Paparan Topik | Perpustakaan

Hari Kunjungan Perpustakaan

Hari Kunjungan Perpustakaan yang diperingati setiap 14 September dimaksudkan untuk mendorong kebiasaan berkunjung ke perpustakaan dan meningkatkan minat baca. Tujuan utamanya adalah memperkuat budaya membaca guna meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

KOMPAS/RIZA FATHONI

Murid-murid TK Al-Azhar Syifa Budi Jatibening, Bekasi, Jawa Barat, berkunjung ke Perpustakaan Daerah Provinsi DKI Jakarta, Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (17/10/2018). Kunjungan ini bertujuan untuk mengenalkan buku dan menumbuhkan semangat membaca sejak dini.

Fakta Singkat

  • Tanggal 14 September diperingati sebagai Hari Kunjungan Perpustakaan.
  • Hari Kunjungan Perpustakaan Nasional mulai diperingati pada tahun 1995.
  • Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, perpustakaan memiliki peran strategis sebagai wahana pembelajaran sepanjang hayat serta sarana rekreasi ilmiah.
  • Berdasarkan sensus perpustakaan pada 2018, jumlah perpustakaan di Indonesia  mencapai angka 164.610 unit.
  • Dari total 164.610 perpustakaan di Indonesia, hanya 6,2 persen atau 10.368 yang telah terakreditasi secara nasional.

Setiap tanggal 14 September, masyarakat Indonesia memperingati Hari Kunjungan Perpustakaan, sebuah momen penting yang diperingati untuk meningkatkan budaya gemar berkunjung ke perpustakaan dan mempromosikan budaya membaca. Melalui hari peringatan ini, diharapkan masyarakat dapat lebih menghargai dan memanfaatkan perpustakaan sebagai sumber pengetahuan yang berharga.

Hari Kunjungan Perpustakaan mulai diperingati pada tahun 1995. Inisitif ini lahir dari sebuah surat yang dikirimkan oleh Kepala Perpustakaan Nasional RI saat itu, Bapak Mastini Hardjoprakoso, kepada Presiden Soeharto pada 11 Agustus 1995, yang berisi usulan untuk menciptakan sebuah hari khusus yang mendorong masyarakat untuk berkunjung ke perpustakaan.

Tujuan utama dari peringatan ini adalah untuk menanamkan kebiasaan berkunjung ke perpustakaan dan memperkuat minat baca, yang merupakan kunci dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Melalui peringatan ini, diharapkan masyarakat dapat lebih mengenal dan memanfaatkan fasilitas perpustakaan yang ada di sekitar mereka, baik untuk membaca, belajar, maupun riset.

Di era digital saat ini, di mana informasi begitu mudah diakses melalui internet, peran perpustakaan masih tetap sangat relevan. Bahkan, di tengah lautan informasi yang sering kali tidak terverifikasi atau kurang akurat, perpustakaan berfungsi sebagai penyeimbang dengan menyediakan sumber-sumber yang terkurasi dan terpercaya.

Perpustakaan menawarkan akses ke koleksi yang mungkin tidak tersedia secara online, termasuk buku-buku langka, jurnal akademik, dan arsip yang penting. Selain itu, perpustakaan juga menyediakan fasilitas yang mendukung kegiatan belajar dan penelitian, serta akses komputer dan internet bagi mereka yang tidak memiliki perangkat sendiri.

Dalam konteks ini, Hari Kunjungan Perpustakaan menjadi momen penting untuk mengingatkan masyarakat akan nilai tambah yang ditawarkan oleh perpustakaan, serta mendorong mereka untuk memanfaatkannya secara maksimal. Dengan demikian, perpustakaan tetap menjadi pusat pengetahuan yang relevan dan berguna, meskipun teknologi informasi terus berkembang pesat.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Murid SD Negeri Serayu mendapat penjelasan dari pustakawan saat mendatangi Perpustakaan Kota Yogyakarta di Kecamatan Gondokusuman, Kota Yogyakarta, Rabu (14/9/2022). Perpustakaan Kota Yogyakarta setiap hari dikunjungi sekitar 150 hingga 200 orang pengunjung. 

