KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Buruh mengaduk beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Kamis (11/3/2021). Pemerintah memutuskan bakal mengimpor 1 juta ton beras pada tahun ini untuk menjaga stok beras pemerintah. Padahal per 4 Maret 2021, stok total beras yang dikelola oleh Bulog mencapai 870.421 ton. Sebanyak 842.651 ton di antaranya merupakan stok kewajiban pelayanan publik dan sisanya merupakan beras komersial.
Fakta Singkat
- World Food Day diadakan setiap 16 Oktober
- Sejarah awal: Konferensi FAO ke-20 pada November 1976
- Tema tahun 2022: “No One Should be Left Behind”
- Jumlah orang hidup dalam kelaparan tahun 2021: 828 juta jiwa (FAO)
- Jumlah orang mengalami kekurangan nutrisi 2021: 768 juta jiwa (FAO)
Organisasi Pangan dan Pertanian atau Food and Agriculture Organization (FAO) mencatat bahwa pada tahun 2020 terdapat hingga 3,1 miliar orang yang tidak dapat memperoleh asupan yang sehat. Angka ini meningkat dari total 112 juta sebelum pandemi Covid-19. Situasi tahun 2022 juga diperparah dengan terjadinya peperangan di Ukraina yang merupakan salah satu penghasil gandum utama dunia, juga pupuk dan energi. Kondisi tersebut membuat harga pangan melonjak dan semakin banyak orang yang kesulitan memperoleh kebutuhan dasar mereka.
Sebagai upaya meningkatkan kesadaran masyarakat akan arti penting pangan dan asupan sehat serta masalah terkait ketahanan pangan yang dialami di banyak tempat, setiap tahunnya dunia memperingati Hari Pangan Sedunia atau World Food Day. Peringatan ini diadakan setiap 16 Oktober. Selain untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan situasi kekurangan pangan, kelaparan, dan kemiskinan yang dialami masyarakat di berbagai wilayah, peringatan ini juga dimaksudkan untuk menginspirasi masyarakat guna mencari solusi bagi permasalahan ini.
Sejarah Peringatan Hari Pangan Sedunia
Hari Pangan Sedunia ditetapkan oleh Organisasi Pangan dan Pertanian atau Food and Agriculture Organization (FAO) yang berada di bawah naungan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dan mulai diperingati sejak tahun 1981. Hal ini berawal dari Konferensi FAO ke-20 pada November 1976 di Roma, Italia. Pada konferensi tersebut, FAO menerbitkan Resolusi 179 tentang World Food Day. Resolusi ini lalu disepakati oleh 147 negara anggota FAO saat itu, termasuk di dalamnya Indonesia. Tanggal 16 Oktober dipilih karena bertepatan dengan ulang tahun pendirian FAO. Gagasan tentang peringatan Hari Pangan Sedunia ini pertama diajukan oleh mantan Menteri Pangan dan Pertanian Hungaria, Dr. Pal Romany.
Setiap tahunnya, Hari Pangan Sedunia dirayakan dengan tema berbeda. Tiap tema tersebut dipilih berdasarkan refleksi atas kondisi pangan dunia dan masalah sosial terkait yang tengah melanda dunia. Sementara itu, FAO juga menerbitkan laporan tentang kondisi ketahanan pangan dunia setiap tahunnya. Berikut tema-tema Hari Pangan Sedunia dalam lima tahun terakhir:
- Tahun 2017: “Change the future of migration. Invest in food security and rural development” (Ubah masa depan migrasi, berinvestasi di bidang ketahanan pangan dan pengembangan daerah).
- Tahun 2018: “Our actions are our future. A #ZeroHunger world by 2030 is possible” (Tindakan kita adalah masa depan kita. Dunia tanpa kelaparan di 2030 mungkin tercapai).
- Tahun 2019: “Our actions are our future. Healthy diets for a zero hunger world” (Tindakan kita adalah masa depan kita. Pola makan yang sehat untuk dunia tanpa kelaparan).
- Tahun 2020: “Grow, nourish, sustain. Together. Our actions are our future” (Tumbuhkan, pelihara, pertahankan. Bersama. Tindakan kita adalah masa depan kita).
- Tahun 2021: “Our actions are our future. Better production, better nutrition, a better environment, and a better life” (Tindakan kita adalah masa depan kita. Produksi yang lebih baik, nutrisi yang lebih baik, lingkungan yang lebih baik, dan kehidupan yang lebih baik).
Pada tahun 2022, tema yang diusung adalah “No One Should be Left Behind”. Tema ini dipilih karena FAO melihat bahwa sekalipun dunia telah menghasilkan banyak kemajuan dalam pembangunan, masih banyak orang yang tertinggal yang tidak dapat memperoleh manfaat dari perkembangan peradaban, inovasi, dan pertumbuhan ekonomi. Hal ini tampak dari temuan data bahwa banyak orang yang yang tidak dapat memperoleh asupan pangan yang sehat. FAO melihat bahwa masalah utama pangan bukanlah suplai bahan makanan. Dunia telah memproduksi cukup makanan untuk semua manusia. Masalah utama yang dihadapi adalah akses dan ketersediaan makanan bernutrisi di beberapa wilayah.
