Paparan Topik | Kesehatan

Sejarah Pemberian Vaksin di Indonesia

Menjaga kualitas kesehatan balita melalui imunisasi merupakan prasyarat yang harus terpenuhi untuk menjaga keberlanjutan generasi. Imunisasi dilakukan agar terbentuk kekebalan tubuh dan terbangun kekebalan kelompok.

KOMPAS/RIZA FATHONI

Dokter Pusesmas Kecamatan Kramat Jati yang didampingi kader Posyandu setempat, petugas dasawisma, unsur RT, Kramat Jati, Jakarta Timur memberikan imunisasi dengan menjemput bola ke rumah warga, Selasa (22/11/2022). Tenaga kesehatan Puskesmas ini melakukan kegiatan Rapid Convenience Assesment (RCA) atau penilaian cepat untuk mengetahui sasaran dan kisaran cakupan imunisasi di suatu wilayah.

Fakta Singkat

  • Vaksin pertama di Indonesia dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda untuk mencegah penyakit cacar pada tahun 1804.
  • Imunisasi khusus anak usia 0–14 tahun dilaksanakan pertama kali tahun 1970.
  • Indonesia pernah dinyatakan sebagai negara bebas cacar pada tahun 1974 oleh WHO.
  • Program Pekan Imunisasi Nasional dimulai tahun 1980 untuk memenuhi kebutuhan imunisasi dasar bagi balita.

Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan disebutkan bahwa setiap anak berhak mendapatkan imunisasi sesuai dengan ketentuan untuk mencegah terjadinya penyakit. Hal ini membutuhkan dukungan dari masyarakat agar balita dan anak-anak memperoleh imunisasi lengkap.

Imunisasi adalah suatu proses untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan cara memasukkan vaksin, yakni virus atau bakteri yang sudah dilemahkan atau telah dimodifikasi.

Vaksin dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan atau dimasukkan melalui mulut. Setelah vaksin masuk ke dalam tubuh, sistem pertahanan tubuh akan bereaksi membentuk antibodi. Selanjutnya antibodi akan membentuk imunitas terhadap jenis virus atau bakteri.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Petugas kesehatan memberikan imunisasi polio kepada seorang balita dalam kegiatan Pekan Imunisasi Dunia 2023 di Posyandu Eri/ Kenanga I, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang, Banten, Senin (8/5/2023). Pekan Imunisasi Dunia 2023 di Indonesia berlangsung dari tanggal 4 hingga 10 Mei 2023.

Sejarah

Vaksin adalah suatu kuman, bakteri, ataupun virus yang sudah dilemahkan yang kemudian dimasukkan ke dalam tubuh seseorang untuk membentuk kekebalan tubuh atau imunitas secara aktif.

Pemberian vaksin dilakukan dengan cara dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntik ataupun diteteskan.

Serum adalah produk biologi yang sudah mengandung kekebalan terhadap suatu infeksi, diberikan kepada individu bila terserang adanya infeksi penyakit, atau diduga akan terkena infeksi.

Kebutuhan vaksin untuk pemberantasan penyakit menular telah dilakukan sejak zaman Kolonial Belanda. Ketika mulai terjadi wabah penyakit cacar (smallpox) tahun 1804, pemerintah kolonial memberikan vaksin cacar untuk kaum kolonial dan pribumi yang bekerja untuk mereka.

Thomas Stanford Raffles sejak tahun 1811 mengembangkan area vaksin di pulau Jawa dengan melatih juru suntik orang Jawa. Tahun 1820 dikeluarkan Peraturan Vaksinasi Cacar (Reglement op de uitoefening der koepokvaccinate in Nederlandsch-Indie) yang intinya menetapkan garis komando vaksin cacar  di tingkat karesidenan.

Pada masa lalu, penyakit cacar adalah penyakit menular yang penderitanya harus dikarantina. Tahun 1951 dilakukan pemberian pencacaran secara massal di Pulau Sumatera, Jawa, dan pulau lain di Indonesia. Pada era awal kemerdekaan, dibangun Stasiun Karantina penyakit cacar di Pulau Onrust yang kemudian pada 1958 dipindahkan ke daerah Pelabuhan Tanjung Priok untuk mempermudah penanganan pasien cacar. Setelah tahun 1964, Stasiun Karantina menampung penderita cacar dari Jakarta dan sekitarnya hingga 2.358 orang.  

Ketika ditemukan Vaksin Cacar tahun 1972, pemerintah Indonesia berhasil menghindari wabah cacar di Indonesia. Pada 1974, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan Indonesia berhasil menekan penyakit cacar.

