Kompas/LASTI KURNIA
.
Fakta Singkat
- Nikel pertama kali ditemukan lebih dari 2000 tahun silam di artefak sejarah benda logam.
- Nikel pertama kali diidentifikasi oleh Baron Axel fredrik Cronstedt pada 1751.
- Amerika, Inggris, dan negara-negara Eropa menggunakan nikel sebagai koin.
- Nikel bersifat magnetis pada suhu kamar dan sepenuhnya dapat didaur ulang.
- Nikel merupakan unsur paling berlimpah kedua di bumi setelah besi.
- Pertumbuhan kebutuhan nikel dunia untuk baterai listrik.
- Indonesia merupakan produsen bijih nikel dan pemilik cadangan nikel terbesar di dunia.
Nikel merupakan unsur logam yang terbentuk secara alami dengan ciri berwarna putih keperak-perakan dan mengilap. Nikel termasuk satu dari lima unsur logam yang paling umum di bumi dan dapat ditemui secara luas terutama di kerak bumi.
Sifat nikel keras tetapi bisa dibentuk, tahan karat, dan tetap bertahan walau terpapar suhu ekstrem. Nikel hadir di banyak barang dari uang logam sampai mobil. Penggunaannya mulai untuk pelapisan seperti lapisan metalik pada keran, pancuran kamar mandi, dan baterai isi ulang seperti di telepon genggam dan kendaraan listrik. Sehingga, nikel menjadi komoditas yang selalu dicari karena merupakan bahan baku untuk banyak industri.
Meningkatnya permintaan kendaraan listrik kian mengangkat nilai nikel di seluruh dunia. Sebagai komponen penting dalam baterai kendaraan listrik, nikel menjadi incaran banyak produsen. Indonesia turut dalam tren kendaraan listrik ditandai dengan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan. Kementerian Perindustrian menyebutkan target mobil listrik mencapai 400.000 unit pada tahun 2025, dan meningkat menjadi 5,7 juta unit pada tahun 2035.
Sejarah Nikel
Nikel pertama kali ditemukan lebih dari 2.000 tahun pada artefak sejarah berupa benda logam. Nama nikel berasal dari bahasa Saxony Jerman Kupfernickel yang berarti tembaga setan (Devil’s Cooper). Penemuan nikel berawal dari penambang tembaga di Saxony pada tahun 1700 yang menemukan elemen dengan warna lebih mengilap dan lebih keras dari tembaga.
Elemen ini berhasil diidentifikasi oleh ahli kimia, Baron Axel fredrik Cronstedt, yang menemukan mineral niccolite (NiAs) di area tambang Swedia pada 1751. Nikel diidentifikasi mengandung unsur kimia yang terkandung dalam mineral niccolite. Pada 1860 nikel digunakan sebagai uang koin.
Memasuki abad ke-19 pemanfaatan nikel semakin berkembang. Nikel dimanfaatkan dalam industri pelapisan logam (plating) dan logam paduan seperti nickel silver (German silver) yang merupakan perpaduan dari nikel, tembaga, dan seng. Nama nickel silver berasal dari warnanya yang keperak-perakan.
Pemanfaatan nikel yang meningkat mengakibatkan aktivitas penyelidikan dan eksplorasi nikel turut berkembang. Penemuan nikel terbesar pada awal kegiatan penyelidikan dan eksplorasi terjadi secara tidak sengaja pada tahun 1883 di cekungan Sudbury, Kanada. Penemuan ini terjadi akibat kecelakaan saat pelaksanaan konstruksi jalur kereta Canadian Pacific Railway (CPR).
Penemuan ini disusul dengan terbentuknya perusahaan Canadian copper Co. milik Samuel J. Ritchie yang mengoperasikan penambangan nikel-tembaga di wilayah Sudbury. Sejak saat itu penambangan nikel termasuk nikel laterit terus berkembang di seluruh dunia.
Nikel di Indonesia
Aktivitas pertambangan nikel di Indonesia telah dimulai sejak zaman kolonial. Seorang ahli berkebangsaan Belanda bernama Kruyt menemukan bijih nikel pertama di daerah pegunungan Verbeek, Sulawesi pada 1901.
Penemuan Kruyt dilanjutkan dengan penemuan bijih nikel di daerah Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, oleh E.C. Abdendanon pada 1909. Penemuan ini membuka peluang masuknya industri nikel di Indonesia. Pada 1934, kegiatan eksplorasi dilakukan oleh perusahaan Boni Tolo Maatschappij di daerah Pomalaa, Pulau Maniang, dan Pulau Lemo.
