Paparan Topik | Hari Satelit Palapa

Mengenal Teknologi Satelit

Sebelum era internet, komunikasi dan transmisi data jarak jauh mengandalkan keberadaan satelit. Pada 9 Juli 1976, untuk pertama kalinya Satelit Palapa 1 milik Indonesia diluncurkan dari Florida, Amerika Serikat. Jumlah satelit telekomunikasi yang mengorbit di angkasa terus bertambah seiring meningkatnya kebutuhan transmisi data, perbankan, internet, dan penyiaran televisi.

KOMPAS/Didit Putra Erlangga Rahardjo

Parabola pengendali satelit yang terletak di kawasan Stasiun Pengendali Utama Satelit Telkom Cibinong, Senin (17/4/2017). Telkom meresmikan operasional satelit Telkom 3S yang mereka luncurkan dari Bandar Antariksa Kourou, Guyana-Perancis pada 14 Februari 2017.

Fakta Singkat

Hari Satelit Palapa
Diperingati 9 Juli

Jumlah Satelit Indonesia yang diluncurkan
24 satelit (1976–2018)

Lembaga Terkait
Lembaga Penerbangan dan Antartika Nasional (LAPAN)

Regulasi Terkait
Undang-Undang No. 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan

National Aeronautics and Space Administration (NASA) mendefinisikan satelit sebagai bulan, planet, atau mesin yang mengorbit planet atau bintang. Kata “satelit” mengacu pada mesin yang diluncurkan ke luar angkasa dan bergerak mengelilingi bumi atau benda lain di luar angkasa.

Wright, D., Grego, L, & Gronlund, L. (2005) dalam The Physics of Space Security: A Reference Manual menjelaskan satelit merupakan suatu benda yang beredar di ruang antariksa dan mengelilingi bumi, berfungsi sebagai stasiun radio yang menerima, memancarkan, memroses dan memancarkan kembali sinyal komunikasi radio. Suatu sistem satelit terdiri dari satelit dan stasiun bumi yang mengoperasikan dan mengendalikan satelit.

Definisi yang sama disebutkan dalam buku tersebut juga tercantum dalam Peraturan Dirjen Postel Nomor 357/Dirjen/2006 tentang Penerbitan Izin Stasiun Radio untuk Penyelenggaraan Telekomunikasi yang Menggunakan Satelit.

Baca juga: Hari Satelit Palapa dan Tantangan Swasembada Teknologi Komunikasi

NASA menyebutkan bumi dan bulan adalah contoh satelit alami. Ribuan satelit buatan manusia mengorbit bumi. Satelit berperan dalam mengambil gambar planet atau bumi dari angkasa berupa citra satelit yang membantu ahli meteorologi memprediksi cuaca dan iklim.

Aktivitas pencitraan satelit disebut juga sebagai fotografi angkasa berupa kegiatan mengambil gambar planet seperti matahari, lubang hitam, materi gelap, atau galaksi di ruang angkasa yang lokasinya ribuan kilometer. Gambar-gambar ini membantu para ilmuwan lebih memahami tata surya dan alam semesta.

Selain itu, menurut NASA satelit juga digunakan terutama untuk bidang komunikasi, seperti memancarkan sinyal penyiaran televisi dan panggilan telepon di seluruh dunia. Dalam sebuah gugusan satelit yang terdiri lebih dari 20 satelit akan membentuk Global Positioning System, atau GPS. Satelit-satelit tersebut dapat membantu manusia mengetahui dan melakukan pelacakan suatu objek lokasi secara presisi.

Baca juga: Industri Satelit, Industri Masa Depan

KOMPAS/KARTONO RYADI (KR)

Satelit Palapa B-2R yang akan menggantikan Palapa B-1, meluncur dengan mulus hari Sabtu (14/4/1990), pukul 05.28 WIB. Peluncuran berlangsung di Cape Canaveral Florida dengan roket tiga tingkat Delta II 6925-8.

Satelit pertama apa yang diluncurkan di luar angkasa?

NASA menyebutkan Sputnik 1 adalah satelit pertama di luar angkasa. Uni Soviet meluncurkannya pada tahun 1957. Satelit buatan manusia pertama ini diluncurkan oleh Soviet pada tanggal 4 Oktober 1957 dan memulai Program Sputnik Rusia, dengan Sergei Korolev sebagai kepala disain dan Kerim Kerimov sebagai asistennya. Peluncuran ini memicu lomba ruang angkasa (space race) antara Soviet dan Amerika.

Sputnik 1 membantu mengidentifikasi kepadatan lapisan atas atmosfer dengan jalan mengukur perubahan orbitnya dan memberikan data dari distribusi signal radio pada lapisan ionosphere. Karena badan satelit ini diisi dengan nitrogen bertekanan tinggi, Sputnik 1 juga memberi kesempatan pertama dalam pendeteksian meteorit, karena hilangnya tekanan dalam disebabkan oleh penetrasi meteroid bisa dilihat melalui data suhu yang dikirimkannya ke bumi.

Bagaimana Sejarah Satelit NASA?

NASA telah meluncurkan puluhan satelit ke luar angkasa, dimulai dengan satelit Explorer 1 pada tahun 1958. Explorer 1 adalah satelit buatan manusia pertama di Amerika. Instrumen utama kapal adalah sensor yang mengukur partikel berenergi tinggi di ruang angkasa yang disebut sinar kosmik.

