Paparan Topik | Ekonomi Nasional

Kelapa Sawit: Antara Manfaat Ekonomi dan Dampak Lingkungan

Sebagai salah satu negara penghasil kelapa sawit terbesar dunia, komoditas sawit memiliki peran strategis bagi perekonomian Indonesia. Namun, industri sawit memiliki dampak lingkungan yang perlu diperhatikan.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Pintauli Manurung (kiri) dan Esron Simbolon, anaknya, membersihkan tanaman liar di kebun kelapa sawit milik mereka di kawasan Nagari Pengkolan, Kecamatan Bosar Maligas, Simalungun, Sumatera Utara, Senin (12/3/2018).

Fakta Singkat

Kelapa Sawit

  • Berasal dari Afrika.
  • Pertama kali dikenalkan di Indonesia tahun 1848.
  • Budidaya kelapa sawit secara komersial dimulai pada tahun 1911.
  • Adrien Hallet, seorang Belgia, menjadi pelopor perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
  • Ekspor pertama kelapa sawit Indonesia tahun 1919.
  • Indonesia adalah negara produsen dan pengekspor minyak kelapa sawit terbesar di dunia.

Penghasil Minyak Sawit Dunia 2023/2024

Negara Produksi (ribu metrik ton)
Indonesia 47.000
Malaysia 19.000
Thailand 3.450
Kolombia 1.900
Nigeria 1.500
Lainnya 6.614

Sumber: Statista, diolah dari USDA Foreign Agricultural Service 2023/2024.

Polemik lahan sawit mencuat seiring pernyataan Presiden Prabowo Subianto dalam sambutan Musrenbangnas RPJMN 2025-2029 di Kantor Bappenas Jakarta, yang menyebut Indonesia perlu menambah lahan sawit tanpa khawatir deforestasi dengan alasan bahwa kelapa sawit adalah pohon yang dapat menyerap karbon dioksida. Menurutnya, kelapa sawit merupakan komoditas strategis yang dibutuhkan oleh banyak negara, sehingga perluasan lahan dianggap penting (30/12/2024).

Pernyataan ini menuai kritik dari sejumlah kalangan terutama aktivis lingkungan. Mereka menilai bahwa perluasan lahan sawit dapat memperburuk deforestasi dan merusak ekosistem hutan yang kaya akan keanekaragaman hayati. Para aktivis lingkungan mengingatkan, meskipun kelapa sawit dapat menyerap karbon, kapasitasnya jauh lebih rendah dibandingkan dengan hutan alami yang memiliki struktur ekosistem lebih kompleks.

Menurut Uli Arta Siagian, manajer Kampanye Hutan dan Kebun Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), seharusnya presiden berbicara berdasarkan sains, pengetahuan, riset, dan fakta. Riset Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada tahun 2022 menunjukkan, sawit bukan tanaman hutan atau tanaman rehabilitasi hutan dan lahan. KLHK mengungkapkan bahwa penanaman sawit yang ekspansif berpotensi menimbulkan berbagai masalah mulai dari masalah hukum, ekologis, sosial, hingga deforestasi (21/1/2025).

Lantas, haruskah perkebunan sawit dilarang? Di balik dampak negatifnya, komoditas kelapa sawit merupakan salah satu penopang pertumbuhan ekonomi nasional melalui perdagangan internasional maupun penyerapan tenaga kerja. Selain sebagai sumber devisa, sebanyak 17 juta masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya pada industri sawit. Dengan situasi ini, meniadakan sawit sama saja menciptakan persoalan baru. Pemerintah perlu mencari jalan tengah agar semua pihak dapat memperoleh manfaat yang maksimal dari tanaman sawit.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Foto dari udara dengan drone menunjukkan ratusan hektar lahan yang baru ditanami kelapa sawit di kawasan Maredan, Kabupaten Siak, Riau, Rabu (31/8/2016). Lahan milik pengusaha asal Malaysia tersebut hanya sebagian kecil dari ribuan hektar perkebunan sawit produktif yang sudah ada di kawasan tersebut. Luas lahan kelapa sawit di Riau mencapai 2, 3 juta hektar yang memasok 25 persen produksi minyak sawit nasional.

Sejarah Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elaeis guineensis) merupakan tumbuhan asli dari Afrika Barat dan Tengah yang pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1848 oleh pemerintah kolonial Belanda. Empat bibit tanaman ini diimpor dari Mauritius dan Hortus Botanicus Amsterdam, kemudian ditanam di Kebun Raya Bogor. Dari empat pohon tersebut, dua di antaranya masih hidup hingga kini dan dianggap sebagai sumber utama penyebaran kelapa sawit di Asia Tenggara.

