Paparan Topik | Politik dan Demokrasi

Sistem Politik Indonesia: Koalisi dan Oposisi dalam Pemerintahan Prabowo-Gibran

Sistem presidensialisme multipartai di Indonesia menuntut keberadaan partai koalisi dan partai oposisi untuk menjaga stabilitas demokrasi. Koalisi dibutuhkan untuk mempermulus kebijakan pemerintah, sementara oposisi diperlukan agar negara tidak terjebak dalam pusaran kartel politik.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Presiden terpilih Pemilu 2024 Prabowo Subianto mengajak Ketua Umum Partai Nasional Demokrat Surya Paloh masuk ke dalam rumah Prabowo di Jalan Kertanegara, Jakarta (25/4/2024). Prabowo Subianto bersama jajaran pengurus Partai Gerindra menerima kunjungan Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Surya Paloh beserta jajaran pengurus parpol Nasdem. Dalam konferensi pers, baik Prabowo maupun Surya Paloh mengatakan pertemuan ini menjadi silaturahmi dan menutup kontestasi Pemilu 2024. Mereka sepakat bekerjasama saling mendukung pemerintahan periode 2024-2029. Pertemuan ini merupakan pertemuan kedua antar Prabowo dengan Surya Paloh yang sebelumnya terjadi di Nasdem Tower (22/3/2024). Partai Nasdem dalam Pemilu 2024 merupakan pengusung paslon capres Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.

Fakta Singkat

Koalisi
Kerja sama antara beberapa partai untuk memperoleh suara dalam parlemen (KBBI).

Oposisi
Partai penentang di dewan perwakilan dan sebagainya yang menentang dan mengkritik pendapat atau kebijaksanaan politik golongan yang berkuasa (KBBI).

Koalisi Parpol

Pemerintahan Koalisi
BJ Habibie 2 partai, 1 faksi
Abdurrahman Wahid 7 partai, 1 faksi
Megawati Soekarnoputri 5 partai, 1 faksi
SBY 1 7 partai
SBY 2 6 partai
Joko Widodo 1 8 partai
Joko Widodo 2 14 partai

Presiden terpilih Prabowo Subianto dalam pidato kemenangannya menyatakan akan merangkul semua unsur dan kekuatan politik. Pernyataan itu diucapkan tepat setelah hasil Pemilu Presiden 2024 diketahui melalui hitung cepat sejumlah lembaga survei nasional (14/2/2024). Sinyal koalisi telah dikumandangkan meski hasil resmi dari KPU belum ada.

Seusai ditetapkan KPU sebagai peraih suara terbanyak (20/3/2024), dan memenangkan sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (22/4/2024), pasangan Capres-Cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka bergerak cepat melakukan konsolidasi politik. Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani mengatakan, pihaknya terus berupaya memperbesar koalisi untuk memperkuat dukungan terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran.

Sejak 2004, pemilu legislatif dan presiden Indonesia menghasilkan presidensialisme multipartai. Pada tahun 2004, walaupun Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memenangi Pemilu Presiden, tetapi Partai Demokrat yang mengusungnya tidak cukup mendominasi di parlemen. Situasi ini menjadikan SBY sebagai presiden dengan dukungan minoritas dan membutuhkan koalisi dengan partai lain.

Pemerintahan Prabowo-Gibran disokong oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM) beranggotakan Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Solidaritas Indonesia (PSI), dan Partai Bulan Bintang (PBB). Selain Koalisi Indonesia Maju, koalisi lain terbelah antara kubu pasangan Anies-Muhaimin dan pasangan Ganjar-Mahfud.

Koalisi pasangan Anies-Muhaimin tergabung dalam Koalisi Perubahan terdiri dari Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Sementara koalisi pasangan Ganjar-Mahfud terdiri dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Perindo, dan Hanura.

Kubu Prabowo-Gibran menyadari Koalisi Indonesia Maju belum cukup kuat. Agar pemerintahan berjalan lancar, diperlukan dukungan dari parpol pengusung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar maupun Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Safari politik yang dilakukan Prabowo-Gibran sejak hasil hitung cepat pilpres dirilis, tampaknya mulai menuai hasil. Setelah MK mengeluarkan putusan sengketa pilpres, sejumlah partai politik menyatakan mendukung pemerintahan Prabowo-Gibran.

Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Nasional Demokrat yang menjadi lawan politik Prabowo-Gibran telah menyatakan dukungan. Ini berarti koalisi partai politik pendukung pemerintahan Prabowo-Gibran menguasai separuh lebih kursi di DPR periode 2024-2029.

