Paparan Topik | Kesehatan

Hari Diabetes Sedunia

Hari Diabetes Sedunia 2024 mengangkat tema “Mendobrak Hambatan, Menjembatani Kesenjangan,” yang menyerukan upaya untuk mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi oleh penderita diabetes.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Pemeriksaan gula darah selalu dilakukan saat puluhan lansia yang tergabung dalam Klub Jantung Sehat Hang Tuah Jakarta melakukan senam jantung sehat secara rutin, Kamis (5/3/2020) di Taman Hang Tuah, Jakarta Selatan. Hampir 50 persen anggota klub yang aktif berusia 50-80 tahun.

Fakta Singkat

  • Diabetes adalah penyakit metabolik kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (atau gula darah), terjadi karena pankreas tidak memproduksi insulin.
  • Insulin adalah hormon  yang dibuat oleh pankreas  yang membantu glukosa masuk ke dalam sel-sel tubuh untuk digunakan sebagai energi.
  • Kadar gula darah yang mencapai 126 mg/dL atau lebih sudah tergolong diabetes.
  • Ada tiga tipe diabetes, yakni: diabetes melitus tipe 1, diabetes melitus tipe, dan diabetes gestasional.
  • Berdasarkan penelitian di The Lancet, lebih dari setengah miliar orang di seluruh dunia hidup dengan diabetes, dengan hampir 96 persen di antaranya menderita diabetes tipe 2 (T2D).
  • Survei Global Diabetes Industry Overview (2023) mengungkapkan bahwa sekitar 40 persen dari penderita diabetes di dunia tidak terdiagnosis.
  • Menurut (IDF), diabetes ini menyebabkan sekitar 6,7 juta kematian setiap tahun atau 1 kematian setiap 5 detik.
  • Indonesia menempati posisi kelima di dunia dalam hal jumlah penderita diabetes, dengan sekitar 19,5 juta orang atau sekitar 10,6 persen dari populasi dewasa.
  • Data yang dirilis oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pada 1 Februari 2023, jumlah kasus diabetes pada anak meningkat 70 kali lipat dibandingkan tahun 2010.

Kasus diabetes terus meningkat secara global, menjadikannya salah satu penyakit dengan pertumbuhan tercepat di dunia. Atlas IDF edisi ke-10 pada tahun 2021 melaporkan bahwa sekitar 537 juta orang dewasa (20-79 tahun) hidup dengan diabetes. Yang lebih memprihatinkan, hampir setengah dari mereka tidak menyadari kondisi tersebut.

Jumlah tersebut diproyeksikan terus meningkat, mencapai 643 juta penderita pada tahun 2030. Jika tren ini terus berlanjut, diperkirakan satu dari delapan orang dewasa, atau sekitar 783 juta orang, akan hidup dengan diabetes pada tahun 2045.

Oleh karena itu, Hari Diabetes Sedunia yang diperingati setiap 14 November menjadi momentum penting untuk meningkatkan kesadaran dunia tentang diabetes, serta mendorong langkah-langkah konkret untuk menanggulangi penyakit ini. Tanggal ini bertepatan dengan hari kelahiran Sir Frederick Banting, ilmuwan asal Kanada yang bersama Charles Best menemukan insulin pada tahun 1922, sebuah terobosan medis yang menyelamatkan jutaan nyawa penderita diabetes.

Hari Diabetes Sedunia pertama kali diinisiasi pada tahun 1991 oleh Federasi Diabetes Internasional (IDF) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Peringatan ini lahir sebagai respons terhadap kekhawatiran atas meningkatnya angka penderita diabetes yang semakin mengkhawatirkan di seluruh dunia. Pada tahun 2006, Hari Diabetes Sedunia secara resmi diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui Resolusi PBB 61/225.

Tema 2024: Mendobrak Hambatan, Menjembatani Kesenjangan

Pada tahun 2024, tema yang diangkat dalam peringatan Hari Diabetes Sedunia adalah “Mendobrak Hambatan, Menjembatani Kesenjangan”. Tema ini mengusung seruan untuk mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi oleh individu yang hidup dengan diabetes.

Di banyak negara, kesenjangan dalam akses terhadap perawatan dan pengobatan yang berkualitas masih menjadi masalah utama. Banyak penderita diabetes yang tidak mendapatkan pengobatan yang tepat, baik karena kendala ekonomi, kurangnya pengetahuan, atau keterbatasan fasilitas medis.

Menurut IDF, salah satu tantangan besar adalah ketidakmerataan akses terhadap layanan kesehatan di berbagai belahan dunia. Di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, banyak penderita diabetes yang tidak terdiagnosis atau tidak mendapatkan perawatan yang memadai.