Masalah akses makanan bernutrisi tersebut semakin berlipat saat ini akibat beragam tantangan, mulai dari pandemi Covid-19 yang mengganggu rantai pasar global, konflik bersenjata di beberapa wilayah, perubahan iklim, kesenjangan sosial, meningkatnya harga pangan di beberapa wilayah, serta ketegangan internasional. Di samping itu, data menunjukkan bahwa 80 persen dari masyarakat yang mengalami kemiskinan ekstrem hidup di daerah-daerah terpencil yang hanya mengandalkan agrikultur dan sumber-sumber alam guna menunjang kehidupannya. Masyarakat inilah yang mengalami masalah akses pangan terbesar dan paling terpukul oleh masalah yang ditimbulkan oleh perubahan iklim, bencana alam, juga konflik bersenjata.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Buruh beristirahat di atas tumpukan beras saat rehat siang di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Jumat (9/7/2021). Pemerintah menjamin ketersediaan stok pangan aman dan harganya terjangkau selama pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat hingga 20 Juli 2021. Khususnya beras, produksi dan stok dalam negeri juga dinilai cukup sehingga tidak perlu impor.
Masalah Pangan Dunia
Pada 6 Juli 2022, Perserikatan Bangsa-bangsa atau United Nations (UN) dan FAO menerbitkan laporan The State of Food Security and Nutrition in the World 2022. Laporan itu menyebutkan bahwa pada tahun 2021 jumlah orang yang hidup dalam kelaparan meningkat menjadi 828 juta, naik 46 juta sejak 2020 atau 150 juta sejak 2019 (sebelum pandemi Covid-19). Hal menyedihkan ini merupakan gerak mundur dari upaya pencapaian Sustainable Development Goals untuk mengakhiri kelaparan, kondisi ketidaktahanan pangan, serta malnutrisi yang mestinya dicapai pada tahun 2030.
Data Global Hunger Index (GHI) 2021 dari Our World in Data menunjukkan persebaran kondisi masalah pangan dan kelaparan dunia. GHI adalah alat pengukuran kondisi kelaparan yang dihitung berdasarkan empat komponen indikator, yakni persentase masyarakat kekurangan gizi, persentase balita yang mengalami child wasting atau kurang berat badan dibanding tinggi tubuh anak, persentase balita yang mengalami stunting atau kurang tinggi dibanding tinggi seusianya, serta persentase kematian balita. Semakin tinggi nilai indeks pada GHI suatu negara, semakin parah kondisi kelaparan yang terjadi di sana.
Sepuluh negara dengan GHI tertinggi di dunia terjadi di Benua Afrika, yakni:
Negara | Global Hunger Index (2021) |
Somalia | 50.8 |
Yaman | 45.1 |
Republik Afrika Tengah | 43 |
Burundi | 42.5 |
Comoros | 42.5 |
Sudan Selatan | 42.5 |
Suriah | 42.5 |
Chad | 39.6 |
Republik Demokratik Congo | 39 |
Beberapa negara Asia yang mengalami kondisi kelaparan akut adalah Timor Leste (32,4), India (27,5), Korea Utara (25,2), dan Pakistan (24,7). Nilai GHI Indonesia pada tahun 2021 adalah 18. Nilai tersebut menempatkan Indonesia di bawah nilai GHI negara-negara Asia Tenggara lainnya seperti Myanmar (17,5), Kamboja (17), Filipina (16,8), Vietnam (13,6), Malaysia (12,8), Thailand (11,7). Hal ini juga mengindikasikan bahwa masih banyak masyarakat di Indonesia yang juga terhitung hidup dalam kondisi kelaparan.
Kecukupan Nutrisi
Selain kelaparan, isu lain yang masih terkait dengan Hari Pangan Dunia adalah isu nutrisi atau gizi sehat. Data dari FAO menunjukkan bahwa pada 2021 terdapat 768 juta jiwa mengalami kondisi kekurangan nutrisi (undernourished) dari total 7875 juta penduduk dunia (data FAO). Artinya, 9,75 persen penduduk dunia mengalami kondisi kekurangan nutrisi. Dari jumlah penduduk yang mengalami kondisi kekurangan nutrisi tersebut, lebih dari setengahnya berada di Asia, yakni sebesar 425 juta jiwa, sementara sepertiganya berada di Afrika, yakni sebesar 278 juta jiwa, diikuti oleh penduduk di Amerika Latin dan Kepulauan Karibia sebesar 57 juta jiwa dan Oseania sebesar tiga juta jiwa.
Bila dilihat dalam perkembangnya sejak tahun 2005 hingga 2021, jumlah penduduk di dunia yang mengalami kondisi kekurangan nutrisi sempat turun dari 805,5 juta jiwa pada tahun 2005 menjadi 601,3 juta jiwa pada tahun 2010 dan terus turun hingga 573,3 juta jiwa pada tahun 2017. Tetapi angka ini lalu mengalami perburukan pada tahun 2018 menjadi 590,6 juta jiwa, dan kian parah pada tahun-tahun terjadinya pandemi Covid-19.