Dari partai-partai yang lolos ambang batas parlemen, sisa PDI-P dan PKS yang belum menyatakan sikap. Meski upaya komunikasi terus dilakukan, PDI-P dan PKS berpotensi menjadi oposisi.

Menurut sejumlah pengamat politik, PDI-P dan PKS memiliki basis ideologi yang kuat dan tidak mudah untuk diajak berkoalisi. Situasi ini ditambah dengan renggangnya hubungan PDI-P dengan trah Jokowi.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoptri dan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) hadir dalam kampanye salah satu pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang diusung partai tersebut dalam Pilkada Jabar 2013 di Lapangan Tarikolot, Desa Nanjung Mekar, Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat (16/2/2013).

Koalisi Partai

Koalisi adalah kerja sama antara beberapa partai untuk memperoleh suara dalam parlemen (KBBI). Dalam sistem pemerintahan presidensial seperti di Indonesia, koalisi menjadi penting ketika lembaga eksekutif dan lembaga legislatif memiliki ruang intervensi terhadap kerja pemerintahan.

Ada dua pandangan umum tentang koalisi di Indonesia. Pertama, melihat koalisi sebagai hal tidak wajar bagi sistem presidensial karena lebih cocok bagi sistem parlementer. Kedua, adanya pandangan yang menganggap koalisi adalah hal yang wajar di sistem presidensial terutama presidensial multipartai. Dari dua pandangan ini ada satu kesamaan yakni sama-sama menyadari bahwa realitas di Indonesia mengharuskan adanya koalisi.

Menurut pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, koalisi tidak perlu ada dalam sistem presidensial, tetapi dukungan politik di DPR adalah keharusan. Maka dari itu, pembentukan koalisi meskipun menyerupai sistem parlementer masih bisa diterima asal tidak diformalkan.

Partai koalisi telah ada sejak awal reformasi pada era pemerintahan BJ Habibie (2 partai, 1 faksi). Tren partai koalisi terus berlanjut pada era pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (7 partai, 1 faksi), Megawati Soekarnoputri (5 partai, 1 faksi), dua periode pemerintahan SBY (7 partai ; 6 partai), dan dua periode pemerintahan Joko Widodo (8 partai ; 14 partai).

Koalisi Parpol

Pemerintahan Jumlah Partai Partai Koalisi
BJ Habibie (1998-1999) 2 partai, 1 faksi Golkar, PPP, Militer/Polisi
Abdurrahman Wahid (1999-2001) 7 partai, 1 faksi PKB, PDI-P, Golkar, PAN, PPP, PKB, PK, Militer/Polisi
Megawati Soekarnoputri (2001-2004) 5 partai, 1 faksi PDI-P, PPP, PBB, PAN, Golkar, Militer/Polisi
Susilo Bambang Yudhoyono 1 (2004-2009) 7 partai Demokrat, Golkar, PKS, PAN, PBB, PKPI, PPP
Susilo Bambang Yudhoyono 2 (2009-2014) 6 partai Demokrat, PKS, PAN, PPP, PKB, Golkar
Joko Widodo 1 (2014-2019) 8 partai PDI-P, PKB, NasDem, Hanura, PKPI, PPP, PAN, Golkar
Joko Widodo 2 (2019-2024) 14 partai PDI-P, Golkar, NasDem, PKB, PPP, Hanura, PSI, Perindo, PKPI, PBB, Berkarya, Gerindra, PAN, Demokrat

Sumber: Menakar Presidensialisme Multipartai di Indonesia (2014) dan pemberitaan Kompas, diolah Litbang Kompas/IGP.

Koalisi merupakan pilihan presiden. Bila presiden menghendaki, koalisi dapat dihindari. Terjadinya koalisi merupakan strategi presiden untuk menjaga stabilitas pemerintahan. Dari sejarah interaksi eksekutif-legislatif sejak tahun 1998, pilihan koalisi menjadi sangat rasional mengingat fakta pernah terjadi pemakzulan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada tahun 2001.

Peristiwa pemakzulan Gus Dur menjadi pelajaran bagi presiden setelahnya baik SBY maupun Jokowi. Dalam sistem presidensial sebenarnya pemakzulan sangat sulit terjadi, tetapi realitas politik di Indonesia sistem presidensial bergabung dengan sistem partai politik yang rawan dimanfaatkan untuk menjegal agenda presiden.

KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN
Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Gerindra sekaligus bakal calon presiden Prabowo Subianto, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, dan Ketua Umum Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra (kiri ke kanan) foto bersama di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta (14/9/2023). Para ketua umum partai politik yang tergabung ke dalam Koalisi Indonesia Maju menggelar pertemuan. Acara tersebut bertujuan membahas strategi pemenangan Pemilu 2024.

