KOMPAS/IWAN SETIYAWAN
Koleksi uang kertas lama dengan beragam deasin milik seorang kolektor di Jakarta, Rabu (22/7/2020). Rencana redenominasi rupiah kembali mengemuka setelah Kementerian Keuangan mengusulkan RUU Perubahan Harga Rupiah masuk dalam program legislagi nasional.
Fakta Singkat
- Ditetapkannya Hari Oeang Republik Indonesia (ORI) didasarkan pada makna uang nasional sebagai simbol kedaulatan negara.
- Penetapan Hari ORI atau Hari Keuangan Nasional pada 30 Oktober setiap tahunnya sesuai dengan tanggal resmi peredaran ORI, yakni pada 30 Oktober 1946.
- Mohammad Hatta menyebutkan bahwa negara merdeka tidak hanya cukup dengan proklamasi saja, namun juga mata uang sendiri.
- Emisi ORI pertama tercatat tanggal 17 Oktober 1945. Namun, peredarannya pertama kali baru terlaksana pada 30 Oktober 1946.
- Pada tahun 1952, pemerintah mendirikan lembaga Percetakan Kebayoran NV (Perkeba) untuk mencetak uang kertas Indonesia. lebih lanjut, peran ini kemudian digantikan oleh Perum Peruri.
- Hadirnya ORIDA merupakan alat transaksi alternatif pengganti ORI yang pada masa itu sulit untuk didistribusikan secara merata ke berbagai wilayah.
- Jenis uang terbagi berdasarkan bahannya (uang kartal dan uang giral) dan nilainya (uang bernilai penuh dan uang bernilai tidak penuh).
- Upaya memperkuat rupiah: masyarakat setia membeli barang dalam negeri, menghindari konsumsi barang impor, tidak menimbun mata uang asing, menghindari produksi untuk tujuan ekspor, dan tidak memanfaatkan kondisi rupiah yang sedang buruk.
Sejak September 2023 lalu, pemerintah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Nasional untuk mendorong peningkatan penggunaan mata uang lokal dalam transaksi Indonesia dengan negara mitra (local currency transaction/LCT). Bank Indonesia (BI), melalui Gubernur BI Perry Warjiyo, meyakini bahwa Satgas Nasional LCT tersebut bekerja sebagai wadah koordinasi yang memperkuat sinergi kebijakan antar-instansi (Kompas, 6/9/2023, “Kilas Ekonomi: Indonesia Bentuk Satgas Dorong LCT”).
Pembentukan tersebut menunjukkan hadirnya perhatian pemerintah agar masyarakat Indonesia menggunakan mata uang nasional. Selain Satgas Nasional LCT, kebijakan lain yang telah ditempuh sebelumnya secara konsisten adalah melalui peringatan Hari Keuangan Nasional atau Hari Oeang Republik Indonesia (ORI). Dengan basis tujuan yang sama dengan pembentukan Satgas LCT, Hari Keuangan Nasional diperingati pada tanggal 30 Oktober tiap tahunnya.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo (kanan), saat peluncuran uang rupiah kertas dan logam tahun emisi 2016 di Gedung Thamrin, Bank Indonesia, Jakarta, Senin (19/12/2016). Uang rupiah yang diluncurkan adalah tujuh uang pecahan kertas dan 4 uang pecahan logam.
Sekilas tentang Hari Keuangan Nasional
Sama seperti landasan pembentukan Satgas Nasional LCT, berdirinya Hari ORI dilandasi bukan pada dimensi ekonomi sebagaimana uang sebagai alat pembayaran. Lebih daripada itu, uang mengandung dimensi kedaulatan negara. Dimensi inilah yang menjadi landasan Hari ORI sekaligus tujuan yang ingin diperingati pemerintah.
Pasca-proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945, uang tidak hanya berfungsi sebagai alat pembayaran yang sah, tetapi juga lambang penegasan bahwa negara Indonesia telah merdeka. Sejak 30 Oktober 1946, ORI resmi beredar dan menjadi mata uang pertama yang dimiliki Indonesia. Tanggal inilah yang kemudian diperingati tiap tahunnya sebagai Hari ORI dan berkembang menjadi Hari Keuangan Nasional.
