Paparan Topik | Keagamaan

Jejak Perjalanan Apostolik Para Paus di Indonesia

Paus Fransiskus adalah paus ketiga yang akan hadir di tanah air. Sebelumnya Paus Paulus VI dan Paus Yohanes Paulus II pernah menginjakkan kakinya di bumi Nusantara. Bagaimanakah kisah perjalanan mereka selama di Indonesia?

KOMPAS/JB SURATNO

Presiden dan Sri Paus menyaksikan lukisan karya Basuki Abdullah yang dihadiahkan Presiden untuk Sri Paus. Sebelum memimpin misa kudus di Stadion Utama Senayan dengan lebih dari 100.000 umat (9/10/1989).

Fakta Singkat

Hubungan diplomatik antara Indonesia dengan Vatikan sudah terjalin sejak 6 Juli 1947 sebagai Delegatus Apostolik di Jakarta. Ini menandai hubungan kerjasama antar kedua negara yang terus terjalin hingga kini.

Paus yang pernah datang ke Indonesia:

Paus Paulus VI
Tanggal kunjungan: 3-4 Desember 1970
Jumlah hari menginap: 2 hari
Kota yang dikunjungi: Jakarta

Paus Yohanes Paulus II
Tanggal kunjungan: 9-14 Oktober 1989
Jumlah hari menginap: 6 hari
Kota yang dikunjungi: Jakarta, Yogyakarta, Maumere, Dili (dulu Timor Timor), Medan

Paus Fransiskus
Tanggal kunjungan: 3-6 September 2024
Jumlah hari menginap: 4 hari
Kota yang dikunjungi: Jakarta

Artikel terkait

Berita kedatangan Paus Fransiskus ke Indonesia pada 3-6 September 2024 menjadi kabar sukacita bagi umat Katolik dan seluruh masyarakat Indonesia. Sebelumnya rencana kedatangan Paus Fransiskus ke Indonesia muncul di tahun 2020, namun pandemi Covid-19 membuat rencana itu batal. Kemudian di tahun 2022, Indonesia mengundang kembali Paus Fransiskus. Setelah melalui kendala kesehatan, Paus Fransiskus akhirnya menyatakan akan mengunjungi Indonesia.

Sebelumnya terdapat dua paus yang pernah mengunjungi Indonesia. Paus Paulus VI adalah paus pertama yang berkunjung dan bertemu langsung dengan Presiden Soeharto di tahun 1970. Meskipun hanya kunjungan singkat dan bukan kunjungan resmi kenegaraan, namun meninggalkan kesan yang mendalam bagi seluruh umat Katolik di Indonesia.

Kunjungan paus yang kedua hadir di tahun 1989 ketika Paus Yohanes Paulus II melalukan lawatannya selama seminggu di Indonesia. Kali ini Sri Paus hadir dalam kunjungan resmi kenegaraan. Peristiwa ini sangat bersejarah karena pertama kalinya pemimpin tertinggi Takhta Suci Vatikan berkeliling Indonesia antara lain Jakarta, Yogyakarta, Maumere, dan Medan.

Apabila melihat dua peristiwa kehadiran paus ke Indonesia menjadi momen sejarah yang penting bagi semua negara. Kedatangan paus ke Indonesia tidak hanya sebagai langkah untuk memperkuat diplomasi antar kedua negara. Namun juga sebagai bentuk toleransi antar umat beragama. Hal ini seturut dengan posisi Sri Paus sebagai pemimpin tertinggi Gereja Katolik seluruh dunia sekaligus pemimpin negara Vatikan.

KOMPAS/JB SURATNO

Pada kunjungan di Indonesia, Paus Yohanes Paulus II Senin (9/10/1989) malam, mengadakan pembicaraan empat mata dengan Presiden Soeharto.

Hubungan Indonesia dengan Vatikan

Hubungan diplomasi antara Indonesia dengan Vatikan telah terjalin sejak akhir masa kolonialisme Hindia Belanda. Pada tahun 1941, Takhta Suci Vatikan melalui Paus Pius XII menunjuk Albertus Soegijapranata, SJ sebagai uskup untuk Vikaris Apostolik Semarang. Berita ini cukup mengejutkan karena Mgr Soegijapranata terpilih dari sekian banyak kardinal, puluhan Uskup Agung dan Uskup, Vikaris Apostolik, dan Vikaris. Namun, Paus Pius XII tetap menunjuk putra pribumi Indonesia.

