KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Pekerja merawat pohon karet di Kecamatan Singorojo, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Senin (4/6/2012). Berdasarkan data Badan Litbang Pertanian, sasaran jangka panjang agrobisnis karet pada tahun 2025 adalah produksi karet mencapai 4 juta ton, yang 25 persen di antaranya untuk industri dalam negeri.
Fakta Singkat:
- Tanaman karet masuk ke Indonesia pada abad ke-18 dan mulai dibudidayakan di Sumatera Utara pada tahun 1903 dan di Pulau Jawa pada tahun 1906
- Tanaman karet merupakan tanaman tahunan yang dapat tumbuh sampai umur 30 tahun.
- Secara ekonomis tanaman karet dapat disadap selama 15 sampai 25 tahun.
- Berdasarkan data FAO, Indonesia adalah negara pengekspor karet alam terbesar di dunia yang setiap tahun mengekspor 2,7 juta ton getah karet alam kering.
Di dunia industri, ada dua tipe karet yang dikenal luas, yakni karet alam dan karet sintetis. Karet alam dibuat dari getah (lateks) dari pohon karet (Hevea brasiliensis), sementara tipe sintetis dibuat dari produk sampingan minyak bumi.
Tanaman Hevea brasiliensis sebagai sumber karet alam berasal dari Brasil, Amerika Selatan. Tanaman ini masuk ke Indonesia pada abad ke-18 dan mulai dibudidayakan di Sumatera Utara pada tahun 1903 dan di Pulau Jawa pada tahun 1906. Tanaman karet merupakan tanaman tahunan yang dapat tumbuh sampai umur 30 tahun.
Tanaman karet baru bisa menghasilkan getah karet setelah lebih dari lima tahun dan sudah bisa disadap untuk diambil getahnya pada awal tahun keenam. Secara ekonomis tanaman karet dapat disadap selama 15 sampai 25 tahun.
Indonesia pada masa kolonial atau sebelum Perang Dunia II pernah tercatat sebagai penghasil getah karet terbesar dunia. Kini Indonesia tercatat penghasil karet alam terbesar kedua di dunia setelah Thailand. Produksi karet kering Indonesia tiap tahun rata-rata mencapai 3,37 juta ton atau berkontribusi hampir seperempat produksi karet dunia.
Meski produksi karet Indonesia kalah dari Thailand, namun luas perkebunan karet Indonesia merupakan terbesar di dunia, yakni mencapai 3,83 juta hektare. Sumatera Selatan menjadi provinsi dengan perkebunan karet terluas, yakni mencapai 919.500 ha. Jambi menyusul di urutan kedua dengan luas perkebunan karet sebesar 422.100 ha. Kemudian, Kalimantan Barat mencatatkan perkebunan karet seluas 396.800 ha.
Sumatera Selatan menjadi produsen karet terbesar di Indonesia, kemudian Sumatera Utara, Jambi, Riau, dan Kalimantan Barat. Lima provinsi itu berkontribusi lebih dari 50 persen produksi karet nasional.
Sebagian besar produksi karet nasional diekspor ke sejumlah negara di Kawasan Asia, Eropa, dan Amerika. Berdasarkan data FAO, Indonesia adalah negara pengekspor karet alam terbesar di dunia yang setiap tahun mengekspor 2,7 juta ton getah karet alam kering atau memberikan kontribusi hingga 34,30 persen terhadap total ekspor karet alam dunia. Lima besar negara tujuan ekspor karet alam Indonesia adalah Amerika Serikat, Japang, China, India, dan Korea Selatan.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Darwinto (47) menyelesaikan penyadapan batang pohon karet di perkebunan karet Lima Puluh Lidah Tanah, PT Socfin Indonesia, Desa Perkebunan Sei Bejangkar, Kecamatan Sei Balai, Batubara, Sumatera Utara, Rabu (9/5/2018). Setelah keterpurukan harga karet beberapa waktu lalu, perkebuanan karet saat ini dihadapkan pada musim gugur daun yang juga mengancam kualitas hasil produksi.