Perusahaan Amerika Serikat, Freeport Sulphur Company (FSC) sempat mengambil alih pertambangan nikel di Pomalaa, tetapi tak berjalan dengan baik terkait masalah keamanan. Aktivitas pertambangan di daerah ini kemudian dilanjutkan oleh perusahaan nasional NV Perto (Toraja Mining).
Kegiatan NV Perto awalnya sebatas ekspor persediaan bijih nikel hasil pertambangan pada akhir masa penjajahan Belanda dan Jepang. NV Perto sempat membuka tambang baru pada 1959-1960 sebelum diambil alih oleh Pemerintah Indonesia dengan membentuk PN Pertambangan Nikel Indonesia pada 1961.
Memasuki tahun 1968, beberapa perusahaan tambang dan proyek tambang milik pemerintah, termasuk PN Pertambangan Nikel Indonesia, merger ke dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bernama PN Aneka Tambang. Pada 1974 PN Aneka Tambang berubah menjadi PT Aneka Tambang (PT Antam).
Selain PT Antam, pertambangan nikel di Indonesia juga dilakukan oleh PT International Nickel Indonesia, Tbk. (PT Inco) yang melakukan tanda tangan kontrak karya pada 1968. Perjanjian kontrak karya tersebut memberikan izin untuk menambang hingga 30 tahun di Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara. Perjanjian ini kembali diperpanjang untuk masa 30 tahun hingga 2025 pada tahun 1996. Setelah diakusisi Vale pada 2012, PT Inco berganti nama menjadi PT Vale Indonesia, Tbk.
Pemanfaatan Nikel
Logam nikel memiliki banyak manfaat yang tanpa disadari ada dalam berbagai barang di kehidupan sehari-hari. Produk yang mengandung nikel digunakan di berbagai bidang dan industri seperti bangunan, sistem pemasokan air, makanan, industri energi, industri kimia, alat transportasi, komponen ekeltronik, peralatan medis dan lain-lain. Produk yang mengandung nikel memiliki kelebihan tahan karat (korosi) dan lebih kuat meski berada di suhu rendah maupun suhu tinggi.
Bijih nikel di Indonesia saat ini dapat diolah, antara lain, menjadi logam nikel murni dan sejumlah produk smelter (fasilitas pengolahan hasil tambang yang berfungsi meningkatkan kandungan logam) seperti nikel matte, feronikel, dan nickel pig iron (NPI). Produk ini terbagi dalam dua bentuk yang dapat digunakan langsung dan tidak langsung. Feronikel dan NPI dapat digunakan untuk pembuatan baja tahan karat (stainless steel), sementara nikel matte perlu dimurnikan sebelum dapat digunakan untuk industri seperti baterai dan pemurnian logam.
Nikel juga memiliki keunggulan, yakni bisa dipadukan dengan banyak logam. Logam nikel dapat dipadukan dengan besi, tembaga, perak, emas, kobalt, kromium, alumunium, timbal, dan unsur-unsur lain. Logam paduan yang mengandung nikel dapat dikelompokkan menjadi tiga yakni, logam paduan berbahan dasar besi, logam paduan nonbesi, dan logam paduan nikel. Hasil perpaduan nikel dengan logam lainnya dapat menghasilkan berbagai produk industri baru yang berguna bagi kehidupan manusia.
Potensi Indonesia
Menurut data United States Geological Survey 2022 (USGS), dari total 95 juta metrik ton cadangan nikel dunia, Indonesia memiliki sebanyak 21 juta metrik ton nikel. Pada tahun 2021 produksi bijih nikel Indonesia mencapai 1 juta metrik ton dari total 2,7 juta metrik ton produksi nikel dunia. Tak heran, Indonesia menjadi negara produsen nikel terbesar di dunia.
Produksi tambang nikel di Indonesia pada tahun 2021 menurut USGS meningkat sekitar 30 persen dibanding tahun 2020. Peningkatan ini dipengaruhi oleh proyek terintegrasi NPI dan stainless steel. Salah satu wujud proyek ini antara lain beroperasinya pabrik hidrometalurgi pertama di Pulau Obi pada bulan Mei 2021. Pabrik tersebut menjadi salah satu dari sejumlah proyek serupa.
Proses hidrometalurgi memanfaatkan reagen pelarut yang dilakukan pada temperatur relatif rendah. Melalui proses ini diperkirakan cadangan nikel Indonesia mampu berproduksi sampai tahun 2093. Dengan hidrometalurgi, Indonesia berpeluang besar menghasilkan bahan baku utama pembuatan baterai kendaraan.
Meningkatnya produksi nikel Indonesia juga diiringi dengan kenaikan perkiraan harga tunai rata-rata nikel di London Metal Exchange (LME) yang meningkat 30 persen dari tahun 2020. Ekspektasi peningkatan harga ini disebabkan oleh naiknya penggunaan nikel untuk baterai kendaraan listrik dan permintaan baja tahan karat yang terus menguat di seluruh dunia.