Budidaya kelapa sawit secara komersial dimulai pada tahun 1911. Adrien Hallet, seorang Belgia, menjadi pelopor perkebunan kelapa sawit di Indonesia, diikuti oleh K. Schadt. Perkebunan pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh, dengan luas mencapai 5.123 hektare.

Ekspor pertama minyak sawit Indonesia dilakukan pada tahun 1919 dengan volume 576 ton, diikuti oleh ekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton pada tahun 1923. Pada masa penjajahan Belanda, perkebunan kelapa sawit berkembang pesat hingga mampu menyaingi dominasi ekspor negara-negara di Afrika. Namun, selama pendudukan Jepang, perkembangan perkebunan ini mengalami kemunduran. Luas lahan perkebunan menyusut hingga 16 persen dari total yang ada, menyebabkan produksi minyak sawit Indonesia anjlok menjadi 56.000 ton pada tahun 1948/1949, dibandingkan dengan ekspor sebesar 250.000 ton pada tahun 1940.

Setelah masa penjajahan Belanda dan Jepang berakhir pada tahun 1957, pemerintah Indonesia mengambil alih pengelolaan perkebunan, dengan alasan politik dan keamanan. Pemerintah melibatkan militer dalam manajemen melalui pembentukan BUMIL (Buruh Militer), yaitu kolaborasi antara pekerja perkebunan dan militer. Namun, perubahan manajemen, situasi sosial-politik yang tidak stabil, serta kondisi keamanan yang buruk menyebabkan penurunan produksi kelapa sawit. Akibatnya, posisi Indonesia sebagai penghasil minyak sawit terbesar dunia digantikan oleh Malaysia.

Pada era Orde Baru, pembangunan perkebunan diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan mendukung devisa negara. Pemerintah mendorong pembukaan lahan baru, sehingga pada tahun 1980 luas perkebunan mencapai 294.560 hektare dengan produksi CPO (Crude Palm Oil) sebanyak 721.172 ton. Menurut Yan Fauzi (2014), sejak itu perkebunan kelapa sawit di Indonesia tumbuh pesat, terutama yang dikelola oleh rakyat, didukung oleh program Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR-BUN).

Perkebunan kelapa sawit yang awalnya dimulai di Sumatera Utara, tepatnya di Pulu Raja dan Tanah Itam Ulu pada tahun 1911, kemudian menyebar ke seluruh Indonesia hingga Malaysia. Dari Sumatera Utara, perkebunan ini berkembang ke berbagai provinsi di Pulau Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Sejak tahun 1980, perkembangan perkebunan kelapa sawit di Kalimantan terus meningkat, dan kini telah meluas hingga ke wilayah Sulawesi.

KOMPAS/PANDU WIYOGA

Sebuah truk pengangkut sawit melintas di ruas jalan yang menghubungkan Kota Pekanbaru dan Kabupaten Siak, Riau, Senin (7/8/2023).

Pohon Kelapa Sawit

Kelapa sawit merupakan tumbuhan tropis yang termasuk dalam genus Elaeis dan famili Arecaceae. Tumbuhan ini berasal dari Afrika bagian Barat dan Amerika bagian tengah dan bagian Selatan. Kelapa sawit dibudidayakan secara luas di berbagai negara tropis, termasuk Indonesia dan Malaysia yang merupakan produsen utama minyak kelapa sawit dunia.

Secara fisiologi, daun pohon kelapa sawit merupakan daun majemuk berwarna hijau tua. Penampilan pohon ini mirip dengan pohon salak tetapi dengan duri lebih sedikit. Batang tanaman sawit diselimuti bekas pelapah yang akan mengering dan mengelupas setelah umur 12 tahun. Setelah pelapah mengelupas, tanaman sawit memiliki wujud seperti tanaman kelapa.

Tanaman sawit berakar serabut yang mengarah ke bawah dan ke samping. Bunga tanaman ini terdiri dari bunga jantan dan bunga betina yang terpisah sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina tampak lebih besar dan mekar.

Buah pohon kelapa sawit merupakan bagian paling dicari. Warna buah sawit beragam mulai dari merah, ungu, dan hitam tergantung dari bibitnya. Bagian buah sawit terdiri dari tiga lapisan mulai dari bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin (eksoskarp), serabut buah (mesoskarp), dan cangkang pelindung inti (endoskarp). Pada bagian inti buah sawit terdapat kandungan minyak berkualitas tinggi.

