Paparan Topik

Hari Air Sedunia: Momentum Menyelamatkan Air Bersih

Hari Air Sedunia 2024 mengangkat tema “Air untuk Perdamaian” (Water for Peace). Tema ini menyoroti peran penting air mewujudkan stabilitas dan kesejahteraan global.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Warga menikmati kejernihan air di mata air Umbul Manten, Desa Sidowayah, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Rabu (21/3/2018). Kabupaten Klaten memiliki sedikitnya 168 mata air. Jumlah tersebut terus berkurang antara lain karena laju pembangunan yang mengakibatkan semakin sedikitnya daerah resapan. Untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pelestarian serta pengelolaan mata air yang berkelanjutan setiap tanggal 22 Maret diperingati sebagai Hari Air Sedunia.

Fakta Singkat

Hari Air Sedunia

  • Tanggal 22 Maret diperingati sebagai Hari Air Sedunia atau World Water Day.
  • Peringatan ini diinisiasi pertama kali pada 1992 dalam Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Lingkungan dan Pembangunan (UNCED) di Rio de Janeiro, Brazil, dan mulai diperingati pada 1993.
  • Hari Air Sedunia 2024 mengangkat tema “Water for Peace/Air untuk Perdamaian”, menekankan peran penting air mewujudkan stabilitas dan kesejahteraan global.
  • Dari total air di Bumi, hanya air tawar (2,5 persen) yang diperuntukkan untuk kegiatan manusia. Dari air tawar itu, hanya air permukaan (1,2 persen) dan air tanah (30,1 persen) yang dapat digunakan. Sisanya tersimpan dalam gletser dan bongkahan es (68,7 persen).
  • Secara global, sekitar 4 miliar orang atau dua pertiga penduduk dunia, sebagian besar tinggal di negara miskin, masih kekurangan air bersih.
  • Di Indonesia, sekitar 18 juta penduduk masih kekurangan akses terhadap air bersih dan hampir 20 juta jiwa memiliki akses terbatas untuk menjangkau sanitasi yang baik.
  • Indonesia termasuk dalam negara yang diproyeksikan akan menghadapi risiko kelangkaan air tinggi pada 2040.

 

Air adalah sumber daya yang amat mendasar. Air menjadi fondasi kehidupan semua makhluk hidup di semua tingkatan, dari sel individu hingga keseluruhan ekosistem.

Khususnya bagi manusia, air dibutuhkan dalam mendukung seluruh kegiatan kehidupan, seperti minum, memasak, mandi, dan mencuci. Air juga penting untuk pertanian, produksi pangan, transportasi, industri, hingga rekreasi.

Secara historis, sejak zaman dahulu hingga sekarang, banyak peradaban besar tumbuh karena kedekatan dengan sumber daya yang berharga ini, Peradaban-peradaban ini berkembang di tepian sungai dan di tanah dataran banjir yang subur. Sungai Tigris dan Eufrat yang membesarkan kerajaan Sumeria, Asiria, dan Babilonia; Sungai Nil yang membesarkan kerajaan Mesir; hingga Sungai Indus, Biru, dan Kuning di India dan Tiongkok—menjadi bukti nyata lahirnya peradaban besar dunia yang dipengaruhi oleh keberadaan air.

Namun, seiring pertumbuhan penduduk yang pesat, urbanisasi, pembangunan ekonomi, dan perubahan iklim, tekanan terhadap sumber daya air, khususnya air bersih di bumi, semakin meningkat.

Sadar akan hal itu, setiap tanggal 22 Maret masyarakat internasional memperingati Hari Air Sedunia atau World Water Day. Peringatan ini diinisiasi pada 1992 dalam Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Lingkungan dan Pembangunan (UNCED) di Rio de Janeiro, Brazil. Pada pertemuan itu, kebutuhan untuk menyoroti pentingnya sumber daya alam yang berharga ini diakui.

Majelis Umum PBB kemudian menyetujui usulan tersebut dengan mengadopsi resolusi A/RES/47/193 pada 22 Desember 1992 dalam sidang pelno ke-93 tentang Peringatan Hari Dunia untuk Air. Resolusi tersebut mendeklarasikan bahwa tanggal 22 Maret setiap tahunnya didedikasikan sebagai Hari Air Sedunia. Peringatan ini mulai diperingati pada 1993.