Dalam upaya kampanye uang nasional ini, BI turut meluncurkan slogan “Cinta, Bangga, Paham Rupiah Untuk Indonesia Dimulai Dari Kita, Karena Rupiah Itu Kita”. Slogan ini menunjukkan garis besar bagaimana mata uang nasional harus dihargai dan dijaga masyarakat Indonesia.
Mengutip situs resmi BI (bi.go.id), “Cinta Rupiah” diterjemahkan sebagai kemampuan dalam mengenali karakteristik dan bentuk visual mata uang Indonesia sendiri dengan tiga macam cinta, yakni mengenali, merawat, dan menjaga. “Bangga Rupiah” menunjukkan kemampuan masyarakat untuk melihat rupiah sebagai alat pembayaran yang sah, simbol kedaulatan NKRI, dan alat untuk menyatukan bangsa.
Sementara yang terakhir, “Paham Rupiah”, merujuk pada kemampuan masyarakat untuk memahami peran rupiah dalam peredaran uang, stabilitas ekonomi, dan fungsinya sebagai alat penyimpan nilai kemampuan. Ketiga paham tersebut adalah paham dalam bertransaksi, berbelanja, berhemat.
Artikel terkait
Sejarah Uang Nasional
Penetapan dan pelaksanaan Hari ORI tak bisa dilepaskan dari sejarah mata uang di Indonesia yang juga selaras dengan perjuangan kemerdekaan bangsa. Pada masa penjajahan, masyarakat Indonesia harus menggunakan mata uang sah milik negara asing. Terdapat mata uang Jepang dan uang Hindia-Belanda yang beredar sebelum diterbitkannya ORI.
Setelah satu tahun lebih memproklamasikan kemerdekaan, pemerintah menerbitkan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 1946 tentang ORI. UU yang terbit pada 1 Oktober 1946 ini menjadi landasan hukum pertama akan mata uang pertama milik Indonesia sebagai negara baru yang merdeka dan berdaulat. Dilanjutkan kemudian dengan penerbitan UU Nomor 19 Tahun 1946 tentang Pengeluaran ORI pada 26 Oktober 1946.
Kedua UU ini kemudian ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri (Kepmen) Nomor SS/1/35/1946 pada 30 Oktober 1946 yang mengesahkan pemberlakuan mata uang ORI. Dikeluarkannya Kepmen tersebut menjadi momentum hari pertama penggunaan ORI untuk pembayaran di Indonesia. Dalam cetakan pertamanya ini, terdapat delapan pecahan nominal ORI. Mulai dari 1 sen, 5 sen, 10 sen, Rp½, Rp1, Rp5, Rp10, dan Rp100.
Meski baru diedarkan pada 30 Oktober 1946, namun emisi pertama ORI tertanggal 17 Oktober 1945 – menunjukkan banyaknya kendala dalam proses pembuatan hingga peredaran ORI. Sementara emisi kedua dan ketiga tercatat pada tahun 1947 di kota yang sama namun dengan tanggal cetakan yang berbeda. Dilanjutkan dengan empisi keempat tahun 1948 dan emisi terakhir tahun 1949.
Mengacu pada KBBI, emisi sendiri diartikan sebagai “pengeluaran mata uang logam atau kertas oleh bank sentral”. Konsep emisi ini berlaku dalam konteks wacana keuangan.
ORI emisi pertama tahun 1945 dicetak di Jakarta dan ditandatangani oleh Menteri Keuangan AA Maramis. ORI cetakan emisi kedua pada 1 Januari 1947 diterbitkan di Yogyakarta yang ditandatangani oleh Sjafruddin Prawiranegara. Kemudian, ORI cetakan emisi ketiga 26 Juli 1947 diterbitkan di kota yang sama yaitu Yogyakarta yang ditandatangani oleh AA Maramis.
ORI selanjutnya dicetak pada emisi 1948 juga kembali di cetak di Yogyakarta dan ditandatangani oleh Menteri Keuangan ad interim Mohammad Hatta. Kemudian ORI cetakan kelima emisi tahun 1949 dicetak di Jakarta dan ditandatangani oleh Lukman Harun sebagai Menteri Keuangan selanjutnya.
Pada saat itu, peredaran ORI hanya berlaku di wilayah yang termasuk Republik Indonesia saja yaitu Jawa, Madura, dan Sumatera pada kala itu, karena sebagian masih termasuk kedalam wilayah penguasaan pemerintahan sipil Hindia-Belanda (NICA). Namun demikian, karena kendala transportasi dan keterjangkakuan peredaran pada kala itu menyebabkan ORI tidak dapat dijangkau secara merata.
