Paparan Topik | Pariwisata

Sejarah, Statistik, dan Inovasi Pariwisata di Bali

Selama bertahun-tahun, Bali menjadi primadona pariwisata Indonesia. Kepopuleran Bali sudah dimulai sejak awal abad ke-20, saat masih berada di bawah kekuasaan pemerintahan kolonial Hindia-Belanda.

KOMPAS/IWAN SETIYAWAN

Wisatawan asing dan domestik mengabadikan keindahan Pura Tanah Lot di Kabupaten Tabanan, Bali, Senin (15/8/2016). Tanah Lot merupakan salah satu tujuan wisata paling banyak dikunjungi di Bali karena keberadaan pura yang menyatu dengan keindahan pantai. Berwisata ke Bali kini dapat dilakukan siapapun dengan biaya terjangkau.

Fakta Singkat

Sejarah Pariwisata Bali

Masa Kolonial

  • Pada 1902, Henri Hubert van Kol, anggota parlemen Belanda berkunjung ke Bali dengan tujuan berwisata. Ia kemudian membuat catatan perjalanan selama di Bali setebal 826 halaman.
  • Pada 1914, asosiasi pariwisata Hindia-Belanda, Vereeniging Toeristenverkeer in Nederlandsch Indie (VTV), membuka Official Tourist Bureau atau Biro Pariwisata di Bali
  • Berdasarkan data Official Tourist Bureau, pada 1930 jumlah rata-rata wisatawan Bali sebanyak 3.000 orang per tahun 
  • Pada tahun 1942, Bali dijadikan sebagai tempat berlibur perwira Jepang.

Masa Soekarno

  • Pada tahun 1950-an, Presiden Soekarno mengajak tamu-tamu negara mengunjungi Bali. Di antaranya Presiden Tito dari Yugoslavia, Presiden Ho Chin Minh dari Vietnam, Perdana Menteri Nehru dari India, Perdana Menteri Khruschev dari Uni Soviet, Ratu Juliana dari Negeri Belanda, dan Kaisar Hirohito dari Jepang.
  • Pada tahun 1957, Soekarno membangun istana di desa Tampaksiring di Gianyar.
  • Pada tahun 1958, Pulau Bali secara resmi dijadikan sebagai salah satu provinsi di Indonesia. 
  • Pada 1963, Presiden Soekarno membuka Bandara Internasional Ngurah Rai

Masa Orde Baru

  • Dalam Repelita I (1969-1974), Bali dipusatkan sebagai prioritas pembangunan pariwisata. Pemerintah mengizinkan perusahaan penerbangan asing untuk mendarat langsung di Bali.
  • Pada 1972, Konsultan Perancis, Sociale Centrale Equipment Touristic Organization (SCETO), memberikan hasil rancangan rencana induk pariwisata Bali, yakni pariwisata budaya.
  • Pada tahun 1990-an, terjadi transformasi dalam struktur ekonomi Bali,  turunnya pangsa pasar pertanian dan naiknya pangsa pariwisata.

Masa Reformasi sampai kini

  • Memasuki tahun 2000-an, pariwisata semakin kokoh menjadi penggerak perekonomian Bali.
  • Sepanjang 2020-2021, kunjungan wisatawan ke Bali menurun drastis akibat pandemi Covid-19.
  • Pada tahun 2022, pemerintah menetapkan Sanur sebagai Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata.
  • Pada tahun 2023, pemerintah menetapkan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kura-Kura Bali di Denpasar

Bali masih menjadi magnet wisata andalan di tanah air hingga kini. Pariwisata Bali pun sudah diakui dunia. Situs perjalanan TripAdvisor melalui penghargaan tahunannya Travelers’ Choice Award for Destinations, menobatkan sang pulau dewata sebagai destinasi terpopuler kedua di dunia tahun 2023. Bali berada di bawah Dubai yang bertengger di posisi pertama, dan mengungguli London di posisi ketiga, Roma di posisi keempat dan Paris di posisi kelima.

Travelers’ Choice Award for Destinations disusun berdasarkan kualitas dan kuantitas rating dan ulasan, spesifik ke setiap subkategori, diantaranya, akomodasi, destinasi, pantai, objek wisata, restoran, maskapai penerbangan, dan pengalaman terbaik dalam berbagai kategori, serta wilayah geografis tertentu yang dinilai dan diulas oleh wisatawan.