Fungsi Perpustakaan

Perpustakaan seringkali dipandang sebelah mata sebagai tumpukan buku yang statis, namun dalam kenyataannya, fungsi perpustakaan jauh melampaui sekadar penyimpanan buku. Menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, disebutkan perpustakaan memiliki peran strategis sebagai wahana pembelajaran sepanjang hayat serta sarana rekreasi ilmiah. Dalam konteks pembangunan bangsa, perpustakaan berperan sebagai penggerak utama dalam mencerdaskan masyarakat, mendukung daya saing, dan pelestarian budaya.

Sebagai sistem informasi, perpustakaan tidak hanya mengumpulkan, mengolah, dan menyebarluaskan informasi, tetapi juga melaksanakan pelestarian serta penyajian pengetahuan. Fungsi ini menjadi semakin relevan di era digital saat ini, di mana informasi berlimpah namun sering kali tidak terstruktur dengan baik. Perpustakaan berfungsi sebagai pusat informasi yang menyajikan pengetahuan dan riset yang teruji serta terorganisir.

Dalam perspektif yang lebih luas, perpustakaan berkontribusi pada pengembangan komunitas dan pendidikan. Seperti yang disampaikan oleh Sufiet Erlita, Manajer Layanan Data dan Informasi di The Center for International Forestry Research (Cifor) and World Agroforestry (ICRAF), perpustakaan memainkan peran penting dalam proyek penelitian. Pustakawan menjadi mitra setara dalam merancang pengembangan data, yang menegaskan bahwa perpustakaan bukan hanya tempat penyimpanan informasi tetapi juga pusat inovasi (Kompas, 26/9/2022).

Bekunjung ke perpustakaan pun memiliki banyak manfaat. Bagi anak-anak, berbagai penelitian menunjukan bahwa kunjungan ke perpustakaan sejak usia dini memberikan manfaat yang sangat besar. Buku memiliki peran krusial dalam perkembangan kognitif dan imajinasi anak, memungkinkan mereka menjelajahi dunia nyata dan imajiner, serta memahami berbagai perspektif dan budaya.

Di sisi lain, dengan memanfaatkan perpustakaan, orang tua dapat memperkenalkan anak-anak pada ragam buku, anak-anak bisa mengeksplorasi buku favorit mereka, tanpa harus mengeluarkan biaya tambahan.

Lebih dari itu, perpustakaan juga menawarkan kesempatan untuk terhubung dengan sesama dan berkomunitas. Banyak perpustakaan yang merencanakan sejumlah acara setiap bulan, mulai dari launching buku hingga kelompok diskusi. Acara-acara ini bisa membantu orang membangun hubungan sosial dan jaringan dengan orang-orang yang memiliki minat sama.  Interaksi sosial inilah yang berpotensi melahirkan pertukaran informasi dan cara pandang terhadap permasalahan dan kehidupan. 

Di daerah dengan akses internet terbatas, bisa jadi perpustakaan menjadi salah satu dari sedikit tempat publik yang menawarkan Wi-Fi gratis, bahkan komputer yang bisa digunakan untuk mengerjakan tugas maupaun bekerja.

Dengan berbagai fungsi dan manfaat tersebut, jelas bahwa perpustakaan lebih dari sekadar tempat menyimpan buku. Perpustakaan juga adalah jantung komunitas yang berfungsi untuk mendukung pendidikan, melestarikan budaya, dan membangun konektivitas sosial. Maka, penting untuk memanfaatkan keberadaan perpustakaan secara maksimal, tidak hanya sebagai tempat mencari informasi, tetapi juga sebagai ruang yang memfasilitasi pembelajaran dan interaksi sosial.

KOMPAS/RIZA FATHONI 

Suasana ruangan Pusat Jasa Perpustakaan dan Informasi di Perpustakaan Nasional RI, Jakarta, Kamis (27/4/2023). Pengunjung Perpusnas meningkat saat hari pertama pembukaan pelayanan setelah cuti bersama libur Lebaran. Selain itu anak-anak sekolah yang masih libur juga menjadi salah satu faktor tingginya kunjungan ke Perpusnas. 

Budaya Berkunjung ke Perpustakaan

Berdasarkan sensus perpustakaan pada 2018, jumlah perpustakaan di Indonesia  mencapai angka 164.610 unit,  yang tediri dari perpustakaan sekolah, perguruan tinggi, dan umum. Indonesia pun tercatat menjadi salah satu negara yang memiliki perpustakaan terbanyak di dunia, hanya kalah dari India.