Oleh karena itu, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 tahun 1947. Peraturan itu mengatur bahwa pemerintah daerah berhak menerbitkan tanda pembayaran sah dan berlaku di daerah setempat. Kemudian alat pembayaran tersebut dinamakan Oeang Republik Indonesia Daerah (ORIDA).
ORIDA yang dipakai oleh masyarakat berbentuk bon, surat tanda penerimaan uang, tanda pembayaran sah, maupun mandat. Beberapa daerah menerapkan ORIDA sesuai dengan nama tempatnya masing-masing seperti Oeang Repoeblik Indonesia Sumatera Utara (ORIPSU), Oeang Repoeblik Indonesia Daerah Djambi (ORIDJA), Oeang Repoeblik Indonesia Daerah Tapanoeli (ORITA), Oeang Repoeblik Indonesia Nias (ORITA), dan Banda Aceh (URIBA).
Hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) pada November 1949 merupakan waktu penanda berakhirnya ORI yan digantikan oleh uang federal. Upaya tersebut untuk menyeragamkan uang Republik Indonesia Serikat (RIS). Pemerintah RIS menerbitkan uang baru pecahan Rp 5 dan Rp 10 untuk mengganti ORI yang sudah ada sebelumnya.
Sejalan dengan perkembangan politik yang ada, pada Maret 1950 situasi perekonomian dunia tidak stabil dan berdampak juga pada kondisi stabilitas ekonomi di RIS seperti keterpurukan ekonomi, inflasi, dan harga kebutuhan yang melambung tinggi.
Oleh karena itu, pada saat pemerintahan Kabinet Hatta dengan Menteri Keuangan adalah Sjafruddin Prawiranegara dikeluarkanlah kebijakan “Gunting Sjafruddin” sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan RIS Nomor PU/1 Tahun 1950.
Kebijakan “Gunting Sjafruddin” bertujuan untuk mengatasi stabilitas ekonomi yang kurang baik pada kala itu dengan memotong uang kertas De Javasche Bank dan Hindia Belanda bernilai 5 rupiah gulden ke atas menjadi dua bagian. Uang kertas kemudian dipotong menjadi dua bagian. Potongan uang bagian kiri bernilai 50 persen dari nilai nominal, sedangkan potongan uang bagian kanan dapat ditukar dengan obligasi negara dengan bunga 3 persen per tahun dengan jangka waktu 40 tahun.
Pemberlakuan uang federal dan kebijakan “Gunting Sjafruddin” tidak bertahan lama dan hanya bertahan selama enam bulan saja. Pada 17 Agustus 1950 RIS dapat melebur kembali ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Setelah dua tahun pasca dibubarkannya RIS, atas prakarsa Pemerintah Indonesia bersama dengan Johan Enshede en Zonen Grafische Inrichting NV, dibentuklah perseroan terbatas bernama “Percetakan Kebayoran NV” atau disingkat sebagai Perkeba pada 17 April 1952. Fungsi Perkeba adalah mencetak uang kertas Indonesia.
Selang dua tahun pasca dibentuknya Perkeba untuk mencetak uang kertas, didirikan perusahaan untuk mencetak uang logam sesuai dengan Surat Keputusan Nomor 261156/UMI Tahun 1954 dengan nama Perusahaan Negara Artha Yasa. Produksi uang logam berjalan pada 1 Januari 1957, tiga tahun setelah resmi didirikan.
Di lain sisi selama waktu berjalan mulai tanggal 3 Juni 1960. Perkeba berubah menjadi Perusahaan Negara (PN) Perkeba sesuai dengan UU Nomor 19 Prp Tahun 1960 dan diatur dalam PP Nomor 34 Tahun 1960. Baik Arta Yasa dan Perkeba kemudian sama-sama berbentuk perusahaan negara yang memproduksi secara resmi uang yang beredar.
Lambat laun melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 tahun 1971 terjadi proses peleburan PN Perkeba dan PN Artha Yasa menjadi Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri). Fungsi Perum Peruri kemudian tidak hanya mencetak uang saja, melainkan surat-surat berharga lainnya berupa perangko, pesanan pemerintah sendiri maupun bank umum lainnya.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Uang pecahan kertas dan logam yang baru, usai peluncuran uang rupiah kertas dan logam tahun emisi 2016 di Gedung Thamrin, Bank Indonesia, Jakarta, Senin (19/12/2016). Uang rupiah yang diluncurkan adalah tujuh uang pecahan kertas dan 4 uang pecahan logam.
