Paparan Topik | Kemiskinan

Kemiskinan pada Masa Pandemi Covid-19: Konsep, Potret, dan Strategi Pengentasan

Beragam kebijakan telah diterapkan untuk menahan peningkatan angka kemiskinan sebagai dampak negatif pandemi Covid-19. Pada tahun 2021, strategi penanggulangan kemiskinan tetap dilanjutkan agar target pengentasan kemiskinan dapat dicapai.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Sejumlah perempuan sembari menjaga anaknya yang masih balita, mencari uang tambahan dengan bekerja sebagai pengupas kerang hijau di perkampungan nelayan Muara Angke, Jakarta, Minggu (4/10/2020). Dalam sehari dari pekerjaan tersebut mereka mendapat upah Rp 60 ribu. Masuknya Indonesia ke dalam jurang resesi ekonomi diperkirakan akan langsung berimbas dengan bertambahnya jumlah angka kemiskinan.

Fakta Singkat

Kemiskinan September 2020

  • Garis kemiskinan (GK): Rp 458.947 kapita/bulan
  • Garis kemiskinan nasional: Rp 2.216.714 rumah tangga/bulan
  • Penduduk miskin: 27,55 juta orang (10,19%)
  • Indeks Kedalaman Kemiskinan: 1,75
  • Indeks Keparahan Kemiskinan: 0,47
  • Rasio gini: 0,385

Strategi penanggulangan kemiskinan

  • Integrasi program-program penanggulangan kemiskinan
  • Penyempurnaan skema pendataan penerima manfaat
  • Pengembangan sistem graduasi program bantuan sosial

Tak sekadar masalah kesehatan, pandemi Covid-19 juga berdampak pada meningkatnya angka kemiskinan sepanjang tahun 2020. Peningkatan jumlah penduduk miskin itu terjadi lantaran pandemi menyebabkan banyak kegiatan perekonomian tidak bisa berjalan seperti biasa sehingga pendapatan masyarakat pun tertekan. Bahkan, sebagian masyarakat lainnya kehilangan mata pencahariannya.

Untuk mengatasi dampak negatif Covid-19 itu, secara umum pemerintah telah mengeluarkan bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan fiskal sebagai penentu pemulihan ekonomi nasional dari krisis akibat pandemi. Di samping untuk membangkitkan kembali ekonomi, bauran kebijakan itu juga dimaksudkan untuk memberikan perlindungan sosial bagi masyarakat yang terdampak pandemi.

Sepanjang tahun 2020, pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 695,2 triliun untuk meredam dampak buruk Covid-19 itu. Sedangkan pada tahun 2021, pemerintah mengalokasikan anggaran program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) sebesar Rp 699,43 triliun. Besarannya naik dari rencana alokasi sebelumnya Rp 613,89 triliun (Kompas, 25/2/2021).

Alokasi anggaran tersebut menyasar lima bidang, yakni kesehatan Rp 176 triliun; perlindungan sosial Rp 157 triliun; usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan korporasi Rp 186 triliun; program-program prioritas kementerian/lembaga Rp 125 triliun; serta insentif usaha Rp 56 triliun.

Alokasi anggaran PC-PEN tahun ini bertujuan untuk mempercepat penanganan pandemi Covid-19, khususnya melalui penyediaan vaksinasi, mempertahankan dan meningkatkan daya beli masyarakat, serta mendorong kinerja dunia usaha.

Untuk menekan kenaikan angka kemiskinan, pemerintah secara khusus menyiapkan arah dan strategi penanggulangan kemiskinan ke depan.

KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Kemiskinan di Jakarta – Seorang anak berdiri di depan pintu rumah bedeng yang dibangun kembali di lahan bekas kebakaran di Kampung Bandan, Pademangan, Jakarta Utara, Jumat (5/2/2016). Banyaknya pendatang miskin yang mencoba mencari perubahan hidup di Jakarta menimbulkan kesenjangan sosial dan ekonomi yang tinggi.