Sejarah
Secara umum terdapat dua jenis karet, yaitu karet alam dan karet sintetis. Karet sintetis terbuat dari bahan baku yang berasal dari minyak bumi, batu bara, minyak, gas alam, dan acetylene. Sementara karet alam berasal dari tanaman karet (Hevea Brasiliensis) yang berasal dari Amerika Selatan.
Karet alam memiliki keunggulan yang sulit ditandingi oleh karet sintetis, yaitu memiliki daya elastis atau daya lenting yang sempurna, memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah, tidak mudah panas, dan memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan.
Menurut catatan sejarah, karet sudah dikenal sekitar 3.500 tahun yang lalu oleh orang Indian yang tinggal di wilayah Amerika Selatan. Karet yang dihasilkan dari getah pohon, oleh bangsa Indian dipergunakan sebagai bahan baku dalam membuat bola untuk permainan yang disebut Tlachtlic. Permainan ini merupakan perpaduan antara sepak bola dan bola basket. Permainan ini sudah lama dimainkan oleh Bangsa Indian dan Suku Aztec Meksiko.
Sejarah mengenai karet juga ditemukan dalam catatan Christopher Colombus, seorang penjelajah yang terkenal pada abad ke 15 ketika menjelajahi benua Amerika. Dalam catatannya, ia mengatakan melihat para penduduk asli bermain dengan bola karet.
Karet kemudian mulai dikenal di Eropa pada tahun 1735 saat seorang ahli matematika dan juga seorang penjelajah asal Prancis bernama Charles Marie de La Condamine yang tertarik dengan getah yang keluar dari pohon. Charles kemudian menamai getah tersebut dengan nama Latex yang berarti Fluid atau cairan.
Berselang beberapa tahun kemudian, para ilmuwan dari Perancis melaporkan bahwa banyak tanaman yang dapat menghasilkan lateks atau karet, di antaranya dari jenis Havea brasilienss yang tumbuh di hutan Amazon di Brazil.
Sementara di Inggris, seorang ahli kimia pada tahun 1770 melaporkan bahwa karet yang berasal dari lateks bisa digunakan untuk menghapus tulisan dari pensil. Sejak 1775, karet mulai digunakan sebagai bahan penghapus tulisan pensil, dan jadilah nama karet itu di Inggris disebut dengan nama Rubber (dari kata to rub, yang artinya menghapus). Sebutan rubber kemudian populer di kalangan masyarakat awam di Eropa.
Pada masa itu, barang-barang dari karet yang diproduksi selalu menjadi kaku di musim dingin dan lengket di musim panas. Para ilmuwan mulai tertarik untuk menyelidiki dan mengatasi persoalan produk dari bahan karet tersebut.
Berselang puluhan tahun kemudian, Charles Goodyear dari Amerika pada tahun 1838 menemukan cara untuk mengatasi persoalan tersebut dengan mencampurkan belerang dalam lateks kemudian dipanaskan, sehingga karet tersebut menjadi elastis dan tidak terpengaruh lagi oleh cuaca. Cara itu disebut proses vulkanisasi dan disebut sebagai awal dari perkembangan industri karet.
Di Indonesia sendiri, tanaman karet pertama kali diperkenalkan pada masa kolonial Hindia Belanda oleh Hofland pada tahun 1864. Awalnya, karet ditanam di Kebun Raya Bogor sebagai tanaman koleksi dan selanjutnya dikembangkan menjadi tanaman perkebunan dan tersebar di beberapa daerah.
Jenis yang pertama kali diuji cobakan adalah spesies Ficus elastica atau karet rembung. Perkebunan karet jenis Ficus elastic tertua di dunia ada di Jawa Barat. Namun, lambat laun diketahui bahwa tanaman karet jenis ini menghasilkan getah karet yang tidak terlalu banyak dan mudah terserang hama. Akhirnya, tanaman karet jenis Hevea Brasiliensis pun mulai ditanam dan disebar ke berbagai daerah di Indonesia.