Sejak saat itu Mgr. Soegijapranata menjadi seorang Uskup pribumi pertama yang menjalin langsung hubungan dengan Takhta Suci Vatikan. Hal ini terlihat terutama pada masa-masa pendudukan Jepang dan Agresi Militer Belanda, Mgr. Soegija justru meminta dukungan kepada Vatikan. Ini penting sebagai bentuk pengakuan dunia internasional terhadap kemerdekaan Indonesia. Apalagi Vatikan dan Gereja Katolik telah diakui dan dihormati di dunia.

Keberhasilan hubungan diplomatik antara Mgr. Soegija dengan Vatikan terbukti dengan diangkatnya imam Belgia Georges-Marie Joseph-Hubert-Ghislain de Jonghe d’Ardoye, pada 6 Juli 1947 sebagai Delegatus Apostolik di Jakarta. Saat itu Mgr. Soegija memberikan usulan kepada Vatikan agar imam delegasi tersebut bukan berasal dari Belanda supaya tidak menimbulkan prasangka.

Sebelumnya pada masa Hindia Belanda, belum pernah ada kantor perwakilan Takhta Suci Vatikan di Batavia. Sehingga, perwakilan Vatikan di kawasan Asia Tenggara berada di Sydney, Australia. Namun, setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, dibuka perwakilan Vatikan di Jakarta. Hal ini membawa dampak besar yakni Takhta Suci telah mengakui kemerdekaan Indonesia.

Sejak saat itu hubungan diplomatik antara Indonesia dengan Vatikan terus terjalin hingga kini. Kedua negara pun telah memiliki kantor kedutaan besar masing-masing. Duta Besar RI di Vatikan Trias Kuncahyono, menyebutkan ada 1.610 WNI tersebar di sejumlah biara ataupun fasilitas lain milik Vatikan, baik di Italia maupun di Vatikan.

Oleh karena itulah kunjungan paus sebagai pemimpin tertinggi agama Katolik di seluruh dunia sekaligus pemimpin negara Vatikan adalah salah satu bentuk mesranya hubungan diplomatik kedua negara.

Potongan artikel harian Kompas pada 5 Desember 1970 yang memberitakan tentang kepulangan Paus Paulus VI.

Kunjungan Paus Paulus VI

Pemerintah Indonesia pernah mengirimkan undangan kepada pemimpin Gereja Katolik Roma, Paus Paulus VI, untuk berkunjung ke Indonesia. Tepatnya pada Kompas, 17 Juni 1966, dikabarkan melalui Kedutaan Besar Indonesia di Roma, Italia, secara resmi mengundang Sri Paus Paulus VI untuk mengunjungi umat Katolik di Indonesia. Namun sayangnya rencana tersebut masih belum ditanggapi secara positif oleh Paus Paulus VI.

Baru pada tahun 1970 kabar mengenai kedatangan Paus Paulus VI ke Indonesia muncul kembali. Saat itu Paus Paulus VI berencana untuk menghadiri Konferensi Uskup-uskup Pan-Asia di Manila, Filipina serta Konferensi Uskup-uskup Australia dan Oceania di Sydney, Australia. Dalam perjalanan menuju kedua negara tersebut, Paus Paulus hendak beristirahat satu malam di Jakarta, Indonesia.

Kesempatan kedatangan Paus Paulus VI yang singgah sejenak di Jakarta tidak disia-siakan oleh pemerintah Indonesia. Presiden Soeharto pada September 1970 menyatakan akan menyambut dengan hangat kedatangan Paus Paulus VI. Meskipun begitu pemerintah Indonesia juga menjelaskan bahwa penyambutan Paus Paulus VI tidak dilakukan secara kenegaraan. Namun, pemerintah Indonesia tetap memberikan penghormatan yang layak kepada Paus Paulus VI sebagai pemimpin umat Katolik Roma.

Seperti yang diberitakan dalam Kompas, 1 Oktober 1970, Paus akan singgah dan menginap satu malam di Jakarta. Presiden Soeharto bersama dengan ibu negara yang akan menjemput sendiri di Lapangan Terbang Kemayoran, Jakarta menuju Kedutaan Besar Takhta Suci Vatikan di Jakarta. Esoknya Presiden Soeharto juga berencana melepas keberangkatan Paus Paulus VI menuju Filipina dan Australia.