Sementara di negara-negara maju, meskipun akses medis lebih tersedia, harga obat-obatan dan terapi diabetes sering kali terlalu tinggi, yang membuat sebagian penderita kesulitan untuk mendapat perawatan yang mereka butuhkan.

Tema “Mendobrak Hambatan, Menjembatani Kesenjangan” mengajak semua pihak, baik pemerintah, sektor swasta, maupun masyarakat, untuk berkomitmen lebih serius dalam meningkatkan aksesibilitas layanan kesehatan dan pengobatan bagi penderita diabetes.

Langkah-langkah seperti penyuluhan dan pendidikan tentang diabetes, peningkatan kualitas perawatan medis, serta subsidi obat dan alat kesehatan yang terjangkau menjadi kebutuhan mendesak agar penderita diabetes dapat hidup dengan kualitas hidup yang lebih baik.

KOMPAS/DEFRI WERDIONO

Penampakan test pack pendeteksi diabetes militus Biosains Rapid Test GAD65. Foto diambil di Institut Biosains Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, Senin (4/11/2019).

Apa Itu Penyakit Diabetes?

Mengacu WHO, diabetes adalah penyakit metabolik kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah atau gula darah. Hal ini terjadi karena pankreas tidak memproduksi insulin dalam jumlah cukup atau ketika tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksinya secara efektif. Akibatnya glukosa menumpuk dalam darah dan tidak mencapai sel-sel tubuh.

Insulin adalah hormon  yang dibuat oleh pankreas  yang membantu glukosa masuk ke dalam sel-sel tubuh untuk digunakan sebagai energi.

Kadar gula darah normal adalah kurang dari 100 mg/dL. Jika kadar gula darah berada di kisaran 100-125 mg/dL, itu menandakan status prediabetes. Sedangkan kadar gula darah yang mencapai 126 mg/dL atau lebih sudah tergolong diabetes. Kondisi dengan kadar gula darah yang tinggi ini dikenal sebagai hiperglikemia.

Efek umum dari diabetes yang tidak terkontrol dapat menyebabkan kerusakan serius pada banyak sistem tubuh, seperti jantung, pembuluh darah, mata, ginjal, dan saraf. Orang dengan diabetes memiliki risiko lebih tinggi terhadap masalah kesehatan termasuk serangan jantung, stroke, dan gagal ginjal.

Diabetes juga dapat menyebabkan hilangnya penglihatan permanen karena rusaknya pembuluh darah di mata. Banyak penderita diabetes mengalami masalah pada kaki akibat kerusakan saraf dan aliran darah yang buruk. Hal ini dapat menyebabkan borok kaki dan dapat berujung pada amputasi.

Masalah Kesehatan Global

Diabetes telah menjadi masalah kesehatan global. Menurut laporan dari The Lancet, lebih dari setengah miliar orang di seluruh dunia hidup dengan diabetes, dengan hampir 96 persen di antaranya menderita diabetes tipe 2 (T2D).

Namun, angka ini kemungkinan jauh lebih tinggi. Survei Global Diabetes Industry Overview (2023) mengungkapkan bahwa sekitar 40 persen dari penderita diabetes di dunia tidak terdiagnosis. Ketidakterdeteksian ini lebih banyak terjadi di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah, di mana akses terhadap layanan kesehatan masih terbatas.

Secara global, prevalensi diabetes mencapai 6,1 persen dari total populasi, menempatkannya di antara sepuluh penyebab utama kematian dan kecacatan. Lebih mengkhawatirkan lagi, angka kasus diabetes ini terus meningkat dengan pesat, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Di Afrika Utara dan Timur Tengah, misalnya, prevalensi diabetes diperkirakan akan melonjak dari 9,3 persen pada 2023 menjadi 16,8 persen pada 2050. Di Amerika Latin dan Karibia, angka ini diproyeksikan meningkat menjadi 11,3 persen. Laporan tersebut juga menyebutkan, hampir semua kasus global (96 persen) diabetes tipe 2 (T2D).

Situasi Indonesia

Di Indonesia, diabetes telah menjadi masalah kesehatan yang semakin mendesak. Berdasarkan data IDF pada 2021, Indonesia menempati posisi kelima di dunia dalam hal jumlah penderita diabetes, dengan sekitar 19,5 juta orang atau sekitar 10,6 persen dari populasi dewasa. Angka ini diperkirakan akan terus meningkat, mencapai 28,6 juta pada 2045.

Dalam kurun waktu kurang dari dua dekade, prevalensi diabetes di Indonesia meningkat tajam, dari 5,1 persen pada 2011 menjadi 10,6 persen pada 2023, dan diprediksi terus naik menjadi 11,3 persen pada 2030 serta 11,7 persen pada 2045.