Sejak itu, Hari Air Sedunia diperingati setiap tahun sebagai pengingat untuk menggelorakan semangat pelestarian sumber air bersih yang berkelanjutan. Juga menjadi kampanye untuk mendorong tindakan dalam mengatasi krisis air global.

KOMPAS/DEFRI WERDIONO

Anak-anak SD bersiap mencuci dandang atau periuk yang mereka gendong dalam prosesi ritual ‘Nadah Banyu Ngumbah Dandang’ yang digelar oleh tokoh masyarakat dan budaya Desa Songgokerto, Kecamatan Batu, Kota Batu, Jawa Timur, Selasa (22/3/2022). Ritual digelar untuk memeringati Hari Air Se-Dunia, sekaligus bentuk penghormatan dan pelestarian sumber air. Kegiatan ini juga bagian dalam menyambut Bulan Ramadhan yang akan tiba sebentar lagi.

Tema Hari Air Sedunia 2024

Setiap tahun, terdapat tema khusus untuk memperingati Hari Air Sedunia. Untuk tahun 2024, merujuk laman unwater.org, tema yang diangkat adalah “Water for Peace” (Air untuk Perdamaian).

Tema tersebut menekankan peran penting air mewujudkan stabilitas dan kesejahteraan global. Hal ini sangat penting karena kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, sistem pangan dan energi, produktivitas ekonomi dan integritas lingkungan semuanya bergantung pada berfungsinya siklus air yang baik dan adil.

Menurut PBB, air dapat mendatangkan kesejahteraan dan menjadi alat perdamaian ketika masyarakat dan negara bekerja sama dalam memanfaatkan sumber daya bersama yang berharga ini.  

Di sisi lain, air juga dapat menimbulkan ketegangan dan memperparah konflik. Hal ini dapat terjadi ketika air langka atau tercemar, atau ketika masyarakat mengalami kesulitan mengakses karena air tidak didistribusikan secara tidak adil. 

Dalam konteks ini, Hari Air Sedunia 2024 mendorong seluruh masyarakat dan negara untuk bersama-sama bekerja menuju akses terhadap air yang adil dan penggunaan yang berkelanjutan. Kerja sama semua pihak sangat dibutuhkan agar air dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat di seluruh dunia, menciptakan kesejahteraan dan memperkuat ketahanan terhadap tantangan.

KOMPAS/AMBROSIUS HARTO

Pegiat literasi sejarah dari Begandring Soerabaia berpose dengan pakaian model masa Hindia-Belanda saat kegiatan Subtrack di Sluis Wonokromo, bagian dari kompleks Pintu Air Wonokromo, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (19/3/2023). Kegiatan juga untuk menyambut peringatan Hari Air pada 22 Maret. Prasarana pengairan itu dibangun di masa Hindia-Belanda dalam kurun 1865-1889 untuk pengendali banjir Kali Surabaya, penyedia air baku dari Kali Surabaya, penahan intrusi air laut dari Selat Madura, dan jalur transportasi untuk perahu.

Hak atas Air

Begitu pentingnya peranan air dalam kehidupan manusia membuat akses terhadap air khususnya air bersih menjadi hak dasar manusia yang harus dipenuhi. Hak atas air tidak bisa dipisahkan dalam kaitannya “hak atas standar kehidupan yang layak” karena air merupakan salah satu syarat penting untuk bertahan hidup.

Hukum hak asasi manusia internasional mewajibkan setiap negara untuk berupaya mencapai akses universal terhadap air dan sanitasi bagi semua orang, tanpa diskriminasi apa pun, dan pada saat yang sama memprioritaskan mereka yang paling membutuhkan. 

Unsur-unsur kunci dari hak atas air diuraikan dalam Lembaran Fakta No. 35 yang dikeluarkan Kantor Komisi Tinggi HAM PBB pada tahun 2010, di antaranya:

  • Ketersediaan

Pasokan aiar untuk setiap orang harus cukup dan berkesinambungan untuk menutupi penggunaan pribadi dan domestik, yang terdiri dari air untuk minum, mencuci pakaian, persiapan makanan, serta kebersihan pribadi dan rumah tangga.