Menyadari potensi nikel yang begitu besar, pemerintah Indonesia sejak 1 Januari 2020 melarang ekspor bijih nikel dengan kadar di bawah 1,7 persen. Kebijakan revolusioner ini tertuang pada Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan, yang diterbitkan pada Agustus 2019.
Kebijakan ini menunjukkan upaya Indonesia memproduksi sendiri baterai kendaraan listrik dan merakit kendaraan berbasis baterai listrik (KBL). Sebagai langkah konkrit, pemerintah membentuk konsorsium BUMN untuk menangani hilirisasi nikel menjadi baterai. Konsorsium terdiri dari PT Aneka Tambang (anak perusahaan MIND ID), PT Pertamina, dan PT PLN. Ketiga perusahaan tersebut membentuk perusahaan holding PT Indonesia Battery agar lebih leluasa mengembangkan usaha dan menggandeng mitra-mitra investor.
Ada lima program percepatan KBL berbasis baterai untuk transportasi yang diamanatkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) No.55/2019. Program tersebut mencakup percepatan pengembangan industri KBL berbasis baterai dalam negeri, pemberian insentif, penyediaan infrastruktur pengisian listrik dan pengaturan tarif tenaga listrik untuk KBL berbasis baterai, program pemenuhan terhadap ketentuan teknis KBL berbasis baterai dan perlindungan terhadap lingkungan hidup.
Dampak Lingkungan
Meski memiliki banyak manfaat, aktivitas pertambangan nikel sering mendapat sorotan negatif karena dianggap merusak lingkungan terutama pertambangan dengan metode terbuka. Pertambangan terbuka merupakan bentuk pertambangan yang meninggalkan bekas-bekas lubang berukuran sangat besar dan luas. Lubang-lubang ini berdampak buruk karena membuka tanah, menggusur hutan sebagai habitat satwa liar, dan mengganggu sumber daya air di sekitarnya.
Sebagai contoh Masyarakat Hakatutobu, Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara (Sultra). Wilayah pesisir dan perbukitan desa itu rusak diduga akibat penambangan nikel selama bertahun-tahun. Meski banyak perusahaan tambang tak lagi beroperasi, dampak dari penambangan belum juga hilang. Saat hujan, lumpur merah bekas tambang dan aktivitas pengapalan di dermaga merembes ke permukiman penduduk di pesisir yang berasal dari empat aliran sungai di sekitar bukit menuju pesisir. Akibatnya, desa yang tadinya merupakan sentra jambu mete, areal tambang tak lagi bisa ditanami.
Penambangan nikel di Sultra menjamur sejak sekitar 2008. Saat itu, izin usaha pertambangan (IUP), yang kewenangannya masih berada di tingkat kabupaten/kota banyak diterbitkan. Ironisnya, ketika kewenangan izin usaha pertambangan (IUP) diserahkan ke tingkat kabupaten/kota, para kepala daerah ini justru mengobral izin, bukannya menjadi lebih berhati-hati demi rakyat dan lingkungannya (Kompas, 8/11/2017).
Penataan lingkungan dan penutupan tambang (closing mine) harus sudah dipikirkan sejak tahap eksplorasi. Sesuai arahan International Council Mining and Metals (ICMM) perancanaan penutupan tambang harus dibuat secara umum hingga mendetail. Kegiatan penutupan tambang bertujuan untuk memperkecil bahaya dan dampak pada aspek keamanan, sosial, dan lingkungan.
Khusus aspek lingkungan, wilayah yang ekosistemnya terganggu harus dikembalikan fungsinya sesuai kesepakatan dan kebutuhan masyarakat atau ekosistem setempat (land rehabilitation). Bila wilayah tambang awalnya berfungsi sebagai hutan, maka wilayah tersebut harus dikembalikan seperti semula saat tambang ditutup. (LITBANG KOMPAS)
Referensi
- Irwandy, Arif. 2018. Nikel Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
- Tambang Nikel Cemari Sultra. Kompas, 6 November 2017, hlm. 1.
- Tajuk Rencana: Tata Tambang Sekarang. Kompas, 8 November 2017, hlm. 6.
- Menimbang Potensi Besar Nikel Indonesia. Kompas, 27 April 2021, hlm. E.
- https://pubs.usgs.gov/periodicals/mcs2022/mcs2022-nickel.pdf
- https://www.bkpm.go.id/id/publikasi/detail/berita/nikel-untuk-kesejahteraan-bangsa
- https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/bijih-nikel-tidak-boleh-diekspor-lagi-per-januari-2020
- https://www.esdm.go.id/id/booklet/booklet-tambang-nikel-2020