Jenis karet Havea brasiliensis awalnya ditanam di Sumatera bagian timur pada tahun 1902 dan di Jawa pada tahun 1906. Sejarah karet di Indonesia mencapai puncaknya pada periode sebelum Perang Dunia II hingga tahun 1956. Pada masa itu, Indonesia menjadi negara penghasil karet alam terbesar di dunia.
Namun, sejak tahun 1957 kedudukan Indonesia sebagai produsen karet nomor satu digeser oleh Malaysia. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya mutu produksi karet alam di Indonesia. Saat ini, Indonesia menduduki peringkat kedua sebagai produsen karet dunia setelah Thailand.
KOMPAS/AMBROSIUS HARTO
Seorang buruh sedang menuangkan karet hasil sadapan, Rabu (26/10/2005), di Perkebunan Sungailembu, Banyuwangi. Seorang buruh bertanggungjawab terhadap pemeliharan 400 pohon karet dengan upah Rp 10.000 per hari.
Artikel terkait
Manfaat
Getah karet atau biasa disebut lateks adalah bahan utama pembuatan ban dalam industri otomotif. Hampir 70 persen karet alam diserap dalam industri tersebut dan kemudian diolah menjadi ban untuk kendaraan bermotor.
Selain industri otomotif, karet banyak digunakan oleh industri sintetis yang menghasilkan berbagai macam alat seperti alat kesehatan, perkakas atau alat tukang, hingga alat kendaraan. Industri sintetis membutuhkan getah karet untuk memproduksi seluruh alat-alat tersebut.
Manfaat karet lainnya, yakni sebagai bahan dalam pembuatan tikar lantai yang terbuat dari karet yang biasa dijadikan sebagai alas main anak-anak, pembuatan perabotan dapur, dan sebagai bahan obat-obatan. Getah karet memiliki senyawa nutrisi yang bermanfaat bagi tubuh, seperti air, lemak, dan protein. Selain itu, ada juga kandungan asam nikotinat, tokoferol, akroten, dan tiamin yang memang dapat digunakan sebagai obat.
Menurut catatan Kementerian Perindustrian, karet alam yang diserap oleh sektor industri pengolahan karet nasional berkontribusi cukup besar terhadap perolehan devisa, hingga menembus sebesar 3,422 miliar dollar AS pada tahun 2019. Terdapat 163 industri karet alam dengan serapan tenaga kerja langsung sebanyak 60.000 orang.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Pekerja memproduksi ban di pabrik PT Multistrada Arah Sarana Tbk di kawasan Lemahabang, Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Jumat (20/11/2009). Produksi ban di pabrik tersebut memiliki kapasitas terpasang 17.500 ban mobil per hari dan 6.000 ban motor per hari. Sebanyak 80 persen produk ban dari industri ini diekspor.
Produsen dunia
Produk primer dari tanaman karet adalah karet alam. Karet alam sudah banyak diperdagangkan untuk kegunaannya sebagai bahan mentah dalam sejumlah produk industri otomotif terutama ban.
Selama tahun 2008 – 2018 rata-rata produksi karet dunia tumbuh sebesar 3,60 persen per tahun. Produksi karet dunia pada tahun 2018 menurut data FAO sebesar 14,33 juta ton atau naik 1,43 persen dari produksi tahun 2017 yang mencapai 14,13 juta ton.
Berdasarkan rata-rata produksi karet dunia periode 2014–2018, ada enam negara produsen karet dunia dengan total kontribusi sebesar 79,91 persen. Negara penghasil karet terbesar di dunia didominasi negara-negara di kawasan Asia Tenggara.
Negara produsen karet terbesar dan berada di posisi pertama adalah Thailand yang memberikan kontribusi sebesar 31,83 persen atau rata-rata produksi selama periode 2014–2018 sebesar 4,58 juta ton per tahun. Negara penghasil karet di kawasan Asia Tenggara lainnya adalah Indonesia yang berada di posisi kedua dengan kontribusi sebesar 23,44 persen atau rata-rata sebesar 3,37 juta ton per tahun.