  • Aksesibilitas

Fasilitas air dan sanitasi harus dapat diakses secara fisik dan aman dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, dengan mempertimbangkan kebutuhan kelompok tertentu, termasuk penyandang disabilitas, perempuan, anak-anak dan orang lanjut usia. Tanpa adanya akses terhadap air, maka banyak orang bisa dipastikan mengalami krisis dan kesulitan untuk melanjutkan hidup.

  • Keterjangkauan

Layanan air harus terjangkau oleh semua orang. Tidak ada individu atau kelompok yang boleh ditolak aksesnya terhadap air minum yang aman karena mereka tidak mampu membayar.

  • Mutu dan keamanan

Air untuk keperluan pribadi dan domestik harus aman dan bebas dari mikroorganisme, zat kimia dan bahaya radiologi yang merupakan ancaman terhadap kesehatan seseorang. Air juga harus bebas dari bau, warna dan rasa untuk memastikan bahwa orang tidak akan memakai air tercemar yang mungkin dapat terlihat lebih menarik. Persyaratan ini berlaku untuk semua sumber penyediaan air, termasuk air pipa, tanker, vendor menyediakan air dan sumur yang dilindungi.

  • Akseptabilitas

Semua fasilitas air dan sanitasi harus dapat diterima dan sesuai secara budaya, serta peka terhadap persyaratan gender, siklus hidup, dan privasi.

Secara khusus di Indonesia, jaminan hak atas air bagi seluruh rakyat tertuang dalam pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan: bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Penegasan hak atas air dalam konstitusi adalah bentuk pengakuan bahwa air menjadi hajat hidup orang banyak. Adapun penguasaan oleh negara, bukan berarti hak milik, melainkan untuk melindungi tujuan “untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Negara memiliki kewajiban untuk menjamin bahwa sumber daya air membawa keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh warga negara Indonesia, membatasi pengelolaan serta pemanfaatan air hanya untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Mahasiswa Universitas Surabaya berkampanye untuk menjaga sungai dalam rangka memperingati Hari Air Sedunia di sekitar Jembatan Sawunggaling, Kota Surabaya, Jawa Timur, Senin (21/3/2022). Kampanye tersebut dilakukan untuk merespon fakta bahwa pencemaran di sungai sebagian besar adalahmerupakan limbah rumah tangga. Untuk menarik perhatian, kampanye juga menghadirkan mahasiswa berkostum aquaman.

Kondisi Sumber Daya Air

Air adalah sumber daya yang paling melimpah di bumi. Lebih dari 70 persen planet bumi diselimuti air sehingga dijuluki sebagai planet biru. Secara alamiah pun, keberadaan air ini tidak akan habis karena adanya sebuah siklus yang terjadi secara alami, yakni siklus hidrologi.

Sayangnya, tidak semua air tersebut dapat digunakan. Dari total air di bumi, mayoritas (96,5 persen) adalah air laut. Sisanya adalah saline water (0,9 persen) dan air tawar (2,5 persen). Dari semua itu, hanya air tawar yang diperuntukkan untuk kegiatan manusia. Dari air tawar itu, hanya air permukaan (1,2 persen) dan air tanah (30,1 persen) yang dapat digunakan. Sisanya tersimpan dalam gletser dan bongkahan es (68,7 persen).

Dengan demikian, sumber daya air yang dapat digunakan sangat terbatas. Padahal, kebutuhan terhadap air terus mengalami peningkatan sejalan dengan pertumbuhan penduduk, perkembangan ekonomi dan juga pola konsumsi manusia yang terus berubah. 

Selama satu abad terakhir, permintaan air global telah meningkat sebanyak 600 persen. Pada 2050, jumlah penduduk bumi diperkirakan bertambah menjadi 9,4 miliar sampai 10,2 miliar jiwa. Dengan pertambahan tersebut, kebutuhan air diperkirakan meningkat 20 persen dari 4.600 kilometer kubik menjadi 5.500 sampai 5.000 kilometer kubik (“Darurat Ancaman Krisis Air Dunia”, Kompas, 19 Agustus 2021).