Gerakan Oposisi

Oposisi dalam KBBI berarti partai penentang di dewan perwakilan dan sebagainya yang menentang dan mengritik pendapat atau kebijaksanaan politik golongan yang berkuasa. Layaknya koalisi, istilah oposisi dalam sistem presidensial dianggap asing tetapi perlu ada untuk menyeimbangkan hubungan antara lembaga eksekutif dengan lembaga legislatif.

Sejarah mencatat, kekuasaan Orde Baru yang otoriter dan antikritik justru memperlemah kekuasaan. Demokrasi yang diagung-agungkan ternyata semu karena merampas hak berpendapat dan dimonopoli penguasa. Eksistensi oposisi menjadi penting sebagai pengontrol negara agar pemerintahan tidak disalahgunakan.

Oposisi bukanlah hal yang harus dikhawatirkan apalagi ditakuti. Pengamat politik Eep Saefullah Fatah dalam buku Membangun oposisi (1998) menjelaskan bahwa oposisi adalah setiap ucapan atau perbuatan yang meluruskan kekeliruan, tetapi sembari menggarisbawahi dan menyokong segala sesuatu yang sudah ada di jalan yang benar. Dalam konteks ini oposisi merupakan kegiatan pengawasan atas kekuasaan politik yang bisa keliru dan bisa benar.

Dalam Pemerintahan Prabowo-Gibran, PDI-P berpotensi kembali menjadi oposisi. Peran serupa juga pernah dilakoni PDI-P di era pemerintahan SBY. Menurut sejumlah anggota DPR dari PDI-P, oposisi bukan berarti menentang segala sesuatu yang dilakukan atau tidak dilakukan pemerintah. Mereka siap berkolaborasi dengan pemerintah selama sikap mereka sama.

Menurut Budiman Sudjatmiko, aktivis 1998 sekaligus politikus Partai Gerindra yang pernah menjadi bagian dari PDI-P, oposisi dapat diartikan dalam dua hal. Pertama, berada di luar pemerintah (pusat), kedua tidak ada hubungannya dengan segala posisi dan jabatan di kementerian khususnya kesepakatan-kesepakatan politik dengan pemerintah.

Partai Demokrat meyakini, peran oposisi yang diambil PDI-P di era SBY banyak dipengaruhi oleh sentimen pribadi ketua umumnya Megawati terhadap SBY. Melihat kecenderungan ini besar kemungkinan PDI-P kembali menjadi oposisi di Pemerintahan Prabowo-Gibran karena sentimen terhadap Jokowi.

Sikap oposisi PDI-P juga tampak pada capres-cawapres yang diusungnya. Setelah kalah dalam Pemilihan Presiden 2024, Ganjar Pranowo mendeklarasikan diri menjadi oposisi dan bakal berada di luar pemerintahan. Senada dengan Ganjar, sebagai tokoh nonpartai, Mahfud MD juga akan terus berjuang mengawal hukum dan demokrasi melalui gerakan politik masyarakat sipil (6/5/2024).

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Simpatisan dan kader PDI-P menggelar aksi damai di depan Hotel Inna Grand Bali Beach, Sanur, Bali, tempat berlangsungnya Kongres III PDI-P (7/4/2010). Selain mendukung Megawati Soekarnoputri tetap menjadi ketua umum, mereka juga mendukung PDI-P tetap menjadi partai oposisi.

Sistem Politik Indonesia

Anomali koalisi dan oposisi dalam sistem presidensial di Indonesia tak lepas dari perjalanan panjang sistem politiknya. Menurut pakar politik Rusadi Kartaprawira, sistem politik di Indonesia dapat dimaknai sebagai seluruh proses sejarah dari saat berdirinya negara Indonesia sampai saat ini, atau hanya dalam periode tertentu.

Sistem politik Indonesia merupakan sistem khas bersifat keindonesiaan yang diwarnai oleh nilai-nilai luhur Pancasila, UUD 1945, nilai-nilai proklamasi, Bhineka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sejak berdiri, Indonesia telah mengalami tiga model sistem politik mulai dari Demokrasi Liberal, Demokrasi Terpimpin, hingga Demokrasi Pancasila.

Demokrasi Liberal di Indonesia dimulai 3 November 1945, sejak sistem multipartai dimulai. Demokrasi Liberal juga dikenal sebagai Demokrasi Parlementer karena berlangsung dalam sistem pemerintahan parlementer. Konsep ini menggabungkan prinsip-prinsip demokrasi dan liberalisme. Demokrasi Liberal mengedepankan partisipasi publik dalam pemerintahan, dan menjunjung tinggi hak warga negara untuk menentukan wakil rakyat.