Perpaduan antara keindahan alam dan budaya menjadi alasan bagi masyarakat dari penjuru dunia untuk bertandang ke Bali. Dengan menawarkan panorama keindahan alam dan suguhan kebudayaan yang unik, berakar pada tradisi agama Hindu, selama bertahun-tahun Bali menjadi destinasi wisata unggulan di Indonesia.

Dari sisi keindahan alam misalnya, Bali diberkahi oleh pantai cantik berpasir putih yang memesona, ombak yang menantang, serta sunset yang memukau. Tak hanya pantai, Bali juga memiliki pegunungan, dataran tinggi, dan sawah terasering yang indah, sejuk, dan khas.

Selain itu, Bali pun memiliki warisan budaya dan tradisi yang unik, melekat kuat dengan kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Budaya inilah yang juga menjadi salah satu kunci keberhasilan pariwisata Bali, menjadi incaran para turis dari luar maupun dalam negeri. Wisatawan bisa melihat pertunjukan dan belajar tari, hingga mengikuti upacara-upacara adat seperti upacara galungan, melasti, dan ngaben. 

Elemen lain yang menjadi daya tarik Bali adalah berjejernya hotel mewah, restoran, dan klub-klub malam yang menjadi tempat para hedonis mencari relaksasi, menemukan sesuatu untuk dinikmati.

Selama bertahun-tahun, Bali menjadi primadona pariwisata Indonesia. Menengok kebelakang, sejarah kepariwisataan Bali setidaknya telah dimulai lebih dari satu abad silam, yakni pada periode 1900-an atau sejak masa pemerintahan kolonial Hindia-Belanda.

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA

Berdoa untuk Bali Agung. Para pemain tari dan teater Bali Agung mengawali pertunjukannya ke-1.000 dengan berdoa di tiga pura salah satunya Pura Ulun Danu, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali, Selasa (17/6/2014). Mereka berdoa atas rasa syukur, memohon keselamatan dan meminta spirit untuk pertunjukan yang mereka gelar secara rutin di Bali Safari Marine Park. Pertunjukan itu merupakan kisah Raja Sri Jayapangus dan istrinya dari China Kang Ching Wie sebagai simbol akulturasi budaya.

Masa Hindia-Belanda

I Nyoman Darma Putra dan Syamsul Alam Paturusi dalam tulisan pengantar pada buku berjudul Metamorfosis Pariwisata Bali  menyebutkan, turis asing pertama ke Bali pada 1902, yaitu seorang anggota parlemen Belanda bernama Henri Hubert van Kol, yang datang ke Indonesia termasuk Bali dengan tujuan plesiran, menggunakan kocek pribadi.

Sekembalinya ke Belanda, van Kol kemudian membuat catatan perjalanan yang berjudul Uit Onze Kolonien atau Dari Koloni Kita, yang tebalnya 826 halaman. Namun, perjalanan anggota parlemen Belanda itu dinilai masih belum bisa dijadikan sebagai tonggak awal pariwisata Bali, sebab hanya sekadar kunjungan tunggal. Meski demikian, catatan perjalanan van Kol dapat dilihat sebagai salah satu materi promosi awal Bali sebagai tempat pariwisata.

Jika sejarah pariwisata Bali mengacu pada pertama kalinya ada “bisnis turisme”, maka tahun 1914 merupakan awal mula periode wisatawan. Merujuk buku berjudul Bali: Pariwisata Budaya dan Budaya Pariwisata karya Michel Picard, pada tahun tersebut asosiasi pariwisata Hindia-Belanda, yaitu Vereeniging Toeristenverkeer in Nederlandsch Indie (VTV), membuka Official Tourist Bureau atau Biro Pariwisata di Bali sebagai cabang dari kantor pusat di Batavia.

RIAN SEPTIANDI

Sejumlah warga negara asing (WNA) mengendarai sepeda motor melintas di jalanan di Canggu, Bali, Senin (24/4/2023). Perilaku WNA berkendara di jalanan Bali yang tidak menaati peraturan lalu lintas kerap dikeluhkan warga dan menjadi perbincangan di media sosial.