Konsep dan pengukuran kemiskinan

Ada beragam definisi dan konsep berkaitan dengan kemiskinan dan pengukurannya. Badan Pusat Statistik (BPS) mengukur kemiskinan dengan menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach).

Metode yang banyak digunakan oleh negara berkembang ini mengacu pada Handbook on Poverty and Inequality yang diterbitkan oleh Bank Dunia. BPS mulai menghitung kemiskinan sejak tahun 1976 dan sampai sekarang metode tersebut masih digunakan.

Untuk mengukur kemiskinan, diperlukan standar yang disebut garis kemiskinan (GK). Garis Kemiskinan ini mencerminkan nilai rupiah pengeluaran minimum yang diperlukan seseorang untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya selama sebulan, baik kebutuhan makanan maupun nonmakanan. Selain melihat GK pada periode sebelumnya, perhitungan GK juga mempertimbangkan perubahan harga (inflasi/deflasi).

GK terdiri dari GK makanan (nilai pengeluaran minimum untuk kebutuhan makanan yang setara 2.100 kilokalori/kapita/hari) dan GK nonmakanan (nilai pengeluaran minimum untuk kebutuhan pokok nonmakanan). Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah GK dikategorikan miskin.

Setiap daerah juga memiliki GK masing-masing. Artinya, penentuan GK tak dipukul rata untuk semua wilayah. Bahkan, untuk daerah perkotaan dan perdesaan juga dibedakan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan pola konsumsi masyarakat dan harga komoditas tiap wilayah.

Sumber data dalam penghitungan GK nasional adalah modul konsumsi yang terdapat pada Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Penghitungan pengeluaran konsumsi makanan dalam GK nasional melibatkan 52 komoditi. Sedangkan, item pengeluaran nonmakanan yang menjadi bagian penghitungan GK nasional mencakup 51 jenis untuk wilayah perkotaan dan 47 jenis untuk wilayah perdesaan (BPS, 2016).

Sebagai gambaran, pada September 2020, garis kemiskinan (GK) tercatat sebesar Rp 458.947/kapita/ bulan, atau Rp 2.216.714/rumah tangga/bulan dengan rata-rata anggota rumah tangga 4,83 (4-5 orang per rumah tangga). Penduduk dengan pengeluaran di bawah Rp 458.947/kapita/bulan dikategorikan miskin, atau rumah tangga dengan pengeluaran di bawah Rp 2.216.714 merupakan rumah tangga miskin.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Anak-anak bermain di permukiman kumuh yang berada di bantaran Sungai Ciliwung, kawasan Bidara Cina, Jatinegara, Jakarta, Rabu (15/7/2020). Menurut hasil laporan Badan Pusat Statistik, angka kemiskinan Indonesia naik 9,22 persen pada September 2019 menjadi 9,78 persen pada Maret 2020. Jumlah penduduk miskin pun menjadi 26,42 juta jiwa pada Maret 2020 atau bertambah 1.63 juta orang jika dibandingkan dengan September 2019.

Berbeda dengan pengukuran kemiskinan yang diadopsi Indonesia, lembaga internasional seperti Bank Dunia mengukur angka kemiskinan dengan pendekatan garis kemiskinan internasional yang mengacu pada keseimbangan kemampuan berbelanja (purchasing power parity/PPP).

PPP merupakan indeks harga antarnegara yang merupakan ukuran sejumlah uang yang diperlukan untuk membeli barang dalam jumlah yang sama secara riil relatif terhadap negara pembanding, umumnya menggunakan perbandingan dengan Amerika Serikat.

Konsep PPP itu terkait erat dengan definisi tingkat harga di tiap negara yang merupakan harga rata-rata tertimbang dari sejumlah barang menggunakan jenis barang dan bobot yang sama di antara negara-negara tersebut.

Bank Dunia menggunakan satu standar GK yang sama untuk melihat kemiskinan di tiap negara. GK atau batasan yang digunakan Bank Dunia saat ini adalah 1,9 dollar AS per hari.