Penetapan Hari Keuangan Nasional
Tanggal 30 Oktober 1946 merupakan hari dimana ORI resmi digunakan sebagai alat pembayaran dan menjadi mata uang resmi di NKRI setelah merdeka. Momentum tersebut kemudian ditetapkan sebagai “Hari Keuangan Nasional” dan diperingati setiap tanggal 30 Oktober di seluruh wilayah di Indonesia.
Pelaksanaan pertamanya ditandai dengan penukaran uang jepang dengan rupiah. Mata uang Jepang dan ORI memiliki kurs satu per seribu, yang berarti bahwa setiap seribu rupiah mata uang Jepang dapat ditukar dengan satu rupiah ORI.
Sejarah mencatat terjadi keunikan beberapa jam menjelang momen peralihan dari uang Jepang menuju ORI. Masyarakat berbondong-bondong membelanjakan uang dengan harga yang tinggi, termasuk seperti membeli satu piring nasi dengan 50 hingga 100 rupiah Jepang.
Sejak itu, Hari ORI atau Hari Keuangan Nasional diperingati setiap tahun, menjadi upaya pembangun kesadaran untuk semakin menegakkan kedaulatan negara dengan memperkuat nilai rupiah. Kuatnya nilai rupiah selaras dengan kiat mengutnya posisi Indonesa di mata dunia, terutama dalam bidang keuangan dan perekonomian.
Pada peringatannya yang terakhir, yakni pada Hari Keuangan Nasional ke-76 di tahun 2022 lalu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengusung tema “Kemenkeu Satu: Sigap Hadapi Tantangan, Tangguh Kawal Pemulihan”. Kemenkeu sendiri menjadi lembaga penyelenggara Hari Keuangan Nasional dengan fungsinya sebagai pengatur keuangan di Indonesia.
Dalam kesempatan tersebut, pada upacara yang dilaksanakan pada 30 Oktober 2022, Menteri Keuangan Sri Mulyani berpesan agar Kemenkeu siap dalam mensiasati tantangan atas perubahan moneter yang terus berjalan. Selain itu dalam segi pelayanan, Sri Mulyani juga mendorong agar pegawai selalu menjunjung nilai-nilai bekerja yaitu: integritas, sinergi, pelayanan, profesional, dan kesempurnaan.
Peringatan hari keuangan nasional tidak hanya berjalan di pusat saja, namun juga berjalan di tingkat daerah. Salah satunya melalui peringatan yang dirayakan di kantor Kemenkeu Merauke pada (30/10/2022) yang lalu dengan mengusung tema yang sama. Acara turut dimeriahkan dengan kegiatan-kegiatan seperti: pertandingan olahraga, donor darah, bakti sosial, dan puncak acaranya ditutup dengan Oeang Color Run 2022. Momentum demikian memberikan makna bahwa isu keuangan merupakan bagian dari kesadaran bersama di seluruh negeri tidak terkecuali, tidak hanya pemerintah pusat, namun juga pada tingkat daerah.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Petugas menunjukkan uang rupiah kertas emisi tahun 2022 saat Festival Rupiah Berdaulat yang diadakan oleh Bank Indonesia di GOR Basket Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Jumat (19/8/2022). Dalam festival yang bertujuan untuk meningkatkan literasi masyarakat tentang peran rupiah dalam sejarah bangsa ini juga diperlihatkan uang rupiah kertas emisi tahun 2022.
Jenis-Jenis Uang
Berdasarkan Bahan Uang
Uang berdasarkan bahan pembuatnya dibedakan menjadi dua jenis, yakni uang kartal dan uang giral. Uang kartal merupakan jenis uang yang dibuat dari bahan logam maupun kertas yang umum dijumpai sebagai alat pembayaran yang sah di masyarakat. Jenis uang ini dikeluarkan oleh BI dan dicetak melalui Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia atau Perum Peruri.
Hingga saat ini, uang logam sebagai bagian dari uang kartal terdiri atas pecahan Rp100, Rp200, Rp500, dan Rp1.000. Dengan bentuknya yang bundar tipis, bahan pembuatan uang logam bisa terdiri atas alumunium, kuningan, maupun nikel. Secara historis, terdapat 24 macam pecahan uang logam yang sudah ditarik peredarannya karena sudah tidak berlaku.
