Paparan Topik | Ekonomi Digital

Mata Uang Kripto: Dari Sejarah Awal hingga Regulasi di Indonesia

Perkembangan teknologi menghadirkan beragam inovasi aset digital, termasuk mata uang kripto atau cryptocurrency. Kepopuleran mata uang kripto di dunia saat ini tak lepas dari digitalisasi dan revolusi industri. Di Indonesia, ketertarikan terhadap mata uang kripto meningkat sebagai instrumen investasi.

KOMPAS/ADITYA DIVERANTA

Mantan anggota komunitas pengguna aset digital Edccash, Asep Satria, menunjukkan aset digital yang tersangkut di pasar fisik aset kripto Bechipindo, Sabtu (13/11/2021), di Sindangbarang, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor.

Fakta Singkat

Uang Kripto

Jenis-jenis mata uang kripto:

  • Bitcoin
  • Ethereum
  • Dogecoin
  • EOS
  • Tron
  • Ripple
  • Litecoin
  • Stellar
  • Cardano

Regulasi, antara lain:

  • UU 7/2011
  • Permendag 99/2018
  • Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2019
  • Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 5 Tahun 2019
  • Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 8 Tahun 2021

Perkembangan uang kripto di Indonesia

  • 229 uang kripto yang diakui di Indonesia.
  • 13 perusahaan yang terdaftar sebagai pedagang fisik aset kripto.
  • 9,5 juta investor aset kripto (Oktober 2021).
  • Transaksi investasi kripto di Indonesia per Juli 2021 Rp478,5 triliun.

Dalam satu dekade terakhir, evolusi digital telah mengubah perilaku transaksi agen ekonomi ke digital, tak terkecuali mata uang. Salah satu uang digital itu adalah mata uang kripto (cryptocurrency).

Mata uang kripto merupakan alat tukar yang cara transaksinya dilakukan secara virtual atau melalui internet. Bitcoin, Ethereum, Litecoin, hingga Dogecoin adalah beberapa contoh dari ribuan jenis uang kripto yang ada di dunia saat ini.

Di beberapa negara, mata uang kripto berkembang pesat sebagai alternatif transaksi nontunai, seperti pengiriman uang lintas negara. Pada tahun 2020, terdapat 10 negara yang warganya memiliki uang kripto dalam jumlah banyak. Ke-10 negara tersebut adalah Nigeria, Vietnam, Filipina, Turki, Peru, Swiss, China, Amerika Serikat, Jerman, dan Jepang.

Dari 10 negara tersebut, Nigeria merupakan negara dengan penggunaan kripto paling tinggi, yakni sebesar 34 persen. Dengan memanfaatkan telepon seluler, masyarakat di Nigeria menjadikan uang kripto sebagai alat transaksi pembayaran pada toko-toko online. Tidak hanya di pasar internasional, di Indonesia, ketertarikan terhadap mata uang kripto mulai meningkat sebagai  instrumen investasi.

Pengertian mata uang kripto

Lembaga internasional seperti Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) telah menerbitkan publikasi yang membahas tentang mata uang kripto. Publikasi tersebut mendefinisikan cryptocurrency dalam kaitan dengan digital currency ataupun virtual currency.

Bank Dunia dalam Fintech note No.1 (2017) mengklasifikasikan cryptocurrency sebagai bagian dari mata uang digital yang memiliki tiga karakteristik khusus mata uang digital non-fiat atau kertas.

Karakteristik pertama adalah tidak didukung oleh aset yang mendasari, memiliki nilai nol intrinsik, dan tidak mewakili kewajiban pada institusi mana pun. Karakteristik kedua adalah dipertukarkan melalui buku besar (ledger) yang didistribusikan dan tidak terdapat pusat pencatatan. Sedangkan karakteristik ketiga, tidak bergantung pada pengaturan kelembagaan tertentu atau perantara untuk pertukaran peer-to-peer. Sebagai bagian dari digital currencies, cryptocurrency mengandalkan teknik kriptografi untuk mencapai konsensus.