Gambar satelit pertama bumi datang dari NASA Explorer 6 pada tahun 1959. TIROS-1 diikuti pada tahun 1960 dengan gambar TV pertama bumi dari luar angkasa. Gambar-gambar ini tidak menunjukkan banyak detail. Namun, mereka menunjukkan potensi bahwa satelit harus mengubah cara orang melihat bumi dan luar angkasa.

Baca juga: Menguasai Teknologi Satelit, Merengkuh Kesejahteraan

Bagaimana Penggunaan Satelit NASA Saat Ini?

Satelit NASA membantu para ilmuwan mempelajari bumi dan luar angkasa. Satelit yang melihat ke arah bumi memberikan informasi tentang awan, lautan, daratan, dan es. Mereka juga mengukur gas di atmosfer, seperti ozon dan karbon dioksida, dan jumlah energi yang diserap dan dipancarkan bumi. Satelit juga memantau kebakaran hutan, gunung berapi dan asapnya.

Semua informasi ini membantu para ilmuwan memprediksi cuaca dan iklim. Informasi tersebut juga membantu pejabat kesehatan masyarakat melacak penyakit dan kelaparan. Satelit juga membantu petani mengetahui tanaman apa yang akan ditanam dan membantu pekerja darurat menanggapi bencana alam.

Satelit yang menghadap ke luar angkasa memiliki berbagai peran. Beberapa satelit memonitor potensi bahaya sinar yang datang dari matahari. Satelit NASA lainnya menjelajahi asteroid dan komet, perjalanan bintang, dan keberadaan planet. Beberapa satelit terbang dekat atau mengorbit planet lain. Pesawat ruang angkasa ini juga pernah mencari bukti air di Mars serta menangkap gambar cincin Saturnus dari posisi dekat.

Bagaimana satelit mengorbit?

NASA menyebutkan sebagian besar satelit diluncurkan ke luar angkasa dengan roket. Sebuah satelit mengorbit bumi ketika kecepatannya seimbang dengan tarikan gravitasi bumi. Tanpa keseimbangan ini, satelit akan terbang dalam garis lurus ke luar angkasa atau jatuh kembali ke Bumi. Satelit mengorbit Bumi pada ketinggian yang berbeda, kecepatan yang berbeda dan di sepanjang jalur yang berbeda. Dua jenis orbit yang paling umum adalah “geostationary” dan “polar.”

Satelit geostasioner bergerak dari barat ke timur di atas khatulistiwa. Ini bergerak ke arah yang sama dan pada tingkat yang sama dengan arah bumi berputar. Dari bumi, satelit geostasioner terlihat seperti berdiri diam karena selalu berada di atas lokasi yang sama.

Orbit polar, yakni satelit mengorbit pada kutub yang bergerak dalam arah utara-selatan. Dengan kata lain mengarah dari dari kutub utara ke kutub selatan. Saat bumi berputar di bawahnya, satelit-satelit ini dapat memindai seluruh permukaan bumi.

Baca juga: Satelit Satria Menopang Ekonomi Digital

NASA menyebutkan orbit satelit merupakan sebuah jalur atau lintasan di angkasa yang dilalui oleh pusat massa satelit. Sedangkan istilah slot orbit satelit sendiri menunjukkan lokasi tertentu pada orbit satelit. Di dunia satelit, setiap satelit di luar angkasa akan memiliki slot orbitnya sendiri-sendiri agar tidak saling bertabrakan.

Satelit bergerak di angkasa mengelilingi bumi (revolusi) dengan kecepatan tinggi agar tidak jatuh ke permukaan bumi. Satelit juga mengalami gaya gravitasi, terutama gaya gravitasi bumi, bulan dan matahari.

KOMPAS/NASRU ALAM AZIZ

Roket Falcon 9 yang membawa Satelit Merah Putih milik Telkom Indonesia terpasang dalam posisi tegak di landasan SLC-40 Cape Canaveral, Florida, Amerika Serikat, Senin (6/8/2018) sore waktu setempat. Falcon 9 meluncur dengan mulus pada Selasa (7/8/2018) pukul 01.18 waktu setempat atau pukul 12.18 WIB.

Jenis satelit menurut garis orbit

Geostationary Earth Orbit (GEO)

GEO merupakan orbit satelit pada ketinggian kurang lebih 36.000 kilometer di atas bumi. Di orbit ini satelit bergerak dengan kecepatan kira-kira 3 kilometer per detik. Secara tidak langsung bisa dibilang satelit tersebut bergerak dengan kecepatan yang sama persis dengan kecepatan rotasi bumi, sehingga satelit terlihat seolah-olah diam jika di lihat dari permukaan bumi.

Satelit yang mengorbit pada GEO memiliki karakteristik sebagai berikut:

  • Satelit mengelilingi orbit dalam waktu selama 23 jam 56 menit dan 4,1 detik atau hampir sama dengan rotasi bumi.
  • Karena kecepatannya di orbit yang sama dengan kecepatan rotasi bumi, maka satelit pada orbit GEO seakan diam dan selalu pada posisinya. Jadi apabila satelit berada di atas Indonesia atau negara lainnya, satelit tersebut akan selalu di atas negara tersebut.
  • Waktu yang dibutuhkan untuk perambatan gelombang dari bumi ke satelit dan kembali lagi ke bumi membutuhkan waktu selama 250 ms (sebuah gelombang merambat dengan kecepatan 250 m/s selama 5 sekon) hingga 1 detik.
  • Memiliki area cakupan yang luas. Hanya perlu beberapa satelit untuk meng-cover seluruh bumi.
  • Satelit yang berada pada orbit GEO berada dalam 1 ring tunggal di atas ekuator/khatulistiwa, sehingga slot untuk satelit GEO sangat terbatas.

