta menekan munculnya bakteri resisten. Hal itu penting untuk mendukung rencana aksi global WHO dalam pengendalian resistensi antimikroba.
Kategori Antibiotik
Acces |
Watch |
Reserve |
|
Amoksisilin |
Pirimetamin |
Amikasin |
Aztreonam |
Ampisilin |
Prokain penisilin |
Azitromisin |
Daptomisin |
Amoksisil-asam klavulanat |
Sefadroksill |
Fosfomisin |
Karbapenem |
Ampisilin sulbaktan |
Sefaleksin |
Klaritomisin |
Kotrimoksazol |
Benzatin benzil penisilin |
sefazolin |
Levofloksasin |
Linezolid |
Doksisiklin |
Sipofroksasin |
Moksilfoksasin |
Nitrofurantoin |
Erotrimisin |
Spiramisin |
Netilmisin |
Piperasilin-tazobaktam |
Fenoksimetil penisilin |
Steptromoson |
Ofloksasin |
Polimiksin E |
Gentamisin |
Sulfadiazin |
Sefiksim |
Sefepim |
Kanamisin |
Terasiklin |
Sefoperazon-sulbaktam |
Sefpirom |
Klindamisin |
Tiamfenikol |
Sefpodoksim prosektil |
Seftrarolin |
Kloramfenikol |
Ko-trimokzasol |
Seftazidim |
Teikoplanin |
Metronidazol |
|
Seftriason |
Tigesiklin |
Oksi tetrasiklin injeksi |
|
Sefuroksimsp |
Vankomisin |
|
|
Siprofloksasin |
Sftolozane Tazobaktam |
|
|
|
Seftadizime avibaktam |
Sumber: Kementerian Kesehatan
Antibiotik kelompok Acces memiliki karakter tersedia di semua fasilitas pelayanan kesehatan untuk pengobatan infeksi bakteri yang umum terjadi. Antibiotik ini harus diresepkan dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dan apoteker. Tentu saja penggunaannya harus sesuai dengan panduan praktik klinis dan panduan penggunaan antibiotik yang berlaku.
Untuk kelompok Watch, tersedia di pelayanan kesehatan tingkat lanjut dan hanya digunakan pada indikasi khusus atau ketika kelompok antibiotik Acces tidak efektif. Kelompok ini memiliki kemampuan lebih tinggi dan berpotensi menimbulkan resistensi sehingga diprioritaskan sebagai target utama dalam pemantauan dan pengawasan. Hanya dapat diperoleh dengan resep dokter serta dikaji apoteker, tentu saja harus sesuai dengan panduan penggunaan antibiotik yang berlaku.
Kelompok berikutnya adalah Reserve yang hanya tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat lanjut. Antibiotik jenis ini dicadangkan untuk mengatasi infeksi bakteri yang disebabkan oleh MDRO atau infeksi yang mengancam jiwa.
Penggunaannya harus diresepkan oleh dokter spesialis atau apoteker dan penggunaannya harus disetujui oleh Tim Penatagunaan Antibiotika (PGA) yang merupakan bagian dari Komite Pengendalian Resistensi antimikroba di rumah sakit. Penggunaannya harus sesuai dengan praktik klinis dan panduan antibiotika. Kelompok Reserve ini menjadi prioritas progam pengendalian resistensi. (LITBANG KOMPAS)
Referensi
- “Banyak Antibiotik untuk Infeksi Anak Tidak Efektif Lagi”, Kompas, Rabu 1 November 2023
- “Jejak Bakteri Kebal Antibiotik Ayam Broiler”, Kompas, Sabtu 15 Juli 2023
- “Pendekatan One Health untuk Atasi Resistensi Antimikroba”; Kompas, Senin 29 Mei 2023
- “Pemberian Antibiotik Turunkan Bakteri Baik”, Kompas, Sabtu 19 Februari 2022
- “Ancaman Resistensi Mikroba Nyata”, Kompas, Senin, 8 November 2021
- “Peternak Taati Larangan”, Kompas, Rabu 21 Juli 2021
- “Resistensi Antibiotik di Rantai Pangan”, Kompas, 16 Juli 2021
- “Panduan : Masak Seluruh Bagian Daging Ayam Hingga Matang”, Kompas, 16 Juli 2021
- “KLB Infeksi ‘Staphylococcus’”, Kompas, Selasa 4 Februari 2020
- “Obat Ajaib Bernama Penisilin”, Kompas, Kamis, 6 September 2018,
- “Resistensi Antibiotika: Bekali Dokter Pengetahuan Mikrobiologi”, Kompas, 4 Juli 2011
Artikel terkait