Namun di tengah perjalanan, terjadi perubahan rencana setelah diskusi panjang antara pemerintah Indonesia dengan pihak Vatikan. Dalam kepulangannya dari Filipina dan Australia, Paus Paulus VI akan mengunjungi Indonesia kembali dan akan melalui beberapa agenda pertemuan intensif dengan pemerintah, Uskup-uskup di Indonesia, dan umat Katolik di Indonesia.

Walupun begitu, kedatangan Paus Paulus VI ke Indonesia lebih ditekankan pada kedudukannya sebagai Pemimpin Tertinggi Umat Katolik Sedunia bukan Kepala Negara Vatikan. Maka selain acara-acara resmi dengan pihak pemerintah Indonesia, Paus Paulus VI juga mengadakan acara-acara keagamaan khusus dengan umat Katolik Indonesia.

Dalam informasi yang diterima oleh Kompas pada 9 November 1970 disebutkan bahwa kedatangan Paus Paulus VI saat itu direncanakan pada 3-4 Desember 1970. Paus Paulus VI akan diterima oleh Presiden Soeharto di Lapangan Terbang Kemayoran secara kenegaraan. Sesudah itu Paus Paulus VI akan menuju langsung ke Gereja Katedral Jakarta untuk bertemu dengan rohaniwan/rohaniwati Indonesia. Malam harinya, setelah pertemuan dengan Presiden Soeharto, Paus Paulus VI akan mempersembahkan misa suci di Stadion Utama Senayan.

Pada 3 Desember 1970, Paus Paulus VI memenuhi janjinya untuk berkunjung kembali ke Indonesia setelah kepulangannya dari Australia. Paus Paulus VI yang menumpangi pesawat DC 8-Alitalia, mendarat di Lapangan Terbang Kemayoran Jakarta pada pukul 15.30 WIB. Begitu pintu pesawat “Arcangelo Corelli” dibuka, Sri Paus nampak melambaikan tangannya kepada para pembesar dan umat yang menjemputnya sambil menuruni pesawat.

Pemimpin Tertinggi Umat Katolik Indonesia ini disambut langsung oleh Presiden Soeharto selepas turun dari pesawatnya. Dalam penyambutan ini Presiden Soeharto didampingi oleh para menteri, pimpinan DPR dan MPRS, pejabat-pejabat tinggi lainnya, serta para duta besar.

Dalam penyambutannya di Lapangan Terbang Kemayoran, Paus Paulus VI menyatakan bahwa kunjungannya ke Indonesia bukanlah untuk menarik keuntungan dan menyenangkan dirinya sendiri. Paus Paulus VI dalam setiap kunjungannya ke negara-negara lain bermaksud untuk memperbaiki nasib manusia demi mencapai keadilan dan perdamaian di seluruh dunia.

Sri Paus mengagumi Indonesia dalam kunjungannya pada Desember 1970. Paus memuji kerukunan dan tolerasi umat beragama masyarakat Indonesia meskipun terdiri dari beragam agama. Selain itu, Sri Paus juga memuji pemerintah Indonesia dan masyarakatnya untuk kesadaran beribadatnya yang mendalam.

Presiden Soeharto juga berterimakasih kepada Paus Paulus VI yang bersedia hadir dan memenuhi undangan berkunjung ke Indonesia. Dalam sambutannya Presiden Soeharto memberikan simpati kepada upaya Paus Paulus VI dalam melaksanakan tugas sebagai gembala umat Katolik seluruh dunia. Misinya berkeliling dunia juga dianggap selaras dengan naluri bangsa Indonesia yang memiliki falsafah hidup Pancasila. Presiden Soeharto juga menyatakan bahwa seluruh masyarakat Indonesia bertekad dan bersatu dalam mempertahankan kemerdekaan tanpa membeda-bedakan suku, asal-usul, maupun keyakinan agama yang memang berbeda-beda. Ini sebagai keyakinan penuh bangsa Indonesia sebagai bangsa yang toleran terhadap perbedaan agama.