Orbit geostasioner banyak digunakan oleh satelit komunikasi karena pada orbit ini memungkinkan satelit dan antena terestrial untuk terus berada pada posisi yang tetap satu sama lain. Satelit ditempatkan pada orbit geostasioner melalui dua tahap. Tahap pertama adalah meluncurkan satelit ke orbit pemarkiran, yaitu pada ketinggian rendah (200 hingga 300 km). Tahap kedua, yaitu memanuver satelit pada orbit transfer Hohmann eliptis atau orbit transfer geosinkronus (GTO) untuk merubah orbitnya dari orbit bumi rendah ke orbit geosinkronus.

Contoh satelit pada orbit GEO antara lain: Satelit Palapa, Satelit Telkom, Garuda, IndoStar dan PSN.

Baca juga: Kebutuhan Layanan Satelit Telekomunikasi Tumbuh Pesat

Medium Earth Orbit (MEO)

MEO merupakan orbit satelit pada ketinggian 2.000–35.000 kilometer dari bumi, lebih rendah dari orbit GEO. Karena lebih dekat dengan permukaan bumi, periode satelit dalam mengelilingi orbit akan semakin tinggi. Sehingga jika dilihat dari permukaan bumi satelit akan tampak terus bergerak.

Berikut ini beberapa karakteristik satelit yang mengorbit pada MEO:

  • Satelit akan selesai mengelilingi orbit lebih cepat dari rotasi bumi, dalam waktu 5–12 jam per 1 kali putar. Karena kecepatan satelit pada orbit MEO sekitar 19.000 km/jam.
  • Karena kecepatan orbitnya lebih cepat dari rotasi bumi, satelit akan tampak bergerak jika dilihat dari bumi.
  • Latency yang lebih rendah dibanding GEO.
  • Memiliki area cakupan yang lebih kecil dibanding GEO, sehingga jumlah satelit yang dibutuhkan untuk meng-cover bumi bisa puluhan satelit.
  • Satelit yang berada pada orbit MEO dapat memiliki lintasan yang berbeda, tidak harus berada di atas ekuator, dapat menyilang, atau bahkan melewati kutub utara dan kutub selatan.

Orbit MEO ini biasanya digunakan untuk satelit-satelit penginderaan (pengolahan citra, cuaca dan lain-lain) termasuk juga sistem satelit GPS (Global Positioning Satellite) milik Amerika yang berada di ketinggian 20.000 km atau GLONASS (Global Navigation Satellite System) milik Rusia yang berada di ketinggian 19.000 km.

Baca juga: Roket Peluncur Gagal Capai Orbit, Tujuh Satelit Hilang

Low Earth Orbit (LEO)

LEO merupakan orbit satelit dengan ketinggian yang paling rendah di antara yang lain. Ketinggian satelit pada orbit ini sekitar 500–2000 kilometer (di bawah orbit MEO) dari bumi. Memiliki karakteristik yang mirip dengan orbit MEO, di mana periode satelit dalam mengelilingi orbit lebih cepat dari rotasi bumi.

Satelit yang mengorbit pada LEO memiliki karakteristik sebagai berikut:

  • Satelit akan selesai mengelilingi bumi dalam waktu 1,5 jam, atau sekitar 16 kali dalam sehari. Dengan kecepatan 27.000 km/jam.
  • Dengan kecepatan tersebut, satelit ini akan tampak bergerak jika dilihat dari bumi.
  • Latency paling rendah di antara satelit GEO dan MEO
  • Area cakupan paling kecil jika dibandingkan GEO dan MEO. Membutuhkan jumlah satelit yang lebih banyak untuk area yang sama dengan dengan satelit GEO.
  • Satelit yang berada pada orbit LEO juga dapat memiliki lintasan yang berbeda, tidak harus berada di atas ekuator, dapat menyilang, atau bahkan melewati kutub utara dan kutub selatan.

Orbit LEO ini biasanya digunakan untuk satelit dengan sistem telekomunikasi bergerak pada mobile, seperti sistem satelit Iridium dan Global Star.

Baca juga: Proyek Satelit Satria Masuk Fase Konstruksi

Mengapa Satelit Tidak Saling Bertabrakan?

Sebenarnya, satelit bisa saja saling bertabrakan di ruang angkasa. NASA dan organisasi internasional lainnya selalu melacak posisi dan keberadaan satelit di luar angkasa. Tabrakan jarang terjadi karena ketika satelit diluncurkan, satelit ditempatkan di orbit yang dirancang untuk menghindari satelit lain. Tapi orbit bisa berubah seiring waktu. Ada potensi kemungkinan kecelakaan meningkat karena semakin banyak satelit diluncurkan ke luar angkasa.