Adapun dari jenisnya, kemiskinan dapat dibagi dalam empat bentuk. Pertama, kemiskinan absolut, yaitu pendapatan seseorang berada di bawah garis kemiskinan dan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan mendasar. Kedua, kemiskinan relatif, yaitu kemiskinan akibat kebijakan pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat sehingga terjadi ketimpangan distribusi pendapatan.

Ketiga, kemiskinan kultural akibat kultur malas, pemboros, dan tidak kreatif meski ada bantuan dari pihak luar. Keempat, kemiskinan struktural karena rendahnya akses terhadap sumber daya akibat sistem sosial, budaya, dan politik yang tidak mendukung pembebasan kemiskinan.

Potret kemiskinan pada masa pandemi

Dengan gambaran kemiskinan tersebut di atas, pandemi Covid-19 ditengarai telah menjadi salah satu penyebab utama meningkatnya persentase penduduk miskin yang diikuti pula dengan memburuknya kedalaman dan keparahan kemiskinan.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah orang miskin di Indonesia bertambah pada tahun 2020 lalu. Dampak pandemi mulai terasa pada kuartal I-2020. Persentase penduduk miskin naik menjadi 9,78 persen, atau naik 0,37 persen dari Maret 2019. Kemudian pada September 2020, jumlah orang miskin bertambah 0,97 persen atau 2,76 juta orang secara tahunan. Total orang yang tergolong miskin menjadi 10,79 persen dari jumlah penduduk atau 27,55 juta orang.

Sementara itu, secara wilayah, persentase penduduk miskin perdesaan per September 2020 naik menjadi 13,20 persen dari 12,6 persen pada September 2019. Sedangkan, persentase penduduk miskin perkotaan naik menjadi 7,88 persen dibandingkan September 2019 yang hanya sebesar 6,56 persen. Hal ini terjadi karena adanya penurunan aktivitas ekonomi di seluruh wilayah, terutama di perkotaan.

Di beberapa daerah yang menjadi episentrum Covid-19, angka kemiskinan cenderung naik antara 1,2 persen hingga 1,6 persen poin. Persentase penduduk miskin di Jawa Tengah pada September 2020 menjadi 11,84 persen, Jawa Timur 11,46 persen, Jawa Barat 8,43 persen, dan DKI Jakarta 4,69 persen. Adapun persentase penduduk miskin terbesar ada di Papua (26,8 persen), disusul Papua Barat (21,7 persen), dan Nusa Tenggara Timur (21,21 persen).

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Ndari makan siang disela-sela keliling menjadi badut jalanan di Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Kamis (11/3/2021). Setahun lalu ia terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai sopir jasa pengantaran katering. Angka pemutusan hubungan kerja atau PHK pada tahun 2020 melonjak tajam hingga 20 kali lipat dibandingkan dengan 2019 akibat pandemi Covid-19. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, sepanjang 2020 sebanyak 386.877 pekerja terkena PHK. Jumlahnya melonjak dibandingkan yang di-PHK di tahun 2019 (18.911 orang) atau pada tahun 2018 (27.687 orang).

Pandemi juga telah memberikan dampak ke tingkat kemiskinan melalui lapangan kerja. BPS menyebutkan, sebanyak 29,12 juta penduduk atau 14,28 persen dari jumlah penduduk usia kerja terkena dampaknya. Dari total tersebut, sejumlah 2,56 juta penduduk menjadi pengangguran, sementara 1,77 juta penduduk sementara tidak bekerja. Selain itu, sejumlah 24,03 juta penduduk bekerja dengan pengurangan jam kerja.

Meningkatnya persentase penduduk miskin itu juga diikuti dengan memburuknya kedalaman dan keparahan kemiskinan. Indeks kedalaman kemiskinan meningkat dari 1,61 pada Maret 2020 menjadi 1,75 pada September lalu. Kedalaman kemiskinan menggambarkan rata-rata jarak antara pengeluaran penduduk miskin dan garis kemiskinan.