Tidak hanya bertemu dengan jajaran pemerintahan Indonesia saja, Paus Paulus VI juga melakukan dialog dengan para rohaniwan asal Indonesia. Sri Paus juga memimpin misa bersama dengan umat Katolik seluruh Indonesia di Stadion Utama Senayan pada 3 Desember 1970.

Pada 4 Desember 1970, lawatan Paus Paulus VI pun berakhir di Indonesia. Paus Paulus VI didampingi oleh Presiden Soeharto untuk menaiki pesawatnya di Lapangan Terbang Kemayoran. Paus Paulus VI juga meninggalkan sejumlah kenang-kenangan bagi pemerintah Indonesia antara lain empat buah ambulan yang dapat dipergunakan untuk rumah sakit pemerintah baik Islam, Kristen, dan Katolik.

Foto pertama: Mgr. Leo Soekoto, Uskup Agung Jakarta mendampingi Paus Yohanes Paulus II saat perayaan misa di Staion Utama Senayan, Jakarta (9/10/1989). Foto kedua: Kunjungan Sri Paus Johanes Paulus II di Yogyakarta (10/10/1989). Mengadakan misa dan kotbah di lapangan Dirgantara AAU Akademi Angkatan Udara dihadiri 150.000 umat katolik. Foto ketiga: Persiapan menyambut kedatangan Sri Paus Yohannes Paulus II di Maumere, NTT, yang akan berkunjung (8/10/1989). Foto keempat: Kunjungan Sri Paus Johanes Paulus II di Timor Timur (12/10/1989). Paus dengan rombongan menggunakan pesawat Hercules AURI tiba di Bandara Komoro disambut oleh Menhankam LB Moerdani, Gubernur Timtim Carrascalo, Mgr. Bello, Mgr. Manteiro, dan Mgr. A. Painratu. Foto kelima: Paus Yohanes Paulus II di Medan (13/10/1989).

Kunjungan Paus Yohanes Paulus II

Memasuki tahun 1980-an muncul kabar mengenai pemerintah Indonesia ingin mengundang Paus Yohanes Paulus II datang ke Indonesia. Apalagi Paus Yohanes Paulus II terkenal dengan perjalanannya mengunjungi beberapa negara untuk tugas pastoral. Bahkan saking banyaknya perjalanan yang dilakukan oleh Paus Yohanes Paulus II, Sri Paus dijuluki “Paus Musafir”.

Dalam buku berjudul Paus Yohanes Paulus II, Musafir Dari Polandia, karya Trias Kuncahyono, disebutkan bahwa belum pernah ada dalam sejarah Gereja maupun sejarah kepausan, seorang Paus yang melakukan perjalanan baik di dalam negeri, Italia, maupun luar negeri sebanyak yang dilakukan oleh Paus Yohanes Paulus II. Tercatat hingga wafatnya pada 2 April 2005, total Paus Yohanes Paulus II melakukan 104 perjalanan pastoral ke luar negeri.

Dalam catatan Garry O’Connor, Paus Yohanes Paulus II sudah melakukan perjalanan di negeri Italia sebanyak 146 kali dan mengunjungi 301 paroki. Apabila dianalogikan, Paus Yohanes Paulus II telah melakukan perjalanan lebih dari seperempat juta kilometer atau sama dengan 31 kali mengelilingi bumi atau tiga setengah kali perjalanan dari bumi ke bulan.

Atas dasar inilah pemerintah Indonesia dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) ingin mengundang Paus Yohanes Paulus II ke Indonesia. Tercatat di harian Kompas pada 6 Mei 1983 belum dipastikan kehadiran Paus Yohanes Paulus II ke Indonesia. Baru pada Kompas, 4 Juli 1984, Paus Yohanes Paulus II memberikan jawaban bahwa ia bersedia untuk berkunjung ke Indonesia. Namun, masih belum dapat dipastikan kapan tepatnya Paus Yohanes Paulus II ke Indonesia.

Pada harian Kompas, 2 April 1989, datang berita mengejutkan seputar rencana kedatangan Paus Yohanes Paulus II ke Indonesia. Mengutip dari harian Portugal, The Diario De Niticias, menuliskan bahwa Paus Yohanes Paulus II menolak untuk berkunjung ke Indonesia. Saat itu Paus Yohanes Paulus II beralasan dengan adanya pelanggaran hak asasi manusia terutama di Timor Timur. Pada saat itu masalah Timor Timur sedang panas terkait dengan pengiriman tentara Indonesia untuk meredam kemerdekaan Timor Timur.