Secara kuantitatif, jumlah perpustakaan di Indonesia lebih unggul dari Amerika Serikat dalam hal kuantitas perpustakaan. Menurut American Library Association (ALA), per 3 Mei 2023, jumlah perpustakaan di Amerika Serikat sebanyak 123.627 perpustakaan.

Sayangnya, di Indonesia keberadaan perpustakaan masih belum dimanfaatkan secara optimal. Pada praktiknya, minat untuk mengunjungi perpustakaan masih kurang. Hal ini terekam dalam jajak pendapat Kompas pada Agustus 2022 terkait minat masyarakat mengunjungi perpustakaan daerah.

Berdasarkan jajak pendapat Kompas yang memperlihatkan 90,1 persen responden menyatakan keberadaan perpustakaan daerah penting untuk memfasilitasi kebutuhan literasi masyarakat. Meski demikian, hanya sekitar 29,5 persen responden mengaku pernah berkunjung ke perpustakaan daerah. Sementara 39,5 persen responden mengaku tidak pernah berkunjung. Lebih memprihatinkan lagi, ada 31 persen responden yang tidak tahu keberadaan perpustakaan daerah di wilayahnya (Kompas, 21/9/2022).

Intensitas mereka yang mengaku pernah berkunjung ke perpustakaan daerah pun cenderung sangat jarang. Hal ini diakui separuh dari responden (52,2 persen) yang sangat jarang mengunjungi perpustakaan daerah, bahkan belum tentu sebulan sekali. Sekitar 31,5 persen mengaku berkunjung sekitar sebulan sekali. Hanya sekitar 16,2 persen responden mengatakan sering mengunjungi perpustakaan daerah.

Senada dengan data jajak pendapat Litbang Kompas,  hasil Susenas Modul Sosial, Budaya, dan Pendidikan (MSBP) 2021 mencatat, hanya sebagian kecil (12,15 persen) siswa/mahasiswa yang mengunjungi perpustakaan dalam tiga bulan terakhir. Baru 7,3 persen siswa SD dan 12,9 persen siswa SMP yang mengunjungi perpustakaan.

KOMPAS/PRIYOMBODO 

Suasana di Perpustakaan Nasional Jakarta, yang. ramai pengunjung, Jumat (27/5/2022). Mahasiswa saat ini dihadapkan pada dilema menggunakan uang kiriman orang tuanya untuk membeli kuota internet atau untuk membeli buku.

Rendahnya minat masyarakat untuk mengunjungi perpustakaan tampak berkaitan erat dengan rendahnya Indeks Aktivitas Literasi Membaca (Alibaca). Secara nasional, Indeks Alibaca masyarakat Indonesia sebesar 37,32 yang diukur dari empat dimensi juga masih tergolong kategori rendah.

Dari empat dimensi yang membentuk Indeks Alibaca tersebut, capaian dua dimensi masih rendah. Dimensi budaya dengan poin 28,5 dan dimensi akses dengan poin 23,09.

Rendahnya angka indeks pada dimensi akses dan dimensi budaya menunjukkan perlunya perhatian terhadap dua dimensi ini untuk ditingkatkan. Perpustakaan dan buku atau bahan bacaan menjadi fokus kedua dimensi tersebut.

Jika dilihat dari indikator pembentuk dimensi budaya, tampak ada tiga indikator yang capaiannya termasuk kategori rendah dan sangat rendah, yaitu membaca berita/artikel media elektronik (22,05/ kategori rendah), mengunjungi perpustakaan (22,77/ kategori rendah), dan memanfaatkan taman bacaan (1,03/ kategori sangat rendah).

INFOGRAFIK: ALBERTUS ERWIN SUSANTO

Pelayanan Perpustakaan

Rendahnya kunjungan ke perpustakaan bisa jadi karena faktor kondisi perpustakaan dan pengelolaannya yang kurang baik. Misalnya, tidak semua perpustakaan memiliki fasilitas lengkap, pengelolaan dan pelayanan yang kurang optimal, serta koleksi buku yang tidak memadai. Semua ini berdampak negatif pada minat baca masyarakat.

