Paparan Topik | Ekonomi Digital

Pertumbuhan dan Peluang Fintech di Indonesia

Literasi keuangan di Indonesia menunjukkan tren positif dalam beberapa tahun terakhir. Tren positif ini didorong oleh berbagai faktor, seperti edukasi dari pemerintah, lembaga keuangan, dan komunitas.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Pramuniaga menjaga stan salah satu industri teknologi finansial atau tekfin dalam Indonesia Fintech Summit and Expo 2023 ke-5 di Mal Kota Kasablanka, Jakarta, Kamis (23/11/2023). Acara tersebut merupakan kolaborasi antara Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI), dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI). 

Fakta Singkat

  • Financial technology atau disingkat fintech penggabungan antara teknologi dan sistem keuangan.
  • Fintech dikembangkan karena adanya tuntutan perubahan gaya hidup masyarakat yang didominasi penggunaan berbasis teknologi.
  • Literasi keuangan di Indonesia menunjukkan tren positif dalam beberapa tahun terakhir.
  • Peningkatan kemampuan literasi keuangan seirama dengan pertumbuhan pesat dari perusahaan teknologi keuangan.

Berdasarkan data Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK), pada tahun 2019 literasi keuangan pada masyarakat meningkat 11,65 persen dan inklusi keuangan 8,91 persen dari tahun 2013.

Dilihat dari masing masing daerah, tingkat literasi dan inklusi di setiap daerah cenderung menunjukkan tren positif dari tahun 2016 hingga 2022. Namun ada beberapa daerah yang mengalami kemunduran.

Kemunduran literasi keuangan terjadi di Sulawesi Tenggara yang mengalami penurunan 4,8 persen. Sementara, penurunan tingkat inklusi keuangan terbesar terjadi di daerah Lampung yaitu 7,9 persen pada tahun 2019.

Grafik:

 

INFOGRAFIK: ALBERTUS ERWIN SUSANTO

Meskipun sebagian besar daerah menunjukkan peningkatan signifikan, beberapa daerah masih memerlukan upaya khusus untuk mengejar ketertinggalan literasi keuangan dari rata-rata nasional. Secara keseluruhan, meningkatkan pendidikan keuangan dan akses ke layanan keuangan tetap penting untuk mencapai inklusi keuangan yang lebih luas.

Adanya peningkatan kemampuan literasi dan inklusi keuangan akan memberikan dampak positif bagi ekonomi individu ataupun kelompok. Sebab, masyarakat akan mampu melakukan manajemen keuangan secara efektif dan efisien dengan memanfatkan berbagai produk atas jasa keuangan secara tepat. Beberapa langkah yang dilakukan seperti menyimpan uang di bank, melakukan pinjaman di tempat terpercaya hingga memilih investasi yang tepat. 

Teknologi keuangan

Peningkatan kemampuan literasi keuangan seirama dengan pertumbuhan pesat dari perusahaan teknologi keuangan (fintech). Teknologi keuangan atau fintech yang menggabungkan layanan keuangan dan teknologi telah mengalami pertumbuhan pesat seiring dengan kecenderungan masyarakat melakukan bisnis secara online.

Menurut Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech), meski Fintech baru mulai masuk ke Indonesia sekitar tahun 2015 (ditandai dengan berdirinya Aftech), namun pada tahun 2022 sudah ada sekitar 20 jenis layanan keuangan digital.

Layanan ini mencakup sistem pembayaran digital, pinjaman antar pihak (peer to peer lending/P2P lending), penilaian kredit (credit scoring), perencanaan keuangan digital, hingga pembiayaan melalui urun dana melalui pasar modal (securities crowdfunding/SCF). Saat ini, setidaknya sudah ada sekitar 350 anggota fintech yang berasal dari berbagai layanan.

Peningkatan pengguna fintech yang pesat diperkirakan akan terus terjadi sampai 2028. Dari empat sektor yang ada, pembayaran digital masih yang paling mendominasi dan banyak digunakan dari saat ini sampai beberapa tahun ke depan.