Sementara, Indeks Keparahan Kemiskinan bertambah dari 0,38 menjadi 0,47. Indeks Keparahan Kemiskinan menggambarkan ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin besar indeks kedalaman dan indeks keparahan kemiskinan mengindikasikan kondisi kemiskinan yang kian memburuk.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Usep Saefudin (41) saat berkarya di kios kecil tempat berdagang di Kampung Sirungbungur, Sumur Batu, Bogor, Jawa Barat, Rabu (16/12/2020). Kerajinan bambu dan kayu bekas tersebut menjadi tumpuan penghasilan penyambung hidup sehari-hari pria ini, setelah mengalami PHK dari salah satu pabrik pengolahan makanan di tahun 2014. Usep sempat bekerja serabutan dan berjualan kopi keliling setelah masa PHK tersebut, tetapi kini dirinya menekuni kembali ketrampilan yang dipelajarinya pada tahun 2005.

Kesenjangan
Seiring dengan peningkatan penduduk miskin, kesenjangan pun kian melebar. Hal itu terlihat dari rasio gini atau tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang melebar menjadi sebesar 0,385 pada September 2020. Angka tersebut meningkat 0,004 poin dibandingkan dengan posisi Maret yang sebesar 0,381. Posisi rasio gini di Maret pun meningkat 0,005 poin bila dibandingkan denngan September 2019 yang sebesar 0,380.

Data BPS juga menunjukkan tingkat ketimpangan di perdesaan dan perkotaan. Pada September 2020 tercatat tingkat ketimpangan di perdesaan sebesar 0,319, naik dibanding Maret 2020 yang sebesar 0,317 dan September 2019 yang sebesar 0,315. Sementara, tingkat ketimpangan di perkotaan pada September 2020 tercatat sebesar 0,399, naik dibanding Maret 2020 yang sebesar 0,393 dan September 2019 yang sebesar 0,391.

Selain itu, ukuran ketimpangan yang juga sering digunakan adalah ukuran Bank Dunia, yakni persentase pengeluaran pada kelompok penduduk 40 persen. Berdasarkan ukuran tersebut, tingkat ketimpangan dibagi menjadi tiga kategori. Pertama, tingkat ketimpangan tinggi ketika persentase pengeluaran kelompok penduduk 40 persen terbawah memiliki angka di bawah 12 persen. Kedua, ketimpangan sedang ketika angkanya berkisar antara 12–17 persen. Ketiga, ketimpangan rendah ketika angkanya berada di atas 17 persen.

Pada September 2020, persentase pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah di Indonesia adalah sebesar 17,93 persen. Hal ini menandakan bahwa kategori ketimpangan di Indonesia termasuk rendah. Namun, kondisinya mulai mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan Maret 2020 yang sebesar 17,73 persen dan September 2019 yang sebesar 17,71 persen.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Pekerja proyek properti berbelanja di pedagang kaki lima di kawasan Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, Selasa (8/12/2020). Kondisi ketenagakerjaan di Indonesia terdisrupsi akibat pandemi Covid-19. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mencatat 29,12 juta orang terdampak Covid-19 dengan rincian 5,09 juta orang menjadi pengangguran dan 24,03 juta orang mengalami pengurangan jam kerja atau bekerja lebih pendek dari waktu seharusnya.

Daya beli
Bertambahnya penduduk miskin akibat dampak Covid-19 tersebut sekaligus mencerminkan pula turunnya daya beli masyarakat. Sebagian penduduk jatuh miskin karena tak mampu memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan, yang besaran pengeluarannya di bawah garis kemiskinan.

Turunnya daya beli masyarakat itu pada gilirannya akan menyebabkan derajat kemiskinan semakin dalam dan parah. Secara faktual, hal itu terekam dari porsi pengeluaran untuk pangan yang semakin besar daripada porsi pengeluaran nonpangan. Namun, semakin besarnya persentase pengeluaran pangan bukan berarti pangan yang dikonsumsi akan semakin berkualitas. Hal ini mengingat dengan kemampuan daya beli yang kian menurun, pengeluaran rumah tangga akan terkonsentrasi untuk memenuhi kebutuhan pangan.