Berdasarkan data Indeks Alibaca, banyak perpustakaan, khususnya di tingkat sekolah dan daerah, mengalami pengelolaan yang kurang memadai. Perpustakaan sekolah, misalnya, mendapatkan skor rendah yaitu 24,06 untuk kondisi perpustakaan dan 14,34 untuk kualitas pengelolaannya. Perpustakaan komunitas, bahkan, mendapatkan skor yang lebih rendah, yakni 8,34 (Kompas, 18/10/2021).

Dari total 164.610 perpustakaan di Indonesia, hanya 6,2 persen atau 10.368 yang telah terakreditasi secara nasional. Sementara, sisanya, yakni 93,8 persen, belum terakreditasi. Meskipun anggaran untuk akreditasi perpustakaan tersedia melalui 20 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk pendidikan, kebijakan penganggaran belum sepenuhnya memprioritaskan literasi (Kompas, 12/4/2024).

Masalah lainnya yang membuat orang malas ke perpustakaan adalah koleksi buku yang tidak update dan tidak mencerminkan kebutuhan masyarakat. Selama ini masih banyak ditemukan pemustaka mengeluhkan ketidaktersediaan buku yang mereka cari saat mengunjungi perpustakaan. Proses pengadaan buku yang rumit dan birokrasi yang panjang menjadi salah satu penyebab utama.

INFOGRAFIK: ALBERTUS ERWIN SUSANTO

Menurut data dari Perpustakaan Nasional, rasio koleksi buku di perpustakaan daerah terhadap jumlah penduduk di Indonesia adalah 1:90, artinya satu buku harus dibagikan kepada 90 orang. Rasio ini jauh dari standar ideal UNESCO yang merekomendasikan satu buku untuk setiap tiga orang.

Fasilitas di banyak perpustakaan, terutama di daerah, sering kali juga berada dalam kondisi memprihatinkan. Kursi, rak buku, meja baca, dan fasilitas internet sering mengalami kerusakan atau memiliki koneksi yang sangat lambat. Kondisi ini tentunya mengurangi kenyamanan pengunjung dan dapat menjadi salah satu faktor rendahnya kunjungan ke perpustakaan.

Masalah lain yang tidak kalah penting adalah kekurangan sumber daya manusia. Indonesia kekurangan sekitar 439.680 pustakawan di berbagai jenis perpustakaan, baik umum, khusus, sekolah, maupun perguruan tinggi. Kepala Perpustakaan Nasional, Muhammad Syarif Bando, menyatakan bahwa kekurangan ini mempengaruhi kemampuan perpustakaan dalam mengoptimalkan fungsi mereka untuk meningkatkan literasi masyarakat (Kompas, 4/4/2023). Dari pustakawan yang ada saat ini pun belum semuanya mengantongi sertifikat kompetensi.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Pengunjung membaca buku koleksi Perpustakaan Nasional RI di Jakarta, Jumat (27/5/2022). Membaca buku dapat menjadi detoks gawai.

Mendorong Kunjungan Perpustakaan

Untuk meningkatkan minat masyarakat dalam mengunjungi perpustakaan, perbaikan kualitas fasilitas dan pengelolaan adalah langkah awal yang krusial. Perpustakaan perlu memperbarui infrastruktur, seperti kursi, meja baca, dan fasilitas internet, serta meningkatkan pelatihan untuk pustakawan agar layanan menjadi lebih profesional dan menyenangkan. Infrastruktur yang baik dan pelayanan yang optimal dapat menciptakan pengalaman yang nyaman bagi pengunjung.

Selain itu, pembaruan koleksi buku dan sumber bacaan sangat penting untuk menarik minat pengunjung. Perpustakaan harus secara rutin menambah koleksi buku terbaru dan diversifikasi sumber informasi, termasuk e-books dan jurnal akademik. Dengan koleksi yang bervariasi dan up-to-date, perpustakaan dapat memenuhi kebutuhan informasi berbagai kalangan masyarakat.