Namun, yang lebih memprihatinkan adalah tren meningkatnya jumlah penderita diabetes di kalangan anak-anak. Data yang dirilis oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pada 1 Februari 2023 menunjukkan lonjakan signifikan jumlah kasus diabetes pada anak-anak. Pada Januari 2023, jumlah kasus diabetes pada anak meningkat 70 kali lipat dibandingkan tahun 2010 (Kompas, 7/2/2023).

Pada tahun 2000, prevalensi diabetes pada anak hanya 0,004 per 100.000 jiwa, lalu meningkat menjadi 0,028 per 100.000 jiwa pada 2010. Namun, dalam 12 tahun terakhir, angka ini melonjak tajam menjadi 2 per 100.000 anak di bawah 18 tahun.

Kelompok usia 10 hingga 14 tahun mencatatkan angka tertinggi di antara anak-anak penderita diabetes, yakni sekitar 46,23 persen dari total kasus. Sementara itu, 31,05 persen di antaranya berusia 5 hingga 9 tahun, 19 persen berusia 0 hingga 4 tahun, dan 3 persen lainnya berusia di atas 14 tahun.

Jenis diabetes yang paling sering ditemukan pada anak-anak adalah Diabetes Melitus Tipe 1 (DMT1), yang terjadi akibat kerusakan sel beta pankreas oleh autoimun. Akibat kerusakan ini, pankreas tidak dapat memproduksi insulin, sehingga anak-anak yang mengidap DMT1 memerlukan suntikan insulin dari luar tubuh mereka.

Faktor Penyebab

Fenomena ini tak lepas dari perubahan gaya hidup manusia dalam satu abad terakhir, yang turut memengaruhi prevalensi diabetes tipe 2 di seluruh dunia. Di antara faktor utama yang berkontribusi terhadap lonjakan kasus ini adalah pola hidup yang kurang sehat, yang meliputi kurangnya aktivitas fisik, konsumsi gula berlebihan, serta peningkatan obesitas.

Kondisi ini sering disebut sebagai diabesitas atau sindrom metabolik, yang merupakan gabungan dari diabetes dan obesitas, dua faktor risiko utama penyakit ini.

Meskipun faktor genetik turut berperan, terutama pada kelompok tertentu, diabetes tipe 2 lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan perilaku.

Penurunan aktivitas fisik dan konsumsi makanan tinggi kalori dan gula dalam jangka panjang sangat berpengaruh pada meningkatnya prevalensi diabetes tipe 2, yang sebelumnya dikenal sebagai “diabetes orang dewasa”. Kini, kondisi ini juga semakin banyak dijumpai pada anak-anak dan remaja.

Peningkatan angka obesitas di kalangan anak-anak dan remaja, ditambah dengan kebiasaan hidup yang cenderung pasif, diyakini menjadi penyebab utama meningkatnya tren diabetes tipe 2 pada kelompok usia muda ini.

Ketidakseimbangan antara kalori yang masuk dan yang dibakar oleh tubuh menjadi faktor penentu, yang pada gilirannya memicu resistensi insulin, yang merupakan ciri khas diabetes tipe 2.

Berbeda dengan diabetes tipe 2, diabetes tipe 1 adalah penyakit autoimun, di mana sistem kekebalan tubuh justru menyerang dan merusak sel-sel penghasil insulin di pankreas. Diabetes tipe 1 lebih sering didiagnosis pada anak-anak dan remaja. Meski begitu, penyebab pastinya belum sepenuhnya diketahui.

Dampak Diabetes terhadap Kualitas Hidup

Diabetes telah menjadi salah satu penyebab utama kematian di dunia. Berdasarkan data IDF, penyakit ini menyebabkan sekitar 6,7 juta kematian setiap tahun atau 1 kematian setiap 5 detik.

WHO mencatat, diabetes adalah penyebab utama dari berbagai komplikasi serius, seperti kebutaan, gagal ginjal, serangan jantung, stroke, dan amputasi anggota tubuh bagian bawah. Pada 2019, diabetes dan penyakit ginjal terkait diabetes menyumbang lebih dari dua juta kematian di seluruh dunia. Dalam rentang waktu antara 2000 dan 2019, angka kematian akibat diabetes terus meningkat, dengan kenaikan tiga persen berdasarkan usia.

Diabetes juga menimbulkan beban ekonomi yang luar biasa, dengan lebih dari 970 miliar dolar Amerika Serikat dihabiskan setiap tahunnya untuk pengobatan dan perawatan terkait penyakit ini.

Penyakit ini juga berdampak besar pada kualitas hidup penderitanya. Gejala-gejala awal sering kali tidak disadari, namun seiring waktu, penderita dapat merasa lemas dan kekurangan energi, bahkan tanpa melakukan aktivitas fisik yang berat. Hal ini terjadi karena tubuh tidak mampu memproses glukosa dengan efisien, sehingga cadangan energi tidak dapat digunakan secara optimal.