Pada Februari 2009, dua satelit komunikasi satu milik Amerika dan satu lagi milik Rusia bertabrakan di luar angkasa. Namun, hal ini diyakini sebagai pertama kalinya dua satelit buatan manusia bertabrakan secara tidak sengaja.

Baca juga: Gagal Meluncur, Operator Cari Satelit Pengganti

KOMPAS/RIZA FATHONI

Pemandangan fasilitas Stasiun Bumi Indosat Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat, Jumat (20/8/2010). Stasiun ini berfungsi sebagai pusat pengendali dan pengawas alur pergerakan satelit. Indosat terakhir meluncurkan satelit Palapa-D dari Xichang, China, dengan kapasitas 40 transponder.

Jenis dan fungsi satelit

NASA menyebutkan, satelit buatan manusia terdiri dari berbagai macam bentuk dan memiliki kegunaannya, antara lain:

  • Satelit pengindraan jarak jauh atau remote sensing satellite yang dirancang khusus untuk mengamati bumi dari orbit ditujukan untuk penggunaan nonmiliter seperti pengawasan lingkungan, meteorologi, peta dan lain-lain.
  • Satelit cuaca atau weather satellite yang digunakan untuk memonitor kondisi cuaca dan iklim bumi.
  • Satelit komunikasi atau communication satellite merupakan satelit yang digunakan untuk sistem komunikasi jarak jauh, baik itu untuk layanan telepon, data dan internet.
  • Satelit navigasi atau navigation satellite merupakan sistem satelit yang menyediakan posisi geospasial secara mandiri dengan jangkauan global biasa juga disebut satelit GPS yang digunakan untuk navigasi darat, laut, dan udara.
  • Satelit militer atau military satellite: digunakan untuk kepentingan militer seperti intelligence gathering atau pengamatan intelejen berbasis satelit, navigasi dan komunikasi militer.
  • Satelit ilmiah atau scientific research satellite: satelit yang menyediakan informasi meteorologi, data survei tanah (remote sensing), radio amatir dan berbagai aplikasi riset ilmiah lainnya.

Baca juga: Selamat Datang Kembali dan Selamat Tinggal Satelit Telkom-3

Layanan satelit

International Telecommunication Union (ITU) mendefinisikan beberapa jenis layanan satelit yang digunakan di dunia.

  • Fixed-Satellite Services (FSS)

Berdasarkan Radio Regulations (RR No. S1.21), FSS merupakan layanan komunikasi radio antara posisi yang ditunjukkan pada permukaan bumi saat satu atau lebih satelit digunakan. Stasiun yang berlokasi pada posisi yang ditunjukkan pada permukaan bumi disebut stasiun bumi FSS. Posisi yang ditunjukkan dapat berupa titik tetap yang ditentukan atau titik tetap manapun yang berada di dalam wilayah yang ditentukan. Stasiun yang berlokasi di atas satelit, terdiri dari transponder satelit dan antena terkait dinamakan stasiun antariksa FSS. Semua jenis sinyal telekomunikasi bisa dikirimkan melalui link FSS seperti telefoni, faksimili, data, video (atau campuran sinyal ini di dalam kerangka integrated services data network (ISDN)), televisi, program suara, dan lain-lain.

  • Mobile-Satellite Services (MSS)

Berdasarkan Radio Regulations (RR No. S1.25), MSS merupakan layanan radio komunikasi radio antara stasiun bumi bergerak dan satu atau lebih stasiun antariksa atau antara stasiun bumi bergerak dengan menggunakan satu atau lebih stasiun antariksa. Di dalam sistem modrn, stasiun bumi dapat berupa terminal berukuran sangat kecil atau bisa digenggam.

  • Broadcasting-Satellite Services (BSS)

BSS merupakan layanan komunikasi radio di mana sinyal dikirimkan atau dikirimkan kembali oleh stasiun antariksa untuk penerimaan langsung masyarakat dengan menggunakan antena penerima yang sangat kecil (TVRO). Satelit yang digunakan untuk BSS dinamakan satelit siaran langsung (DBS). TVRO yang diperlukan untuk penerimaan BSS harus lebih kecil dibandingkan TVRO yang dibutuhkan untuk operasi FSS. Penerimaan langsung harus meliputi penerimaan individu (DTH) dan penerimaan komunitas (CATV dan SMATV).

  1. Layanan lainnya

Layanan satelit lainnya diorientasikan pada aplikasi khusus, yaitu layanan satelit radiodetermination, layanan satelit navigasi radio, layanan satelit meteorologi, dan lain-lain.

Baca juga: Proyek Starlink dan Akhir Era Pembatasan Internet

Apa saja komponen utama satelit?

Satelit terdiri dari berbagai bentuk dan ukuran. Sebagian besar satelit memiliki setidaknya dua bagian yang sama, yakni antena dan sumber daya. Antena mengirim dan menerima informasi, baik dari bumi maupun sebaliknya memancarkan sinyal informasi ke bumi. Sumber listrik satelit dapat berupa panel surya atau baterai. Panel surya menghasilkan tenaga dengan mengubah sinar matahari menjadi listrik.

Sebagian satelit NASA membawa kamera dan sensor ilmiah. Piranti instrumen ini mengarah ke bumi untuk mengumpulkan informasi tentang tanah, udara, dan airnya. Pada saat yang lain, satelit NASA menghadap ke luar angkasa untuk mengumpulkan data dari tata surya dan alam semesta.