Vereeniging Toeristenverkeer in Nederlandsch Indie (VTV) merupakan lembaga pariwisata yang mendapatkan subsidi dari pemerintah Hindia Belanda, yang didirikan oleh Gubernur Jenderal Van Heutsz di Weltevreden, Batavia pada tahun 1908. VTV berfungsi mempromosikan, memberikan informasi, dan mengembangkan serta mendorong pariwisata di Hindia-Belanda.

Kantor cabang ini bertugas untuk mempromosikan Bali sebagai destinasi wisata baru di Hindia-Belanda. Sebelumnya, para wisatawan Hinda Belanda masih terbatas berkunjung di Pulau Jawa. Achmad Sunjayadi dalam bukunya berjudul Pariwisata di Hindia Belanda (1981-1942) menyebutkan, pada saat itu, Bali yang telah “ditaklukan” melalui serangkaian peperangan, telah dirasa cukup aman untuk dikunjungi oleh pemerintah Hindia-Belanda.

Bersamaan dengan itu, VTV menerbitkan buku panduan yang mempromosikan wilayah Bali dan sekitarnya yang berjudul Illustrated Tourist Guide to East Java, Bali and Lombok (1914). Dalam panduan tersebut, dijelaskan bahwa bagi para wisatawan yang hendak memasukan Bali dan Lombok dalam rencana perjalanan mereka, dibutuhkan waktu dua sampai tiga minggu serta kesediaan untuk melakukan perjalanan dengan keterbatasan fasilitas. Saat itu, Bali hanya baru bisa dicapai dari Surabaya dengan kapal laut.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Foto udara jelang senja di panggung Plainsong Live saat band asal Jogja Stars and Rabbit tampil di hari kedua festival musik Joyland 2023 di Peninsula Island, Nusa Dua, Bali, Sabtu (18/3/2023).

Kehidupan pariwisata di Bali terasa mulai berdenyut setelah dibukanya suatu rute pelayaran mingguan antara Singapura, Batavia, Semarang, dan Surabaya ke Buleleng oleh perusahaan pelayaran milik Kerajaan Belanda, Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM), pada tahun 1924. Pada tahun 1928, KPM juga mendirikan Bali Hotel di Denpasar sebagai tempat peristirahatan untuk para wisatawan.

Menyusul beberapa waktu kemudian, Koninklijke Nederlandsch-Indische Luchtvaart Maatschappij (KNILM), maskapai penerbangan Kerajaan Belanda yang mengoperasikan penerbangan sipil di Hindia-Belanda, merintis rute penerbangan Surabaya ke Bali pada tahun 1933.

Berdasarkan data-data yang dikeluarkan oleh Official Tourist Bureau, pada tahun 1924 tercatat ada 213 kunjungan wisatawan ke Bali. Angka ini secara bertahap terus mengalami peningkatan, hingga mencapai jumlah rata-rata 3.000 pengunjung per tahun pada periode 1930-an.

Meningkatnya jumlah wisatawan ke Bali ini didukung langkah sistematis pemerintah Hindia-Belanda dalam mempromosikan Bali sejak akhir abad ke-20. Merujuk kembali Achmad Sunjayadi, pada waktu itu Bali dipersiapkan sebagai destinasi wisata baru di Hindia-Belanda untuk menggantikan Jawa yang dianggap telah ramai dan modern.

Pemerintah Hindia-Belanda melakukan pembangunan sarana dan prasarana wisata seperti mendirikan akomodasi mewah Bali Hotel dan meningkatkan frekuensi pelayaran serta penerbangan ke Bali yang memberikan aksesibilitas. Selain itu, Pemerintah Hindia Belanda juga intens memberikan informasi mengenai Bali melalui buku panduan, brosur, poster, hingga majalah mingguan.

KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA

Suasana di area Pasar Rakyat Tematik Wisata Ubud, Ubud, Gianyar, Senin (24/4/2023). Wisatawan berfoto di pelataran Pasar Rakyat Tematik Wisata Ubud, yang sebelumnya dikenal sebagai Pasar Seni Ubud.