Pada diabetes yang tidak terkontrol, komplikasi berupa kerusakan saraf atau neuropati diabetik sering terjadi. Kondisi ini dapat memengaruhi kemampuan motorik penderita, bahkan menyebabkan kesulitan untuk berdiri atau berjalan. Penderita diabetes juga lebih rentan terhadap luka-luka yang sulit sembuh, terutama di area kaki. Luka ini dapat berkembang menjadi infeksi serius yang jika tidak ditangani dengan cepat, berisiko menyebabkan amputasi.

Diabetes dapat merusak berbagai organ vital dalam tubuh, yang sering kali berujung pada komplikasi jangka panjang. Salah satu yang paling mengkhawatirkan adalah kerusakan pada pembuluh darah mata, yang dapat menyebabkan retinopati diabetik. Kondisi ini dapat berlanjut menjadi kebutaan jika tidak diobati. Selain itu, diabetes juga meningkatkan risiko terjadinya katarak dan glaukoma, dua gangguan mata yang dapat mengurangi penglihatan secara signifikan.

Diabetes juga dapat merusak pembuluh darah, yang mengarah pada disfungsi ereksi pada pria, karena aliran darah yang terganggu ke organ vital. Dampak dari gangguan ini bukan hanya pada fisik, tetapi juga pada kehidupan sosial dan psikologis penderitanya. Kepercayaan diri menurun karena keterbatasan fisik.

Upaya pencegahan

Pencegahan dini menjadi langkah kunci untuk menanggulangi tingginya angka diabetes melitus di Indonesia. Berdasarkan laman kemkes.go.id, salah satu langkah utama untuk mencegah diabetes adalah melalui perubahan pola hidup yang mencakup pengelolaan pola makan, peningkatan aktivitas fisik, dan pengelolaan stres

Bagi penderita diabetes, mengelola asupan gizi sehari-hari sangat penting. Hal ini bisa dilakukan dengan cara menjaga jumlah kalori yang dikonsumsi, memilih jenis makanan yang sehat, dan menetapkan jadwal makan yang teratur. Konsumsi 3 hingga 5 porsi buah dan sayur setiap hari dapat membantu tubuh memperoleh nutrisi yang dibutuhkan, sementara mengurangi asupan gula, garam, dan lemak jenuh sangat penting untuk mengendalikan kadar gula darah.

Selain itu, pemilihan makanan yang tepat juga menjadi bagian dari strategi pencegahan diabetes. Menghindari makanan olahan yang tinggi gula dan lemak, serta memilih sumber karbohidrat kompleks seperti gandum utuh, bisa membantu menjaga kestabilan gula darah.

Selain pengelolaan pola makan, olahraga juga memegang peranan penting dalam pencegahan diabetes. Aktivitas fisik yang sesuai dengan kemampuan tubuh, seperti berjalan kaki, menaiki tangga, atau melakukan aerobik, terbukti efektif dalam menurunkan kadar gula darah. Olahraga tidak hanya membantu menjaga berat badan ideal, tetapi juga meningkatkan sensitivitas tubuh terhadap insulin. Dengan demikian, tubuh menjadi lebih mampu mengatur kadar gula darah secara alami.

Masyarakat sering tidak menyadari bahwa stres juga dapat memengaruhi risiko terkena diabetes. Ketika tubuh mengalami stres, produksi hormon kortisol akan meningkat, yang bisa mengganggu keseimbangan produksi insulin. Oleh karena itu, penting bagi individu, terutama penderita diabetes untuk mengelola emosi dan stress dengan baik.

Bagi mereka yang telah didiagnosis dengan diabetes, mengikuti pengobatan yang dianjurkan dokter sangat penting. Penggunaan obat antidiabetes atau insulin sesuai dosis dan jadwal yang ditentukan oleh tenaga medis bisa membantu mengontrol kadar gula darah.

Selain itu, melakukan pemeriksaan gula darah secara berkala juga diperlukan untuk memantau efektivitas pengobatan. Pemeriksaan ini membantu dokter mengevaluasi perkembangan kondisi pasien dan melakukan penyesuaian pengobatan jika diperlukan. (LITBANG KOMPAS)

Referensi

Arsip Kompas
  • “Diabetes Bukan Hanya Soal Gula,” Kompas, 17 November 2021.
  • “Analisis Litbang “Kompas”: Alarm Lonjakan Kasus Diabetes pada Anak,” Kompas, 7 Februari 2023.
  • “Bahaya Gula Tersembunyi Penyebab Diabetes pada Anak,” Kompas, 13 Februari 2023.
  • “Diabetes Menjadi Penyakit Kronis dengan Pertumbuhan Tercepat di Dunia,” Kompas, 23 Juni 2023.
  • “Mencegah Epidemi Diabetes,” Kompas, 23 November 2023.
Internet

Artikel terkait