Posisi ketiga ditempati Malaysia dengan kontribusi 8,39 persen, sedangkan Vietnam berada pada posisi ke-4 dengan kontribusi hanya sebesar 7,67 persen.
Jika ditelisik lebih jauh, produksi karet Indonesia kalah dari Thailand walaupun luas perkebunan karet Indonesia merupakan terbesar di dunia. Itu terjadi karena produktivitas karet Indonesia yang masih rendah. Produktivitas karet Indonesia tercatat sebesar 1.025 kg/ha berada di bawah produktivitas Thailand yang mencapai 1.379 kg/ha.
Di sisi lain, Indonesia merupakan negara pengekspor karet terbesar di dunia. Berdasarkan data FAO rata-rata tahun 2013–2017, Indonesia adalah negara pengekspor karet alam terbesar di dunia yang memberikan kontribusi hingga 34,30 persen terhadap total ekspor karet alam dunia atau rata-rata ekspor 2,76 juta ton per tahun.
Posisi kedua negara eskportir karet adalah Thailand dengan kontribusi sebesar 30,24 persen atau setara 2,43 juta ton per tahun. Posisi ke-3 ditempati Malaysia dengan kontribusi 8,39 persen. Sedangkan Vietnam berada pada posisi ke-4 dengan kontribusi hanya sebesar 7,67 persen.
Berikut Produksi negara-negara produsen karet per tahun menurut data FAO.
- Thailand 581.244 ton
- Indonesia 373.108 ton
- Vietnam 048.286 ton
- India 028 ton
- China 716 ton
- Malaysia 270 ton
KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH
Proses pengolahan bahan mentah karet alam menjadi sejumlah produk yang memiliki nilai tambah lebih di Balai Riset dan Standardisasi Industri (BRSI) Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (14/3/2017). Indonesia merupakan negara produsen karet alam terbesar kedua di dunia setelah Thailand. Produksi Indonesia rata-rata mencapai 3 juta ton per tahun, yakni 3,20 juta ton pada 2014, 3,11 juta ton pada 2015, dan 3,16 juta ton pada 2016.
Artikel Terkait
Produksi Karet Indonesia
Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), luas perkebunan karet Indonesia meningkat stabil selama satu dekade terakhir. Pada tahun 2016, perkebunan karet mencapai luas total 3,64 juta hektare. Enam tahun berselang, luas perkebunan karet di Indonesia sebesar 3,83 juta hektare pada 2022. Luas tersebut meningkat 1,32 persen dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebesar 3,78 juta ha pada 2021.
Tahun 2022, sebagian besar perkebunan karet di Indonesia dikelola oleh rakyat dengan luas 3,52 juta ha. Sementara, perkebunan karet berskala besar yang dikelola swasta dan negara seluas 301.900 ha. Sumatera Selatan menjadi provinsi dengan perkebunan karet terluas, yakni mencapai 919.500 ha. Jambi menyusul di urutan kedua dengan luas perkebunan karet sebesar 422.100 ha. Kemudian, Kalimantan Barat mencatatkan perkebunan karet seluas 396.800 ha.
Sementara Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat, produksi karet di Indonesia mencapai 3,14 juta ton pada 2022. Jumlah tersebut naik 0,64 persen dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebesar 3,12 juta ton. Adapun produksi tahun 2021 itu meningkat 8,21 persen dibandingkan tahun 2020 yang tercatat sebesar 2,88 juta ton. Produksi karet yang dicatat BPS itu berupa karet atau lateks kering hasil proses pengeringan getah karet.
Produksi karet Indonesia berfluktuasi dalam satu dekade terakhir. Produksi tertingginya sebanyak 3,68 juta ton pada 2017, sementara terendah pada 2020 dengan 2,88 juta ton. Meski demikian, produksi kembali meningkat lagi pada 2021 dan 2022.
Menurut wilayahnya, Sumatera Selatan menjadi produsen karet terbesar di Indonesia dengan menghasilkan 913.400 ton pada 2022. Produksi itu meningkat 2,5 persen dibandingkan tahun lalu yang tercatat 891,8 ribu ton.