Masalahnya, saat ini, sumber daya air yang dapat digunakan kondisinya cenderung terus menurun karena pengelolaan air yang buruk, pencemaran, dan kerusakan lingkungan. Permasalahan seputar sumber daya air diperkirakan akan menjadi lebih serius akibat perubahan iklim dan pemanasan global yang saat ini sedang terjadi.

Dalam laporan Panel Antar-pemerintah tentang Perubahan Iklim (IPPC) 2018, para ilmuan mengatakan bahwa air tanah yang tersimpan di akuifer, yang menyediakan 36 persen air bagi kebutuhan domestik manusia, sangat sensitif terhadap perubahan iklim.  

Merujuk artikel riset Kompas (7/3/2024), berdasarkan penelitian berjudul “Rapid Groundwater Decline and Some Cases of Recovery in Aquifers Globally” oleh Scott Jasechko dan sejumlah peneliti lain, terungkap fakta mengejutkan bahwa setiap tahun air tanah berkurang lebih dari 50 sentimeter. Penurunan tersebut makin cepat hingga 30 persen selama empat dekade terakhir.

Penelitian itu dilakukan terhadap 170.000 sumur dan 1.693 sistem penyimpanan air tanah secara kewilayahan (akuifer) di seluruh dunia. Pengamatan tinggi muka air tanah dilakukan secara berkala selama delapan tahun di total 40 negara yang mewakili semua ekosistem Bumi, mulai dari wilayah gurun hingga tropis.

Wilayah pengeringan air tanah terjadi di seluruh pusat-pusat konsentrasi penduduk. Setidaknya ada delapan area yang air tanahnya mengering. Terdiri dari Amerika Serikat, sisi selatan Amerika Latin (Chile dan Argentina), sisi selatan Eropa (Perancis, Spanyol, Jerman, dan sekitarnya), Afrika Selatan, Timur Tengah (Irak, Iran, Arab Saudi, dan sekitarnya), India, sisi timur China dan Taiwan, dan sisi timur Australia.

Fenomena menipisnya air tanah di dunia itu menjadi pertanda bahaya bagi peradaban manusia. Sebab, kebutuhan air tawar dari air tanah terus meningkat. Sementara, hingga saat ini, belum ditemukan teknologi yang mampu mengelola air asin menjadi air tawar secara ekonomis. Biaya teknologi untuk menurunkan salinitas air laut masih terlalu mahal. Dengan demikian, akan semakin banyak kehidupan manusia yang kian sulit karena minimnya ketersediaan air tanah.

Grafik:

 

INFOGRAFIK: ALBERTUS ERWIN SUSANTO

Dampak Krisis Air

Krisis air didefinisikan sebagai kekurangan air atau kurangnya pasokan air yang aman. Krisis air akan berdampak pada terganggunya berbagai sektor kehidupan. Sebab, air bukanlah sumber daya yang berdiri sendiri. Air terkait dengan ketahanan pangan, keamanan ekonomi, kesehatan, dan kelangsungan layanan publik penting lainnya.

Secara global, berdasarkan data PBB, sekitar 4 miliar orang atau dua pertiga penduduk dunia, sebagian besar tinggal di negara miskin, masih kekurangan air bersih. Dari manusia sebanyak itu, sebagian di antaranya harus merasakan sulitnya mendapatkan air bersih setidaknya minimal 1 bulan dalam setahun. Bahkan, yang lebih parah lagi terdapat 500 juta orang yang harus mengalami kekurangan air bersih selama setahun penuh (“8 Miliar Penduduk Bumi dan Ancaman Krisis Air Bersih”, Kompas, 15 November 2022).

Perempuan dan anak-anak adalah kelompok yang paling rentan terkena dampak krisis air. Sebab, di sejumlah negara, karena adanya ketidaksetaraan gender, sering kali merekalah yang bertanggung jawab mengumpulkan air.