Setelah pasien cacar berkurang, Stasiun Karantina berubah menjadi Rumah Sakit Karantina pada 28 April 1978. Sejak itu RS Karantina berfungsi untuk perawatan dan karantina penyakit menular wabah lainnya. Pada 1 Desember 1993, RS Karantina dipindahkan di Sunter dan berganti nama menjadi Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso.

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Seorang anak diukur tinggi badannya saat mengikuti Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN) dan pneumokokus konjugasi (PCV) di Posyandu Kuntum Mekar, Klender, Jakarta Timur, Kamis (22/9/2022). Sekitar 90 anak mengikuti Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN) dan PCV di posyandu tersebut.

Pemberian Vaksin

Vaksin BCG ditemukan tahun 1950-an, kemudian pada tahun 1952 Indonesia bersama WHO dan UNICEF menandatangani persetujuan Indonesia memulai program percontohan dan latihan pemberantasan penyakit tuberkulosis.

Selain cacar dan TBC, pemerintah Indonesia sejak merdeka terus mengembangkan vaksin dan pengobatan untuk berbagai penyakit massal seperti Malaria, Kusta, Patek, Rabies, Demam Berdarah, Polio, Campak, Sampar/Pes, Filariasis/Schistosomiasis dan cacing tambang.  

Pada 1963 dilaksanakan imunisasi campak pertama kali. Sementara, pada 1967 dilakukan pemberian kekebalan penyakit cacar pada sepertiga penduduk Indonesia dalam Global Smallpox Eradication Program (SEP) .

Pemerintah melakukan Pengembangan Program Imunisasi (PPI) yang  dimulai pada era tahun 1970, tujuannya adalah untuk mempercepat sasaran progam imunisasi guna mencegah penyebaran penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Awalnya, dilakukan pemberian imunisasi BCG dengan pemberian suntikan BCG pada anak usia 0–14 tahun. Saat itu, vaksinasi mencapai 38 juta anak Indonesia. Di Jawa dan Bali mencapai 80 persen sedangkan wilayah lainnya 51 persen.

Setelah BCG, dikembangkan pemberian imunisasi dasar lainnya seperti DPT, Polio, Tetanus dan Campak. Kegigihan program vaksinasi cacar membuahkan hasil. Pada 1974,  Indonesia dinyatakan bebas cacar oleh WHO. Masih di tahun yang sama, Imunisasi tetanus toxoid mulai diberikan pada ibu hamil.

Berikutnya, pada 1976 dimulai imunisasi difteri, pertusis, dan tetanus (DPT) pada bayi.

Indonesia melaksanakan expanded Program on Immunization (EPI) atau Program Pengembangan Imunisasi (PPI) secara resmi yang dimulai di 55 Puskesmas tahun 1977. PPI dimulai dengan pemberian vaksin kekebalan pada empat penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I), yaitu tuberkulosis, difteri, pertusis, dan tetanus. Kemudian, program itu ditambah dengan imunisasi  campak, polio dan hepatitis B.

Pada Pelita I, pemerintah memfokuskan vaksinasi pada anak usia 0–14 tahun, maka pada tahun 1980 pemerintah mengembangkan Program Imunisasi untuk bayi dan balita.

Pekan Imunisasi Nasional diharapkan dapat mencegah beragam penyakit di seluruh Indonesia. Salah satu penyakit menular yang sangat ditakuti saat itu adalah polio karena dapat menimbulkan kecacatan. Program imunisasi polio untuk bayi dan balita tahun 1981 dan dilanjutkan imunisasi campak tahun 1982. Sementara, pemberian vaksin Hepatitis B secara nasional dimulai tahun 1997.

Program imunisasi dilakukan dengan kegiatan rutin pada bayi umur 0–1 tahun, yaitu vaksin BCG, DPT, Polio, Campak dan Hepatitis B. Kemudian diberikan vaksin lanjutan untuk anak usia sekolah dasar kelas 1 adalah vaksin Difteri dan kelas 2–3 SD adalah vaksin tetanus, dan Campak.

Saat terjadi bencana tsunami di Aceh pada 2004, misalnya, Kemenkes membuat kebijakan melakukan imunisasi Campak bagi korban pengungsi usia 0 – 5 tahun.

Indonesia pernah mengalami kasus Polio pada tahun 2005 yang kemudian dilakukan Outbreak Response Immunization (ORI) untuk memutus penularan di lokasi terjadinya kasus. Program ORI saat itu dilakukan di DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat dalam tiga putaran untuk anak usia 0–5  tahun.