Pohon kelapa sawit memiliki banyak manfaat baik bagi manusia maupun lingkungan. Bagian inti buah pohon ini menjadi sumber utama minyak kelapa sawit yang digunakan untuk berbagai macam produk terutama industri makanan seperti margarin, roti, dan biskuit. Selain bahan baku makanan, karakternya yang memiliki kandungan lemak tinggi serta tahan terhadap oksidasi juga dimanfaatkan untuk produk kosmetik.

Produk utama pohon kelapa sawit dapat dikategorikan menjadi tiga yakni Minyak Kelapa Sawit (CPO) yang diperoleh dari daging buah dan digunakan dalam berbagai produk makanan serta industri, Minyak Inti Sawit (PKO) yang diperoleh dari biji atau inti buah, digunakan dalam industri makanan dan kosmetik, dan Produk Sampingan seperti sabut, cangkang, dan janjang kosong yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar biomassa atau kompos.

Pohon kelapa sawit di Indonesia tersebar di berbagai wilayah di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Menurut data BPS pada tahun 2023, Provinsi Riau tercatat sebagai penghasil kelapa sawit terbesar di Indonesia (19,59 persen), disusul dengan Kalimantan Tengah (17,98 persen), Kalimantan Barat (11,05 persen), Sumatera Utara (10,63 persen), dan Sumatera Selatan (8,77 persen).

KOMPAS/PRIYOMBODO

Pekerja memuat buah sawit ke atas truk pengangkut di desa Semoi 2, Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Kamis (11/3/2021).

Komoditas

Indonesia merupakan negara penghasil dan pengekspor minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Lebih dari lima puluh persen kelapa sawit dunia diproduksi oleh Indonesia. Berdasarkan data statista, pada periode 2023/2024 Indonesia berada di urutan pertama penghasil minyak sawit dunia dengan volume produksi mencapai 47 juta metrik ton (standar satuan internasional).

Pada urutan kedua dan ketiga penghasil minyak sawit dunia ditempati oleh sesama negara Asia Tenggara Malaysia dan Thailand. Malaysia di urutan kedua dengan total produksi sebesar 19 juta metrik ton, sementara Thailand di tempat ketiga dengan total produksi 3,45 juta metrik ton. Pada urutan keempat Kolombia menghasilkan sebesar 1,9 juta metrik ton, disusul oleh Nigeria di urutan kelima dengan produksi sebesar 1,5 juta metrik ton.

Grafik:

 

INFOGRAFIK: ALBERTUS ERWIN SUSANTO

Grafik:

 

INFOGRAFIK: ALBERTUS ERWIN SUSANTO

Grafik:

 

INFOGRAFIK: ALBERTUS ERWIN SUSANTO

Meski berada di posisi penghasil minyak sawit terbesar di dunia, volume ekspor minyak sawit selama tahun 2019 sampai tahun 2022 cenderung menurun. Penurunan ekspor minyak sawit terbesar terjadi pada tahun 2020 dengan volume ekspor sebesar 27,63 juta ton atau menurun 8,55 persen dibanding tahun 2019.

Pada tahun 2023 volume ekspor minyak sawit meningkat, dari 26,33 juta ton pada tahun 2022 menjadi 27,54 juta ton pada tahun 2023. Walau mengalami peningkatan, nilai ekspor minyak sawit justru menurun dari 29,75 miliar dollar AS pada tahun 2022 menjadi 24,01 miliar dollar AS pada tahun 2023.

Fluktuasi nilai ekspor minyak kelapa sawit tergantung dari rata-rata harga minyak sawit di pasar dunia. Meski menurun dari tahun 2022, nilai ekspor pada tahun 2023 masih lebih besar dibandingkan nilai ekspor pada tahun 2019 yang mencapai 15,98 miliar dollar AS dengan produksi 30,22 juta ton. Dengan volume ekspor lebih kecil (27,54 juta ton), nilai ekspor pada tahun 2023 jauh lebih besar (24,01 miliar dollar AS).

Dilihat dari jenisnya, pada tahun 2023 ekspor tertinggi berasal dari Other Palm Oil sebesar 81,83 persen terhadap total ekspor minyak sawit Indonesia. Selain itu kontribusi ekspor minyak sawit terbesar secara berurutan adalah Crude Palm Oil (13,06 persen), Other Palm Oil Kernel (4,97 persen), dan Crude Oil of Palm Kernel (0,14 persen). (LITBANG KOMPAS)

Artikel terkait