Untuk keperluan promosi pariwisata, terdapat setidakya dua objek yang paling ditonjolkan, yakni keindahan alam dan keunikan budaya. Bali diperkenalkan sebagai sebuah pulau yang eksotis karena keindahan alam dan keunikan budaya yang saling berpautan erat, serta digairahkan oleh ritus-ritus tradisi dan kesenian yang mempesona.

Kehidupan masyarakat Bali juga diperkenalkan ke pentas dunia melalui The International Colonial Exposition di Paris, Perancis, pada tahun 1931. Dalam pameran tersebut, anjungan pemerintah kolonial Belanda mengambil bentuk bangunan arsitektur Bali berupa meru, dan turut menampilkan penari-penari dan musik Bali.

Merujuk Picard, selain untuk promosi pariwisata, pencitraan Bali dengan keindahan alam dan pesona budayanya sesungguhnya merupakan bentuk kebijakan politik pemerintah Hindia-Belanda untuk membentuk gambaran positif dari pemerintahannya. Kebijakan itu diwujudkan dengan wacana Balinisasi (Baliseering), yang menggali eksotisme, konservatisme, keunikan dari tradisi, budaya dan sejarah Bali.

Dengan praktik tersebut, menurut Frances Gouda dalam Dutch Culture Overseas: Praktik Kolonial di Hindia Belanda, 1900-1942, orang-orang Barat dapat menyimpan kenangan akan Bali sebagai surga romantis dan eksoktis.  

KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA

Suasana di Pantai Kuta, Badung, Jumat (30/12/2022). Kawasan wisata pantai di Badung, Bali, sudah diramaikan kunjungan wisatawan, termasuk wisatawan mancanegara.

Pada cetakan poster “See Bali” (1939) karya  E.Korver misalnya, digambarkan seorang gadis Bali bertelanjang dada yang mengusung gunungan sesaji berisi buah-buahan di kepala. Di belakangnya tampak siluet pemandangan gunung, pepohonan, dan pura. Dalam sejumlah terbitan promosi, sering juga ditambahkan judul dan slogan yang memberikan julukan, seperti “Bali, the Wonderland”, “Bali, the eastern paradise”, dan “Bali das marchenland”.

Di samping itu, perlu mendapat perhatian, peran para pendatang asing yang menetap di Bali, yang kebanyakan merupakan seniman dan cendikiawan. Menurut Picard, mereka memberikan banyak sumbangan mempopulerkan citra Bali sebagai “pulau sorgawi”, melalui kisah-kisah perjalanan, lukisan-lukisan, foto-foto, hingga film.

Pada tahun 1942, pengambilalihan kekuasaan oleh militer Jepang menghentikan promosi pariwisata Bali. Orang Belanda dan Eropa lainnya tidak dapat melakukan kegiatan pariwisata dengan bebas. Balatentara Jepang juga membubarkan perhimpinan-perhimpunan pariwisata seperti VTV.

Meski kegiatan pariwisata terhambat, kegiatan pariwisata tidak benar-benar berhenti. Kegiatan pariwisata masih ada, walaupun tidak ramai seperti sebelumnya. Pada masa Jepang, Bali dijadikan sebagai tempat berlibur perwira Jepang. 

KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA

Suasana di Desa Penglipuran, sebuah desa wisata yang berada di Kecamatan Kubu, Kabupaten Bangli, Minggu (11/12/2022). Desa wisata Penglipuran ramai dikunjungi wisatawan, baik pelancong dari dalam negeri maupun turis asing.

Masa Pemerintahan Soekarno

Setelah Indonesia merdeka, pariwisata Bali dibangun kembali dengan pariwisata budaya yang tetap menjadi branding Bali. Pada masa ini, Bali telah semakin dikenal sebagai destinasi wisata di Indonesia. Bali mendapatkan dukungan besar dari pemerintah pusat dan daerah untuk pembangunan kepariwisataan.

Pada tahun 1950-an, Presiden Soekarno sering memanfaatkan kunjungan tamu-tamu negara untuk mempromosikan Bali dengan mengajak mereka mengunjungi Bali, melihat pertunjukan tarian atau mengikuti upacara kebudayaan. Tamu-tamu negara yang pernah mengunjungi Bali, di antaranya Presiden Tito dari Yugoslavia, Presiden Ho Chin Minh dari Vietnam, Perdana Menteri Nehru dari India, Perdana Menteri Khruschev dari Uni Soviet, Ratu Juliana dari Negeri Belanda, dan Kaisar Hirohito dari Jepang.