Berdasarkan laporan Badan PBB untuk pemberdayaan Perempuan (UN Women), perempuan di Afrika Sub-Sahara secara kolektif menghabiskan sekitar 40 miliar jam per tahun untuk mengumpulkan air. Per minggu, perempuan di Guinea mengumpulkan air selama 5,7 jam, dibandingkan dengan laki-laki yang menghabiskan 2,3 jam; di Sierra Leone perempuan menghabiskan 7,3 jam dibandingkan laki-laki yang menghabiskan 4,5 jam; dan di Malawi angkanya 9,1 berbanding 1,1 jam. 

Grafik:

 

INFOGRAFIK: ALBERTUS ERWIN SUSANTO

Banyaknya waktu yang hilang karena mengambil air berdampak signifikan terhadap peluang kerja bagi perempuan dan membuat banyak anak putus sekolah. Tanpa anak-anak yang dapat meningkatkan pendidikannya, siklus kemiskinan seringkali berlanjut dari generasi ke generasi.

Krisis air yang sedang berlangsung juga berdampak negatif terhadap kesehatan masyarakat. Karena kurangnya akses terhadap air bersih, penyakit yang ditularkan melalui air seperti kolera, demam tifoid, polio, hepatitis A, dan diare menyebabkan sekitar dan 3,4 juta kematian di seluruh dunia setiap tahunnya.

Pada saat yang sama, karena kelangkaan air membuat pertanian menjadi lebih sulit. Pertanian adalah sektor yang paling banyak membutuhkan air. Hal ini tentu akan berdampak pada akses masyarakat terhadap pangan semakin terancam. 

Masyarakat yang rawan pangan dapat menghadapi kelaparan akut dan kronis. Menurut Save the Children, hampir setengah dari 57 juta orang yang hidup di dunia berada pada tingkat krisis kerawanan pangan akut karena peristiwa cuaca ekstrem. Anak-anak berisiko mengalami kondisi yang disebabkan oleh kekurangan gizi, seperti stunting dan wasting, serta penyakit kronis akibat pola makan yang buruk.

Pentingnya air sebagai sumber daya menyebabkan ketidakamanan terkait air dapat dengan mudah memperburuk ketegangan dan perselisihan di dalam dan antarnegara. Berdasarkan laporan Forum Ekonomi Dunia (WEF), pada 2017 saja, air merupakan faktor utama konflik setidaknya di 45 negara. Di sisi lain, kekurangan air telah memicu terjadinya migrasi besar-besaran di beberapa wilayah. 

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Yayo mencoba keberuntungan dengan menjala ikan di ruas Kanal Timur sebelah utara Pintu Air WEIR-3 di kawasan Marunda, Cilincing, Jakarta Utara, yang permukaan airnya ditutupi busa limbah, Jumat (4/6/2021). Pada peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2021 yang jatuh pada 5 Juni, akan diluncurkan Dekade Restorasi Ekosistem PBB 2021-2030 yang isinya antara lain memulihkan ekosistem yang telah hancur dan meningkatkan pasokan air.

Kondisi Indonesia

Mengacu proyeksi kelangkaan air oleh World Resource Institute (WRI), Indonesia juga termasuk dalam negara yang diproyeksikan akan menghadapi risiko kelangkaan air tinggi (skor 3 – 5) pada 2040. Dengan skor 3,26, Indonesia menempati peringkat ke-51 negara dengan kelangkaan air tertinggi.

Padahal, menurut Badan untuk Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID), Indonesia seharusnya tidak dalam kondisi kekurangan air karena memiliki sumber air terbarukan yang signifikan. Hal ini didukung dengan potensi Indonesia yang memiliki 5.700 sungai dan 421 cekungan air tanah. Namun, nyatanya ribuan sungai dan ratusan air tanah yang ada ini tidak bisa membuat Indonesia terlepas dari krisis air.

Banyak wilayah diprediksi akan mengalami kelangkaan air pada tahun-tahun mendatang, karena buruknya pengelolaan saat ini dan perubahan ekologi yang disebabkan pemanasan global.