Dana Moneter Internasional mengkategorikan cryptocurrency sebagai bagian dari virtual currency. Adapun virtual currency didefinisikan sebagai representasi nilai digital, yang dikeluarkan oleh pengembang swasta dan didenominasi dalam unit akun mereka sendiri. Virtual currencies dapat diperoleh, disimpan, diakses, dan ditransaksikan secara elektronik, dan dapat digunakan untuk berbagai tujuan, selama pihak yang bertransaksi setuju untuk menggunakannya.

Adapun Earns and Young (2018) dalam publikasinya terkait akuntansi untuk crypto-asset menjelaskan cryptocurrency sebagai bagian dari crypto-asset yang digunakan untuk transaksi peer to peer sebagai pengganti dari mata uang fiat yang diterbitkan pemerintah, dan digunakan untuk berbagai keperluan dan bersifat independen dari bank sentral. Sementara crypto-asset sendiri didefinisikan sebagai aset digital yang dicatat dalam suatu distributed Ledger. Earns and Young mengkategorikan cryptocurrency sebagai salah satu jenis crypto-asset.

Mengacu pada definisi-definisi tersebut di atas, terdapat beberapa unsur yang menjadi gambaran dari cryptocurrency, yaitu tidak ada lembaga tertentu atau instansi pemerintah yang mengatur, tidak didukung underlying asset, dicatat melalui distributed ledger dan dapat digunakan untuk berbagai tujuan termasuk antara lain sebagai alat pembayaran dan instrumen investasi.

Uang kripto diciptakan dari rangkaian kode atau disebut blockchain, yaitu suatu jenis struktur data yang digunakan dalam distributed ledger yang menyimpan dan mentransmisikan data dalam suatu blok dan menghubungkan antarblok melalui rantai digital. Blockchain mengunakan metode kriptografi dan algoritma untuk mencatat dan mensinkronkan data dalam suatu jaringan dimana data yang telah dicatat dan disinkronkan tidak bisa diubah lagi.

Mata uang kripto tidak dapat diduplikasi dan dilacak pemiliknya. Cara penyimpanan dan penggunaannya pun berbeda dengan mata uang tradisional atau yang disebut ‘fiat’ oleh pelaku mata uang kripto.

Ada beberapa pihak yang terlibat dalam transaksi cryptocurrency, antara lain, issuer sebagai pihak yang menerbitkan cryptocurrency, miner sebagai pihak yang memvalidasi transaksi ke dalam blockchain, exchange sebagai perantara jual-beli, dan pengguna cryptocurrency.

Baca juga: Jejaring Pemain MLM di Penipuan Aset Kripto

KOMPAS/ADITYA DIVERANTA

Tampilan aplikasi WinCash Wallet milik Gatuk Indarto yang telah nonaktif saat diakses pada Rabu (1/12/2021). Aplikasi itu adalah dompet digital tempat aset kripto WinCash Coin ditransaksikan.

Sejarah dan perkembangan uang kripto

Popularitas uang kripto yang belakangan berkembang pesat di dunia tak serta merta ada. Mata uang ini memiliki sejarah yang panjang sejak konsep awal mulai digulirkan.

Dalam buku Cryptocurrency Trading Guide Fundamental & Technical Analysis for Cryptocurrency Thinkers yang ditulis oleh George M. Protonotarios, disebutkan sejarah kripto dimulai pada tahun 1983 saat kriptografer David Chaum menciptakan alat kriptografi elektronik anonim yang disebut e-Cash.

Kemudian pada tahun 1995, David Chaum mengimplementasikan dalam bentuk DigiCash sebagai bentuk awal pembayaran dalam bentuk kriptografi elektronik menggunakan perangkat lunak dan enkripsi untuk menarik nota dari bank. Walaupun penemuannya gagal berkembang, inovasi ini menjadi peran penting terbitnya mata uang kripto.