Baca juga: Jepang Kembangkan Satelit dari Kayu untuk Kurangi Sampah Antariksa

Komponen satelit:

  • Subsistem Struktural atau Bus

Bus adalah kerangka logam atau komposit dimana elemen lainnya dipasang, Karena mengalami tekanan sewaktu peluncuran, bus biasanya elastis. Bus dicat dengan cat reflektif untuk membatasi panas matahari yang diserap sehingga menghasilkan proteksi dari laser.

  • Sistem Pengatur Suhu

Sistem ini menjaga bagian aktif dari satelit agar cukup dingin untuk bekerja sebagaimana mestinya. Komponen satelit aktif seperti komputer dan penerima sinyal dapat menghasilkan sejumlah besar panas untuk operasional satelit.

  • Sumber Daya Listrik

Daya listrik pada satelit disuplai oleh serangkaian sel surya (panel surya) yang menghasilkan listrik dan disimpan pada baterai isi ulang untuk menjamin suplai daya ketika satelit berada di bawah bayangan.

  • Sistem Kendali Komputer

Komputer on-board memonitor kondisi subsistem satelit, mengendalikan aksinya dan memproses data. Sistem komputer ini sensitif terhadap lingkungan elektromagnetiknya dan dapat dimatikan atau dinyalakan ulang selama terjadi badai matahari.

Baca juga: Mewaspadai Jatuhan Sampah Antariksa

  • Sistem Komunikasi

Komunikasi membentuk link antarsatelit dan stasiun buminya atau satelit lainnya. Sistem ini secara umum terdiri dari penerima sinyal, pengirim sinyal dan satu atau lebih antena radio. Link radio antara satelit dan stasiun bumi merupakan salah satu bagian yang paling penting dan paling rentan dari suatu sistem satelit. Semua satelit membutuhkan link ke dan dari bumi untuk melakukan fungsi telemetry, tracking and command (TTnC). Sistem TTnC mengoperasikan satelit dan mengevaluasi kelayakan sistem satelit lainnya.

  • Sistem Kendali Ketinggian

Sistem ini menjaga pergerakan satelit pada arah yang benar mencakup giroskop, akseleremeter, dan sistem pemandu. Kendali presisi dibutuhkan untuk menjaga antena mengarah dengan benar untuk keperluan komunikasi dan pengumpulan data. Jika sistem kendali ketinggian tidak berfungsi, satelit tidak bisa digunakan.

  • Subsistem Penggerak

Sistem penggerak satelit mencakup mesin yang memandu pesawat antariksa menuju tempat yang dituju di orbit setelah diluncurkan. Satelit harus bisa mempertahankan posisinya dengan sangat akurat.

  • Perlengkapan Spesifik Misi

Selain elemen dasar, satelit juga membawa peralatan spesifik misi untuk melakukan tugas di antaranya: Penerima Sinyal, Pengirim Sinyal dan Transponder, Sistem Penginderaan jauh, Sistem Persenjataan.

Baca juga: Dua Bongkah Besar Sampah Antariksa Nyaris Bertabrakan

  • Stasiun Bumi

Satelit dimonitor dan dikendalikan dari stasiun bumi. Salah satu jenis stasiun bumi adalah stasiun kendali yang memonitor kelayakan dan status satelit, mengirimkan perintah dan menerima data yang dikirimkan satelit. Antena yang digunakan oleh stasiun kendali untuk berkomunikasi dengan satelit dapat berlokasi sama dengan stasiun bumi. Untuk mempertahankan hubungan secara terus menerus dengan satelit yang tidak berada di orbit geostasioner, stasiun bumi membutuhkan antena atau stasiun otonomi di lebih dari satu lokasi.

Satelit dapat berkomunikasi dengan banyak stasiun bumi pada waktu yang bersamaan. Stasiun bumi umumnya tidak dilindungi secara ketat dari serangan fisik. Penonaktifan stasiun bumi dapat menyebabkan dampak gangguan secara langsung namun gangguan tersebut dapat dikurangi dengan stasiun bumi yang memiliki kapabilitas lebih misal pusat kendali pengganti.

Istilah link mengacu pada jalur yang digunakan untuk berkomunikasi dengan satelit, terdiri dari:

  1. Uplink: mengirimkan sinyal dari stasiun bumi ke satelit
  2. Downlink: mengirimkan sinyal dari satelit ke stasiun bumi
  3. Crosslink: mengirimkan sinyal dari satelit ke satelit lainnya.
  4. Telemetry, tracking, and command (TT&C) link: bagian dari uplink dan downlink yang digunakan untuk mengendalikan fungsi satelit dan memonitor kelayakan satelit.

Uplink dan downlink rentan terhadap interferensi karena kekuatan sinyal radio saat mencapai antena penerima sinyal sering kali lemah sehingga sinyal gangguannya tidak perlu kuat. Link juga bisa diganggu dengan menempatkan sesuatu yang kedap terhadap gelombang radio seperti sehelai bahan penghantar di jalur antara satelit dan stasiun bumi

Baca juga: Setelah Dua Bulan di Luar Angkasa, Selamat Datang Kembali ke Bumi

Frekuensi satelit

Berdasarkan Radio Regulations ITU, terdapat dua kelompok pita frekuensi untuk satelit, yaitu: Unplanned Band dan Planned Band (Data Statistik Direktorat Jenderal SDPPI Semester 2 Tahun 2012, 2013). Unplanned Band, yaitu pita frekuensi untuk satelit yang tidak dapat diklaim hanya milik salah satu negara dan penggunaannya diatur oleh ITU guna menjamin kesetaraan akses dan penggunaan slot orbit bagi semua negara.