Untuk menekan tingkat kemiskinan pada tahun 2020, pemerintah telah memberikan stimulus fiskal berupa bantuan sosial yang cakupannya diperluas dan indeks bantuan yang dinaikkan. Pertama, Program Keluarga Harapan (PKH) dengan target 10 juta keluarga penerima manfaat (KPM) yang ditingkatkan indeks bantuannya sebesar 25 persen serta penyaluran dilakukan setiap bulan.

Kedua, program Sembako yang diperluas menjadi 20 juta KPM dengan indeks bantuan yang meningkat menjadi Rp 200.000,00/KPM/bulan. Ketiga, Bantuan Sosial Tunai (BST) sebesar Rp 600.000,00/bulan diberikan selama 9 bulan bagi 9 juta KPM di luar Wilayah DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.

Keempat, bantuan sosial khusus dalam bentuk paket sembako bagi keluarga terdampak di wilayah DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, bagi 1,9 juta KPM selama 9 bulan. Kelima, bantuan pembebasan serta pengurangan tarif listrik 450 VA dan 900 VA bagi penduduk miskin dan rentan. Keenam, pemanfaatan Dana Desa untuk mengurangi dampak Covid-19.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Sekumpulan manusia silver menumpang truk tronton untuk berpindah lokasi mengamen di kawasan Ancol, Jakarta Utara, Sabtu (16/1/2021). Pandemi Covid-19 yang belum juga berakhir menyebabkan jumlah pengangguran meningkat. Warga miskin memutar otak untuk dapat bertahan hidup, termasuk mengamen dengan menjadi manusia silver.

Strategi meredam lonjakan miskin baru

Untuk menekan angka kemiskinan selama pandemi Covid-19, pemerintah telah menyusun strategi penanganan kemiskinan seperti disebutkan dalam Perpres 122/2020 tentang Pemutakhiran RKP 2021

Dalam perpres itu, dinyatakan penurunan kemiskinan pada tahun 2021 terus diupayakan untuk mengejar ketertinggalan karena adanya penambahan penduduk miskin pada tahun 2020 pasca-pandemi Covid-19.

Strategi utama untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan meliputi integrasi kebijakan afirmasi program-program penanggulangan kemiskinan, penyempurnaan skema pendataan penerima manfaat, dan pengembangan sistem graduasi program bantuan sosial.

Penurunan tingkat kemiskinan akan dilakukan melalui dua upaya, yaitu mengurangi beban pengeluaran masyarakat dan meningkatkan pendapatan keluarga miskin dan rentan sehingga memenuhi kebutuhan dasarnya.

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Pemulung mengumpulkan rongsokan di samping gerobaknya di kawasan Kampung Melayu, Jakarta Timur, Minggu (9/8/2020). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), terakhir kali ekonomi Indonesia tumbuh negatif pada triwulan I-1999, yakni minus 6,13 persen, sedangkan pada triwulan II-2020, perekonomian Indonesia tumbuh minus 5,32 persen secara tahunan. Pada Maret 2020, ada 26,42 juta orang miskin di Indonesia.

Strategi tersebut selanjutnya diterjemahkan dalam arah kebijakan yang mencakup tujuh hal.