Satu tahun kemudian, Laurie Law, Susan Sabett, dan Jerry Solinas merilis artikel berjudul “How to Make a Mint: The Cryptography of Anonymous Electronic Cash” yang menjelaskan tentang sistem cryptocurrency.

Lalu pada tahun 1998, Wei Dai, seorang insinyur perangkat lunak, menciptakan “b-money”, yaitu sistem kas elektronik terdistribusi secara anonim. Namun, “b-money” gagal berkembang dan tidak pernah digunakan sebagai alat penukaran elektronik.

Cryptocurrency terus berkembang hingga pada tahun 2008, Satoshi Nakamoto (nama samaran) menciptakan Bitcoin menggunakan fungsi SHA-256 kriptografi sebagai bukti skema kerja.

Berdasarkan buku Bitcoin, Blockchain, & Cryptocurrency: A Complete Guide, setelah membuktikan skema kerjanya, Satoshi mengirim Bitcoin kepada Hal Finney, sesama penggemar kriptografi. Transaksi tersebut sukses dan fenomena Bitcoin mulai dikenal masyarakat.

Penemuan Bitcoin tersebut memicu para inventor lain untuk mengembangkan mata uang kripto. Pada tahun 2010, mata uang kripto sudah mulai bermunculan. Pertukaran Bitcoin perdana juga terjadi pada tahun yang sama.

Sejak tahun itu pula, harga mata uang kripto mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Hal ini yang membuat banyak orang menambang mata uang kripto yang beredar dalam jumlah terbatas.

Dalam perkembanganya, mata uang kripto menjadi daya tarik tersendiri bagi para investor. Bahkan kini sudah ada ribuan mata uang kripto, di antaranya Ethereum, Litecoin, Ripple, Dogecoin, Tether, Stellar, Cardano, EOS, Monero, dan Tron.

Merujuk data situs Coinmarketcap per 6 Januari 2022, jumlah uang kripto yang diperdagangkan sebanyak 8.834 jenis dengan kapitalisasi pasar secara global 2,07 triliun dollar AS. Adapun kapitalisasi nilai uang kripto tiga terbesar adalah Bitcoin 820,23 miliar dollar AS, Ethereum 418,61 miliar dollar AS, dan Tether  78,55 miliar dollar AS.

Dalam perkembangannya, legalitas mata uang kripto hingga kini masih diperdebatkan di banyak negara di dunia. Sejumlah negara khawatir dengan gejolak harga mata uang kripto. Selain itu, banyak regulator di berbagai negara yang tidak yakin dengan sistem mata uang kripto yang terdesentralisasi dan dianggap bisa mengancam sistem moneter yang saat ini ada.

Selain itu, negara yang melarang mata uang kripto juga menggunakan argumen bahwa aset kripto akrab digunakan untuk tindakan ilegal seperti jual beli narkoba serta pencucian uang. Karena itu, sebagian negara telah melarang mata uang kripto secara tegas, sementara sebagian negara lainnya menerapkan kebijakan yang membuat aset kripto tidak bisa mendapatkan dukungan dari sistem perbankan dan keuangan untuk diperdagangkan dan digunakan di negara tersebut.

Sejumlah negara yang melarang dan membatasi mata uang kripto adalah China, Algeria, Nepal, Vietnam, Rusia, Bangladesh, Ekuador, Mesir, Turki, dan Makedonia Utara. Adapun negara-negara yang lebih memilih pendekatan menunggu perkembangan dalam jangka panjang, antara lain, Amerika Serikat, Kanada, Australia, Uni Eropa, dan El Salvador.