Pada 2016, Kemenkes menginisiasi vaksin Rubella dalam progam vaksin nasional. Selain itu, pemerintah juga melakukan program demonstrasi vaksin HPV untuk mencegah kanker serviks bagi siswi dan remaja putri.

Beberapa wilayah di Indonesia pernah mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) kasus difteri pada 2017. Pemerintah melakukan langkah outbreak responde immunization (ORI). ORI merupakan upaya penanggulangan KLB dengan tujuan untuk meningkatkan kekebalan masyarakat dengan mengurangi immunity gap sehingga diharapkan  memutus mata rantai penularan.

Progam ORI ini menyasar pada anak usia 1 tahun hingga 19 tahun. Untuk difteri, ORI dilakukan sebanyak tiga putaran untuk membentuk kekebalan tubuh terhadap bakteri corynabacterium diphteriae. Putaran pertama dimulai Desember 2017 di 12 kabupaten dan kota di tiga provinsi yaitu DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat. Putaran kedua dilakukan pada Januari 2018 dan putaran ketiga pada Juni 2018.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Pelajar menerima suntikan imunisasi diphteria tetanus (Dt) yang diadakan oleh Puskesmas Rawa Bunga, Jatinegara, Jakarta Timur, Rabu (29/9/2021). Kegiatan ini diadakan dalam rangka bulan imunisasi anak sekolah. Imunisasi Dt diberikan untuk mencegah beberapa penyakit infeksi seperti difteri, tetanus, dan batuk rejan. Selain imunisasi, para pelajar juga diperiksa kesehatan dan kebersihan telinga, mulut, mata, serta diberikan obat cacing.

Imunisasi Tambahan

Untuk meningkatkan kualitas kesehatan anak Indonesia, Kementrian Kesehatan memperkenalkan jenis antigen baru yang dimasukkan dalam program Imunisasi Nasional yang dijalankan pemerintah. Hal itu merupakan wujud komitmen pemerintah untuk memberikan perlindungan pada semua warga negara Indonesia khususnya bayi dan anak agar terlindungi dari penyakit yang berakibat pada kecacatan dan kematian.

 Ada empat jenis vaksin tambahan, yaitu Pneumokokus Konyugasi (PCV) untuk mencegah radang paru Pneumonia, vaksin Human Papiloma Virus (HPV) untuk mencegah kanker leher rahim, vaksin Rotavirus (RV) untuk mencegah diare berat dan vaksin Inactivated Poliovirus Vaccine (IPV) dosis kedua untuk memperkuat perlindungan polio.

Pengenalan vaksin tersebut dilakukan secara bertahap. Untuk imunisasi PCV telah diberikan sejak tahun 2016-2021 di wilayah kabupaten dan kota di Bangka Belitung, NTB, dan beberapa kabupaten di Jawa Barat dan Jawa Timur. Pada 2022 cakupan wilayah semakin meluas secara nasional. Imunisasi PCV diberikan dua kali saat bayi berusia 0–11 bulan dan diulang satu kali lagi pada usia 1–24 bulan.

Sementara, imunisasi RV berfungsi mencegah diare parah pada anak-anak yang direkomendasikan diberikan tiga kali, yaitu pada usia 2, 3, dan 4 bulan, yang dilakukan melalui tetes mulut. Imunisasi jenis ini telah diberikan tahun 2022 di 21 kota/kabupaten di Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Bali, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat. Pada tahun 2023 akan dilakukan imunisasi RV di seluruh kota/kabupaten di Indonesia.

Imunisasi HPV diberikan pada anak sekolah dasar di kelas 5 dan kelas 6 sejak tahun 2016 mencakup 20 kabupaten/kota di DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Utara.

Pada 2022 cakupan diperluas ke 112 kabupaten/kota di Jateng, Jatim, Bali, Sulawesi Utara, Gorontalo dan Sulawesi Tenggara. Sedangkan imunisasi HPV dijadikan program nasional. Pemberian imunisasi pada anak sekolah dilakukan melalui program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS), dan pada tahun 2023 dilaksanakan di seluruh kota/kabupaten di seluruh provinsi di Indonesia.   

Selain keempat imunisasi tersebut, pemerintah mulai memperkenalkan imunisasi Japanese Encephalitis (JE) untuk mencegah radang otak tahun 2018. Pemberian vaksin ini akan dilakukan di Kalimantan Selatan dan Yogyakarta tahun 2024. Imunisasi JE ini hanya diberikan pada daerah yang secara epidemiologi endemis JE.

Imunisasi HPV bagi anak sekolah dasar dilakukan dengan bekerja sama dengan Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek).