Menyediakan akses internet dan komputer, terutama di daerah dengan keterbatasan teknologi, juga merupakan langkah strategis. Perpustakaan dapat menjadi tempat penting bagi mereka yang membutuhkan fasilitas digital, seperti Wi-Fi gratis dan perangkat komputer, untuk belajar atau bekerja. Selain itu, meningkatkan promosi dan kampanye literasi melalui media sosial dan kerjasama dengan sekolah dapat membantu menarik lebih banyak pengunjung.

Program-program menarik seperti acara launching buku, diskusi, dan kegiatan untuk anak-anak serta remaja dapat meningkatkan daya tarik perpustakaan. Melibatkan komunitas lokal dan lembaga pendidikan dalam program ini juga bisa memperkuat hubungan dengan masyarakat. Dukungan dari pemerintah dan sektor swasta dalam hal pendanaan dan akreditasi perpustakaan akan mendukung upaya-upaya ini untuk menjadikan perpustakaan sebagai pusat pengetahuan yang relevan dan bermanfaat.

Berbagai upaya dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, khususnya Dinas Perpustakaan dan Kearsipan DKI, dalam rangka menjadikan perpustakaan Jakarta sebagai magnet pemustaka dan meningkatkan tingkat kegemaran membaca masyarakat, bisa menjadi contoh.

Inovasi yang terus dikembangkan oleh Dispusip DKI Jakarta, antara lain, ialah pemanfaatan buku dengan memudahkan akses buku secara masif untuk masyarakat melalui platform digital seperti platform i-JAKARTA, spot baca digital, serta pengembangan sistem aplikasi Jaklitera 2023 (Kompas, 25/5/2024).

Selain itu, Pemprov DKI Jakarta juga telah melaksanakan kegiatan Baca Jakarta, Inisiatif Keluarga Ringkas Aksara (IKRA), perpustakaan keliling, mengadakan Festival Literasi yang berkolaborasi dengan komunitas-komunitas literasi Jakarta, serta workshop membaca untuk menumbuhkan minat dan motivasi siswa dalam membaca.

Adapun program Perpustakaan Keliling yang digagas Dispusip DKI Jakarta juga semakin diminati masyarakat. Tercatat sebanyak 22.747 pengunjung memanfaatkan layanan Perpustakaan Keliling selama tahun 2023.

Untuk menjaring masyarakat memanfaatkan layanan Perpustakaan Keliling, Dispusip DKI Jakarta menyediakan koleksi-koleksi yang didominasi bacaan anak di luar pelajaran sekolah. Selain itu, pengemudi armada Perpustakaan Keliling juga dibekali kemampuan untuk bisa mendongeng serta memperkenalkan berbagai jenis buku yang disediakan.

Upaya-upaya ini telah menunjukkan hasil yang positif. Tingkat kegemaran membaca di Jakarta mengalami kenaikan dari skor 72,36 pada tahun 2022 menjadi 72,68 pada tahun 2023. Selain itu, jumlah kunjungan ke Perpustakaan Jakarta pada Juli-September 2023 mencapai 91.981 orang. Peningkatan ini menunjukkan bahwa inovasi dan program-program yang dilakukan telah berhasil menarik minat masyarakat dan meningkatkan penggunaan perpustakaan sebagai pusat pengetahuan dan literasi. (LITBANG KOMPAS)

Referensi

Arsip Kompas
  • “Perluasan Akses Perpustakaan ke Desa-desa,” Kompas, 26 Februari 2020.
  • “Ketika Perpustakaan Dianggap Mulai Tak Relevan…” Kompas, 18 Agustus 2022.
  • “Perpustakaan Tak Sekadar Tempat Membaca,” Kompas, 26 September 2022.
  • “Inovasi Perpustakaan Sekolah Mendongkrak Literasi,” Kompas, 27 Januari 2023.
  • “Indonesia Kekurangan Hampir Setengah Juta Pustakawan,” Kompas, 4 April 2023.
  • “Mengurai Benang Kusut Krisis Literasi,” Kompas, 12 April 2023.
  • “Mengawal Transformasi Perpustakaan,” Kompas, 19 Mei 2023.
  • “Optimalnya Peran Perpustakaan untuk Menumbuhkan Literasi,” Kompas, 20 Mei 2023.
  • “Inovasi Perpustakaan Mendongkrak Minat Baca Warga Jakarta,” Kompas, 25 Mei 2024.
Internet