Planned Band, yaitu pita frekuensi untuk satelit yang telah diatur oleh ITU agar setiap negara mendapatkan jatah slot orbit, kanal frekuensi, transponder satelit dengan cakupan dibatasi pada wilayah territorial negara tersebut.

Penggunaan spektrum frekuensi diatur secara global oleh ITU (International Telecommunication Union)—badan di bawah PBB yang bekerja di bidang telekomunikasi, tujuannya untuk menghindari adanya gangguan dari penggunaan yang sembarangan.

Begitu juga dengan spektrum frekuensi satelit, selain dibedakan berdasarkan orbitnya, satelit juga dapat dibedakan dengan penggunaan spektrum frekuensi pada transpondernya.

Transponder satelit adalah perangkat yang digunakan untuk mengirim dan menerima sinyal. Sebuah satelit dapat memilki banyak transponder, tergantung dari desain dan tujuan penggunaannya.

Sebagai contoh misalnya Satelit Palapa-D memiliki 40 transponder yang terdiri dari 24 transponder C-band, 11 transponder Ku-band dan 5 transponder Extended C-band. Jumlah transponder sebanyak ini dimaksudkan untuk mengatisipasi kebutuhan pelanggan yang semakin meningkat. Dulu satelit Palapa generasi pertama (Palapa-A1) hanya membawa 12 transponder saja (C-band) karena pada zaman itu (Papala-A1 diluncurkan bulan Juli 1976) kebutuhan akan transponder masih sangat rendah.

Jenis Frekuensi Satelit

L-band (1–2 GHz)

Digunakan untuk layanan telepon bergerak berbasis satelit, radio satelit, tahan terhadap cuaca, bandwidth kecil.

Frekuensi ini pernah digunakan oleh Satelit Garuda-1 untuk layanan telepon satelit BYRU dan PASTI.

S-band (2–4 GHz)

Digunakan untuk sistem radar dan sistem komunikasi maupun broadcast, tahan terhadap cuaca dengan badwidth terbatas.

S-band di Indonesia digunakan oleh layanan TV Satelit Indovision dari MNC.

C-band (4–8 GHz)

Biasa digunakan untuk sistem komunikasi, broadcast jaringan TV atau data. Cocok digunakan di daerah tropis karena tahan terhadap perubahan cuaca (hujan), memiliki bandwidth yang fleksibel dari kecil hingga besar.

C-band ini banyak dimiliki satelit yang digunakan di Indonesia dan diaplikasikan untuk layanan internet atau network yang membutuhkan reliabilitas tinggi seperti bank, contoh paling mudah kita temui adalah pada layanan ATM yang tersebar di beberapa lokasi.

X-band (8–12 GHz)

Umumnya digunakan oleh militer untuk sistem radar, sistem pertahanan dan navigasi baik di udara, laut maupun darat.

Ku-band (12–18 GHz)

Banyak digunakan sebagai sistem komunikasi dan broadcast TV, rentan terhadap gangguan cuaca namun memiliki bandwdith yang besar.

Frekuensi Ku-band saat ini adalah frekuensi yang cukup populer digunakan di Indonesia, beberapa operator tv satelit menggunakan frekuensi ini. Begitu juga dengan beberapa layanan internet satelit di Indonesia, hal ini karena Ku-band memiliki bandwidth yang lebih besar, antena yang lebih kecil dan harga yang lebih murah dibanding C-band.

Ka-band (26–40 GHz)

Digunakan sebagai sistem komunikasi dan broadcast TV, juga sistem radar jarak dekat dengan resolusi tinggi di militer, sangat rentan terhadap perubahan cuaca dan memiliki bandwidth yang besar di atas Ku-band.

Beberapa layanan internet satelit di Amerika dan Eropa sudah menggunakan frekuensi ini sehingga bandwidth yang diberikan dapat bersaing dengan bandwidth jaringan kabel atau GSM. Dari beberapa daftar di atas dapat dijelaskan makin tinggi frekuensi yang digunakan, maka bandwidth yang dapat makin besar dengan konsekuensi makin rentan terhadap gangguan cuaca.

Sumber: Kementerian Komunikasi dan Informatika

Satelit telekomunikasi Indonesia

Satelit telekomunikasi di Indonesia merupakan salah satu jenis satelit yang memiliki kegunaan yang meliputi komunikasi jaringan di pada wilayah yang luas, transmisi data seluler, internet, siaran televisi dan telepon jarak jauh.

Selain fungsinya untuk mengirimkan informasi dari satu titik di bumi ke satu atau lebih titik lainnya, satelit berfungsi sebagai repeater frekuensi radio. Suatu satelit menerima sinyal frekuensi radio, yang di-uplink dari piringan satelit di bumi yang dikenal sebagai stasiun atau antena. Selanjutnya sinyal tersebut dikuatkan, diubah frekuensinya dan dikirimkan kembali pada frekuensi downlink ke satu atau lebih stasiun bumi.