IPPHOS

Soekarno dan Nehru kembali ke Jakarta dari kunjungannya ke Bali. Sultan Yogya menyambut kedatangannya di Kemayoran (15/6/1950).

Sebagai seseorang yang memiliki garis darah keturunan Bali dari ibunya, Ida Ayu Nyoman Rai, Presiden Soekarno memiliki perhatian khusus terhadap Bali. Pada tahun 1957, Soekarno membangun istana di desa Tampaksiring di Gianyar. Soekarno juga diketahui mengoleksi lukisan-lukisan tentang Bali.

Pada tahun 1958, Pulau Bali secara resmi dijadikan sebagai salah satu provinsi di Indonesia. Provinsi Bali terbagi atas delapan kabupaten, yakni Tabanan, Badung, Gianyar, Klungkung, Bangli, Karangasem, Buleleng, dan Jembrana.

Untuk memenuhi kebutuhan pariwisata, Soekarno merestui pengembangan Pelabuhan Udara Tuban (kini Bandara Internasional Ngurah Rai) supaya dapat didarati pesawat jet dan juga pembangunan Hotel Bali Beach di Sanur pada tahun 1963. Menurut I Putu Anom, dkk dalam artikel berjudul “Turismemorfosis: Tahapan Selama Seratus Tahun Perkembangan dan Prediksi Pariwisata Bali” dalam buku Metamorfosis Pariwisata Bali, kedua proyek ini merupakan titik awal pembangunan Bali secara besar-besaran menjadi daerah pariwisata Indonesia setelah kemerdekaan.

Pada masa ini, pariwisata juga sudah mulai dilirik sebagai peluang yang menguntungkan oleh masyarakat Bali. Merujuk Adrian Vickers dalam artikel berjudul “Bali Membangun kembali Industri Pariwisata: 1950-an” dalam Metamorfosis Pariwisata Bali, saat itu sejumlah orang Bali telah melakukan kegiatan usaha yang berhubungan dengan pariwisata, seperti membuka artshop atau toko benda seni, penginapan, dan agen-agen pemandu wisata, seiring dengan meningkatnya jumlah wisatawan ke pulau tersebut.

KOMPAS/THRESS NIO

Ratu Juliana dan Pengeran Bernhard dari kerajaan Belanda Mengunjungi Bali pada 29 Agustus 1971.

Masa Orde Baru

Pada masa Orde Baru di bawah kekuasaan Presiden Soeharto, sektor pariwisata sudah semakin dilihat sebagai salah satu sumber pemasukan negara, yang diharapkan mampu membantu memulihkan keadaan ekonomi saat itu. Pariwisata mulai dimanfaatkan sebagai daya tarik untuk mendatangkan investor. Pemerintah pun secara strategis menyusun rencana dan kebijakan-kebijakan terkait pariwisata.

Dalam Repelita I (1969-1974) kebijakan soal pariwisata Bali disusun dari berbagai hasil studi, dihasilkan suatu rencana pembangunan pariwisata internasional di Indonesia. Prioritas pembangunan pariwisata dipusatkan di Bali, oleh karena citranya yang telah tersohor di seantero dunia. Bali dijadikan sebagai etalase Indonesia dan model untuk perencanaan pariwisata daerah-daerah lainnya.

Pada 1972, Konsultan Perancis, Sociale Centrale Equipment Touristic Organization (SCETO), memberikan hasil rancangan rencana induk pariwisata Bali, yakni pariwisata budaya. Dua tahun setelahnya, diterbitkan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Tingkat I Bali Nomor 2 Tahun 1974 Tentang Pariwisata Budaya.

Nusa Dua

Salah satu kawasan yang masuk dalam rencana pembangunan tersebut adalah Nusa Dua. Di kawasan Nusa Dua yang kemudian dikenal sebagai The Nusa Dua, direncanakan dibangun suatu resort seluas 425 hektar di bawah manajemen Bali Tourism Development Corporation. Pelaksanaan pembangunan dimulai tahun 1974 dan direncanakan selesai tahun 1981.