Grafik:

 

INFOGRAFIK: ALBERTUS ERWIN SUSANTO

Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) terhadap pengguna internet di Indonesia mencapai 215.63 juta orang pada periode 2022-2023. Jumlah tersebut terus meningkat sebanyak 2.67 persen dibandingkan periode sebelumnya sebanyak 210.03 juta pengguna. Jumlah pengguna ini setara dengan 78.19 persen dari total populasi di Indonesia yang berkisar 275.77 juta jiwa.

Perusahaan yang mampu mengembangkan fintech juga akan terus menjadi incaran investor modal ventura pada jangka panjang. Inovasi tersebut akan terus menjadi penggerak utama jenis layanan digital.

Semua perusahaan teknologi diperkirakan pada akhirnya akan terjun ke dunia fintech. Banyak perusahaan teknologi raksasa sampai start up internasional yang sudah melakukannya. Salah satunya Uber, yang sudah mengembangkan Uber Money.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Pramuniaga menjaga stan salah satu industri teknologi finansial atau tekfin dalam Indonesia Fintech Summit and Expo 2023 ke-5 di Mal Kota Kasablanka, Jakarta, Kamis (23/11/2023). Acara tersebut merupakan kolaborasi antara Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI), dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI). 

Peluang dan Permasalahan Fintech

Indonesia akan menjadi pemain besar di bidang ekonomi dan keuangan digital. Berdasarkan data World Economic Forum (WEF) 2022, ekonomi digital pada tahun 2025 akan berkontribusi mencapai Rp 2.167 triliun atau setara dengan 10 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB). Diperkirakan di tahun 2030, kontribusi akan tumbuh 2 kali lipat mencapai Rp 4.531 triliun atau setara dengan 16 persen dari total PDB.

Meskipun fintech sudah mulai berkembang pesat di Indonesia, tetapi hal tersebut tidak diimbangi dengan literasi keuangan masyarakat yang masih tergolong rendah. Di zaman sekarang ini, perkembangan industri menjadi bagian yang tidak dapat terpisahkan dalam keseharian masyarakat. Pesatnya inovasi dalam fintech membuat masyarakat rentan menjadi korban penipuan maupun tindak kriminal.

Berdasarkan hasil survei indeks literasi keuangan dari OJK, rata-rata literasi keuangan Indonesia berada pada nilai 49,68 persen. Masih ada 14 provinsi yang tertinggal. Di urutan pertama adalah Riau dengan nilai 67,27 persen dan urutan terakhir adalah Bengkulu dengan 30.39 persen.

Grafik:

 

INFOGRAFIK: ALBERTUS ERWIN SUSANTO

Fenomena Pinjaman Online

Beberapa permasalahan fintech yang banyak terjadi belakangan ini antara lain: pinjaman online (pinjol) dan judi online.

Pinjaman online merupakan salah satu jalan untuk mendapatkan dana cepat saat kebutuhan mendesak atau hanya memenuhi keinginan semata. Kemudahan akses dan proses pengajuan yang singkat menjadi daya tarik utama bagi banyak orang.

Namun, di balik kemudahan tersebut, terdapat sisi gelap yang perlu diwaspadai. Masih maraknya pinjol ilegal menjadi ancaman serius bagi para penggunanya. Melalui Satgas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menemukan 654 pinjaman online (pinjol) ilegal pada periode April hingga Mei 2024.

Di balik kemudahan yang ditawarkan, pinjol ilegal menyimpan banyak bahaya. Pinjol ilegal tidak terdaftar di OJK, sehingga tidak memiliki standar operasional dan perlindungan konsumen yang memadai. Pengguna pinjol ilegal berisiko mengalami suku bunga tinggi dan penagihan yang tidak etis, Pencurian data pribadi dan penipuan.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah penyaluran pinjaman industri financial technology peer to peer lending (Fintech P2P Lending) per April 2024 sebesar Rp 6,9 triliun. Presentase terhadap penyaluran pembiayaan sebesar 31,86  persen yaitu mengalami penurunan dibandingkan tahun 2021 yaitu sebesar 36,69  persen.