Satelit memiliki peran dalam merancang, mengembangkan dan memperluas suatu jaringan. Satelit komunikasi, yang merupakan salah satu jenis satelit, memiliki kegunaan yang meliputi komunikasi jaringan di pada wilayah yang luas, backhaul seluler, internet trunking, siaran televisi dan telepon jarak jauh (Gunter’s Space, Telkom 2, 2013).

Indonesia menjadi negara ketiga di dunia yang mengoperasikan sistem komunikasi satelit domestik dengan menggunakan satelit geostasioner, yaitu sistem Palapa A yang diluncurkan pada tahun 1976. Sistem satelit ini menyediakan layanan telepon dan faksimili antarkota di Indonesia dan menjadi infrastruktur utama distribusi program TV.

Dari landasan Tanjung Canaveral, AS, sebuah roket meluncur mengantarkan Satelit Palapa A1 pada 9 Juli 1976. Ini adalah satelit pertama berbobot 574 kilogram milik Indonesia untuk melayani keperluan dalam negeri seperti transmisi televisi dan telekomunikasi. Peluncurannya sendiri dilesatkan roket Delta 2914.

Saat itu, Indonesia adalah negara ketiga yang mengoperasikan Sistem Komunikasi Satelit Domestik (SKSD) menggunakan satelit Geo Stasioner Orbit. Dua negara lainnya adalah AS dan Kanada. Setahun kemudian diluncurkan lagi satelit Palapa A2 untuk melayani telekomunikasi ASEAN dan keperluan Pertahanan.

Hanya saja usia satelit memang terbatas. Setelah masa orbitnya selesai, diluncurkan satelit pengganti yang dinamakan Palapa B1 dan Palapa B2. Bedanya, satelit baru ini memiliki teknologi lebih canggih. Palapa B2, misalnya, harus diangkut dengan pesawat Challenger ke ruang angkasa.

Sayangnya saat proses penjemputan untuk ditempatkan dalam orbitnya, satelit B2 mengalami kegagalan serius. Untuk menggantinya beberapa tahun kemudian diluncurkan satelit pengganti Palapa B2P yang bergerak dari barat ke timur Indonesia. Satelit ini berada pada ketinggian 36 ribu kilometer dan beredar tepat di garis khatulistiwa.

Pada 1991 Indonesia meluncurkan kembali satelit Palapa C1. Ini adalah satelit pertama yang dioperasikan PT Satelit Palapa Indonesia (Satelindo). Semua satelit sebelumnya dikelola Perumtel (PT Telkom). Satelit itu diluncurkan pada 1996 di Kennedy Space Center, AS, dengan memanfaatkan roket Atlas 2AS. Sayangnya, pada 1998 satelit ini dinyatakan tidak bisa berfungsi setelah kegagalan pergantian baterai. Untuk menggantikan slotnya kemudian diluncurkan Palapa C2 dengan operasional dipegang oleh PT Indosat, setelah digabungkan dengan Satelindo.

Sampai saat ini ada 24 satelit yang pernah diluncurkan Indonesia ke ruang angkasa. Memang satelit punya usia produktif. Dari 24 yang pernah diluncurkan, sebagian sudah habis masa edarnya. Sebagian lainnya, masih produktif sampai sekarang.

Di ruang angkasa orbit bumi sekarang ini, ribuan satelit saling berdesakkan. Setiap titik orbit harus diperhitungkan secara jeli agar tidak terjadi tabrakan. Untuk mendapatkan slot satelit bukan perkara gampang, karena harus antre berebut dengan seluruh negara di dunia yang berkepentingan mengaveling orbit bumi untuk satelit negaranya.

Baca juga: Menyelamatkan Tiga Orbit Satelit

Sampai saat ini ada tujuh satelit Indonesia yang masih mengorbit. Satelit Telkom 3S berhasil mengorbit sejak Februari 2017 yang diluncurkan di Guiana Space Center, Prancis. Satelit ini diupayakan untuk meningkatkan kualitas jaringan telekomunikasi, seperti siaran TV digital, komunikasi bisnis, selular, dan boadband internet.

Sedangkan pihak swasta murni yang meluncurkan satelit, di antaranya MNC Sky Vision pada Mei 2009, di Kazakhstan. Satelit ini diluncurkan menggantikan Indostar I yang habis masa orbitnya.

Saat ini ada satelit yang diproduksi di dalam negeri yang dikuncurkan Lapan (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional). Sayangnya, peluncuran satelit Lapan A2 ini belum bisa dilakukan di Indonesia. Lapan A2 dikuncurkan di Sriharikota, India. Misi satelit ini untuk melakukan pengamatan di bumi, pemetaan kapal, dan komunikasi radio amatir. Satelit buatan anak bangsa ini dilengkapi Automatic Packer Reporting System yang mampu membantu komunikasi penanganan bencana.

Selain Lapan A2 juga diluncurkan satelit Lapan A3 yang merupakan kerja sama Lapan dan IPB. Satelit ini dikhususkan untuk memantau kapal yang bergerak di laut Indonesia. Penangkapan kapal asing pencuri ikan salah satunya adalah jasa teknologi satelit ini.