Penghasil karet alam terbesar berikutnya Sumatera Utara dengan produksi karet sebesar 321.600 ton pada 2022. Sebelumnya provinsi itu menghasilkan karet sebesar 330,9 ribu ton. Menyusul Jambi dan Riau masing-masing sebesar 317.600 ton dan 307.300 ton. Sementara, Kalimantan Barat menghasilkan karet sebanyak 255.800 ton pada tahun 2022.
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Pekerja memasang infus pada pohon karet untuk merangsang produksi getah di Kecamatan Singorojo, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Jumat (9/9/2011). Ekspor karet dan barang dari karet setahun terakhir ini terus meningkat. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, ekspor karet dan barang dari karet selama Januari-Maret 2011 mencapai 775.339 ton. Jumlah tersebut naik 17,2 persen dibanding periode sama tahun 2010 lalu yang sebesar 661.559 ton.
Ekspor karet Indonesia
Indonesia adalah salah satu negara penghasil karet terbesar dunia. Besarnya produksi domestik membuat komoditas karet menjadi salah satu andalan ekspor nasional. Sekitar 85 persen dari produksi karet Indonesia diekspor ke luar negeri.
Hampir setengah dari karet yang diekspor ini dikirimkan ke negara-negara Asia lain, diikuti oleh Amerika Utara dan Eropa. Karet yang diekspor dari Indonesia itu berupa Karet remah (crumb rubber) yakni karet alam yang diperoleh dari pengolahan getah/lateks dan bahan olah karet yang berasal dari pohon karet (Hevea brasiliensis) secara mekanis dengan atau tanpa bahan kimia.
Total ekspor karet dalam satu dekade terakhir cenderung berfluktuasi, menurun hingga 10,97 persen sampai meningkat hingga 18,05 persen. Pada tahun 2009 total volume ekspor mencapai 2 juta ton dengan total nilai sebesar 3,24 Milyar dollar AS, meningkat menjadi 2,33 juta ton pada tahun 2021 dengan total nilai sebesar 4,02 milyar dollar AS.
Volume Ekspor tahun 2021 itu meningkat 2,4 persen dibandingkan tahun 2020 yang tercatat 2,28 juta ton. Sementara nilai ekspor tahun 2021 itu meningkat 33 persen dibandingkan tahun 2020 yang tercatat 3,01 miliar dollar AS.
Pada tahun 2021, lima besar negara pengimpor karet alam Indonesia adalah Amerika Serikat, Japang, China, India, dan Korea Selatan. Volume ekspor ke AS mencapai 547,71 ribu ton atau 23,46 persen dari total volume ekspor karet alam Indonesia dengan nilai 942,82 juta dollar AS.
Peringkat kedua adalah Jepang, dengan volume ekspor sebesar 487,85 ribu ton atau 20,9 persen dari total volume karet alam Indonesia dengan nilai 842,95 juta dollar AS. Peringkat ketiga adalah China, dengan volume ekspor sebesar 174,72 ribu ton atau 7,48 persen dengan nilai 301,59 juta dollar AS.
Peringkat keempat adalah India dengan volume ekspor 174,35 ribu ton atau sekitar 7,47 persen dari total volume ekspor karet alam Indonesia senilai 299,22 juta dollar AS. Peringkat kelima adalah Korea dengan volume ekspor 141,92 ribu ton atau 6,08 persen senilai 239,18 juta dollar AS. (LITBANG KOMPAS)
Referensi
- Statistik Karet Indonesia 2021, Badan Pusat Statistik, 2022
- Gambaran Sekilas Industri Karet, Kementerian Perindustrian, 2007
- Karet: kajian sosial ekonomi, Penulis Mubyarto Dewanta, Awan Setya, Penerbit Aditya Media, 1993
- Komoditi karet: peranannya dalam perekonomian Indonesia, Penulis Spillane, James J, Penerbit Kanisius, 1989
- Laman Kementerian Perindustrian
- Laman Kementerian Pertanian
- Kompas.com, 29 Desember 2021, Negara Produsen Karet Terbesar