Selain Nusa Dua, terdapat tiga tempat lainnya Bali yang sudah menjadi tujuan pariwisata, yakni Sanur, Kuta, dan Ubud.

Saat itu, Sanur sudah dikenal sebagai kawasan resort pariwisata pantai di Bali. Sebagian besar penduduknya merupakan petani. Sanur memiliki tradisi sastra dan seni yang sudah berkembang sejak dulu, kemungkinan karena proporsi warganya yang kebanyakan berasal dari kelompok Brahmana.

KOMPAS/DUDY SUDIBYO

Air mancur seratus kepala naga menghiasi kolam gerbang masuk hotel terindah di Bali, Nusa Dua Beach Hotel, yang dibangun seluas 35.000 m2 di atas tanah seluas 8,5 hekter (17/12/1982).

Sementara itu, Kuta merupakan sebuah desa yang mulai ramai karena memiliki pantai yang indah. Banyak wisatawan yang menjadikan Kuta sebagai tempat melakukan kegiatan berselancar dan menantikan terbenamnya matahari. Pengunjungnya kebanyakan wisatawan muda, sebagian besar dari Australia.    

Adapun Ubud merupakan sebuah kawasan pemukiman yang menarik wisatawan karena citra seni dan upacaranya. Selain itu, Ubud dinilai memiliki “desa Bali asli” yang menjadi tujuan wajib para wisatawan.

Sejak masa Repelita I ini, pintu gerbang Bali semakin terbuka, pemerintah sudah mengizinkan perusahaan penerbangan asing untuk mendarat langsung di Bali, sehingga pergerakan wisatawan terus meningkat.

Bersamaan dengan itu, terjadi penanaman modal-modal asing dalam bidang pariwisata. Jaringan-jaringan perhotelan internasional berlomba membuka cabang-cabangnya di Bali. Beberapa hotel berbintang mulai dibangun, mengakomodasi wisatawan asing.

Laporan SCETO mencatat, jumlah akomodasi kamar di Bali masih kurang dari 500 kamar pada tahun 1970. Namun, pada tahun 1975, jumlah kamar sudah tercatat berjumlah 3.000. Angkanya kemudian meningkat lagi menjadi 4.000 pada tahun 1980.

Tidak hanya wisatawan asing, pemerintah juga mulai melirik potensi wisatawan domestik. Pada tahun 1981, Direktorat Jendral Pariwisata mengeluarkan semboyan “Memasyarakatkan Pariwisata dan Mem-pariwisata-kan Masyarakat”. Melalui semboyan tersebut pemerintah bertujuan mendorong pariwisata domestik, sebab pariwisata direncanakan akan menjadi salah satu sumber pokok alat pembangunan negara.

Pada tahun 1990-an, telah terjadi transformasi dalam struktur ekonomi Bali, yang ditandai turunnya pangsa pasar pertanian dan naiknya pangsa pariwisata. Pada tahun 1994, pangsa pertanian hanya 28 persen dari Produk Domestik Regional Bruto di Bali, sedangkan sektor pariwisata, pada tahun yang sama adalah sebesar 42 persen. Dengan demikian secara keseluruhan telah terjadi peralihan dari budaya agraris ke budaya non-agraris di Bali, terutama yang menyangkut pariwisata.

KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI

Peserta acara “Diseminasi Presidensi G20 Indonesia” mengunjungi patung raksasa Garuda Wisnu Kencana di Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana di Kabupaten Badung, Bali, Kamis (8/12/2022). 

Masa Reformasi hingga kini

Memasuki tahun 2000-an, pariwisata telah semakin kokoh menjadi penggerak perekonomian Bali. Bahkan dalam skala nasional pariwisata Bali dapat diandalkan dalam memberikan sumbangan penting bagi devisa negara. Dari catatan BPS Provinsi Bali, Bali didatangi lebih dari satu juta wisatawan asing pada awal tahun 2000-an, dan pada akhir dasawarsa telah mencapai lebih dari dua juta.

Selama periode ini, pariwisata Bali beberapa kali mengalami guncangan hebat, yakni karena peristiwa krisis ekonomi dan krisis moneter pada 1997-1998 dan peristiwa peledakan bom di Bali pada 2002 dan 2005.