Berdasarkan Kajian Lingkungan Hidup Strategis Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang disusun Bappenas tahun 2019, Pulau Jawa merupakan salah satu wilayah yang paling rentan mengalami kelangkaan air. Pulau terpadat di Indonesia itu, yang menampung hampir 60 persen penduduk, diperkirakan akan mengalami krisis air pada 2040. Krisis air juga diperkirakan terjadi di Bali dan Nusa Tenggara.

Secara kualitas, sumber daya air Indonesia juga tergolong masih belum layak. Buruknya kualitas air di Indonesia dipengaruhi oleh konsumsi air yang berlebih, terbatasnya sumber air bersih, pencemaran limbah rumah tangga, dan kegiatan industri. 

Menurut indeks kualitas lingkungan hidup nasional yang dipublikasikan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), parameter kualitas air belum memenuhi target nasional. Target yang ditetapkan 55,3, sedangkan nilai indeks kualitas air saat ini masih 53,88 (2022). Skor diperoleh dari 7.331 lokasi pemantauan kualitas air.

Saat ini, sekitar 18 juta penduduk Indonesia kekurangan akses terhadap air bersih dan hampir 20 juta jiwa memiliki akses terbatas untuk menjangkau sanitasi yang baik (“Mempertimbangkan Lingkungan demi Pembangunan”, Kompas, 21 Desember 2023). 

KOMPAS/AGUS SUSANTO 

Warga mencucui pakaian di aliran Kali Cilemahabang yang airnya berwarna hitam pekat di Desa Sukaraya, Kecamatan Karangbahagia, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (6/9/2021). Pencemaran aliran sungai yang airnya berwarna hitam pekat tersebut diduga dari pembuangan limbah industri. Masyarakat sekitar aliran kali masih menggunakan air kehitaman tersebut untuk mandi, mencuci pakaian hingga beras. 

Upaya Menjaga Sumber Daya Air

Menyadari bahwa air penting bagi kehidupan, maka perlu adanya upaya serius untuk menjaga ketersediaan, kualitas, dan fungsi air sebagai sumber kehidupan. Di level individu, beberapa hal bisa dilakukan, di antaranya dengan bertanggung jawab atas ketersediaan air dengan cara membuat resapan air di tempat tinggal masing-masing, menggunakan air seperlunya secara bijaksana, dan tidak membuang sampah dan zat kimia ke aliran atau sumber air.

Di level pemerintahan, pemerintah perlu merumuskan strategi terbaru yang merujuk pada kebijakan pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan, menciptakan kerangka hukum yang melindungi kelestarian sumber daya air, menggencarkan kegiatan konservasi, melaksanakan sosialisasi, dan pemanfaatan teknologi untuk memproduksi air yang hemat dan efisien.  

Selain itu, perlu adanya kerja sama antarnegara untuk mencari solusi nyata krisis air yang sedang terjadi, kolaborasi pengelolaan sumber daya air yang terpadu, dan pemerataan akses. (LITBANG KOMPAS)

Referensi

Jurnal
  • Limuris, Fachriza Cakrafaksi. 2021. “Hak Rakyat Atas Air Bersih Sebagai Derivasi Hak Asasi Manusia Dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia,” Jentera: Jurnal Hukum, Vol 4, No. 2.
Laporan
Arsip Kompas
  • “Air dan Sumber Daya Air”, Kompas, 15 Februari 2017.
  • “Darurat Ancaman Krisis Air Dunia”, Kompas, 19 Agustus 2021.
  • “Air Tanah Solusi Krisis Air Bersih Perkotaan”, Kompas, 26 Maret 2022.
  • “8 Miliar Penduduk Bumi dan Ancaman Krisis Air Bersih”, Kompas, 15 November 2022.
  • “Lemahnya Manajemen Air Bisa Memicu Krisis Sumber Daya Air”, Kompas, 11 Maret 2023.
  • “Air”, Kompas, 21 Oktober 2023.
  • “Mewujudkan Air Minum yang Layak dan Aman”, Kompas, 25 Oktober 2023.
  • “Mempertimbangkan Lingkungan demi Pembangunan”, Kompas, 21 Desember 2023.
  • “Air Tanah di Dunia Kian Mengering”, Kompas, 7 Maret 2024.
Internet