Baca juga: Penipuan ”Money Game” dan Skema Ponzi Bermodus Kripto

KOMPAS/ADITYA DIVERANTA

Korban kasus penipuan Edccash menunjukkan tampilan aplikasi Edccash yang sudah diblokir, Rabu (17/11/2021), di sela sidang di Pengadilan Negeri Bekasi Kelas 1A Khusus, Kota Bekasi.

Regulasi dan perkembangan uang kripto di Indonesia

Di Indonesia, regulasi mengenai mata uang kripto dikeluarkan oleh Badan Pengawasan Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan. Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan mengeluarkan regulasi untuk melegalkan perdagangan aset kripto sebagai bagian dari aset komoditas.

Mata uang kripto dinyatakan legal sebagai komoditas di Indonesia pada Februari 2019 berdasarkan Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 5 Tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) di Bursa Berjangka. Keputusan ini menjadi bagian dari perkembangan dan sejarah cryptocurrency di Indonesia.

Dalam aturan tersebut, aset kripto (crypto asset) didefinisikan sebagai komoditi tidak berwujud yang berbentuk digital aset, menggunakan kriptografi, jaringan peer-to-peer, dan buku besar yang terdistribusi, untuk mengatur penciptaan unit baru, memverifikasi transaksi, dan mengamankan transaksi tanpa campur tangan pihak lain.

Baca: Dunia Aset Kripto yang Penuh Risiko

Pertimbangan Bappebti menetapkan sebagai komoditi adalah produk kripto dapat dikategorikan sebagai komoditi Intangible sebagaimana disebut dalam pasal 1 ayat 2, UU 10/2011. Produk kripto dikategorikan sebagai hak dan kepentingan lainnya.

Bappebti juga mengeluarkan peraturan lain tentang transaksi mata uang kripto pada tahun 2020 melalui Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 7 Tahun 2020 tentang Penetapan Daftar Aset Kripto yang dapat Diperdagangkan di Pasar Fisik Aset Kripto, yang mencantumkan 229 jenis mata uang kripto yang legal untuk diperdagangkan di Indonesia.

Terakhir, Bappebti merilis aturan baru yang tertuang dalam Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 8 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyelenggaraan Perdagangan Pasar Fisik di Bursa Berjangka.

Dalam aturan tersebut, disebutkan ada lima hal yang harus diperhatikan dalam perdagangan pasar fisik aset kripto. Pertama, prinsip tata kelola perusahaan yang baik, mengedepankan kepentingan anggota bursa berjangka, perdagangan fisik aset kripto, termasuk pelanggan aset kripto untuk memperoleh harga yang transparan dan wajar.

Kedua, memerhatikan tujuan pembentukan pasar fisik aset kripto sebagai sarana pembentukan harga yang transparan dan penyediaan sarana serah terima fisik, serta dipergunakan sebagai referensi harga di Bursa Berjangka. Ketiga, kepastian hukum. Keempat perlindungan pelanggan aset kripto. Kelima, memfasilitasi inovasi, pertumbuhan, dan perkembangan kegiatan usaha perdagangan pasar fisik aset kripto.

Bappebti juga mensyaratkan jenis aset kripto yang dapat diperdagangkan setidaknya harus memenuhi tiga kriteria, yakni berbasis ledger technology, berupa aset kripto utilitas (utilty crypto) atau aset kripto beragun aset (crypto backed asset), dan telah memiliki hasil penilaian dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) yang ditetapkan oleh Bappebti. Khusus untuk penilaian metode AHP, pelaku wajib mempertimbangkan ketentuan soal nilai kapasitas pasar aset kripto dan masuk tidaknya dalam transaksi bursa aset kripto besar di dunia.

Selain itu, aset kripto wajib memiliki manfaat ekonomi, seperti perpajakan, menumbuhkan ekonomi digital, industri informatika dan kompetensi tenaga ahli di bidang informatika serta telah dilakukan penilaian risikonya, termasuk risiko pencucian uang dan pendanaan terorisme serta proliferasi senjata pemusnah massal.