Kini ada satelit yang dimiliki Bank Rakyat Indonesia atau BRIsat. Ini adalah satelit satu-satunya di dunia yang dimiliki oleh lembaga keuangan. BRI mengklaim dengan dioperasikan satelit miliknya sendiri itu terjadi penurunan biaya operasional perbankan dari Rp500 miliar setahun, menjadi tinggal Rp250 miliar setahun. Peluncuran satelit BRIsat dilakukan di Guyana, Prancis pada 19 Juni 2016.

Pada Agustus 2018, Telkom meluncurkan satelit Telkom-4. Satelit ini diperkirakan akan beredar sampai 2033 untuk melayani kebutuhan telekomunikasi nasional. Peluncuran Telkom-4 sendiri sebetulnya untuk menggantikan satelit Telkom-3 yang mengalami kegagalan.

Satelit Telkom-4 atau Satelit Merah Putih adalah satelit komunikasi geostasioner milik Indonesia yang dioperasikan oleh perusahaan PT. Telekomunikasi Indonesia. Satelit ini diluncurkan pada tanggal 7 Agustus 2018 pukul 01.18 waktu setempat atau jam 12.18 WIB menuju slot orbitnya di 108 derajat bujur timur menggunakan roket peluncur Falcon 9 milik SpaceX dari Cape Canaveral Air Force Station, Orlando, Florida, Amerika Serikat.

Infografik: Satelit Aktif di Indonesia (2018)

Undang-Undang Keantariksaan

Pada 6 Agustus 2013, pemerintahan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan. Antariksa merupakan ruang beserta isinya yang terdapat di luar Ruang Udara, serta yang mengelilingi dan melingkupi Ruang Udara. Secara alamiah Antariksa terletak sekitar 100–110 km di atas Ruang Udara atau atmosfer bumi. Dalam pengaturannya secara internasional, Ruang Udara tunduk pada Konvensi Internasional tentang Penerbangan Sipil (Chicago Convention on Civil Aviation 1944).

Indonesia telah mematuhinya sejak 27 April 1950 dan mengakui adanya kedaulatan setiap negara yang penuh dan eksklusif di atas wilayah udara teritorialnya. Antariksa tunduk pada ketentuan Traktat mengenai Prinsip-Prinsip yang Mengatur Kegiatan Negara-Negara dalam Eksplorasi dan Penggunaan Antariksa, termasuk Bulan dan Benda-Benda Langit Lainnya, 1967 (Treaty on Principles Governing the Activities of States in the Exploration and Use of Outer Space, including the Moon and Other Celestial Bodies, 1967), yang mengakui Antariksa sebagai kawasan bersama umat manusia (province of all mankind). Sesuai dengan ketentuan tersebut Antariksa bebas untuk dieksplorasi dan digunakan oleh semua negara, tanpa diskriminasi berdasarkan asas persamaan, dan sesuai dengan hukum internasional.

Baca juga: Orbit Geostasioner dan Lemahnya Postur Hukum Keantariksaan Indonesia

Indonesia sebagai negara yang telah meratifikasi Traktat Antariksa 1967 dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2002 dan 3 (tiga) perjanjian internasional Keantariksaan yang merupakan peraturan pelaksanaannya berkewajiban melaksanakan ketentuan tersebut dalam wilayah kedaulatan dan wilayah yurisdiksinya.

Ketiga perjanjian internasional tersebut adalah sebagai berikut:

(1) Convention on International Liability for Damage Caused by Space Objects of 1972 disingkat Liability Convention 1972, yang telah diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 20 Tahun 1996.

(2) Convention on Registration of Objects Launched into Outer Space disingkat Registration Convention 1975, yang telah diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1997.

(3) Agreement on the Rescue of Astronouts, the Return of Astronouts and the Return of Objects Launched into Outer Space, 1968 disingkat Rescue Agreement 1968, yang telah diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 1999.

Bagi bangsa Indonesia, Antariksa dipandang sebagai ruang gerak, media, dan sumber daya alam yang harus didayagunakan dan dilestarikan bagi kemakmuran rakyat Indonesia. Potensi ruang antariksa dan keberadaan satelit yang dimiliki Indonesia di luar angkasa merupakan modal teknologi yang mampu menghubungkan dan mempersatukan bangsa.

Satelit dapat mengatasi beberapa hal yang dapat menjadi kendala pada sistem telekomunikasi terestrial entah itu waktu, jarak atau kompleksitas konten. Dengan satelit, daerah yang jauh  dapat dengan mudah memiliki sistem komunikasi yang sama dengan di kota dan dapat menghubungkan dengan daerah lain dengan lebih cepat.

Satelit memiliki area cakupan yang luas sehingga, bandwidth yang besar dan instalasi yang lebih cepat dengan karakteristik layanan yang seragam.

Indonesia membutuhkan satelit karena terdiri dari beberapa pulau dan kontur geografisnya yang beraneka ragam, dimana akan sangat sulit untuk sistem komunikasi terrestrial untuk dapat mengcover seluruh wilayahnya. Satelit juga menjadi solusi untuk pemerataan akses telekomunikasi hingga ke pelosok nusantara. (LITBANG KOMPAS)

KOMPAS/LUCKY PRANSISKA

Suasana ruang Stasiun Pengendali Utama Satelit Palapa PT Telkom Indonesia Tbk, di kawasan Cibinong, Bogor, Selasa (1/11/2005). Peluncuran Satelit Telkom-2 milik PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) tertunda beberapa kali karena alasan teknis,.