Di sisi lain, pembiayaan pada April 2024 tercatat sebesar Rp 62,7 triliun atau tumbuh 24,15 persen secara tahunan. Artinya, penyaluran pembiayaan oleh fintech P2P Lending selama ini cenderung lebih banyak mengarah ke sektor konsumtif ketimbang sektor produktif.

Penggunaan pinjaman online untuk memenuhi kebutuhan mendesak memang dapat membantu meringankan beban keuangan. Namun, perlu diingat bahwa pinjol bukanlah solusi jangka panjang. Pengguna harus bijak dalam mengelola keuangan dan menghindari penggunaan pinjol untuk memenuhi gaya hidup konsumtif.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Antusias pengunjung di stan Otoritas Jasa Keuangan dalam Indonesia Fintech Summit and Expo 2023 ke-5 di Mal Kota Kasablanka, Jakarta, Kamis (23/11/2023). Kegiatan yanng dibuka untuk masyarakat umum ini membuka kesempatan pengunjung untuk dapat bertemu dengan para pelaku industri fintech tanah air serta mengenal ragam produk dan layanan dari berbagai bisnis model fintech secara langsung. 

Fenomena Judi Online

Setelah ramai kasus pinjaman online, judi online saat ini menjadi “penyakit”  baru yang ada di masyarakat. Kemudahan akses dan potensi keuntungan yang besar menarik banyak orang untuk mencobanya.

Namun, di balik tawaran menarik tersebut, judi online menyimpan bahaya dan risiko yang besar bagi para penggunanya.

Grafik:

 

INFOGRAFIK: ALBERTUS ERWIN SUSANTO

Sejauh ini, PPATK telah memblokir 5.000 rekening yang terkait dengan judi daring. Akumulasi perputaran uang judi daring sampai kuartal I-2024 mencapai Rp 600 triliun. Adapun akumulasi perputaran uang judi daring selama 2023 mencapai Rp 327 triliun atau 63 persen dari total akumulasi perputaran uang sejak 2017 yang mencapai Rp 517 triliun. Selama 2023, PPATK mencatat sedikitnya 3,29 juta masyarakat bermain judi daring dengan total deposit menembus Rp 34,5 miliar.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh ( Rohman dan Khadijah,  2023), pelaku judi online, baik itu remaja atau dewasa akan mengalami adiksi akan judi tersebut, yang akhirnya akan beresiko besar pada perekonomian. Dimana, agar terus bisa melakukan judi online tersebut, pelaku akan menggadaikan atau mempertaruhkan semua hal yang dimilikinya, hingga akhirnya dia akan jatuh kedalam kemiskinan dan kemelaratan.

Grafik:

 

INFOGRAFIK: ALBERTUS ERWIN SUSANTO

Dilihat dari sebaran daerahnya, PPATK menyebutkan lima daerah peringkat tertinggi dalam proses transaksi judi online. Jawa Barat menduduki tingkat pertama dengan jumlah pemain dan transaksi terbesar.

Padahal, dilihat dari tingkat literasinya, Jawa Barat menduduki peringkat ke – 7 dari 38 Provinsi. Sehingga literasi keuangan saja tidak cukup tanpa adanya keinginanan diri untuk membatasi hal yang merugikan.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Aprilia, et al. 2023), tingkat self control yang lebih  tinggi  pada  seseorang  berkaitan dengan menurutnya kecenderungan adiksi judi online. Sebaliknya, individu dengan tingkat self control yang lebih rendah  cenderung  memiliki  akan   mengalami  adiksi  judi online

Hal  ini  disebabkan  oleh  kemampuan  pelaku  judi  online  untuk  mengatur  diri  mereka sendiri  dan  terlibat  dalam  kegiatan  lain  selain  bermain  judi  online. Sehingga literasi keuangan saja tidak cukup tanpa keinginan diri untuk  mengendalikan  perilaku,  mengelola  informasi, membuat keputusan, dan menolak ajakan dari teman (Ruswandi & Halimah, 2024).