Saat Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959, Demokrasi Liberal berakhir. Dekrit ini diikuti dengan gagasan Demokrasi Terpimpin melalui pidato presiden pada 10 November 1956 yang dipertegas pada 21 Februari 1957 dengan dibentuknya dewan nasional.

Demokrasi Terpimpin banyak meninggalkan prinsip-prinsip demokrasi ala Barat. Soekarno menilai Demokrasi Liberal tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Pemungutan suara di lembaga perwakilan rakyat dianggap tidak efektif. Sebagai gantinya, Soekarno memperkenalkan musyawarah untuk mufakat. Untuk merealisasikan Demokrasi Terpimpin, Soekarno membentuk badan yang disebut Front Nasional. Dalam pekembangannya, periode Demokrasi Terpimpin banyak menyimpang dari UUD 1945.

Saat rezim Soekarno jatuh, sistem Demokrasi Terpimpin digantikan oleh Demokrasi Pancasila yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Konsep Demokrasi Pancasila menurut Mohammad Hatta adalah demokrasi berdasarkan kekeluargaan gotong royong yang bertujuan untuk menyejahterakan rakyat.

Demokrasi Pancasila mengandung unsur kesadaran religius, berdasarkan kebenaran, kecintaan dan budi pekerti luhur, berkepribadian Indonesia, dan berkesinambungan. Hingga saat ini Demokrasi Pancasila terus bertumbuh dan mencari bentuk idealnya. Koalisi dan oposisi dalam sistem presidensial multipartai di Indonesia, merupakan bagian dari proses pertumbuhan demokrasi sesuai karakter bangsa. (LITBANG KOMPAS)

Referensi

Buku
Arsip Kompas
  • Efek Ekor Jas Tak Terlihat di Pemilu 2024. Kompas, 17 Februari 2024, hlm. 1.
  • Prabowo Mulai Melakukan Konsolidasi. Kompas, 18 Februari 2024, hlm. 1.
  • Satu Jam Jokowi-Paloh Bertemu Empat Mata. Kompas, 19 Februari 2024, hlm. 1.
  • Joko Widodo Siapkan Politik Akomodasi. Kompas, 20 Februari 2024, hlm. 2
  • Presiden Tarik Demokrat ke Kabinet. Kompas, 21 Februari 2024, hlm. 1.
  • Presiden Jokowi Antisipasi Risiko Politik Pascapemilu. Kompas, 22 Februari 2024, hlm. 1
  • Koalisi Perubahan Kembali Tunjukkan Soliditas. Kompas, 24 Februari 2024, hlm. 2.
  • Prabowo Intensif Temui Yudhoyono. Kompas, 26 Februari 2024, hlm. 3.
  • Setelah Agus Harimurti Yudhoyono dan Moeldoko Bersalaman. Kompas, 27 Februari 2024, hlm. 3.
  • Prabowo Presiden Terpilih, PDI-P Suara Terbanyak. Kompas, 21 Maret 2024, hlm. 1.
  • Safari Prabowo Bisa Perkuat Posisi. Kompas, 23 Maret 2024, hlm. 2.
  • Pembelajaran Demokrasi dari Pilpres 2024. Kompas, 4 April 2024, hlm. 7.
  • Megawati Tugaskan Puan Jalin Komunikasi dengan Prabowo. Kompas, 8 April 2024, hlm. 1.
  • Pertemuan Prabowo dengan Megawati Bisa Lebih Cepat. Kompas, 9 April 2024, hlm. 1.
  • KIM Bakal Bahas Kans PPP Bergabung. Kompas, 17 April 2024, hlm. 2.
  • Gerindra Keberatan Alokasi Menteri Berbasis Suara Parpol. Kompas, 19 April 2024, hlm. 2.
  • Koalisi Prabowo-Gibran Akan Diperbesar. Kompas, 23 April 2024, hlm. 2.
  • Koalisi Prabowo Menguasai Parlemen. Kompas, 26 April 2024, hlm. 1.
  • PDI-P dan PKS Diprediksi Bakal Berada di Luar Pemerintahan. Kompas, 27 April 2024, hlm. 1.
  • Didominasi Wajah Lama, Kinerja DPR 2024-2029 Diprediksi Tak Akan Ada Perubahan. Kompas, 27 April 2024, hlm. 2.
  • Dukungan Parlemen Tentukan Nasib Demokrasi. Kompas, 29 April 2024, hlm. 3.
  • Koalisi Tanpa ”Oposisi”, Pertaruhan bagi Demokrasi. Kompas, 3 Mei 2024, hlm. 3.
  • Mungkinkah ”The Presidents Club” ala Prabowo Terwujud? Kompas, 6 Mei 2024, hlm. 2.

Artikel terkait