Sementara uang kertas berupa carikan kertas persegi panjang dengan bahan dasar serat kapas. Saat ini, uang kertas yang sah dan beredar di Indonesia terdiri atas nominal Rp 1.000, Rp 2.000, Rp 5.000, Rp 10.000, Rp 20.000, Rp 50.000, dan Rp 100.000.
Bahan kertas tersebut membuat uang kertas lebih berisiko untuk ditiru/dipalsukan. Oleh karenanya, BI menerapkan pedoman “dilihat, diraba, dan diterawang” sebagai cara pengamanan cetakan uang kertas yang asli. Mengacu kembali pada situs resmi BI (bi.go.id), pedoman “dilihat” dilakukan dengan melihat tulisan tersembunyi “BI” dari sudut pandang tertentu pada uang kertas.
Pedoman kedua, yakni “diraba”, dilakuakn degan meraba tekstur permukaan tertentu, yang berupa garis di sisi kanan dan kiri uang. Sementara untuk pedoman “diterawang” dilakukan dengan menerawang gambar logo BI yang saling mengisi dan utuh jika lembaran uang kertas diterawang ke arah sumber cahaya.
Lebih lanjut, uang giral sebagai jenis lain dari uang kartal merupakan alat tukar berupa simpanan atau deposito yang berada di bank. Sedangkan uang giral dapat dicetak oleh bank-bank umum lainnya selain BI. Secara umum, bentuknya dapat berupa cek, bilyet, maupun giro yang sifatnya berjangka panjang. Uang giral mempunyai skala keberlakuan yang lemah, tidak seperti uang kartal yang berlaku di semua tempat.
Cek dan giro merupakan bentuk uang giral yang paling jamak digunakan masyarakat. Cek merupakan surat perintah kepada bank untuk membayarkan sejumlah nominal kepada orang lain yang namanya tertera dalam cek tersebut. Kehadiran cek memberikan penggunanya kemudahan untuk tidak membawa membawa uang dalam jumlah besar ke bank bersangkutan.
Sementara giro adalah simpanan dari nasabah baik perseorangan maupun perusahaan berbentuk rekening dalam rupiah atau mata uang asing yang penarikannya dapat dilakukan sewaktu-waktu.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Pegawai Bank BNI Sudirman, Jakarta, mendata dan mengatur uang rupiah yang baru tiba di cash center, Jumat (10/7/2020). Kementerian Keuangan kembali menggulirkan rencana redenominasi rupiah. RUU redenominasi rupiah ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020-2024.
Berdasarkan Nilai Uang
Pembagian jenis uang yang kedua didasarkan pada nilai yang dikandung oleh uang itu sendiri, baik secara intrinsik maupun ekstrinsik. Berdasarkan nilainya ini, jenis uang terbagi atas uang bernilai penuh (full bodied money) dan uang tidak bernilai penuh (representative full bodied money).
Uang bernilai penuh merupakan uang yang nilai ekstrinsiknya – atau bahan dasar/material pembuatannya – sama dengan besaran nominal uang itu sendiri. Sebagai contoh dari uang bernilai penuh ini adalah pecahan uang logam. Uang bernilai penuh tersebut berlaku untuk semua pecahan uang logam, mulai dari Rp100 sampai dengan Rp1.000.
Sementara uang tidak bernilai penuh merupakan jenis uang yang nilai ekstrinsiknya (atau nilai pembuatannya) lebih rendah dari nominalnya. Contoh dari jenis ini adalah adalah seluruh uang kertas, baik dari nominal Rp1.000 sampai dengan Rp100.000. Istilah lain dari uang tidak bernilai penuh adalah uang tertanda atau token money.
Uang Sebagai Simbol Kedaulatan
Pada hakikatnya, uang merupakan simbol kedaulatan negara. Digunakannya mata uang tertentu memberikan makna kehadiran suatu negara, berikut juga dengan kedaulatan negara tersebut untuk berdiri sendiri dan wewenangnya dalam mengatur transaksi yang terjadi di wilayahnya.
Makna ini lantas diusung secara legal melalui konsideran dalam UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Ditegaskan di dalamnya bahwa Indonesia memiliki mata uang sebagai salah satu simbol kedaulatan negara yang harus dihormati dan dibanggakan oleh seluruh warga negara Indonesia.