  1. Pengembangan integrasi dan digitalisasi bantuan sosial (bansos) secara nontunai, antara lain program sembako yang mengintegrasikan Bantuan Pangan Nontunai (BPNT), subsidi listrik, dan subsidi LPG, integrasi data Program Keluarga Harapan (PKH) dan Program Indonesia Pintar (PIP), dan penguatan desain pembayaran bantuan sosial nontunai yang mempermudah masyarakat miskin.
  2. Penguatan fungsi pendampingan dalam melaksanakan program bantuan sosial serta edukasi penerima manfaat untuk mendorong perubahan perilaku kesehatan, pendidikan, dan ekonomi.
  3. Penguatan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) kesehatan dan ketenagakerjaan yang komprehensif dan terintegrasi.
  4. Penguatan sistem perlindungan sosial yang adaptif.
  5. Peningkatan kesejahteraan sosial bagi kelompok rentan, khususnya anak, penyandang disabilitas, dan lanjut usia.
  6. Penguatan skema pendampingan, layanan terpadu, dan perbaikan penargetan program penanggulangan kemiskinan melalui perbaikan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang secara bertahap diperluas hingga 60 persen di tahun 2O21 dan menuju Registrasi Sosial 100 persen tahun 2024.
  7. Pengembangan kegiatan untuk meningkatkan kemandirian ekonomi dan pendapatan bagi kelompok miskin dan rentan, antara lain melalui akselerasi penguatan ekonomi keluarga, pendampingan usaha dan peningkatan kualitas produksi usaha kecil dan mikro, akses permodalan usaha dengan bunga rendah, keperantaraan usaha, kemitraan, dampak sosial, serta penataan penguasaan dan penggunaan lahan melalui pelaksanaan reforma agraria dan perhutanan sosial.

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Aktivitas warga di bantaran Sungai Ciliwung di Bidara Cina, Jatinegara, Jakarta Timur, Rabu (17/2/2021). Badan Pusat Statistik merilis jumlah penduduk miskin di Jakarta kini 4,69 persen dari total penduduknya atau 496.840 jiwa, hampir mencapai 497.000 jiwa. Dalam enam bulan pertama pandemi, ada tambahan 16.000 warga miskin di Ibu Kota. Kemiskinan bertambah antara lain karena angka pengangguran naik dan mata pencarian pekerja terdampak pandemi.

Di samping itu, pada tahun 2021, pemerintah juga menyesuaikan target rasio gini menjadi 0,377-0,379. Kebijakan itu diarahkan pada kelompok masyarakat pendapatan menengah bawah dan masyarakat pendapatan tinggi.

Serangkaian strategi yang akan dilakukan pemerintah, antara lain:

  • penyempurnaan dan sinergitas (DTKS)  dengan data kependudukan untuk intervensi kebijakan afirmasi kelompok 40 persen terbawah yang terintegrasi dan menyeluruh
  • pemanfaatan Dana Desa untuk pemberdayaan masyarakat
  • penyediaan pendidikan vokasi dan pelatihan tenaga kerja untuk pengembangan kesempatan kerja yang baik dan produktivitas tinggi,
  • kebijakan fiskal yang memihak pada redistribusi yang merata

Selain itu, dalam pengurangan kesenjangan antarwilayah, pemerintah tetap memperhatikan keberlanjutan pembangunan di Kawasan Timur Indonesia (KTI). (LITBANG KOMPAS)

Referensi

Arsip Kompas
  • “Menuju Satu Data Indonesia: Memahami Kemiskinan BPS”, Kompas, 14 Januari 2020, hlm. 7.
  • “Setelah Angka Kemiskinan Satu Digit”, Kompas, 13 Februari 2020, hlm. 6.
  • “Data Kemiskinan, Kemiskinan Data”, Kompas, 20 Juli 2020, hlm. 7.
  • “Bantuan Efektif Menahan Kemiskinan”, Kompas, 21 Juli 2020, hlm. 6.
  • “Lampu Kuning Kemiskinan”, Kompas, 18 Agustus 2020, hlm. 7.
  • “Daya Beli Penduduk Miskin”, Kompas, 13 Agustus 2020, hlm. 7.
  • “Kriteria Miskin, Mengapa Sulit”, Kompas, 22 Januari 2021, hlm. 6.
  • “Tajuk Rencana: Pertumbuhan untuk Atasi Kemiskinan”, Kompas, 17 Februari 2021, hlm. 6.
  • “Kemiskinan: Cermati Persoalan di Setiap Daerah”, Kompas, 18 Februari 2021, hlm. 1, 15.
  • “Pertumbuhan Ekonomi: Bauran Kebijakan Akan Jadi Penentu Pemulihan”, Kompas, 25 Februari 2021, hlm. 9.
Aturan Pendukung