Salah satu bentuk dukungan  Kemendikbudristek meluncurkan progam Gerakan Sekolah Sehat pada Agustus 2022 dan program “Semarak Sehat Imunisasi, Sehat Anak Negeri” yang dilaksanakan pada November 2022. Prioritas imunisasi di sekolah untuk mencapai Gerakan Sekolah Sehat melalui sehat bergizi, sehat fisik, dan sehat imunisasi.

KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI

Gavrie (12), siswa SD Eben Haezar Manado, meringis menahan sakit ketika disuntik vaksin Sinovac untuk Covid-19 pada hari pertama vaksinasi untuk anak di Manado, Sulawesi Utara, Senin (5/7/2021). Pemprov Sulut menarget 100.000 siswa di Sulut bisa tervaksinasi, 52.000 di antaranya di Manado.

Imunisasi Dasar pada Masa Pandemi

Pandemi Covid-19 mengancam kesehatan masyarakat termasuk anak-anak, sehingga Kemenkes memutuskan anak-anak juga mendapatkan vaksin Covid-19. Vaksin untuk anak-anak ini merupakan upaya untuk mencegah sakit berat dan kematian akibat Covid-19 serta mendukung terciptanya herd immunity.

Sejak 14 Desember 2021 Pemerintah secara resmi melaksanakan vaksinasi Covid-19 untuk anak usia 6-11 tahun dengan jumlah sasaran 26,5 juta anak. Hal itu disebabkan ditemukannya varian baru Delta dan Omicron yang lebih ganas daripada varian sebelumnya.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan sejak 2020-2021, cakupan imunisasi dasar lengkap pada bayi menurun drastis. Pada 2020 target imunisasi sebesar 92 persen dari 4.416.309, tetapi cakupan yang tercapai pada 2020 hanya sebesar 84 persen atau 3.709.670 anak. Kemudian pada 2021, imunisasi ditargetkan mencapai 93 persen dari 4.148.867 anak, tetapi cakupan yang dicapai pada 2021 hanya sebesar 84,2 persen, yaitu 3.493.346 anak. Masih ada sekitar 1,7 juta bayi belum mendapatkan imunisasi dasar selama periode 2019–2021.

Kondisi pandemi pada awal tahun 2020 – 2022 membuat kemunduran pada proses imunisasi balita karena terganggunya rantai pasok dan kurangnya tenaga kesehatan. Masalah itu diperburuk dengan keragu-raguan orang tua terhadap vaksin. Hal itu mengakibatkan menurunnya vaksin campak dan rubela dari 95 persen pada 2019 menjadi 87 persen pada 2021. Jumlah anak-anak “dosis nol” atau belum menerima vaksin DPT (difteri, pertusis, tetanus) naik 10 persen pada 2019 menjadi 26 persen.

Menurut data WHO, Indonesia merupakan salah satu negara yang tingkat vaksinasinya turun. Misalnya pada tahun 2021, terdapat 25 juta anak yang melewatkan satu dosis vaksin DPT.

Untuk mempercepat vaksinasi pasca-pandemi, pemerintah daerah mendorong posyandu berperan membantu orang tua memahami manfaat imunisasi lengkap. Dalam hal ini dibutuhkan kolaborasi antara otoritas kesehatan, organisasi berbasis agama, komunitas, dan media massa untuk mencegah penyebaran hoaks seputar vaksin.

Kampanye imunisasi nasional Indonesia pada September 2022 yang dilakukan bersama UNICEF dan WHO ditujukan untuk melanjutkan imunisasi yang sempat terhenti karena pandemi. Kampanye imunisasi kejar nasional bertujuan untuk mem-vaksin sekitar 36,5 juta anak usia di bawah 15 tahun dengan satu dosis imunisasi campak.

Pemberian vaksin tersebut dilakukan di seluruh Indonesia kecuali Bali dan Yogyakarta karena telah memenuhi target nasional. Seminggu kemudian vaksin berhasil mencapai 70 persen dari target imunisasi campak dan rubella, sedangkan untuk DPT-HB-Hib mencapai 50 persen dari target.

Menurut WHO, kondisi paling ideal cakupan anak-anak yang sudah di imunisasi adalah 99 persen. Pada masa pandemi, ada satu juta balita Indonesia yang tidak mendapatkan imunisasi karena wabah Covid-19.

Saat wabah pandemi mulai mereda dan kegiatan pertemuan mulai dilakukan kembali, pemerintah mempercepat kegiatan imunisasi. Pada April 2023, sekitar 94 persen anak-anak Indonesia telah diimunisasi, tetapi masih ada lima persen atau 240.000 yang belum mendapat imunisasi. (LITBANG KOMPAS)

Referensi

Internet