Meskipun begitu masalah ini ditangani dengan cepat oleh pemerintah Indonesia. Presiden Soeharto meminta Menteri Pertahanan dan Keamanan L.B. Moerdani melakukan dialog dengan pihak Vatikan. Vatikan meminta agar Keuskupan Timor Timur berada langsung di bawah Vatikan, yang sebelumnya berada di bawah Keuskupan Portugal. Kesepakatan ini akhirnya terjalin antara Vatikan dan Indonesia. Keputusan ini juga sebagai pengakuan de facto integrasi Timor Timur ke Indonesia.

Adanya keputusan ini juga membuat Paus Yohanes Paulus II menanggapi positif kembali rencananya untuk mengunjungi Indonesia. Bahkan kunjungan Paus Yohanes Paulus II ke Indonesia berbeda dengan pendahulunya Paus Paulus VI. Menurut rencana pada Oktober 1989, Paus Yohanes Paulus II berkunjung ke Indonesia dengan status sebagai Pemimpin Tertinggi Umat Katolik Sedunia dan Kepala Negara Vatikan.

Sehingga, sejumlah agenda Paus Yohanes Paulus II di Indonesia terbilang cukup padat dan panjang. Selain bertemu dengan sejumlah pejabat pemerintahan Indonesia, Paus Yohanes Paulus II juga berencana untuk menemui rohaniwan/rohaniwati. Sri Paus juga memimpin misa bersama dengan umat Katolik sekaligus berkeliling seluruh Indonesia antara lain di Medan, Jakarta, Yogyakarta, Maumere, dan Dili (dahulu masuk dalam Timor Timur).

Paus Yohanes Paulus II pada akhirnya datang mengunjungi Indonesia pada 9 Oktober 1989 di Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta. Setelah mendara,t Paus Yohanes Paulus II langsung menuju ke Istana Merdeka untuk disambut resmi secara kenegaraan oleh Presiden Soeharto. Oleh karena kunjungan ini adalah kunjungan kenegaraan resmi, maka sama halnya dengan tamu negara-negara lainnya, upacara penyambutan disertai tembakan meriam sebanyak 21 kali.

Dalam pertemuan negara antara Presiden Soeharto dan Paus Yohanes Paulus II, mereka saling bertukar pikiran mengenai keadilan dan perdamaian dunia. Paus Yohanes Paulus II bahkan terkesan dan memuji Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Bahkan Sri Paus menekankan pentingnya suatu bangsa mempunyai pandangan hidup dan dasar falsafah negara.

Presiden Soeharto juga dalam pidato penyambutannya mengatakan bahwa kedatangan Paus Yohanes Paulus II mempunyai arti penting, bukan hanya untuk meningkatkan iman umat Katolik, tetapi juga merupakan bagian dari pembinaan umat beragama di Indonesia. Selain itu, Presiden Soeharto juga menjelaskan tentang sistem pembangunan nasional yang sesuai dengan demokrasi dan tujuan nasional sesuai dalam UUD 1945.

Setelah penyambutan dan pertemuan antara Presiden Soeharto dengan Paus Yohanes Paulus II, Sri Paus langsung mempersiapkan misa kudus di Stadion Utama Senayan. Misa ini dihadiri oleh lebih dari 100.000 umat Katolik seluruh Indonesia. Dalam perayaan Ekaristi tersebut Paus Yohanes Paulus II didampingi oleh Mgr. Leo Soekoto, Mgr. Julius Darmoatmodjo, Kardinal Casaroli, dan Kardinal Pomko, keduanya dari Vatikan.

Lautan manusia yang dipersatukan secara magis dalam suasana khusyuk mengikuti perayaan misa yang berlangsung dari pukul 16.00-18.35. Bahkan umat tersentak ketika dalam doa pembukaan kebaktian terdengar suara bariton Sri Paus, yang konon menguasai aktif 32 bahasa, dalam bahasa Indonesia.

Dalam kotbahnya, Sri Paus mengingatkan kepada seluruh umat Katolik Indonesia melakukan kewajiban sebagai warga negara, di samping memberikan pada Allah apa yang wajib diberikan kepada-Nya. Umat Katolik diajak menjadi warga negara Indonesia yang baik. Tak lupa juga Paus Yohanes Paulus II juga mengelilingi stadion menyapa seluruh umat yang hadir dengan menggunakan mobil komando antipeluru.