Berbicara mengenai ketahanan pangan dan kecukupan nutrisi, Indonesia menghadapi tantangan yang tidak sederhana pada masa pandemi Covid-19 ini. Hal ini pertama-tama disebabkan oleh produksi pangan pokok Indonesia tidak cukup sehingga Indonesia masih banyak bergantung pada impor pangan untuk beberapa bahan pangan pokok. Data tahun 2018 dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menunjukkan bahwa 95 persen pasokan bawang putih Indonesia, 24 persen pasokan daging sapi, dan 55 persen pasokan gula masih harus didatangkan dari luar negeri.
Pada masa pandemi, rantai pasokan mengalami gangguan amat signifikan, baik pada level produksi maupun distribusi. Hal ini jelas menghambat arus perdagangan bahan pangan pokok tersebut dan pada gilirannya menyebabkan kenaikan bahan pangan di Indonesia. Kenaikan harga bahan pagan bukanlah hal kecil bagi banyak masyarakat di kelas ekonomi tertentu. Data dari CIPS menunjukan bahwa dalam kondisi normal masyarakat Indonesia rata-rata mengeluarkan 51 persen dari pendapatan bulanannya untuk makanan, sementara masyarakat prasejahtera atau di bawah garis kemiskinan mengeluarkan hingga 62,8 persen dari pemasukan mereka.
Dari sini dapat sangat dipahami bahwa kenaikan harga pangan akan sangat memengaruhi daya beli masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka, juga kebutuhan asupan nutrisi yang cukup. CIPS menyebutkan bahwa di tengah Covid-19 pada tahun 2020, konsumsi rumah tangga Indonesia untuk komoditas pertanian akan turun sebesar 8,29 persen dari angka seharusnya jika tidak ada pandemi Covid-19.
Artikel Terkait
Kebijakan Publik untuk Pertanian dan Pangan
Seperti tema Hari Pangan Sedunia 2021, “Better Production, Better Nutrition, a Better Environment, a Better Life”, upaya untuk menangani kelaparan dan malnutrisi di dunia memerlukan berbagai pembenahan. Upaya pembenahan perlu dilakukan mulai dari sistem pertanian atau produksi pangan, distribusinya (dalam hal ini termasuk kebijakan ekspor-impor), hingga perbaikan dan perawatan lingkungan alam yang tercemar oleh gaya hidup dan pola pertanian yang tidak berkelanjutan (unsustainable). Hal ini disebabkan sistem agrikultur dan pangan saling terkait: berawal dari pertanian, lanjut ke pembuatan produk dan distribusinya, berujung pada pola pembuangan sampah. Siklus tersebut menghadapi tantangan besar akibat perubahan iklim dan kini pandemi Covid-19, respons yang besar pula diperlukan.
Persoalan lain adalah minimnya sumber daya finansial yang diinvestasikan kepada sistem agrikultur dan pangan. Dalam hal inilah, peran Pemerintah dalam mendorong proyek-proyek investasi dalam bentuk Kerja Sama Pemerintah Badan Usaha (KPBU) atau public-private partnership menjadi amat penting. FAO menyebutkan dalam laporannya bahwa pemerintah tiap negara perlu mengupayakan KPBU yang kuat untuk sektor agrikultur dan menjamin kebermanfaatannya bagi sebanyak mungkin orang, bukan hanya pelaku industri besar saja. Investasi pada bidang produksi pangan berkelanjutan (sustainable production), juga rantai suplai dan konsumsinya, akan membuat ketersediaan pangan yang sehat dan bergizi menjadi lebih terjangkau bagi masyarakat. (LITBANG KOMPAS)
Referensi
- Food and Agriculture Organization. 2022. The State of Food Security and Nutrition in the World 2022.
- Food and Agriculture Organization. 2018. The Future of Food and Agriculture – Alternative Pathways to 2050.
- Center for Indonesian Policy Studies. April, 2020. Kebijakan perdagangan pangan Indonesia saat Covid-19.
- “Peringati Hari Pangan Sedunia, Apa yang bisa kita lakukan?”, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, 16 Oktober 2021.
- “Leave no one behind,” FAO,
- “Sejarah Hari Pangan Sedunia,” Provinsi Sumatera Barat, Oktober 2015.
- “World Food Day,” National Day Calendar,
- “World Food Day 2017,” SDG 2 Advocacy Hub, 31 Juli 2017.
- “World Food Day 2018 – Zero Hunger,” United Nations System Standing Committee on Nutrition,
- “World Food Day 2019,” World Health Organization, 17 Oktober 2019.
- “World Food Day 2020,” SDG 2 Advocacy Hub,
- “World Food Day 2021,” United Nations, 15 Oktober 2021.
- “World is moving backwards on eliminating hunger and malnutrition, UN report reveals”, United Nations, 6 Juli 2022.