Namun, ujian terberat adalah pandemi Covid-19. Kunjungan wisatawan ke Bali menurun drastis selama pandemi Covid-19. Terlebih setelah pemerintah memutuskan melarang kunjungan ataupun transit orang asing untuk mencegah penyebaran pandemi Covid-19 mulai April 2020.

Badan Pusat Statistik Provinsi Bali mencatat, sepanjang 2020 Bali hanya didatangi sekitar 1 juta wisatawan asing atau turun sedalam 82,96 persen dibandingkan 2019. Jumlah tersebut semakin merosot tajam menjadi hanya 51 kunjungan wisatawan asing pada tahun 2021 akibat kebijakan karantina bagi wisatawan mancanegara selama pandemi.   

Jumlah Wisatawan Asing ke Indonesia dan Bali

Tahun

Indonesia

Bali

Tahun

Indonesia

Bali

1969

86.067

11.278

1996

5.034.472

1.138.895

1970

129.319

24.340

1997

5.184.486

1.230.316

1971

178.781

34.313

1998

4.606.416

1.187.153

1972

221.195

47.004

1999

4.600.000

1.355.799

1973

270.303

53.803

2000

5.064.217

1.412.839

1974

313.452

57.456

2001

5.153.620

1.356.774

1975

366.293

75.790

2002

5.033.400

1.285.842

1976

401.237

115.220

2003

4.467.021

993.185

1977

456.718

119.095

2004

5.321.165

1.472.190

1978

468.614

133.225

2005

5.002.101

1.388.984

1979

501.430

120.139

2006

4.871.351

1.262.537

1980

561.178

139.695

2007

5.505.759

1.668.531

1981

600.151

153.030

2008

6.234.497

2.085.084

1982

592.046

150.673

2009

6.323.730

2.385.122

1983

638.855

166.575

2010

7.002.944

2.576.142

1984

700.910

188.833

2011

7.649.731

2.826.709

1985

749.351

211.222

2012

8.044.462

2.949.332

1986

825.035

243.354

2013

8.802.129

3.278.598

1987

1.060.547

309.292

2014

9.435.411

3.766.638

1988

1.301.049

360.413

2015

10.406.291

4.001.835

1989

1.625.965

436.358

2016

11.519.275

4.927.937

1990

2.051.686

489.710

2017

14.039.799

5.697.739

1991

2.569.870

554.975

2018

15.806.191

6.070.473

1992

3.060.197

735.777

2019

16.106.954

6.275.210

1993

3.403.138

884.206

2020

4.052.923

1.069.473

1994

4.006.312

1.030.944

2021

1.557.530

51

1995

4.310.504

1.014.085

2022

5.471.277

2.155.747

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Bali

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Salah satu adegan dalam pementasan sendratari Tari Kecak di Uluwatu, Bali, Rabu (13/9/2022). Pertunjukkan sendratari Tari Kecak di tempat ini kembali ramai pengunjung seiring arus pariwisata di Bali mulai membaik.

Menurunnya kunjungan wisatawan memberikan tekanan berat pada perekonomian Bali yang selama ini mengandalkan pariwisata. Kondisi dan pukulan berat itu dialami juga oleh sektor lain, seperti perhotelan, restoran, industri kerajinan, dan travel, yang masih berhubungan dengan pariwisata.

Geliat pariwisata Bali baru mulai menunjukan kebangkitan pada tahun 2022. Pemerintah melonggarkan aktivitas masyarakat, termasuk aktivitas wisata, seiring membaiknya penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia dan semakin banyak masyarakat yang sudah divaksinasi. Menyusul pembukaan kembali penerbangan rute internasional ke Bali mulai 14 Oktober 2021. Badan Pusat Statistik Provinsi Bali mencatat, jumlah kedatangan wistawan asing ke Bali pada 2022 telah mencapai lebih dari 2 juta kunjungan.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Penumpang tiba di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali, Sabtu (9/10/2021). Bali yang menjadi destinasi utama wisata di Indonesia mengalami masa sulit selama pandemi. Pemerintah berencana akan membuka Bali untuk kedatangan wisatawan mancanegara mulai 14 Oktober mendatang. Wisatawan mancanegara akan dikarantina selama 5 hari sebelum diperbolehkan berwisata ke Bali.