Tidak hanya memimpin misa di Stadion Utama Senayan, Paus Yohanes Paulus II juga menghadiri pertemuan lintas agama, tepatnya pada 10 Oktober 1989 di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta. Hadir dalam pertemuan itu antara lain pimpinan Majelis Ulama Indonesia, Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia, Konferensi Waligereja Indonesia, Parisada Hindu Dharma, dan Perwalian Umat Budha Indonesia.

Dalam pertemuan tersebut Paus Yohanes Paulus II, menekankan bahwa dalam masyarakat majemuk, memperlakukan orang lain dengan cara bersaudara, harus dilakukan lewat pendekatan dialog. Menurut Sri Paus, penting untuk dilakukan dialog pertukaran teologis yang bertujuan mencapai pengertian akan warisan keagamaan dan menghormati nilai spiritual masing-masing. Tak lupa juga Sri Paus juga memuji kebebasan beragama dan toleransi yang diciptakan oleh masyarakat Indonesia.

Selain memimpin misa di Jakarta, Paus Yohanes Paulus II juga menyelenggarakan misa dan kunjungan di beberapa tempat di Indonesia. Pada 10 Oktober 1989 diadakan perayaan misa di lapangan Dirgantara, Akademi Angkatan Udara Yogyakarta; 11 Oktober 1989 diadakan misa di Gelora Samador da Cunha, Maumere, Flores, NTT; 12 Oktober 1989 berkunjung ke Dili, Timor Timur, NTT; 13 Oktober 1989 mengadakan misa di Medan, Sumatera Utara. Setelah berkeliling Indonesia, Paus Yohanes Paulus II pada 13 Oktober 1989 kembali lagi ke Jakarta.

Pada 14 Oktober 1989, Paus Yohanes Paulus II mengakhiri kunjungannya di Indonesia dan bertolak menuju Mauritius. Sebelumnya, Paus Yohanes Paulus II berkunjung kembali ke Istana Merdeka untuk menemui Presiden Soeharto sekaligus berpamitan. Dalam acara penutupan bersama dengan para Uskup dan Konferensi Waligereja Indonesia, Sri Paus menyatakan bahwa kunjungannya di Indonesia selama seminggu akan selalu terkenang.

KOMPAS/ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN

Paus Fransiskus memberikan wejangan kepada seluruh peziarah dari berbagai penjuru dunia serta memimpin doa Malaikat Tuhan dari pintu jendela gedung Palazzo Apostolico, Vatikan, Jumat (29/6/2018).

Paus Fransiskus

Kabar gembira bagi umat Katolik Indonesia muncul di bulan April 2024. Setelah lebih dari tiga dekade setelah terakhir kali Paus Yohanes Paulus II hadir di Indonesia, kini Paus Fransiskus mengumumkan akan berkunjung ke Indonesia, pada tanggal 3-6 September 2024.

Kabar ini diperoleh melalui Menteri Luar Negeri Vatikan Paul R Gallagher yang mengungkap rencana tersebut dalam wawancara dengan majalah America The Jesuit Review. Paus Fransiskus akan bertandang ke Indonesia pada September 2024. Pemimpin umat Katolik itu juga dijadwalkan mendatangi Timor Leste, Papua Niugini, dan Singapura.

Sebelumnya, Vatikan telah merencanakan lawatan Paus ke Indonesia dan Timor Leste pada 2020. Sayangnya, pandemi Covid-19 membuat rencana itu dibatalkan. Pada Juni 2022, Indonesia kembali mengundang Paus Fransiskus agar datang. Menjawab undangan itu, Vatikan merencanakan lawatan Paus pada Agustus 2024. Belakangan, sebagaimana diungkap Gallagher, Paus akan datang pada awal September 2024.

Dalam kunjungannya ke Indonesia, Paus Fransiskus hanya singgah di Jakarta saja. Duta Besar Indonesia untuk Takhta Suci Vatikan, Michael Trias Kuncahyono mengatakan, kunjungan Paus ini punya dua perspektif. Pertama, Paus sebagai pemimpin Gereja Katolik yang menyapa umatnya di Indonesia dalam perannya sebagai gembala. Sementara itu, aspek kedua adalah Paus sebagai Kepala Negara Vatikan.