Dalam tataran demikian, kehadiran ORI menjadi salah satu simbol kesatuan pertama rakyat Indonesia dan bukti keberadaan Indonesia. Hadirnya ORI menyokong kebutuhan negara Indonesia sendiri, baik dalam peran administrasi, pengaturan, dan menjaga kesejahteraan rakyat dalam melawan penjajah.
Berbagai peran tersebut melepaskan ketergantungan Indonesia dari mata uang penjajah dan secara langsung melegitimasi kedaulatan Indonesia. Dengan demikian, mengacu pada artikel akademik Sejarah Oeang Repoeblik Indonesia oleh Nurhajarini, tujuan diciptakannya ORI bukan semata-mata menjadi alat transaksi ekonomi saja, namun juga sebagai atribut negara merdeka dan berdaulat.
Realitas ini kian diperkuat dengan pernyataan Wakil Presiden Pertama Indonesia Mohammad Hatta. Dituliskan oleh Nurhajarini, sehari sebelum diedarkannya ORI pada 30 Oktober 1946, Hatta berpidato di corong RRI Yogyakarta. Dalam pidatonya tersebut, ia mengungkapkan bahwa negara merdeka tidak hanya cukup dengan proklamasi saja, namun juga melalui kepemilikan dan distribusi mata uang sendiri. “Uang sendiri itu adalah tanda kemerdekaan negara,” katanya lantang dalam pidato.
KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN
Dua siswa melihat uang rupiah pecahan Rp 20.000 yang dicek keasliannya dengan menggunakan sinar ultraungu di acara Festival Rupiah Berdaulat Indonesia (FERBI) 2023 di Istora Senayan, Sabtu (19/8/2023). Acara yang diselenggarakan Bank Indonesia (BI) ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya rupiah dalam sejarah Indonesia.
Masyarakat Menjaga Rupiah
Sebagai negara yang masih terus berkembang dan bergerak menuju status negara maju, stabilitas nilai rupiah masih rentan dipengaruhi oleh dinamika global terutama sekali akibat penguatan mata uang asing dan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS di pasar keuangan internasional.
Pada contoh yang paling aktual, Kompas.id (18/10/2023, Depresiasi Rupiah Mulai Senggol Manufaktur) melaporkan bahwa sejumlah industri manufaktur, termasuk makanan, minuman, dan produksi tekstil dalam negeri mengalami dampak pelemahan kurs rupiah terhadap dolar AS. Secara kedaulatan, hal ini memengaruhi posisi rupiah di kancah internasional. Dalam perspektif ekonomi, pelemahan kurs mengurangi daya beli dan permintaan masyarakat di Indonesia.
Arus global memang berdampak signifikan bagi mata uang nasional. Meski begitu, masyarakat dalam negeri bisa secara nyata merwujudkan upaya konkrit untuk menanggulangi kecenderungan buruk yang mengancam nilai tukar rupiah di pasar global. Dalam tataran ini, masyarakat tidak hanya dapat berperan, namun juga menjadi aktor kunci dalam mendorong penguatan nilai tukar rupiah.
Hal yang dapat diupayakan oleh masyarakat Indonesia adalah dengan membeli barang dalam negeri dan menghindari konsumsi barang impor. Selain itu, masyarakat juga sangat direkomendasikan untuk tidak menimbun mata uang asing, terutama dolar, dan menukarkan mata uang asing yang dimiliki dengan rupiah. Masyarakat juga dapat menghindari pekerjaan produksi dengan tujuan ekspor dan tidak memanfaatkan kondisi rupiah yang tengah buruk.
Untuk mendorong partisipasi positif masyarakat terhadap rupiah, negara juga mengambil bagian, salah satunya melalui penyediaan rupiah di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) di Indonesia. Hal ini telah diwujudkan oleh pemerintah lewat kemitraan dengan TNI Angkatan Laut melalui program “Ekspedisi Rupiah Berdaulat 2023”.
Dalam program tersebut, pemerintah memfasilitasi penukaran mata uang koin milik warga dengan uang kertas baru. Terdapat lima pulau yang didatangi, yakni Pulau Batang Dua, Pulau Sofifi, Pulau Bacan, Pulau Taliabu, Pulau Sobes, dan Pulau Obi. Semuanya merupakan daerah terpencil dengan akses yang terbatas. Untuk menjangkau wilayah-wilayah tersebut, tim ekspedisi menggunakan Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Teluk Weda 526.