Dalam beberapa tahun belakangan, produk pariwisata Bali semakin beragam, sejalan dengan perubahan motivasi wisatawan yang tidak lagi hanya sekedar berlibur atau rekreasi, tetapi juga meluas untuk tujuan perjalanan bisnis dan profesional.

Tidak hanya mengandalkan pariwisata budaya dan alam, meskipun keduanya masih menjadi citra dominan dari pariwisata Bali. Orientasi pariwisata Bali dilipatgandakan dengan potensi wisata lain, seperti wisata kuliner, wisata pertemuan, insentif, konvensi, dan pameran (MICE), wisata spiritual, hingga wisata medis.

Putu Devi Rosalina, dkk, dalam artikel berjudul “Membuka Pintu Pengembangan Medical Tourism di Bali!” dalam Metamorfosis Pariwisata Bali menjelaskan, pariwisata medis  merupakan bentuk baru bagi industri pariwisata yang merupakan difusi antara kebutuhan suatu individu untuk mendapatkan perawatan kesehatan dengan keinginannya untuk berwisata dalam waktu yang bersamaan.

KOMPAS/BENNY DWI KOESTANTO

Barisan lumba-lumba terlihat di perairan Lovina, Bali. Mereka biasa muncul ke permukaan beberapa saat setelah matahari keluar (13/7/2014).

Bali sebagai salah satu primadona destinasi di Indonesia, dianggap memiliki potensi untuk jenis wisata ini. Pada tahun 2022, pemerintah menetapkan Sanur menjadi lokasi destinasi wisata kesehatan  melalui Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2022 tentang Penetapan Sanur Sebagai Kawasan Ekonomi Khusus Kesehatan dan Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata.

Kawasan KEK Sanur dilengkapi fasilitas rumah sakit internasional dengan fasilitas pendukung berupa kawasan center of excellence, atau pusat unggulan, pelayanan medis di antaranya: kardiologi, orthopedi, gastro-hepatologi, dan medical check up (MCU). Selain itu juga akan dilengkapi fasilitas resor, hotel, dan taman etnobotani.

Terbaru, pemerintah menetapkan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kura-Kura Bali di Denpasar melalui Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2023 tentang Kawasan Ekonomi Khusus Kura-Kura Bali. Kawasan tersebut menjadi KEK kedua di Pulau Dewata, setelah sebelumnya menetapkan KEK Sanur.

KEK yang berlokasi di Pulau Serangan, Kota Denpasar, itu memiliki luas lahan sekitar 498 hektare. KEK Kura-Kura Bali akan dikembangkan untuk kegiatan pariwisata luxury berkelas internasional. (LITBANG KOMPAS)

Referensi

Buku dan Jurnal
  • Sunjayadi, Achmad. 2019. Pariwisata di Hindia-Belanda (1981-1942). Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia dan Ecole francaise d’Extreme-Orient.
  • Gouda, Frances. 2007. Dutch Culture Overseas: Praktik Kolonial di Hindia Belanda, 1900-1942. Jakarta: Serambi.
  • Picard, Michel. 2006. Bali: Pariwisata Budaya dan Budaya Pariwisata. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia dan Ecole francaise d’Extreme-Orient.
  • Malik, Farmawaty. 2017. Branding Tourism. Malang: Inteligensia Media.
  • Suartha, Nyoman. 2017. Industri Pariwisata Bali. Jakarta: Rajawali Pers.
  • Putra, I Nyoman dan Syamsul Alam Paturusi (ed). 2017. Metamorfosis Pariwisata Bali: Tantangan Membangun Pariwisata Berkelanjutan. Denpasar: Pustaka Larasan.
Arsip Kompas
  • “Seabad Pariwisata Bali Dongkrak Optimisme di Tarikh Anyar”, Kompas, 18 November 2021.
  • “Pariwisata Bali Masih Menyepi Terdampak Pandemi”, Kompas, 2 Agustus 2021.
  • “KEK Sanur Perluas Jangkauan Pariwisata Indonesia”, Kompas, 25 Januari 2023.
  • “Bali Miliki Dua Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata”, Kompas, 4 Februari 2023.
  • “Seabad Lebih, Bali Memikat Turis Mancanegara”, Kompas, 25 Mei 2023.