Lawatan Asia Pasifik itu akan menjadi perjalanan terpanjang dalam 11 tahun masa kepausan Paus Fransiskus (87). Perjalanan ini bahkan lebih lama dari lawatan ke Amerika di awal masa kepausannya. Perjalanan ini direncanakan di tengah kondisi kesehatan Paus Fransiskus yang menurun dan kerap menjadi sorotan.

Selain itu kedatangan Paus Fransiskus ke Indonesia akan menarik perhatian dunia karena Indonesia merupakan negara dengan populasi umat Islam terbesar di dunia. Namun, kunjungan ini diharapkan dapat memperkuat pesan toleransi, persatuan, dan perdamaian dunia. Misi inilah yang ingin dibawa oleh Paus Fransiskus dalam setiap kunjungannya. (DNG/LITBANG KOMPAS)

Referensi

Arsip Kompas
  • “Sri Paus diundang ke Indonesia”. Kompas, 17 Juni 1966.
  • “Paus Paulus VI Singgah Semalam di Indonesia * Akan Bertemu Dengan Umat Katolik di Senajan”. Kompas, 1 Oktober 1970.
  • “Kundjungan Paus Paulus * Disertai 6 Pedjabat Penting”. Kompas, 6 November 1970.
  • “Sri Paus Akan Adakan Pembitjaraan Pribadi Dengan Presiden”. Kompas, 9 November 1970.
  • “Sri Paus: Saja Hanja Ingin Berusaha Memperbaiki Nasib Manusia * Presiden, Rakyat Mendapat Kehormatan Besar”. Kompas, 4 Desember 1970.
  • “Paus Paulus: Terima Kasih, Selamat Tinggal Sampai Berdjumpa Lagi”. Kompas, 5 Desember 1970.
  • “Paus Belum Jadi ke Indonesia”. Kompas, 19 Januari 1984.
  • “Paus ke Indonesia Oktober”. Kompas, 6 Maret 1989.
  • “Lisabon: Paus Yohanes Paulus II Menolak Undangan ke Indonesia”. Kompas, 2 April 1989.
  • “Menhankam L.B. Moerdani: Timtim Siap Menerima Kunjungan Paus Yohanes Paulus II”. Kompas, 12 Juli 1989.
  • “Falsafah Pancasila dan Kebebasan Beragama Menarik Bagi Paus”. Kompas, 3 Oktober 1989.
  • ”Perayaan Misa yang Dipimpin Paus Diucapkan dalam Bahasa Indonesia”. Kompas, 9 Oktober 1989.
  • “Jadilah Warga Negara yang Baik”. Kompas, 10 Oktober 1989.
  • “Sri Paus Terkesan pada Falsafah Pancasila”. Kompas, 10 Oktober 1989.
  • “Menteri Agama Munawir Sjadzali: Indonesia tak Mengenal Mayoritas – Minoritas”. Kompas, 11 Oktober 1989,
  • “Sri Paus Merasa di Jantung Tanah Jawa”. Kompas, 11 Oktober 1989.
  • “Sri Paus: Lawatan Ini akan Lama Terkenang”. Kompas, 14 Oktober 1989.
  • “Merawat Hubungan Tidak Biasa Indonesia-Vatikan”. Kompas, 20 Desember 2023.
  • “Vatikan Pastikan Paus Fransiskus ke Indonesia”. Kompas, 3 April 2024.
  • “Kunjungan Paus Tunggu Pengumuman Resmi”. Kompas, 9 April 2024.
  • “Paus Kunjungi Jakarta pada 3-6 September”. Kompas, 13 April 2024.
Buku
  • Budi Subanar, G. 2007. Soegija, Si Anak Betlehem van Java. Yogyakarta: Kanisius.
  • Escobar, Mario. 2016. Biografi Fransiskus, Manusia Pendoa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
  • Steenbrink, Karel. 2018. Orang-orang Katolik di Indonesia Era Kemerdekaan 1945-2010, Jilid 3. Maumere: Penerbit Ledalero.
  • Trias Kuncahyono. 2005. Paus Yohanes Paulus II, Musafir dari Polandia. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.