Kompleksitas permasalahan keuangan di Indonesia menunjukkan bahwa peningkatan pengetahuan keuangan tidak selalu berbanding lurus dengan perilaku keuangan yang bijak.

Persoalan literasi keuangan ini bukan hanya terjadi di Indonesia. Hampir semua negara mengalaminya dengan berbagai tingkatan persoalan. Menurut laporan dari S&P Global Financial Literacy Survey di tahun 2014, ada banyak faktor yang mempengaruhi tingkat literasi keuangan, seperti tingkat pendapatan negara, jenis kelamin, tingkat pendidikan, bahkan usia.

Literasi keuangan menjadi keterampilan yang penting yang harus dimiliki individu dalam membuat serta mengelola keputusan keuangan yang baik, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Tawaran kemudahan pinjaman ditawarkan oleh salah satu stan industri teknologi finansial atau tekfin dalam acara Indonesia Fintech Summit and Expo 2023 ke-5 di Mal Kota Kasablanka, Jakarta, Kamis (23/11/2023). Kegiatan ini menjadi puncak dari gelaran Bulan Fintech Nasional 2023.

Upaya Pemerintah

Pemberantasan Pinjaman Online Ilegal dan Judi Online secara komprehensif dilakukan oleh pemerintah mulai dari penutupan situs pinjaman online ilegal oleh OJK hingga terbitnya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 21 Tahun 2024 pada tanggal 14 Juni 2024.

Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 21 Tahun 2024 Tentang Satuan Tugas Pemberantasan Perjudian Daring Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 2024 mengatur tentang Satuan Tugas (Satgas) pemberantasan perjudian daring. Keppres ini bertujuan untuk mewujudkan percepatan pemberantasan perjudian daring.

Selain pemberantasan situs pinjaman online, pendidikan keuangan bagi masyarakat hingga elemen terkecil seperti keluarga juga penting. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebut dari 157 juta  transaksi judi online adalah transaksi dengan besaran Rp100.000 ke bawah  yang dilakukan oleh  ibu rumah tangga dan anak-anak, termasuk di dalamnya adalah pelajar.

Peningkatan literasi keuangan di Indonesia adalah langkah penting menuju masyarakat yang lebih melek finansial dan mampu mengelola keuangan mereka dengan lebih baik. Namun, literasi keuangan saja tidak cukup untuk mengatasi masalah kompleks seperti pinjaman online ilegal dan judi online yang merajalela.

Diperlukan pendekatan yang lebih holistik dan integratif yang mencakup edukasi, regulasi, penegakan hukum, dan dukungan psikologis. Dengan strategi yang komprehensif, diharapkan fenomena ini dapat ditekan dan masyarakat dapat mencapai kesejahteraan finansial yang lebih baik.

Upaya peningkatan literasi keuangan untuk mengurangi ketimpangan menjadi persoalan penting yang perlu segera dilakukan pemerintah. Walaupun mungkin tidak bisa dilakukan dalam waktu yang singkat, namun literasi yang terstruktur dan berkelanjutan diperlukan agar persoalan ini tidak semakin berkembang. Diharapkan dengan upaya ini akan membuat pengetahuan masyarakat semakin bertambah, yang tentu akan mendorong penggunaan fintech yang lebih luas juga. (LITBANG KOMPAS)

Referensi

Jurnal
  • Rohmah, Y., & Khodijah, K. (2024). Resiko dan dampak sosial judi dan pinjaman online pada remaja. Jurnal Kajian Sosiologi. https://journal.uny.ac.id/index.php/dimensia/article/view/66871/pdf
  • Aprilia, N., Pratikto, H., & Aristawati, A. R. (2023). Kecenderungan adiksi judi online pada penjudi online: Bagaimana peran self-control?. INNER: Journal of Psychological Research, 2(4), 888-895.
  • Ruswandi, N. S. S., & Halimah, N. L. (2024). Pengaruh Self Control dan Konformitas terhadap Perilaku Judi Online. Bandung Conference Series. Psychology Science, 4(1), 422–430. https://doi.org/10.29313/bcsps.v4i1.10074

Artikel terkait