Baca juga: Habis Harta dan Sengsara karena ”Money Game” Bermodus Kripto

Di pihak lain, Bank Indonesia dengan menggunakan istilah virtual currency dalam aturannya menegaskan pelarangan penggunaan virtual currency sebagai alat pembayaran karena tidak sesuai dengan UU 7/2011 tentang Mata Uang.

Selain itu, diatur pula pelarangan bagi penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk memproses transaksi pembayaran dengan virtual currency (PBI No. 18/40/PBI/2016). Penyelenggara teknologi finansial pun dilarang melakukan kegiatan sistem pembayaran dengan virtual currency (PBI No. 19/12/PBI/2017).

Menteri Keuangan menunjukkan dukungan terhadap aturan Bank Indonesia tersebut. Melalui Siaran Pers tanggal 22 Januari 2018 antara lain disebutkan salah satu risiko dari memiliki dan/atau memperjualbelikan mata uang virtual yang memiliki ketidakjelasan underlying asset yang mendasari nilainya, transaksi mata uang virtual yang spekulatif dapat menimbulkan risiko penggelembungan nilai (bubble) yang tidak hanya merugikan masyarakat namun juga berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan.

Di Indonesia, mata uang kripto memasuki pasar perdagangan pada tahun 2013, dengan hanya tiga ‘exchangers’ dalam melakukan transaksi Bitcoin. Namun dalam perkembangannya, mata uang kripto tumbuh pesat di pasar Indonesia.

Menurut catatan Bappebti, hingga saat ini terdapat 229 uang kripto yang diakui di Indonesia dan 13 perusahaan yang terdaftar sebagai pedagang fisik aset kripto.

Berdasarkan data Bappebti, jumlah investor aset kripto di Indonesia mencapai angka sekitar 9,5 juta investor per Oktober 2021. Sementara, transaksi investasi kripto di Indonesia tembus Rp478,5 triliun per Juli 2021 atau naik 5 kali lipat. Sedangkan, nilai transaksi di pasar kripto Indonesia rata-rata bisa capai Rp1,7 triliun per hari.

Beberapa jenis aset kripto yang banyak diminati di Indonesia, antara lain, bitcoin, ethereum, dan cardano. Kendati demikian, transaksi kripto di Indonesia masih tergolong kecil, yakni hanya satu persen dari transaksi volume global. (LITBANG KOMPAS)

Baca juga: Dari Bujuk Rayu di Aplikasi Kencan hingga Dompet Digital Palsu

KOMPAS/ADITYA DIVERANTA

Salah satu kantor milik entitas kripto Cicoin di Jogjakarta, kosong saat dikunjungi Minggu (5/12/2021).

Referensi

Arsip Kompas
  • “Uang Virtual: Titik Berat pada Perlindungan Konsumen”, Kompas, 20 Februari 2018, hlm. 20
  • “Komoditas: Perdagangan Aset Kripto Diatur”, Kompas, 14 Februari 2019, hlm. 13
  • “Aset Keuangan: ”Bitcoin”, Mata Uang atau Komoditas?”, Kompas, 04 Maret 2020, hlm. 08
  • “Tajuk Rencana: Tegangan Mata Uang Kripto”, Kompas, 21 April 2021, hlm. 06
  • “Bitcoin yang Menggairahkan”, Kompas, 25 April 2021, hlm. D
  • “Jejak Kripto Angkatan Korona * Sorotan Manca”, Kompas, 17 Mei 2021, hlm. 04
  • “Perdagangan: Mengelola Demam Kripto”, Kompas, 06 Mei 2021, hlm. 09
  • “Uang Digital Bank Sentral”, Kompas, 28 Mei2021, hlm. 07
  • “Investasi: Kripto dan Narasi Ekonomi”, Kompas, 27 Oktober 2021, hlm. 10
  • “Waspadai Kripto Bodong”, Kompas, 06 Desember 2021, hlm. 09
Aturan