Di daerah-daerah tersebut, banyak masyarakat yang menyimpan uang koin dalam jumlah yang tidak sedikit. (Kompas.id, 4/2/2023, Menjaga Daulat Rupiah hingga ke Ujung Negeri Rempah). Penukaran uang menjadi angin segar bagi masayrakat yang selama ini terbatas dalam mengakses uang baru dan memberikan fasilitas dukungan bagi mereka untuk memenuhi transaksi harian sembari tetap setia menggunakan rupiah dan tidak beralih ke mata uang asing. (LITBANG KOMPAS)
Referensi
-
Sigalingging, H., Setiawan, E., & Sihaloho, H. D. (2004). Kebijakan Pengedaran Uang Di Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia.
-
Sulistya, A., Budiarto, H., Winarni, Darsono, & Setyaningsih, A. (2010). Sejarah ORI Tahun 1946-1949:Sebuah Studi Koleksi Museum Benteng Vrederburg Yogyakarta. Yogyakarta: Museum Benteng Vrederburg.
-
Kompas.id. (2023, Februari 4). Menjaga Daulat Rupiah hingga ke Ujung Negeri Rempah. Retrieved Oktober 22, 2023, from https://www.kompas.id/baca/metro/2023/02/02/menjaga-rupiah-berdaulat-hingga-ke-ujung-negeri-rempah
-
Kompas.id. (2023, Oktober 18). Depresiasi Rupiah Mulai Senggol Manufaktur. Retrieved Oktober 23, 2023, from https://www.kompas.id/baca/ekonomi/2023/10/17/pelemahan-rupiah-mulai-dirasakan-sektor-industri-manufaktur
-
Kompas. (2023, September 6). Kilas Ekonomi: Indonesia Bentuk Satgas Dorong LCT. Jakarta: Harian Kompas. Hlm 10.
-
Ahmad, A. A. (2022). Dari Mata Uang Kolonial ke Mata Oeang Republik Indonesia. Bihari: Jurnal Pendidikan Sejarah dan Ilmu Sejarah, 24-34.
-
Nurhajarini, D. R. (2006). Sejarah Oeang Repoeblik Indonesia. Jantra, 32-39.
- Bank Indonesia. (2023, Oktober 22). Gambar Uang. Retrieved Oktober 22, 2023, from https://www.bi.go.id/id/rupiah/gambar-uang/Default.aspx
- Kementerian Keuangan. (2023). Sejarah Oeang Republik Indonesia (ORI). Dipetik Oktober 22, 2023, dari kemenkeu.go.id: https://www.kemenkeu.go.id/sejarah-oeang
- Otoritas Jasa Keuangan. (2023, Oktober 22). Rekening Giro. Dipetik Oktober 22, 2023, dari sikapiuangmu.ojk.go.id: https://sikapiuangmu.ojk.go.id/FrontEnd/CMS/Category/122
- Otoritas Jasa Keuangan. (2023, Oktober 22). Ayo bantu pemerintah menguatkan nilai tukar dengan cara sederhana ini! Dipetik Oktober 22, 2023, dari sikapiuangmu.ojk.go.id: https://sikapiuangmu.ojk.go.id/FrontEnd/CMS/Article/10459
- OCBC NISP. (2023, Februari 8). Apa itu Giro? Jenis, Manfaat, Karakteristik & Keuntungannya. Dipetik Oktober 22, 2023, dari ocbcnisp.com: https://www.ocbcnisp.com/id/article/2023/02/08/simpanan-giro-adalah
- OCBC NISP. (2023, Oktober 16). Jenis-Jenis Uang Berdasarkan Lembaga, Bahan, Nilai & Kawasan. Dipetik Oktober 22, 2023, dari ocbcnisp.com: https://www.ocbcnisp.com/id/article/2023/10/16/jenis-jenis-uang
- OCBC NISP. (2022, Desember 30). Uang Logam: Pengertian, Sejarah, Kelebihan & Kekurangannya. Dipetik Oktober 22, 2023, dari ocbcnisp.com: https://www.ocbcnisp.com/id/article/2022/12/30/uang-logam-adalah#:~:text=Nominal%20uang%20logam%20biasanya%20dimulai,ringan%20daripada%20nikel%20dan%20kuningan